Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pertunjukan topeng di Malang dahulu tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Malang yaitu : Dampit ,precet Wajak, Ngajum, Jatiguwi, Senggreng , Pucangsawit,,Kedungmangga dan Jabung..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soekisno
"Kearifan tradisional masyarakat desa Tenganan di permukiman yang melestarikan lingkungan hidup, baik lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatannya merupakan dambaan bagi setiap warga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya. Permukiman desa Tenganan adalah salah satu kawasan permukiman tua di Bali, terletak di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali. Dibangun sebelum masuknya Majapahit ke Bali, dikenal dengan sebutan desa Bali Aga atau Bali Mula, sedangkan desa-desa di Bali lainnya dibangun setelah pengaruh Majapahit berkembang, dan disebut sebagai Bali Dataran, dimana desadesa di Bali Dataran ini merupakan mayoritas kawasan permukiman di Bali sekarang ini.
Sebagai kawasan permukiman, desa Tenganan ini memiliki ciri khas yang tidak ditemui di desa Bali yang lain, yaitu:
1. Masyarakat desa ini memeluk agama Hindu aliran Indra, dengan tradisi berbeda dibandingkan masyarakat Bali pada umumnya.
2. Desa ini memiliki awig awig (peraturan adat) desa Tenganan, yang mengupayakan pelestarian lingkungan hidup.
3. Masyarakat desa ini memiliki keahlian merajut kain dengan teknik dobel ikat, salah satu dari dua desa di dunia yang memiliki keahlian ini, yang dipergunakan untuk keperluan upacara, namun sekarang dalam jumlah terbatas sudah mulai diproduksi untuk konsumsi wisatawan.
Dengan demikian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana masyarakat desa Tenganan mengupayakan pelestarian fungsi lingkungan hidup melalui adat dan budaya setempat. Sedangkan manfaat penelitian dapat memberikan masukan pada pengelolaan pariwisata di Bali yang mengembangkan potensi wisata pedesaan, dan dapat mengembangkan pemikiran tentang "etika lingkungan" masyarakat desa Tenganan yang didasarkan pada norma budaya yang ada.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai-nilai tradisi masyarakat desa Tenganan yang melestarikan fungsi lingkungan hidup masih berjalan hingga saat ini, dan bagaimana persepsi masyarakat desa ini terhadap kegiatan wisata dan teknologi.
Penelitian dilakukan dengan metoda deskriptif, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, nyata dan akurat, dan mempelajari masalah masalah yang ada di masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam situasi tertentu di masyarakat, termasuk yang harus diamati adalah hubungan, pandangan, kegiatan kegiatan, sikap sikap, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 1988: 63-65).
Sampel diambil dan ketiga Banjar Desa yang berpenduduk 605 orang dalam 233 KK, diambil jumlah responden sekitar 10% dari jumlah KK, yaitu sebanyak 26 KK. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, mengingat ketiga banjar merupakan masyarakat desa yang homogen. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur, wawancara mendalam, pengambilan foto dan data data primer serta studi literatur. Data data setelah dikelompokkan dianalisa secara deskriptip.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan hasil sebagai berikut :
1. Awig awig desa Tenganan Pagringsingan yang ditulis kembali tahun 1925 teryata hanya mengatur upaya pelestarian lingkungan alam dan lingkungan sosial, sedangkan upaya pelestarian lingkungan buatan tidak tersentuh oleh awig . awig tersebut. Untuk mengatasi kesenjangan ini, masyarakat desa ini membuat peraturan khusus tentang tata cara perluasan atau perbaikan rumah pada tahun 1987, namun tampaknya tidak sepenuhnya berhasil, karena beberapa perubahan fisik tetap dilakukan warga desa.
2. Persepsi masyarakat desa ini terhadap unsur unsur pembaharuan dibidang pendidikan, kesehatan, pariwisata dan teknologi ternyata ditanggapi positif, meskipun disadari bahwa ekses negatip yang muncul akibat kedatangan wisatawan tetap ada.
3. Unsur pendidikan ternyata menjadi unsur pokok yang merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi yang melestarikan lingkungan hidup.

The Traditional Discretion and Sustainable Environment (The Case Study at Tenganan Pagringsingan Villages, Karangasem, Bali)The traditional discretion at the habitat which is conserve living environment, weather nature environment, social environment and human made environment is every people deire for getting a better life for him and his family. The traditional villages of Tenganan, is one of oldest habitat area in Bali, they are at Manggis Distract, Karangasem, Bali. Tenganan it was built before the Majapahit people come to Bali which is called as Bali Aga village or Bali Mula, but the other villages in Bali was built after the Majapahit influence have been grown, and called as Bali Dataran, where the Bali Dataran villages is the majority of the habitat area in Bali nowdays.
As the Tenganan villages has a specific caracteristic which is can't found in other village in Bali, that is :
1. The people in this village embraces the Indra Hindus religion, different with the Bali society.
2. This village have awig awig (the traditional rules), which is trying to conserve environment.
3. They have skill todo a textile with a double bundle technique, which one out of two village in the world has this skill, used for the ceremonial. Nowdays, in limited addition have been produce for tourist consumption.
Indeed the goal of this studies is to know how the people of Tenganan Pagringsingan village conserving the living environment function through its culture and tradition. On the other hand, the using of this study has made an input to Bali tourism center, which is to open tourist potention in the village, and also to expend the mind about "environment ethics" of Tenganan Pagringsingan villagers, which is based on cultural ethics.
The problem of this study is how the traditional discretion of Tenganan people to sustained on living environment function still running in this days, and how this villagers perception to tourism activity and technology.
The study being established by descriptive method, the goals of this study is to make description, sistematic, phenomena description, real and accurate, and to study problems within the society and action has been done at specific situation, including the study of relationship, the view, activities, manners, and the running process also the impact of a fenomena.
Samples taken form the three banjar village, which have 605 peoples in 233 families, and the respondent about 26 families. Sample has been taken with purposive sampling, knowing that the three banjar villagers is homogen. Data gathered which structured interview, inside interview, photo and primer data also literatures study. The data being analize descriptively.
The result of study and examination shows as follows :
1. The awig awig of Tenganan villages was rewriten in 1925, actualy only to organize nature and social conservation. But the human made concervation not writen on it. To solve this, the villager made a special rule, which is about how to maintance home in 1987, but it is not fully work, because some of phisical changes still been done by the villagers.
2. Villagers perception about some changes in education, health, tourism and technology has positive feed back, although it is realized also has a negative side due to tourist visitors.
3. Education turn up to be the main elemen transformed to knowladge, attitude and people behavior to traditional vallues which is conserves living environment.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Upacara hak-hakan sebenarnya merupakan istilah lokal untuk menyebut tradisi yang mereka banggakan yaitu hak-hakan. hak-hakan merupakan tradisi yang langka dan hanya ada satu wilayah di Kabupaten Wonosobo, bahkan di Privinsi Jawa Tengah...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Praychita Utami
"Topeng Betawi sebagai tradisi lisan terus tumbuh dan mengalami pembaharuan di tengah modernisasi yang melingkupinya. Bertahannya Topeng Betawi menunjukkan bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang kaku dan statis. Salah satu upaya yang dilakukan oleh kelompok Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra untuk berhadapan dengan modernisasi dan perubahan di sekitaranya, yaitu dengan cara menyesuaikan struktur pertunjukannya dengan irama kehidupan yang semakin cepat. Melalui kajian metode transmisi, tampak ada seperangkat strategi yang diakukan untuk memelihara kelangsungan tradisinya. Topeng Betawi sebagai suatu pertunjukan yang mempunyai aspek teater dengan unsur hiburan dan ritual dengan unsur kemanjuran di dalamnya, diwujudkan melalui struktur pertunjukan yang digarap melalui strategi yang dimiliki, yaitu dengan dihadirkan elemen yang tetap dan elemen longgar.

Topeng Betawi as an oral tradition continues to grow and innovate in the midst of modernization that surrounds it. The persistence of Topeng Betawi shows that culture is not rigid and static. An attempt made by Topeng Betawi Margasari Kacrit Putra Group to cope with modernization and change, is by adjusting the structure of the performance with the rapid rhythm of life. A study of the method of transmission shows there is a set of strategies used to preserve the tradition. Topeng Betawi as a performance that contains a theater aspect with the element of entertainment, and ritual aspect with the element of efficacy in it, is actualized through the structure of the performance that is brought out through those strategies, by featuring fixed elements as well as changeable elements."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhanti Parama Sany
"Skripsi ini menjelaskan hubungan antara simbol dan ritual dalam kebudayaan Masyarakat Desa Pangkalan, Kabupaten Cirebon. Hal tersebut dapat tergambarkan dalam sebuah pertunjukan tari topeng Cirebon di upacara adat Mapag Sri yang masih dianggap sakral hingga saat ini. Padahal, saat ini masyarakat Desa Pangkalan merupakan masyarakat yang terbuka, dengan akses transportasi yang memudahkan mereka untuk berinteraksi dengan kehidupan kota dan lebih mengedepankan sifat-sifat rasional. Interaksi dengan kehidupan kota terjadi sebagai salah satu cara masyarakat Desa Pangkalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang semakin kompleks. Namun, di balik pemenuhan kebutuhan yang semakin kompleks, masyarakat Desa Pangkalan masih mempertahankan upacara adat Mapag Sri dengan pertunjukan tari topeng yang dianggap sakral dan penting sebagai bagian dari upacara adat Mapag Sri hingga saat ini. Oleh karena itu, pertunjukan tari topeng Cirebon dalam upacara adat Mapag Sri merupakan objek penelitian skripsi ini.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsep simbol dari Clifford Geertz, yaitu ikon. Ikon merupakan simbol suci yang mampu menyatakan, menyembunyikan, dan menghadirkan yang suci dalam kenyataan. Apalagi, jika ikon ini dihubungkan dengan mitologi, kosmologi, dan kepercayaan sehingga ikon memiliki sifat sakral. Dalam penelitian ini, ikon diletakkan dalam upacara dengan pertunjukan topeng, topeng, hingga dalang yang menarikan tari topeng Cirebon. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang mampu merepresentasikan hubungan antara simbol, kebudayaan, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa Pangkalan akan kehadiran yang suci ke dalam kenyataan melalui pertunjukan tari topeng Cirebon dalam upacara adat Mapag Sri hingga saat ini.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif-Interpretatif. Dengan menggunakan metode ini, peneliti bukan hanya memcari informasi, tetapi lebih kepada untuk memahami suatu objek penelitian berdasarkan makna dan nilai masyarakat yang besangkutan. Dalam hal ini, objek studi dalam metode ini adalah sistem nilai masyarakat yang bersangkutan atau, disebut Clifford Geertz, sebagai logico-meaningful. Dengan menempatkan pertunjukan, topeng, dalang, maupun upacara yang diletakkan ikon, penelitian ini dapat menjelaskan sistem nilai yang tetap diacu sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Desa Pangkalan hingga saat ini.

This undergraduated thesis describes the relation between symbols, ritual and culture of Pangkalan village society in Cirebon regency. That relation can be seen in a Topeng dance (Mask dance in English ) performance on Mapag Sri tradition ceremony, which still as the sacred one until now. Although nowadays the society in Pangkalan village is open minded society, which seen in a transportation access to the city.. This access make them more to interact with the city life and trust to rational characteristics. The interaction to the city life is one of their ways of completing the needs from an emerging complex society. However, behind the needs of an increasingly complex, society of Pangkalan village still retain traditional ceremony Mapag Sri dance with masks. They belief that this ceremony considered sacred and important part of traditional ceremonies until this day. Therefore, the Cirebon mask dance performance in traditional ceremonies Mapag Sri is the object of research this essay.
The Research was conducted with the use of symbols from Clifford Geertz, Ikon. It is a holy symbol that is capable to clarify, hide, and represent the sacred in to the reality. The Ikon is associated with the mythology, cosmology and the belief of Pangkalan village society, because of that, make ikon has a sacred nature. In this research, Ikon was placed in the mask ceremony, the face mask itself, and the Dalang (mastermind of ceremony) of the Cirebon mask dance. They are a unit that is capable of representing the relations between symbols, culture and community needs of the Pangkalan village to the presence of the holy into reality through the Cirebon mask dance performance in the traditional ceremony of Mapag Sri until now.
The research method used in this research is the Qualitative Method-Interpretative, by using this method, researcher not only looking for information but more to understand the object of a research based on the meaning and value of pertinent community. In this case, the object of study in this method is the value system of society involved or what Clifford Geertz referred as the logico-meaningful. With the mask ceremony, the mask itself, the ?Dalang?, and the ritual where the icon is placed, then this research may explain the value system that still referred as part of the Pangkalan village society culture until to this day."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yona Primadesi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur dalam tradisi lisan seni pertunjukan randai Minangkabau, kegiatan preservasi pengetahuan yang telah dilakukan, kendala dalam proses preservasi pengetahuan, serta langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam rangka mempreservasi pengetahuan yang terdapat dalam tradisi lisan seni pertunjukan randai Minangkabau. Metode yang digunakan adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data melalui metode wawancara dan analisis dokumen.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa randai merupakan kesenian tradisi masyarakat yang dibangun dari tiga komponen penting, yakni silek, kaba, dan dendang atau gurindam. Setiap unsur saling menunjang guna membangun fungsi utama randai sebagai representasi dan media komunikasi adat serta sebagai identitas budaya masyarakat Minangkabau. Perkembangannya, tradisi bakaba babarito masyarakat Minangkabau mempercepat proses sosialisasi dan transfer randai beserta pengetahuan di dalamnya. Akan tetapi hal tersebut pun menjadi kendala dan penghambat terjaganya originalitas dari kesenian randai itu sendiri.
Kegiatan preservasi yang sudah dilakukan pada umumnya berupa kegiatan sosialisasi dalam bentuk interaksi tatap muka langsung serta proses imitasi. Eksternalisasi berupa pendokumentasian tradisi sudah mulai dilakukan, akan tetapi belum pada tataran analisa, kemas ulang, serta transfer pengetahuan sehingga sebagian besar pengetahuan tersebut hanya tersimpan di lembaga pemerintah seperti Dinas Pariwisata.
Minimnya kebijakan sehubungan dengan penggunaan bahasa Minangkabau di lingkungan pendidikan formal serta kebijakan yang menghidupkan kembali fungsi surau sebagai media pendidikan informal masyarakat menjadi pemicu lain hilangnya pengetahuan randai dalam masyarakat. Oleh karena itu sangat disarankan peran serta seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan pengetahuan dalam randai dengan lebih terstruktur dan berkesinambungan guna menjaga originalitas dan fungsi utama dari randai itu sendiri.

The aims of this research is to identified the elements of the oral tradition on Minangkabau's Randai Performing Arts, knowledge preservation activities that have been done, all constrains in the knowledge preservations process and all steps that can be done to do the knowledge preservation on Minangkabau's randai performing arts. The research method that used in this research is qualitative approaches and the methods of data collection are through interviews and document analysis.
The result of this research conclude that randai is an artistic tradition which built from three component, namely silek, kaba and dendang or gurindam. Each element are being supporting each other in order to build the main function of randai, i.e. as representative and media communication as well as the cultural identity of Minangkabau indigenous community. In its development, the bakaba babarito Minangkabau's tradition accelerate the process of socialization of randai and the transfer of knowledge inside randai. However, it's not being an obstacles and barrier to maintain the originality of randai itself.
The preservation activities that have been done, on general, is in the form of socialization activity which is on face to face interaction and on the limitation process. The externalization activity on documentation of randai tradition is already begun, but not at the analysis level, repackaging, and also transfer of knowledge. So that most of the knowledge are only store in government agencies such as the department of tourism.
The lack of policy on the use of Minangkabau language in formal education environment and policy to revive the surau function as an informal education media for Minangkabau community became another trigger on knowledge loss of randai in society. Therefore, it is highly recommended the participation of all levels in society and government to maintain and preserve the knowledge of randai with more structured and continuous in order to maintain the originality and the main function of randai itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Seloko adat Jambi adalah ungkapan yang mengandung pesan, amanat petuah, atau nasehat yang bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau norma-norma, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena mempunyai sangsi. Ungkapan-ungkapan Seloko adat Jambi dapat berupa peribahasa, pantun atau pepatah petitih.
Seloko adat Jambi tidak hanya sekedar peribahasa, pepatah-petitih atau pantun-pantun, lebih dalam lagi seloko adat Jambi merupakan pandangan hidup atau pandangan dunia yang mendasari seluruh kebudayaan Jambi. Seloko adat Jambi sebagai suatu filsafat yang dirumuskan secara eksplisit dalam peribahasa, pepatah-petatah atau pantun-pantun tetapi masih bersifat implisit yang tersembunyi dalam fenomena kehidupan masyarakat Jambi. Seloko adat Jambi adalah sarana masyarakatnya merefleksikan diri akan hakikat kebudayaan, pemahaman mendasar dari pesan, dan tujuan dari sebuah kebudayaan.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh pemahaman filosofis akan makna simbolik yang ada pada seloko adat Jambi. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa seloko adat Jambi memiliki esensi yang berasal dari pandangan hidup dan nilai religius masyarakatnya. Dan untuk melakukan reinterpretasi terhadap makna seloko adat Jambi sehingga memunculkan pemahaman kritis terhadap seloko adat Jambi.
Data penelitian ini berupa seloko hukum adat Jambi, seloko adat perkawinan Jambi, dan seloko aturan hidup. Dari data tersebut ditekankan fenomena-fenomena sentral bagi seloko adat Jambi yang relevan bagi penelitian filosofis. Untuk menggali pemahaman filosofis akan makna simbolik seloko adat Jambi digunakan metode deslaipsi, hermeneutik Paul Ricoeur, dan metode kritis refleksif.
Seloko adat Jambi sebagai ekspresi bermakna ganda yaitu tidak terbatas pada struktur naratif yang tersurat tetapi pada dimensi-dimensi yang tersirat. Teks-teks seloko adat Jambi tidak hanya dimengerti secara harfiah tetapi hams ditafsirkan secara simbolik dan metafisik. Tujuannya adalah untuk mencari makna yang hendak disampaikan lewat teks tersebut berupa konsepsi filosofis (konsepsi paling dasariah mengenai hakikat manusia, dunia, dan Tuhan). Dengan kata lain di dalam makna harfiah atau literal, primer yang secara langsung ditunjukkan. Bersamaan dengan itu ditunjukkan pula makna lain yang tidak langsung, sekunder, kiasan dan hanya dapat dipahami berdasarkan makna yang pertama.
Untuk menungkapkan makna sunbol-simbol yang terkandung didalamnya diperlukan proses interpretasi. Melalui analisis ini dapat dilihat ekspresi simbolik dari seloko adat Jambi. Yaitu aspek religiositas, etika, dan siklus kehidupan. Pemahaman tentang seloko adat Jambi bukan konteks budaya asli, melainkan menafsirkan manusia dalam sebuah teks."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Utama
"Sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau, masyarakat Pariaman memiliki kebiasaan yang agak berbeda dengan daerah lain di Minangkabau. Dalam perkawinan tersebut pihak perempuan yang melakukan lamaran terhadap pihak laki-laki, juga hangs menyediakan persyaratan yang disebut dengan uang jemputan. Namun dalam perkembangannya uang jemputan ini mengalami perubahan menjadi uang hilang yang awalnya hanyalah merupakan suatu gejala. Sehingga lama-kelamaan menjadi suatu tradisi yang sudah berlaku dalam seluruh masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang sosial budaya uang hilang ini dalam perkawinan masyarakat matrilineal dewasa ini. Kedua, menjelaskan fungsi tradisi uang hilang ini terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Ketiga, mengetahui faktor penyebab masih berlakunya uang hilang dalam perkawinan adat masyarakat Pariaman di tengah era kemajuan sekarang ini.
Penelitian yang mengambil kajian di Nagari Sicincin Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung dengan alasan ini Nagari ini masih kuat memegang tradisi dan adat-istiadat yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian di daerah ini terlihat bahwa uang jemputan yang mendasari lahimya uang hilang ini awalnya berfungsi sebagai sarana distribusi kekayaan dan status sosial dalam suatu kaum. Namun dalam perkembangannya uang hilang ini berfungsi sebagai pengesahan status sosial, sarana mobilitas sosial, prinsip resiprositas dan fungsi terhadap peran dan kedudukan wanita dalam masyarakat.
Di era kemajuan sekarang ini dengan adanya proses modernisasi, uang Hilang masih tetap berlaku di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan perubahan fungsi dan makna dari uang hilang itu sendiri. Sedangkan pengaruh modernisasi seperti yang dikemukakan oleh Chodak dengan teori modernisasinya yang menyebutkan pada induced modernization masyarakat dihadapkan pada transfomlasi struktur sosialnya melalui sistem pendidikan yang mengajarkan norma-norma dan nilai-nilai baru, tidak berpengaruh banyak terhadap uang hilang ini. Ini disebabkan masih besarnya pengaruh orang tua, ninik mamak serta lingkungan masyarakat yang masih menghendaki berlakunya tradisi ini.
Dari studi ini disimpulkan bahwa uang hilang yang berlaku di tengah masyarakat seiain berpengaruh negatif juga membawa pengaruh posistif dalam kehidupan masyarakat. Mengingat pengaruh negatif ini, penulis menyarankan agar kebiasaan uang hilang ini paling kurang secara bersama-sama dihilangkan dampak negatif yang timbul dari uang hilang ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Luambek is a performance art tradition which is an integral part of socio-cultural life of Nagari Kepala Hilalang. For the people, this social ceremony enlivened by Luambek called Alek Pauleh, which create a social force in the nagari and reflect direct relationship within social structure.
The existence of Luambek is related to the ownership of art itself. Furthermore, Luambek is positioned as "suntiang niniak-mamak, pamenan anak-mudo mudo" (jewelery of ninik-mamak or traditional leaders, elders, and children's game)."
899 WE 3:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011
615.321 FOR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>