Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75587 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika RI , 2005
R 320.83 IND u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Mahkamah Konstitusi RI, 2006
R 342.09 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Mahkamah Konstitusi RI, 2006
R 342.09 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Mahkamah Konstitusi RI, 2006
R 342.09 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Adhani
"Pasca Amandemen UUD 1945, Proses pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan melalui pemilihan langsung. Hal mengenai mekanisme pemilihan Kepala Daerah tersebut selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
Pelaksanaan demokrasi dalam Pilkada langsung ini menimbulkan konsekuensi yang besar terhadap kelangsungan kehidupan demokrasi di Indonesia. Proses pelaksanaan Pilkada yang syarat dengan berbagai kepentingan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan selalu berujung dengan sengketa. Lembaga peradilan yang merupakan benteng terakhir untuk menyelesaikan sengketa Pilkada harus selalu dituntut untuk mengedepankan putusan yang menjunjung rasa keadilan bagi semua kepentingan yang terkait dengan sengketa Pilkada.
Adanya konflik yang berkepanjangan pasca putusan sengketa Pilkada oleh Mahkamah Agung menimbulkan kegamangan yang berujung dengan pengalihan kewenangan untuk mengadili sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara jelas mengatur tentang mekanisme pengalihan kewenangan mengadili sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi, hal tersebut menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda terkait tenggat waktu pelimpahan kewenangan tersebut, meskipun pada akhirnya permasalahan tersebut berakhir setelah ditandatanganinya Berita Acara Pelimpahan Kewenangan Mengadili Sengketa Pilkada dari Mahkamah agung ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2008.
Proses penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi tidaklah jauh berbeda dengan penyelesian sengketa di Mahkamah Agung, adanya tenggat waktu 14 (empat belas) hari untuk menyelesaikan sengketa tersebut, menyebabkan proses penyelesaian sengketa tersebut harus dilaksanakan secara cepat dengan acuan yang menjadi dasar pertimbangan hakim adalah hal mengenai hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Adanya upaya hukum berupa kasasi dan peninjauan kembali yang dilakukan oleh Mahkamah Agung pasca putusan yang bersifat final dan mengikat, menyebabkan upaya menyelesaikan sengketa Pilkada berlarut-larut sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Hal tersebut yang menjadi salah satu pembeda antara proses penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25202
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
H.A.W. Widjaja,1940-
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
352.14 WID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.A.W. Widjaja,1940-
Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2013
352.14 WID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Afdhal Mahatta
"Konsep Pemerintahan Nagari sebagai pemerintahan terendah dan wilayah hukum adat di Sumatera Barat mengalami degradasi dengan munculnya Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Pemerintahan Nagari yang bersifat otonom dan demokratis telah diganti menjadi pemerintahan desa yang bersifat sentralistik. Pemerintahan Nagari hanya semata-mata merupakan kesatuan masyarakat hukum adat. Munculnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana menggantikan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kesempatan kepada Pemerintahan Nagari untuk kembali menunjukkan eksistensi nya. Kembali ke pemerintahan nagari diharapkan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan yang terjadi dan untuk menggali lagi potensi dan peran serta masyarakat dalam upaya mempercepat pembangunan di daerah sebagaimana dulunya.

The government concept of Nagari as the lowest administration and as the region of customary law suffered from degradation with the emergence of 1979 Law Number 5 about Village Government. The autonomous and democratic Nagari Government has been replaced with a centralistic village governemnt. As a result, the Nagari government plays the role only as a unity of customary law society. The emergence of 2004 Law number 32 about Local Government as a replacement of 1999 Law number 22 gives the chance to the Nagari Government to represent its existence. The return to Nagari Administration is expected to be able to become the solution to the problem that happened and to explore again the potency and role of the society in the effort of quickening the development in the area as before now."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>