Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Rapanie
"Keberadaan kesenian tradisional Sumatera Selatan cenderung memprihatinkan, komunitasnya menunjukkan gejala ketidakberdayaan. Keadaan ini melemahkan fungsi sosial kesenian tradisional sehingga mengurangi perannya di dalam pembangunan daerah. Penelitian dengan metode kualitatif ini merupakan studi kasus terhadap komunitas Dulmuluk, seni teater tradisional di Sumatera Selatan. Kerangka konseptual yang dipergunakan adalah konsep dan teori-teori fungsi sosial kesenian, identitas, dan pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap komunitas Dulmuluk perlu dilakukan agar fungsi sosialnya dapat berkontribusi terhadap identitas daerah. Hasil studi menunjukkan bahwa untuk melakukan upaya pemberdayaan maka kedua aktor pembangunan kesenian, yakni pemerintah dan komunitas seniman tradisional, harus bertindak bersama-sama dalam koridor konsep pemberdayaan dengan dasar prinsip- prinsip keadilan, kemandirian dan partisipasi komunitas, untuk membangunan martabat dan rasa percaya diri komunitas dalam menjaga kelangsungan tatanan budaya. Strategi yang diperlukan adalah pemberdayaan komunitas yang berbasis pada identitas fungsi sosial kesenian tradisional, sehingga membangun komunitasnya berarti membangun kesenian itu sendiri.

The existence of South Sumatra’s traditional arts community tends to be gradually apprehensive. The community is powerless due to the lack of economic support. This conditlon afiects its social functions in contributing to the sustainability of locai traditional arts. This study applies a qualitative research approach and uses a case study of Dulmuluk community—a community of traditional art performance in South Sumatra. The framework of this study is rooted on theories of arts social function, identity, and community empowerment. Dulmuluk community needs to be empowered immediately in order able to reform its social functions that plays essential role in forming the identity of region. The resuit of this study indicates that two actors of the sustainability of traditional arts—the govemment and the art community should be actively involved in the empowerment process. They have to work in collaboration using the empowerment consept based on the principles of justice, community utonomy and participation in building the community’s prestige and self-confidence which are usefull for maintaining the continuity of the cultural order. The strategy required to do so is the community empowerment based on the identity of social functions of the traditional art. Thus, the building of the art community means the building of the art itself."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zerlina Roihana Suryaningrum
"Isu pemberdayaan pemuda (youth empowerment) tengah naik karena adanya agenda SDGs yang diterapkan oleh PBB serta kondisi di Indonesia. Seluruh elemen masyarakat, termasuk komunitas mengambil peran untuk meningkatkan pemberdayaan pemuda di berbagai sektor melalui agenda yang dijalankan. Rumah Millennials, salah satu komunitas pemberdayaan pemuda yang dipilih sebagai kasus yang diteliti dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana strategi community engagement yang dilakukan oleh Rumah Millennials. Konsep yang dibahas pada penelitian ini adalah komunitas, community engagement, dan youth empowerment. Metode yang digunakan adalah observasi dokumentasi yang diunggah pada media sosial Instagram dan situs web. Selain itu, peneliti juga berperan sebagai participant as observer untuk dapat mengenal nilai dan karakteristik interaksi yang implisit di dalamnya. Strategi community engagement yang dilakukan oleh Rumah Millennials adalah melibatkan anggota dalam program komunitas, berkomunikasi secara daring dan luring, serta mengunggah apresiasi untuk anggota. Selain itu, ditemukan bahwa pemimpin memiliki peran penting untuk menjalankan strategi community engagement tersebut.

The issue of youth empowerment is gaining prominence due to the implementation of the United Nations' Sustainable Development Goals (SDGs) and the prevailing conditions in Indonesia. All elements of society, including communities, are taking on a role in enhancing youth empowerment across various sectors through actively pursued agendas. Rumah Millennials, chosen as a case study in this research, is one such community actively involved in youth empowerment. The aim of this study is to describe the strategies of community engagement employed by Rumah Millennials. The concepts discussed in this research are community, community engagement, and youth empowerment. The methodology involves documentary observation through content uploaded on Instagram and the community's website. Additionally, the researcher also plays a role as a participant-as-observer to gain insights into the implicit values and characteristics of interactions within the community. The identified community engagement strategies implemented by Rumah Millennials include involving members in community programs, fostering online and offline communication, and expressing appreciation through various means, such as uploading on social media. Furthermore, the research reveals the significant role of leaders in executing these community engagement strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasha Putri Jasmine
"Seni, baik ide maupun praktik, telah berkembang sendiri untuk mengakomodasi berbagai fungsi komunikasi yang salah satunya adalah pemberdayaan budaya. Tidak ada budaya di muka bumi ini tanpa adanya komunikasi di antara anggota masyarakat pendukung atau pembentuk kebudayaan. Demikian juga tidak ada komunikasi yang lepas dari ikatan atau interaksi sosial antar anggota masyarakat pendukung suatu budaya setempat. Makalah ini bertujuan untuk menafsirkan seni sebagai media komunikasi masyarakat lokal di Pemenang. Lombok Utara yang diinisiasi oleh komunitas seni nirlaba bernama Pasir Putih yang berlokasi di Lombok Utara untuk memberdayakan nilai-nilai serta kebudayaan mereka, terutama ketika isu pariwisata menjadi dominan dalam konteks wilayah lokal mereka. Menggunakan strategi studi kasus deskriptif analitis yang disajikan berdasarkan data kualitatif yang diperoleh, studi ini akan menganalisis bagaimana Pasir Putih dan warga Pemenang, Lombok Utara memanfaatkan seni sebagai media komunikasi untuk pemberdayaan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan komunikasi melalui seni dapat mensintesis informasi masalah keberdayaan budaya yang kompleks. Studi ini akan berfokus pada analisis pemberdayaan secara tahap individu, organisasi, dan komunitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan seni di Pemenang, Lombok Utara memiliki tingkat partisipasi berbeda dalam tahap pemberdayaan secara individual (pertunjukan seni solo), organisasi (kompetisi bola dan pertunjukan seni gabungan), dan komunitas (pesta rakyat) namun tetap menuju tujuan pemberdayaan budaya lokal Lombok Utara.

Arts, both ideas and practices, have developed themselves to accommodate various communication functions, one of which is cultural empowerment. There is no culture on this earth without communication between members of the community that support or form the culture. Likewise, there is no communication apart from social ties or interactions between community members who support a local culture. This paper aims to interpret art as a medium of communication for local communities in Pemenang. North Lombok, which was initiated by a non-profit arts community called Pasir Putih, located in North Lombok, to empower their values and culture, especially when tourism issues become dominant in their local context. Using a descriptive analytical case study strategy that is presented based on the qualitative data obtained, this study will analyze how Pasir Putih and the residents of Pemenang, North Lombok use art as a communication medium for cultural empowerment. The results showed that the communication approach through art can synthesize information on complex cultural empowerment issues. This study will focus on the analysis of empowerment at the individual, organizational, and community stages. The results of the analysis show that art activities in Pemenang, North Lombok have different levels of participation in the empowerment stages of individuals (solo art performances), organizations (football competitions and joint art performances), and communities (folk’s festival) but still towards the goal of empowering North Lombok local culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alia Kirana
"Profil Komunitas Hi Fear Club adalah sebuah komunitas dan platform yang bertujuan untuk menginspirasi perempuan muda Indonesia untuk mengakui dan mengatasi kerentanan mereka. Hi Fear Club ingin membekali perempuan muda dengan supportive sisterhood atau komunitas kekeluargaan untuk mencapai aspirasi masa depan mereka. Analisis Situasi 1. Dari hasil riset ditemukan bahwa mayoritas belum ada yang menemukan cara untuk mengatasi rasa takut dan masih membutuhkan bimbingan. 2. Adanya tuntunan sosial akan bagaimana seorang perempuan menjalani hidup: berkarir, berpendidikan, dan bersikap. 3. Butuhnya ruang aman/support system pelengkap untuk perempuan menjadi diri sendiri tanpa ekspektasi. Tujuan 1. Menjadikan Hi Fear Club sebagai kanal media utama ruang aman bagi perempuan muda Indonesia khususnya pengikut Hi Fear Club. 2. Mengajak perempuan muda Indonesia untuk berteman dengan rasa takut dan menjadi lebih percaya diri melalui pemahaman penggunaan fear-setting dari Tim Ferris. Strategi Menggunakan strategi ABCDE yaitu assess, build, create, deliver, evaluate dengan pendekatan behaviour change communication (BCC) untuk mendukung perubahan perilaku melalui tiga instrumen: 1. Pengoptimalan Media Sosial 2. Kolaborasi dan Kerjasama 3. Special Events Khalayak Sasaran Khalayak yang dituju oleh Hi Fear Club untuk strategi komunikasi ini adalah khalayak yang merupakan pengikut komunitas Hi Fear Club dan khalayak yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Demografis Perempuan muda Indonesia yang baru lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), sedang menempuh atau lulusan baru pendidikan S1/sederajat, dan angkatan kerja baru serta berusia 17 - 25 tahun. 2. Geografis Menetap di Indonesia dan diaspora Indonesia. 3. Psikografis dan Perilaku Memiliki rasa takut dan keraguan atas kemampuan dirinya tetapi memiliki keinginan untuk memperbaiki dirinya dan menjadi pribadi yang lebih baik, memiliki keinginan untuk belajar lebih dalam mengenai perasaan dan diri sendiri serta tertarik dalam isu pengembangan diri.

Community Profile Hi Fear Club is a community and platform that aims to inspire young Indonesian women to acknowledge and address their vulnerabilities. Hi Fear Club wants to equip young women with a supportive sisterhood or family community to achieve their future aspirations. Situation Analysis 1. Based on research, it was found that the majority of young Indonesian women had not found a way to overcome fear and still needed guidance. 2. There are social standards for how a woman lives her life: career, education, and attitude. 3. The need for a safe space / complementary support system for women to be themselves without expectations. Goal 1. Making Hi Fear Club the main media channel for a safe space for young Indonesian women, especially Hi Fear Club followers. 2. Inviting young Indonesian women to befriend fears and become more confident by understanding the use of Tim Ferris’ fear-setting. Strategy Using the ABCDE strategy, namely assess, build, create, deliver, evaluate with behaviour change communication (BCC) approach in hopes of changing target audience’s behaviour through three instruments: 1. Social Media Optimization 2. Collaboration and Cooperation 3. Special Events Target Audience Hi Fear Club's target audience for this communication strategy are audiences who are followers of Hi Fear Club and audiences who have the following criteria: 1. Demographic Young Indonesian women who have just graduated from high school (SMA), are taking or have just graduated from an undergraduate education/equivalent, and are new to the workforce and are aged 17-25 years. 2. Geographical Settled in Indonesia and the Indonesian diaspora. 3. Psychographics and Behavior 4. Have fears and doubts about their abilities but have a desire to improve themselves and become a better person, have a desire to learn more about feelings and themselves and are interested in self-development issues"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wibawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Strategi Pemberdayaan terhadap Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat pada Direktorat PLRKM Deputi Rehabilitasi BNN serta mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mengandalkan analisis data deskriptif yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dengan para informan, pengamatan dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi Pemberdayaan terhadap Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang dilakukan di Direktorat PLRKM Deputi Rehabilitasi BNN adalah melalui program Peningkatan Kemampuan yang meliputi Penguatan, Dorongan dan Fasilitasi terhadap LRKM. Upaya menonjol yang dilakukan adalah dalam bentuk Penguatan Kapasitas (Capacity Building) yaitu proses peningkatan kemampuan baik di tingkat individu, kelompok, maupun kelembagaan melalui berbagai bentuk pelatihan, TOT , Magang, Workshop, dan sebagainya. sedangkan dukungan dana diberikan dalam bentuk pembiayaan rehabilitasi rawat inap dan rawat jalan bagi para pecandu narkotika.
Namun dalam pelaksanaannya masih ada beberapa kendala/hambatan diantaranya LRKM masih cenderung mengandalkan bantuan dana/anggaran dari pemerintah oleh karenanya dibutuhan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dengan dunia usaha demi keberlangsungannya, Peningkatan kualitas SDM dan kapasitas lembaga agar lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dari LRKM serta perlunya ditambah dukungan program pascarehab melalui pelatihan lifeskill dan vokasional untuk pecandu narkotika sebagai upaya rehabilitasi yang berkelanjutan.

This study aimed to analyze the Empowerment Strategies for Rehabilitation Institute Based Community on PLRKM Directorate Deputy of Rehabilitation BNN as well as identify obstacles that affect the success of empowerment. This study used a qualitative method that relies on the analysis of descriptive data obtained through in-depth interviews with informants, observation and literature study.
The results showed that the Strategy Against Rehabilitation Institute Based Community conducted in PLRKM Directorate Deputy of Rehabilitation BNN is through Capacity Building program that includes strengthening, encouragement and facilitation of the LRKM. Efforts undertaken standout is in the form of capacity building (Capacity Building) is the process of improving the ability both at the individual, group, or institution through various forms of training, TOT, Internships, workshops, and so on. Whereas financial support is given in the form of financing rehabilitation inpatient and outpatient care for drug addicts.
However, in practice there are still some obstacles / barriers among LRKM still tend to rely on funding / budgets of government therefore be required cooperation mutually beneficial partnerships with the business world for the sake of continuity, Improving the quality of human resources and institutional capacity in order to be further enhanced and tailored to the needs of LRKM and the need for added support aftercare program through lifeskill and vocational training for the rehabilitation of drug addicts as an ongoing effort.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widati
"Pasar tradisional merupakan aset yang sangat berharga bagi Kota Surakarta. Seiring dengan perkembangan pasar modern yang semakin pesat, keberadaan pasar tradisional lambat laun mulai terancam. Padahal pasar tradisional memiliki kontribusi yang tidak sedikit terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Ketahanan Daerah. Pasar tradisional merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Kota Surakarta yang mayoritas bergerak di sektor perdagangan menengah ke bawah. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pemberdayaan terhadap pasar tradisional agar keberadaan pasar tradisional dapat tetap dipertahankan dan mampu bersaing dengan pasar modern serta dapat mendukung ketahanan daerah Kota Surakarta. Pemberdayaan pasar tradisional yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta melalui Dinas Pengelolaan Pasar meliputi beberapa hal, antara lain : pembangunan fisik bangunan pasar, pembangunan shelter untuk pedagang kaki lima, perbaikan pengelolaan pasar, dan peningkatan tata kelola atau manajemen pedagang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui obeservasi, wawancara dan data sekunder atau dokumentasi. Penelitian ini juga menggunakan teknik analisa data interaktif, dimana proses analisa datanya melalui empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk menguji validitas data yang telah didapat maka digunakan teknik triangulasi data. Berdasar pada penelitian yang telah penulis laksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa anggapan bertambahnya pasar modern di Kota Surakarta yang mengancam keberadaan pasar tradisional tidak sepenuhnya benar. Tetapi dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pasar tradisonal masih bermasalah dengan kondisi internalnya sendiri. Pemberdayaan pasar tradisional yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta belum sepenuhnya berjalan dengan optimal. Karena hanya mengutamakan pembangunan fisik tanpa diikuti dengan perbaikan pengelolaan pasar dan manajemen pedagang.

Traditional markets are a valuable asset to the city of Surakarta. the rapid development of the modern market has threatened the exixtence of the traditional market. Whereas the traditional markets has been playing an important role to the Regional Income and Regional Resilience. Traditional markets has become the source of living for the majority of the traditional societies of Surakarta that engage in the low to medium level of trade. It therefore requires an effort to empower the traditional markets to maintain its existence and capability in competing with the modern market and to support the resilience of the city of ​​Surakarta. The empowerment of the traditional markets has been carried forward by the Regional Government of Surakarta through the Market Management Office includes among others : the physical construction of the market, the construction of the shelter for street vendors, improving the management of the market, and improving the management of the merchant. This is a qualitative research. Data were collected through observation, interviews and secondary data or documentation. It also used interactive data analysis techniques, in which the data analysis process is divided by four stages: data collection, data reduction, data presentation and conclusion. The research also used triangulation data in order to test the validity data. The analysis concluded that the assumption where the development of the modern markets in Surakarta has threatened the existence of the traditional market is not entirely correct. The research also showed that there are internal problem within the management of traditional markets. The empowerment of the traditional markets carried out by the Market Management Office of Surakarta did not run optimally. It is because the main priority was merely on the physical development without the improvement of the market and merchant management."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Putut Wibhisana
"Dalam terbentuknya sebuah desa wisata tentu saja melewati proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pada akhirnya dilihat bagaimana dampak program tersebut bagi masyarakat sekitarnya. Desa wisata Jogoboyo Purworejo merupakan desa wisata yang menjadi alternatif wisata yang kemudian muncul dan bersaing dengan kawasan wisata dan desa wisata lainnya. Tesis ini menggambarkan proses strategi pemberdayaan masyarakat melalui program desa wisata Jogoboyo Purworejo dengan melihat strategi perencanaan dan pengembangan kawasan wisata serta melihat dampak yang muncul dalam pengembangan kawasan wisata tersebut. Kabupaten Purworejo memiliki berbagai upaya dalam mengurangi angka kemiskinan, salah satunya adalah program pemberdayaan masyarakat melalui desa wisata. Program desa wisata ini merupakan sebuah upaya dan dalam tahap proses berjalan, maka terdapat berbagai macam hal menarik di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukan proses pemberdayaan masyarakat berjalan dengan cukup baik. Selain kemudian terdapat kemajuan pola pikir ekonomi, bertambahnya mata pencaharian baru, peningkatan pendapatan dan pengelolaan keuangan serta cara dan perilaku kerja, di satu sisi  diperlukan perhatian rutin agar kreativitas di bidang pariwisata di desa Jogoboyo semakin meningkat dan pengelolaan publikasi atau pemasaran agar daerah ini lebih dikenal masyarakat luas dan mendatangkan wisatawan semakin berkembang

In the formation of a tourism village, of course, it goes through a process of planning, implementation, until finally seeing the impact of the program on the surrounding community. The tourist village of Jogoboyo Purworejo is a tourist village that has become an alternative tourism which has emerged and competes with other tourist areas and tourist villages. This thesis describes the process of community empowerment strategies through the Jogoboyo Purworejo tourism village program by looking at the planning and development strategies of tourist areas and seeing the impacts that arise in the development of these tourist areas. Purworejo Regency has various efforts to reduce poverty, one of which is a community empowerment program through tourism villages. This tourism village program is an effort and in the ongoing process, there are various interesting things in it. This research uses a qualitative approach with descriptive research type. The results showed that the community empowerment process was running quite well. In addition to the progress of the economic mindset, the addition of new livelihoods, increased income and financial management as well as work methods and behavior, on the one hand, regular attention is needed so that creativity in the tourism sector in the village of Jogoboyo increases and management of publications or marketing so that this area is better known. the wider community and bring in tourists is growing"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Baihaqki
"Pemberdayaan adalah sebuah istilah yang problematik. Sebagai sebuah turunan dari konsep pembangunan, pemberdayaan dijadikan solusi untuk menambal Iubang-lubang pembangunan. lerbagai fakta empiris menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pemberdayaan menjadi jembatan penghubung jurang ketimpangan sosial akibat pembangunan yang tidak merata. Melalui berbagai program pemberdayaan, warga negara yang tidak beruntung diikutsertakan dalam berbagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Akan tetapi, dalam konteks Indonesia, sejak tahun 1970an istilah pemberdayaan didiskusikan dan dipraktekkan dalam bentuk kebijakan, istilah tersebut belum menemukan maknanya yang tepat. Pemberdayaan lebih sering menjadi jargon dan retorikan dari pemerintah maupun masyarakat sipil untuk menjadikan mereka yang tidak beruntung sebagai objek kepentingan mereka. Pemberdayaan yang seperti itu justru membuat warga negara semakin terekslusi dari pembangunan. Tesis ini akan mendiskusikan pemberdayaan dalam makna yang sebenarnya. Hanya saja, cakupannya dibatasi dalam tata ruang wilayah pesisir.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi pembatasan ini. Pertama, konsep pembangunan masyarakat Iebih memungkinkan menerapkan model pembangunan lokal (locallity development) yang terbatas pada tingkat lokal secara geografis. Model ini diharapkan Iebih mampu menggerakkan masyarakat yang memiliki kesamaan kebutuhan dan kepentingan dibandingkan dengan wilayah yang Iebih Iuas, serta mampu mengantisipasi perbedaan karakteristik antara wilayah daratan dengan wilayah pesisir dan kelautan, Kedua, pembatasan ini jugs dilatarbelakangi oleh prioritas permasalahan sosial, yaitu tereksklusinya komunitas pesisir secara sosial, ekonomi dan politik dalam pembangunan di republik ini. Tiga aiternatif model pemberdayaan komunitas pesisir diuji dengan pendekatan kuantitatif dalam tesis ini. Ketiga alternatif model tersebut adalah model koperasi, model pusat komunitas dan model inti plasma. Sebagai lokus peneiitian adalah Kecamatan Pelabuhanratu, yang menjadi sentra perikanan di sepanjang garis Pantai Selatan Pulau Jawa.
Hasil analisis data dari responden ahli yang diolah melalui teknis Analytic Hierarchy Process (AHP) menempatkan model koperasi sebagai alternatif model yang memiliki peluang keberhasilan tertinggi di Pelabuhanratu. Akan tetapi, basil survey atas 55 responden di Desa Pelabuhanratu menunjukkan adanya kekecewaan atas kinerja koperasi maupun program-program bantuan yang disalurkan kepada warga. Hasil survery juga menemukan tetap terbukanya peluang bagi perbaikan model koperasi sehingga memberikan kepuasan bagi warga lokal yang mengikuti program pemberdayaan. Peluang tersebut bisa menjadi nyata bila model koperasi yang baru benar-benar memperlihatkan perbaikan kinerja, terutama pada sisi pelayanan.

Empowerment is a problematic concept. As a part of development theory, empowerment means to be the solution to cover everything that left behind in development process. There are many facts showing that a high economic growth doesn't always distribute equally in society. This condition is what make empowerment become a strategic issue in development. Through many empowerment program, every unlucky citizen were joined together and organized to help them to rise their quality of life. Unfortunately, in Indonesian context, the practical of empowerment progress is not as good as the discussion of the concept. Almost every empowerment practical experience in Indonesia has not find its true meaning. Empowerment is just a slogan and rhetoric from government or professional to cover their interest. This is why empowerment program only make community become dependent to the program or the actor, instead gaining a better wealth and better life. This thesis discuss empowerment concept in its true meaning. Only, the scope is limited to coastal area.
There are two reason for this limitation. First, community development as practical concept has a higher rate of success if running in a limited area. A local development model can generate better participation from the people to gain their needs together. This strategy also avoid generalization in implementing strategy of empowerment in land area and coastal area. Second, the priority in solving social and economic problem in coastal community. The Indonesian coastal community has already excluded from national social and economic development for many years. Three aIterratives of coastal community empowerment model are tested in field research with quantitative approach. Those three models are cooperation model, community center model, and local company model. As the locus of the study, this research is conduct in Kecamatan Palabuhanratu of Sukabumi Regency in West Java province.
The founding of this study with Analytic Hierarchy Process (AHP) show that cooperation model is the most suitable model among the three alternatives. The local company model is in the second place. But, when a survey conduct to show community perception about the three alternatives, a surprising result was appear. The survey show that most of the community member in grass root level were disappointed to cooperation performance recently, This finding can be concluded that participation in empowerment program doesn't always support the success of the program and rise the quality of life from member of the community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Edrida
"ABSTRAK
Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat pengrajin tenun komunitas Kaine rsquo;e. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui fungsi kelembagaan Komunitas Kaine rsquo;e dalam mengembangkan hasil kerajinan tenun ikat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dengan upaya pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan program dengan melibatkan kolaborasi Quadruple Helix yakni sinergi empat aktor yakni pemerintah, swasta, akademisi dan komunitas. Metode Penelitian yang dilakukan melalui wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi. Tempat penelitian berada di Desa Teun Bain, Kabupaten Kupang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengrajin tenun komunitas Kaine rsquo;e mendapatkan dukungannya berupa pelatihan dan pembinaan dari Pemerintah daerah yaitu melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, YSKK, Pelatihan dan Pembinaan serta keikutsertaan dalam pameran, pengusulan hak paten, dan peningkatan kecintaan masyarakat terhadap hasil kerajinan di daerahnya. Hambatan yang dihadapi pengrajin tenun adalah keterbatasan bahan baku, permodalan dan pemasaran. Hubungan kerjasama Komunitas Kaine rsquo;e dengan YSKK melalui bantuan pemasaran tenun dan manajemen organisasi, sedangkan hubungan komunitas Kaine rsquo;e dengan academia yaitu dengan mendapatkan pengetahuan tentang kualitas tenun, sedangkan dengan komunitas tenun lainnya yakni tergabung dalam gerakan MAMPU Majukan Perempuan Miskin . Selanjutnya peserta pelatihan juga telah memperoleh alternatif sumber pendapatan baru dari produk yang dihasilkan dalam pelatihan jika dilihat dari segi potensi pendapatan potential income.

ABSTRACT
This research explores the development of creative economy based on community empowerment. Besides, this study also aims at determineing the social networking community of Kaine 39 e in developing handicraft weaving. This study uses qualitative data conducted by the efforts of creative economic development based on community empowerment through training and collaborative program involving the Quadruple Helix synergy of four actors namely the government, private sector, academia and the community. This research uses in depth interviews, observation and documentation. The location of research is in the village of Teun Baun, Kupang. The results shows that the weaving community Kaine 39 e get the support in the form of training and development from local government through the Department of Trade and Industry, YSKK, Training and Development as well as the participation in the exhibition, proposing patents, and increased love of society for handicrafts in the region. Barriers faced weaving is that it has limited raw materials, capital and marketing. Community cooperation relationship with YSKK Kaine rsquo e weaving through marketing assistance and organizational management, community relations while Kaine rsquo e with academia is to gain knowledge about the quality of weaving, whereas the other weaving communities that are members of the movement ABLE Advance Poor Women . Furthermore, trainees also have obtained alternative sources of new revenue from products produced in training when viewed in terms of revenue potential potential income ."
2017
T46848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdu Silta Wenti
"Penelitian ini menganalisis pemberdayaan masyarakat adat di era desentralisasi dengan studi kasus pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2004-2006. Penelitian ini beragumen, bahwa desentralisasi mengakomodasi masyarakat adat melalui ketentuan legal di dalam UU No.32 Tahun 2004, namun desentralisasi belum mempengaruhi dalam aspek pembuatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori multikulturalisme yang berasal dari Kymlicka, Raz, dan Parekh. Serta, konsep desentralisasi politik, pemberdayaan masyarakat, dan masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai data primer, dan data sekunder seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan studi pustaka lainnya.
Penelitian ini menemukan beberapa hasil, diantaranya; Pertama¸ pemerintah daerah tidak membuat program pemberdayaan komunitas adat terpencil dengan mekanisme bottom up, melainkan dengan pandangan subjektif terhadap Suku Anak Dalam yang harus di modernisasi. Kedua¸ program pemberdayaan terhadap Suku Anak Dalam tidak sesuai dengan kondisi budaya dan tidak memenuhi akses pelayanan sosial. Ketiga¸ pemerintah daerah masih bergantung terhadap mekanisme pemberdayaan dan anggaran pemberdayaan yang diberikan pemerintah pusat.

This research analyzes the empowerment of indigenous community in decentralization era with the case study of the empowerment of remote indigenous community towards Suku Anak Dalam in Kabupaten Muaro Jambi, Jambi Province in 2004-2006. This research argues that decentralization accommodates indigenous community within legal provision in UU No.32 Tahun 2004, but decentralization is not yet to take effect on affecting the manufacture of remote indigenous community programs.
This research uses the multiculturalism theory from Kymlicka, Raz, and Parekh. In addition, the researcher is also using political decentralizations concept, the concept of community empowerment, and indigenous community concept. This research employment qualitative methods with in-depth interviewing technique as the primary source of data, and legal provisions like law, government regulations, and other literature study, as the secondary sources.
This research find out that, First, the local government does not make the remote indigenous community empowerment program with a bottom up mechanism, rather with a subjective view towards Suku Anak Dalam that needs to be modernized. Second, the empowerment program for Suku Anak Dalam does not match the cultural condition. Third, the local government still depends on the empowerment mechanism and the empowerment budget that is given by the central government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>