Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Tri Octavia Handayani
"Tesis ini membahas bagaimana kebijakan luar negeri Uganda untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya yang berusaha menjaga keamanan dan keutuhan wilayahnya dari berbagai ancaman hingga merambah ke arah sektor ekonomi dengan mengambil sumber daya alam Republik Demokratik Kongo (RDK) untuk membantu memperbaiki perekonomian Uganda. Keterlibatan Uganda berawal dari kebijakan luar negeri Uganda untuk membantu Laurent Kabila menumbangkan Mobutu Sese Seko yang dinilai bersikap diskriminasi terhadap salah satu etnis hingga mengakibatkan muncul kelompok pemberontak. Uganda memutuskan untuk membantu Laurent Kabila karena ingin menjaga keutuhan wilayahnya dari ancaman perbatasan yang rawan. Perbatasan yang rawan itu sendiri adalah hasil dari banyaknya pengungsi Republik Demokratik Kongo (RDK) ke wilayah perbatasan Uganda dengan Republik Demokratik Kongo (RDK). Masuknya Uganda ke dalam konflik internal di Republik Demokratik Kongo (RDK) merupakan wujud dari kekecewaan Uganda terhadap gagalnya jaminan yang diberikan Laurent Kabila untuk sebuah keamanan wilayah perbatasan, akibatnya banyaknya pelanggaran HAM dan tindakan politik yang buruk. Hasil penelitian ini menyarankan untuk pentingnya kejelasan batas wilayah dan menjaga kedaulatan wilayah juga stabilitas keamanan negara demi dan untuk kelangsungan hidup seluruh masyarakat negara tersebut.

This thesis will discuss about how Uganda foreign policy to realize national interest of Uganda for saving Uganda national security and sovereignty of Uganda territory from all kinds of threats. In the fact, Uganda have hidden agenda for national interest of Ugand, and to realize their hidden agenda, Uganda taking of natural resources of the Republic Democratic of Congo (RDC) to help improve the Uganda economy. Uganda was involvement in the internal conflict of Republic Democratic of Congo (RDC) with Uganda foreign policy to help Laurent Kabila. Laurent Kabila wants to topple Mobutu Sese Seko because Mobutu Sese Seko was discrimination toward appear ethnic groups to cause the rebels. Uganda decided to help Laurent Kabila because Uganda want to maintain the integrity of the border Uganda territory from the threat-prone. Prone border itself is the result of the refugees number in the border between Republic Democratic of Congo (RDC) with Uganda. Uganda involvement in the internal conflict in the Republic Democratic of the Congo (RDC) is caused Uganda disappointed toward of Laurent Kabila failure for a security border their territory, consequently is the number of human rights violations and political action thai can be bad. The Results of this research suggest the importance of clear boundaries and maintain the sovereignty of the country for save stability and security for the viability of the entire community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26416
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Iqbal
"Konflik yang terjadi karena benturan kepentingan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia. Perang Kongo Kedua yang melibatkan sembilan negara membuktikan bahwa konflik dan kekerasan masih menjadi alat utama untuk meraih kepentingan. Perang ini berhenti di tahun 2003 setelah penandatanganan perjanjian damai Sun City. Perjanjian ini membuka jalan bagi dibentuknya negara demokrasi di RDK dengan bantuan dari aktor-aktor peacebuilding internasional, salah satunya MONUC. Akan tetapi kenyataannya konflik dan kekerasan terus terjadi khususnya di daerah Kivu.
Skripsi ini berusaha untuk menganalisis mengaap peacebuilding tidak berhasil meskipun sudah terbentuk negara demokrasi di RDK dengan menggunakan empat indikator, pertama karakteristik pemerintahan yang terbentuk, kedua alienasi kelompok masyarakat lokal, ketiga strategi aktor peacebuilding, dan keempat hubungan antar negara di kawasan Great Lakes Afrika. Kemudian akan dilihat pula bagaimana keempat indikator ini saling memengaruhi dan menciptakan hambatan dalam proses peacebuilding di RDK.

Conflict that is caused by the clash of interest is one of the integral parts in human history. The Second Congo War that put nine different states in one massive war was one of the most prominent examples on how violence is still being used as a tool to achieve their interests. The signing of Sun City peace accord in 2003 gave way to the creation of democratic states in DRC with the assistance of international peacebuilding actors, one of the most important of them was MONUC. Surprisingly the creation of democratic state didn?t necessarily mean that violence would stop, especially in the province of Kivus in the eastern part of DRC.
This thesis try to seek and analyze the reason why violence is still occuring in DRC despite the existence of democratic government. Four indicators will be used to analyze the phenomena, first is the characteristic of the new government, second is the alienation of the local community in DRC, third is the strategy of the peacebuilding actors, and fourth is the relations between states in the African Great Lakes region. This thesis will also see how those four indicators affecting one another and creating an obstacle in the implementation of peacebuilding in DRC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Landry Ingabire
"The Democratic Republic of the Congo (DRC) is a country with the most prolonged rebel conflict of the 21st century. This thesis analyses the causes of the UN's difficulties in finding a solution to the crisis of rebel groups that threaten security in the DRC, particularly in its eastern part. Most of the existing work on the subject under study states that peacekeeping missions' failure in the DRC is due to various factors such as mandate, strength, complexity of violence, etc. However, existing studies have not analysed the work of MONUSCO as a regime and why this regime is ineffective. In approaching the theory of the international regime, this study uses the internal and external factors of the regime to analyses the causes of this ineffective peacekeeping mission in the DRC. The research applies qualitative methods with primary and secondary data obtained from official MONUSCO documents, books, journals, and online news. This study shows that the rebel crisis in the DRC is due to various internal problems. In addition, MONUSCO principles and rules are ineffective in eradicating the rebel groups, which cause insecurity, deterring peace in the DRC.

Republik Demokratik Kongo (D.R.C.) adalah negara dengan konflik pemberontakan terpanjang pada abad ke-21. Artikel ini menganalisis penyebab kesulitan Perserikatan Bangsa-Bangsa (P.B.B.) dalam mencari solusi atas krisis kelompok pemberontak yang mengancam keamanan di D.R.C., khususnya yang terjadi di wilayah bagian timur. Sebagian besar tulisan yang sudah ada mengenai subjek yang diteliti menyatakan bahwa kegagalan misi penjaga perdamaian di D.R.C. disebabkan oleh berbagai faktor seperti mandat, kekuatan, kompleksitas kekerasan, dan lain-lain. Namun, penelitian-penelitian terdahulu belum pernah menganalisis Misi Stabilisasi P.B.B. di D.R.C. (MONUSCO) sebagai rezim dan mengapa rezim ini tidak efektif. Dengan pendekatan teori rezim internasional, artikel ini menggunakan faktor internal dan eksternal rezim untuk menganalisis penyebab tidak efektifnya misi pemeliharaan perdamaian di D.R.C. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen resmi MONUSCO, buku, jurnal, dan berita online. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa krisis pemberontak di DRC disebabkan oleh berbagai masalah internal dan bahwa prinsip dan aturan MONUSCO tidak efektif dalam memberantas kelompok pemberontak sehingga menyebabkan ketidakamanan yang menghalangi perdamaian di DRC."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Renaldy
"Meningkatnya perhatian global terhadap isu perubahan iklim telah mendorong lahirnya beragam program pengurangan emisi karbon. Sebagai bagian dari negara Annex 1 Protokol Kyoto, Jerman telah berkembang menjadi salah satu donor utama bagi upaya perlindungan hutan global. Tulisan ini berupaya menganalisis motif yang melandasi keputusan alokasi bantuan perlindungan hutan berbasis REDD+ oleh Jerman kepada Brazil, Republik Demokratik Kongo, dan Indonesia sebagai bagian dari program negara tersebut dalam mengurangi emisi karbon global. Mengadaptasi tiga kerangka alokasi bantuan luar negeri: kebutuhan, kepatutan, dan kepentingan pribadi donor, peneliti berupaya mengidentifikasi sejumlah faktor yang berkaitan dengan keputusan alokasi bantuan Jerman kepada ketiga negara resipien. Temuan yang ada menunjukkan bahwa terdapat perpaduan antara motif pembangunan dan kepentingan pribadi dalam keputusan alokasi bantuan perlindungan hutan berbasis REDD+ Jerman. Kehadiran kedua motif tersebut berkaitan dengan karakteristik bantuan perlindungan hutan berbasis REDD+ Jerman yang cenderung diberikan dalam bentuk hibah, memberikan keleluasaan bagi negara resipien dalam menggunakan dana bantuan, memadukan bantuan keuangan dengan bantuan teknis, dan membuka kesempatan partisipasi masyarakat hutan dalam proses pembuatan keputusan terkait upaya perlindungan hutan. Bagi Jerman, kegiatan pemberian bantuan tersebut mampu berdampak positif bagi penguatan hubungan perdagangan teknologi lingkungannya dengan negara resipien, penguatan reputasi dan soft-power dalam isu iklim, mencapai enlightened self-interest, dan memenuhi tanggung jawab moral sebagai bagian dari negara Annex 1 Protokol Kyoto.

The increasing global concern regarding climate change has influenced the development of various carbon emission reduction programs. As a part of Kyoto Protocol’s Annex 1 countries, Germany has grown as one of the top donors in the field of global forest protection. This thesis analyzes motives behind the allocation of German’s REDD+ based forest protection aid to Brazil, Democratic Republic of the Congo, and Indonesia as a part of the country’s programs to cut carbon emission globally. Adapting the aid allocation framework: need, merit, and donor self-interest, the researcher identifies several factors related to German’s decision in allocating it’s aid to those three recipient countries. The findings indicate that there’s a mixture between developmental motive and donor-self interest behind German’s REDD+ based forest protection aid. The existance of those two motives related to the characteristics of German’s REDD+ based forest protection aid which tend to be given in the form of grant, giving wider autonomy in using the aid to its recipient countries, offering technical assistance as well as financial support, and opening opportunity for forest people to participate in the decision making process related to forest protection. Especially for German, its act of giving aid could give positive impacts for strengthening its environmental technology trade with its aid recipient countries, improving reputation and soft-power in the climate issue, achieving enlightened self-interest, and fulfilling moral responsibility as a part of Kyoto Protocol’s Annex 1 countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gede Aditya Pratama
"Skripsi ini membahas tentang konsep konflik bersenjata non-internasional dalam beberapa konvensi internasional. Permasalahan hukum internasional yang akan dibahas adalah Pertama, mengenai konsep konflik bersenjata non-internasional dalam Common Article 3 Konvensi Jenewa tahun 1949. Kedua, mengenai konsep konflik bersenjata non-internasional dalam Protokol Tambahan II tahun 1977 dan Rome Statute of International Criminal Court tahun 1998. Ketiga, mengenai kategorisasi konflik bersenjata yang terjadi di Ituri, Kongo, terkait adanya keterlibatan dari negara-negara tetangga Kongo dalam konflik tersebut. Dalam mempelajari konsep konflik bersenjata non-internasional tidak cukup hanya dengan melihat pengaturannya dalam konvensi, namun juga harus melihat penerapan konsep tersebut dalam kasus yang ada.

The focus of this study is the concept of non-international armed conflict in several international conventions. The problems of international law that will be discussed are; First, the concept of non-international armed conflict in Common Article 3 of Geneva Convention 1949; Second, the concept of non-international armed conflict in Additional Protocol II of Geneva Convention 1977 and Rome Statute of International Criminal Court 1998; and Third, categorization of armed conflict in Ituri, Congo, related to the involvement of neighboring countries in that conflict. In studying the concept of non-international armed conflict is not enough just to look at the regulation in the convention, but also have to look at the application of these concepts in the cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.W. Prija Subroto
"ABSTRAK
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengungkapkan berbagai faktor yang melatar belakangi, menyebabkan serta mendorong campur tangan negara Tanzania terhadap masalah-masalah dalam negeri Uganda. Metode eksplanasi dipilih untuk menggambarkan bagaimana suatu krisis internal yang berlarut-larut berubah menjadi konflik bilateral dengan latar belakang situasi internasional yang mempengaruhi situasi kawasan. Teknik pengumpulan data dilakukan terutama melalui telaah kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi Tanzania disebabkan Pertama timbulnya krisis-krisis internal di kedua negara yang berkembang menjadi konflik terbuka dalam masalah perbatasan wilayah. Kedua berbagai krisis ekonomi dan politik dunia menambah kerawanan di Tanzania dan Uganda yang tergolong negara-negara terbelakang dan miskin, padahal situasi aman dan stabil diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah internal dan regional. Ketiga kampanye internasional bagi usaha memulihkan kondisi kemanusiaan yang sangat mengkhawatirkan di uganda mendorong Tanzania untuk mendukung Gerakan Pembebasan Uganda, sesuai dengan komitmen TAMU dan elit politik Tanzania."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. W. Prija Subroto
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Penelitian ini memfokuskan perhatian terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani permasalahan dengan Pemerintah Timor Leste, yaitu di bidang batas negara di darat, batas negara di laut, pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia dan aset RI di Timor Leste.
Ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan apabila kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut tepat, antara lain di bidang sosial politik, bidang ekonomi dan bidang pertahanan keamanan/Hankam, ketepatan pengambilan kebijakan tergantung kepada pendekatan yang digunakan,
Dalam tata kehidupan antar bangsa dikenal beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah antara dua negara, yaitu pendekatan diplomatik, pendekatan mediasi/mengundang pihak ke 3 dan melalui Mahkamah Internasional.
Untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk diselesaikan dengan pemerintah Timor Leste serta prioritas keuntungan di bidang apa yang diharapkan akan diperoleh, juga untuk menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia, diadakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksplanasi yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan studi kepustakaan, peninjauan lapangan dan wawancara. Kuesioner diberikan kepada 10 orang responden yang dianggap sebagai ekspert di bidang perbatasan darat, perbatasan laut, pengungsi dan aset negara. Data yang diperoleh selanjutnya dinalisa dengan metode Analytical Hierarchy Process (ANP) yaitu suatu teknik pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbatasan darat perlu mendapatkan prioritas utama untuk diselesaikan dengan persentase sebesar 42 %, berikutnya adalah perbatasan laut, 27 %, masalah pengungsi 19 % dan aset negara 12 %. Adapun keuntungan yang paling utama untuk didapatkan adalah dibidang sosial politik 43%, bidang ekonomi 30% dan bidang hankam 27%. Untuk menyelesaikan masalah serta mendapatkan keuntungan yang diharapkan pendekatan yang harus diprioritaskan adalah pendekatan diplomatik/perundingan 62 %, pendekatan mediasi 27 % dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional 11 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah dengan Timor Leste selama ini yaitu dengan mneyelesaikan masalah perbatasan darat, pengungsi dan asset negara secara paralel tidak sesuai dengan pendapat para ekspert yang menghendaki masalah perbatasan darat diselesaikan terlebih dahu.lu, Sedangkan pendekatan yang diterapkan pemerintah yaitu pendekatan diplomatik sesuai dengan pendapat para ahli, keuntungan yang diharapkan diperoleh, yaitu dibidang sosial politik diharapkan bisa didapatkan wiring dengan proses penyelesaian semua permasalahan.

This Research is focused on The Indonesian Governmental Policy in handling some problems on Democratic Republic of Timor Leste, which covers land border, sea border, and refugee of Timor Leste in Indonesia and Indonesia's asset in Timor Leste.
If Indonesian Government can define the accurate policy to solve the problem, there will be some benefits in different fields such as in the social/political, economical and security and defense field. The accurate policy must come from the accurate approach, such as diplomatic or mediation, or bringing up the problem to the International Court of Justice (ICJ).
This research used quantitative descriptive type. This type determined which problem should be put into first priority to be solved, what benefits should be primarily obtained and also which approaches should be application firstly by the Indonesian Government. Using questionnaire as the core important instrument with bibliography, interview and field observation as well collected the data. The questionnaires were given to 10 (ten) persons known as the expert in the related field. Hereinafter the quantitative data obtained is to be compiled with the descriptive analysis technique by using Analytical Hierarchy Process (AHP), a decision-making technique based on the priority scale.
The result of the research indicates that land border has become a primarily priority to be solved with percentage of 42 %, followed by sea border with percentage of 27 %, refugee 19 % and the last Indonesia's asset with 12 %. The benefit that could be gained is in social/political field as a primarily priority, with percentage of 43 %, economical field 30 %, and the last is the security and defense field with 27 %. To solve the problems and gain some benefits, the Indonesian Government should implement diplomatic approach primarily, with percentage of 62 %, and then mediation approach 27 % and the last, bringing up the problems to the ICJ 11 %.
Thereby it can be concluded that the Indonesian Governmental Policy to solve the problems with the Timor Leste in terms of the land border, refugee and asset parallel nowadays is not suitable as the experts indicated that the land border as a primarily priority to be solved. Meanwhile, diplomatically approach implemented by Indonesian Government is suitable with the experts' opinions and the benefit in social/political field could be obtained in a line with the problems solving process.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>