Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11878 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuri Arief Waspodo
"Skripsi ini membahas tentang gedung Bouwploeg yang telah ada semenjak tahun 1912. Gedung ini berada dalam kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dan termasuk yang dilestarikan oleh Undang-Undang Bangunan Cagar Budaya. Pada awalnya, gedung ini adalah kantor biro arsitek N.V. de Bouwploeg, yang mengembangkan wilayah Nieuw Gondangdia yaitu kawasan Menteng. Perusahaan yang dipimpin oleh P.A.J. Moojen ini, pailit pada tahun 1925 dan membuat gedung ini tidak dipergunakan kembali sebagai kantor biro arsitek. Gedung ini tetap dipergunakan hingga akhirnya sekarang menjadi sebuah masjid. Perubahan fungsi ini menyebabkan penyesuaian terhadap ruangan dan bagian bangunan, diantaranya ruangan untuk kepengurusan masjid serta bagian bangunan seperti pintu, jendela, lantai, dan atap bangunan. Selain itu, terdapat penambahan bangunan seperti tempat wudhu, koperasi, aula dan pos keamanan.

The study describes about the Bouwploeg building which has been built in 1912 and is located on Menteng, Central of Jakarta. It is one of historical building at Jakarta that has been conserved by Undang-Undang Bangunan Cagar Budaya (Laws of Herritage Buildings). Bouwploeg was an office building of architect bureau that expanded the Nieuw Gondangdia (Menteng area). The building has never been used any longer as an architect bureau when the company which was headed by P.A.J. Moojen went bankrupt in 1925. Since the bankruptcy, the building was used as on many purposes and finally being used as a mosque until present time. The change of function drove an adjustment rooms, and some other parts of the building, including the rooms for the management of the mosque, doors, windows, floors, and roof. Some other part additions were made further, such as the place to take wudhu, cooperation office, multifunction room, and security office."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S11917
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amanatulloh
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Baiduri
"Masjid Raya Al Ma'shun Medan merupakan salah satu peninggalan dari Kesultanan Deli yang terdapat di kota Medan dan belum pernah diteliti secara khusus. Penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya membahas secara singkat dan tidak mendalam. Masjid ini pernah disebutkan oleh peneliti Belanda bernama Van Ronkel dalam majalah NION (1916-1934) yang mengatakan bahwa Medan (Kota Raja) terkenal dengan kekayaannya dan keindahan masjidnya. la juga menyebutkan bahwa masjid ini dibangun di tanah kerajaan atas perintah pemerintahannya (Sultan). Masjid ini didirikan pada tahun 1906 M yaitu pada masa pemerintahan Sultan Ma'mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah dengan bantuan seorang arsitek berasal dari tentara KNIL yang bernama TH. Van Erp. Penelitian terhadap Masjid Raya Al Ma'shun Medan bertujuan untuk memaparkan bentuk arsitektur dan ragam hias arsitektural maupun ornamental yang terdapat pada masjid, mengidentifikasi komponen-komponen asing yang ada pada masjid dan komponen-komponen yang mendominasi rnasjid dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana kehadiran komponen-komponen asing tersebut diterapkan pada masjid. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka tinjauan yang dilakukan adalah tinjauan arsitektural dan ornamental. Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan metode yang dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama yaitu pengumpulan data dilakukan studi kepustakaan dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (analisis) dilakukan kiassifikasi, tabulasi dan perbandingan dengan komponen-komponen arsitektural dan ornamental yang mempunyai persamaan dengan komponen-komponen yang terdapat pada masjid. Tahap akhir dan penelitian ini (penafsiran data) dilakukan dengan menggunakan data analogi sejarah. Sumber sejarah yang digunakan berupa sumber-_sumber sejarah yang memberikan gambaran mengenai Kesultanan Deli, data-data mengenai perkembangan arsitektur (kesenian) Islam dan arsitektur Eropa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan. Komponen-komponen budaya yang mendominasi arsitektur dan ragam hias Masjid Raya Al Ma'shun Medan pada umumnya berasal dari Arsitektur Islam khususnya Mesir (periode Mamluk yang berlanjut sedikit pada periode Ottoman); Spanyol (Andalusia) dan Maghribi; India (periode Mughal Architecture); serta Arab (Timur Tengah) sedangkan komponen-komponen yang berasal dari Eropa (Kolonial) merupakan komponen pelengkap. Komponen-komponen budaya yang mendominasi masjid merupakan komponen-komponen yang pada umumnya berasal dari arsitektur Islam yaitu arsitektur yang berkembang pada masa puncak kejayaan kerajaan-kerajaan

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alin Musfiroh Arum
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11878
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syinthia Dwi Friani
"Masa klasik muda yang berlangsung di Indonesia dari abad 11-15 M meninggalkan bangunan-bangunan suci yang tidak semegah peninggalan masa klasik tua, namun mempunyai bentuk yang lebih unik. Hal-hal itulah yang melatari penelitian tentang Candi Kesiman Tengah. Candi yang terletak di Mojokerto, Jawa Timur ini mcmpunyai bentuk yang unik dan belum banyak peneliti yang menulis tentang candi itu.
Penelitian berkisar masalah deskripsi, perbandingan bentuk, upaya rekonstruksi bentuk utuh Candi Kesiman Tengah dalam gambar, penetapan kronologi relatif, dan latar belakang keagamaan Candi Kesiman Tengah. Untuk mengetahui perkiraan bentuk utuh Candi Kesiman Tengah dilakukan metode analogi atau metode perbandingan dengan Candi-candi lain yang diperkirakan setipe dan berasal dari masa yang tidak terlalu jauh dari Candi Kesiman Tengah. Candi-candi itu adalah Candi Jago, Candi Induk Panataran, Candi Surawana, dan Candi Tegawangi. Latar belakang keagamaan diperkirakan dengan cara mengamati relief yang ada di Candi Kesiman Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk utuh Candi Kesiman Tengah dengan tubuh berdinding tertutup tanpa anak tangga yang menuju ke bilik utama, dan atap candi berbentuk tumpang yang terbuat dari bahan yang mudah rusak. Berdasarkan bentuk arsitektumya Candi Kesiman Tengah diperkirakan berasal dari abad 14 M, dengan latar belakang agama Hindu Waisnawa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handiman Supyansuri
"Candi Lawang berada di Kabupaten Boyolali, Propinsi Java Tengah. Penelitian mengenai arsitektur Candi Lawang bertujuan untuk mengidentifikasi gaya arsitektur dan memperkirakan bentuk bangunan secara keseluruhan serta kronologi relatifnya. Kemudian karena di Candi Lawang ada inskrisi, maka inskripsi itu dibahas hingga ketingkat penafsiran, sehingga dapat diketahui hubungan antara insikripsi dan arsitektur candinya. Lalu, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data kepustakaan dan data lapangan. Penelitian dilakukan berdasarkan ciri arsitektur Candi Lawang yang kemudian dibandingkan dengan candi lain yang mempunyai kemiripan ciri arsitektur dengan Candi Lawang. Pembahasan arsitektur rneliputi hakikat pengertian arsitektur bangunan dan seni sama dengan arsitektur. Selain itu, karena peinbahasan arsitektur tidak hanya membahas aspek struktur dan teknik bangunannva saja, melainkan juga mencakup aspek sosial dan makna simboliknya, maka dalarn penelitian ini dibahas juga hubungan antara Candi Lawang dengan kepurbakalaan di sekitamya serta latar belakang keagamaannnya. Pembahasan kepurbakalaan lain di sekitar Candi Lawang dimaksudkan untuk lebih memahami keterkaitan ruang space situs yang situ dengan lainnya. Latar belakang keagarnaan diteliti dengan cara mengidentifikasikan segala temuan di Candi lawang berdasarkan sifat keagamaannya. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah arsitektur Candi Lawang merupakan arsitektur bangunan masa peralihan dari masa klasik tua ke masa klasik muda. Hal itu ditunjukkan dengan adanya perpaduan ciri dari kedua periode tersebut di Candi Lawang. Lalu, mengenai kronologinya diperkirakan berasal dari akhir abad ke-9 M atau lebih tepatnya berdasarkan penafsiran inskripsi yang kemungkinan candrasangkala yaitu tahun 872 NCI atau 875 M. Kemudian, latar belakang keagamaan Candi Lawang berdasarkan sifat-sifat keagamaan dari berbagai bukti yang ada termasuk dari penafsiran isi inskripsi yang menyebutkan persembahan kepada gunung, maka Candi Lawang ialah bangunan Hindu Saiwa. Masyarakat di sekitar Candi Lawang pun di masa silam Sangat mcngkin mayoritas mcmeluk agama Hindu Saiwa karena hampir semua bangunan kepurbakalaan di sekitar situ dapat diidentifikasi bersifat Hindu Saiwa. Jadi, kesimpulan mengenai kronologi dari latar belakang keagamaan Candi Lawang sesuai antara kesimpulan berdasarkan arsitektur dengan kesimpulan berdasarkan inskripsi."
2000
S11905
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Werdaningsih
"Masjid-masjid Kuna di wilayah Bagelen Lama abad 19 M adalah masjid-masjid yang Ietaknya tersebar di dua buah wilayah Kabupaten masa sekarang yaitu Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen. Masjid-masjid ini berjumlah 7 dan sebagian besar belum pernah diteliti secara khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bentuk dan variasi masjid masjid kuna di Bagelen Lama, dilihat dart sudut arsitektural dan ornamental sehingga dapat diketahui apakah terdapat variasi atau ciri tertentu pada masjid-masjid kuna di Bagelen Lama. Untuk mencapai tujuan di atas, maka diperlukan langkah-langkah penelitian secara bertahap yang dapat mengidentifikasikan : a) Bentuk arsitektur dan ragam bias ke 7 Masjid-masjid kuna di Bagelen Lama sehingga dapat diketahui ciri khas setiap masjid sebagai masjid kuna. b) Ciri khas yang terdapat seluruh masjid agar dapat diketahui ada/tidaknya ciri tertentu masjid kuna pada abad 19 M di wilayah bagelen Lama. Dengan demikian, tahap kerja yang harus dilakukan pada tingkat observasi adalah memerikan unsur-unsur bangunan masjid yang meliputi : tiang penyangga utama, bentuk kusen dan daun jendela/pintu, bentuk mihrab, bentuk atap, dan bentuk serta jenis hiasan tertentu pada masjid. Pada tingkat deskripsi/ analisa akan dilakukan perbandinga/komparasi. Perbandingan dilakukan dengan memperbandingkan langsung komponen-komponen yang sama pada bangunan masjid di seluruh wilayah Bagelen Lama. Perbandingan ini meliputi bentuk, gaya arsitektur dan ragam hias. Pemilihan unsur-unsur tersebut didasari atas pertimbangan bahwa komponen tersebut merupakan satu kesatuan dari bangunan masjid dan merupakan komponen-komponen yang mudah dipengaruhi oleh unsur arsitektur asing. Pada tahap akhir adalah melakukan penjelasan terhadap data yang telah dianalisis, baik penjelasan berupa tulisan maupun gambar. Dari adanya perubahan kekuasaan di wilayah Bagelan Lama, ternyata terdapat unsure-_unsur yang mempengaruhi bangunan masjid sehingga menjadikan bentuk arsitektur masjid kuna di wilayah Bagelan Lama bervariasi, namun tetap terdapat ciri khas yang membedakan dengan daerah lainnya yakni motif hias pilin berganda dan tumpal yang selalu ada di hampir seluruh masjid-masjid tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idmand Perdina
"Bangunan sudut sebagai salah satu peninggalan masa kolonial dapat memperlihatkan perpaduan pengaruh arsitektur Eropa dengan kearifan lokal dalam bentuk yang lebih menarik dibandingkan bangunan di sekitarnya. Peninggalan tersebut banyak dijumpai di Kawasan Kota Lama Semarang sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan untuk wilayah Jawa bagian tengah yang memiliki karakteristik unik karena terdapat ratusan bangunan di lahan dengan luas sekitar 30 hektar sehingga tata bangunannya memunculkan banyak bangunan sudut. Keletakan dan bentuknya yang berbeda mengandung unsur-unsur yang dapat menjadi tanda perkembangan gaya arsitektur sehingga menarik untuk diteliti. Unsur-unsur tersebut kemudian didata dan dianalisis untuk mengetahui posisi Kota Lama Semarang dalam perkembangan gaya arsitektural. Hasilnya menunjukkan bahwa bangunan sudut di Kota Lama Semarang mengalami dua fase perkembangan gaya, yaitu gaya transisi dan gaya kolonial modern. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Kota Lama Semarang adalah kota yang dinamis meskipun sudah berdiri sejak abad 17.

Corner building as one of the relics of the colonial period can show the combination of European architectural influences with local wisdom in a more interesting form compared to the surrounding buildings. These relics are often found in Semarang Old City as an economic and government center for the central part of Java, which has unique characteristics because there are hundreds of buildings on a land area of about 30 hectares so that the building layout raises many corner buildings. The layout and the different forms contain elements that can be a sign of the development of architectural style so that it is interesting to study. The elements are then recorded and analyzed to determine the position of Semarang Old City in the development of architectural styles. The results show that the corner building in Semarang Old City underwent two phases of style development, namely the transition style and the modern colonial style. It also shows that Semarang Old City is a dynamic city even though it was founded in the 17th century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiel Afrans Titho
"Menara adalah salah satu bagian penting pada suatu bangunan masjid. Selain menjadi tempat dikumandangkannya adzan sebagai tanda tiba waktu sholat, pada kebanyakan masjid, menara menjadi salah satu ciri bangunan ibadah muslim. Keberadaan menara pada masjid bukan suatu keharusan, karena Nabj Muhammad Saw tidak membuat menara untuk masjid yang dibangun pada masanya. Tetapi seiring berjalannya waktu, keberadaan menara semakin kuat telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas sebuah masjid.
Pada awal kemunculannya di masa Bani Ummayyah, menara masjid mengambil bentuk dari menara-menara gereja. Kemudian seiring berkembangnya Kekhalifahan Islam, berbagal bentuk menara muncul pada masjid-masjid yang dibangun di wilayah kekuasaan Islam dengan pengembangan serta penyesuaian terhadap arsitektur lokal.
Menara merupakan unsur bangunan masjid yang bersifat permanen, tidak banyak berubah secara fisik, sehingga dapat menjadi representasi karakteristik arsitektur pada wilayah dan masa tertentu. Sejalan dengan perkembangan desain masjid kontemporer, menara menjadi bagian yang dapat tebih dieksplorasi sehingga lahiriah bentuk-bentuk menara masjid baru yang tidak lagi menyerupai kebanyakan bentuk menara masjid di TimurTengah.
Beragam bentuk yang muncul dari menara-menara masjid di dunia menunjukkan tidak adanya ketentuan khusus mengenai bentuk menara masjid. Begitu pula dengan jumlah maupun peletakan menara tersebut dalam site plan. Sentuk, jumlah dan peletakan menara pada masjid seakan tergantung pada kehendak sang arsitek serta kemampuan finansial yang ada untuk membangun masjid tersebut.
Arti keberadaan sebuah menara pada bangunan masjid semakin terasa ketika masjid-masjid yang pada awalnya tidak memiliki menara, kemudian dibangunkan sebuah atau beberapa menara dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sebagian menara masjid saat ini bahkan sejak awai pembangunannya tidak memiliki fungsi sebagai tempat dikumandangkannya adzan.
Bentuk menara yang menjulang tinggi dapat memberikan kesan monumental dan agung bagi orang yang melihatnya. Pada negara-negara Islam atau iingkungan yang berpenduduk muslim, menara kerap kali menjadi suatu simbol yang dibanggakan komunitas muslim. Hal-hal semacam ini ikut menjadi pertimbangan tetap dipertahankannya keberadaan menara pada sebuah masjid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandita Erisca
"Skripsi ini membahas mengenai Kelenteng Tanjung Kait ditinjau dari segi arsitektural dan ornamentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi deskripsi bangunan beserta ornamen, mulai dari halaman depan, bangunan utama, bangunan tambahan, dan bangunan tempat ziarah. Hasil deskripsi tersebut kemudian di analisis dengan analisis bentuk, analisis khusus, dan analisis kontekstual.
Hasil analisis terlihat bahwa dari segi arsitektural, Kelenteng Tanjung Kait mengikuti aturan-aturan umum yang ditemukan dalam pendirian Kelenteng namun tidak sepenuhnya, begitu pula dengan aturan fengshui. Dari segi ornamentasi, ornamen yang terdapat pada Kelenteng Tanjung Kait dikelompokkan ke dalam 5 motif (fauna, flora, lambang geomansi, tokoh, dan motif benda).

The focus of this study is the Tanjung Kait Chinese Temple (Architectural and Decorative Motifs Orientation. The method is description of building and decorative motifs start from front yard, main building, addition building, and cemetery building. After description, then to do analysis (form analysis, specific analysis, and contextual analysis).
The result analysis from architectural side is Tanjung Kait Chinese Temple doing decision to built Chinese Temple but not all of it, and also not doing all decision fengshui. The decorative motifs in Tanjung Kait Chinese Temple are animal themes, plant themes, geometry symbol, shape themes, and thing themes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11965
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>