Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160530 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vitra Widinanda
"Menara mesjid merupakan sebuah bangunan sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan pada awal perkembangannya. Seiring perkembangannya, terdapat pula fungsi-fungsi lainnya. Terdapat berbagai istilah untuk menyebutkan menara yang berasal dari bahasa Arab. Ma'dhana dan Mi'dhana yang berarti tempat menyerukan adzan dan Sawma'a yang berarti ruangan. Dalam bangunan mesjid sendiri bangunan menara bukan sesuatu hal yang wajib ada. Agam Islam sendiri tidak memberikan aturan khusus dalam pembangunan menara. Namun, di pulau Jawa beberapa mesjid memiliki bangunan yang bentuknya beragam. Pada menara-menara mesjid di pulau Jawa abad ke 15-19 M terdapat gaya-gaya yang di pengaruhi oleh budaya asing. Berdasarkan peiode waktunya maka pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari Belanda, Arab, dan Hindu-Buddha.

The mosque's minaret have a lot of functions, one of them is for adzan. Originally the term minaret (menara) is from Arabic language: Ma'dhana, Mi'dhana and Sawma'a. Ma'dhana and Mi'dhana mean a place for adzan, while Sawma'a means a chamber. It is not essential for a minaret to be part of a mosque, as Islam doesn't have specific rules about minaret. However, in Java there are minarets in many forms from the 16-19th century. The styles of those minarets were influenced from the Hindu-Buddhist culture, Arabic countries and the Netherlands."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12044
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Witjaksono
"Salah satu tinggalan arsitektur Islam adalah Mesjid. Dalam sebuah masyarakat Islam bangunan mesjid tidak hanya memiliki peran dan fungsi sebatas tempat berkupulnya jamaah untuk melaksanakan shalat farhdu bersama-sama, namun lebih jauh mesjid memiliki fungsi sosial, ekonomi, politik, ilmu, seni dan filsafat. Berdasrkan kenyataan tersebut secara tidak langsung mengungkapkan bahwa apabila seorang ingin menyelidiki kehidupan keagamaan di salah satu pulau (Jawa), maka haruslah dimulai dengan mempelajari mesjid sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Pijper (1985).
Dalam sejarah perkembangan Islam Khususnya di Pualau Jawa, wilayah Pesisir Utara Jawa Barat memiliki arti dan peran yang sangat strategis. Pesisir Utara Jawa Barat merupakan distrik pertama dimana Islam dikenal. Keletakan wilayah Pesisir Utara Yang strategis serta merupakan jalur perlintasan pelayaran dan perdagangan merupakan faktor pendukung yang mempercepat proses datangnya Islam ke Wilayah ini. Sehinga tidak mengherankan bila bangunan mesjid kuno dari masa-masa awal (abad 16-17Masehi) ditemukan di daerah pesisir ini.
Permasalahan dari penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana bentuk-bentuk mesjid di Jwa Barat, apakah mesjid-mesjid di pessisir Jawa Barat memiliki berbagai variasi yang pada akhir mampumembedakan dengan mesjid-mesjid di Jawa Barat pada umumnya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini yaitu selain untuk melihat variasi gaya dan bentuk dari mesjid di pesisir Jwa Barat, juga untuk mengetahui apakah mesjid-mesjid di pesisir Jawa Barat memiliki persamaan dengan mesjid-mesjid di Jawa pada umumnya.Berdasarkan hasil penelitian tergambar bahwa secara umum bentuk-bentuk mesjid di Pesisir Jawa Barat tidak memiliki perbedaan yang khusus dengan mesjis-mesjid di Jawa pada umumnya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni
"Istiwa adalah salah satu alat untuk mengetahui waktu masuk shalat yang menggunakan petunjuk matahari yang ditemukan pada mesjid-mesjid kuno di Jawa Dalam bahasa Jawa penunjuk matahari ini disebut befzeer, sedangkan istilah istiwa dikenal dalam bahasa Sunda yang berasal dari bahasa Arab (lihat bahasa khat al-istiwa, equator) yang artinya sama dengan khatulistiwa atau paralet. Bahasa Arab yang sebenarnya untuk penunjuk matahari adalah mizala. DipiIihnya istiwa sebagai obyek penelitian, berdasarkan pada keunikannya dibandingkan komponen bangunan rnasjid lainnya Pada obyek ini secara langsung berhubungan dengan gejala alam yaitu sinar matahari untuk mengetahui berfungsinya obyek tersebut. Pembahasan komponen istiwa diharapkan dapat menerangkan beberapa hal, diantaranya penggunaan istiwa sebagai alat penunjuk waktu shalat di rnasa lalu terutama (dari terbit hingga terbenam matahari) dan bentuk - bentuk Istiwa yang ada serta bagaimana penerapan rnedia tersebut pada mesjid-mesjid kuno di Pulau Jawa. Tampaknya cara-cara mengetahui waktu masuk shalat melalui istiwa mulai ditinggalkan dengan digunakannya teknologi yang lebih modern dan rnekanik, yaitu teknologi jam. Akibatnya, istiwa yang berfungsi sebagai alat penunjuk waktu shalat di masa lalu pada mesjid-mesjid kuno, menjadi kurang berfungsi dan kurang terurus penanganannya. Istiwa pada umumnya digunakan pada mesjid ataupun tempat peribadatan untuk shalat lainnya (mushola, saran, langgar dan lain-lain). Ruang lingkup penelitian terhadap istiwa pada mesjid-mesjid di Jawa dibatasi pada periode masa abad XVI hingga abad XIX. Untuk istiwa mesjid-rnesjid kuno di Jawa yang dianggap tertua menunjukkan periode abad XVI. Konsep dasar pembuatan istiwa memang erat tautannya dengan hukum islam, tetapi wujud fisiknya sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. la lepas dari ketentuan hukum dan dengan demikian memberi kesempatan kepada si-pembuat untuk mengembangkan daya kreasinya Dari ragam bentuk istiwa dapat disimpulkan persamaan umum yang menandakan dan nnembedakan karakteristik istiwa dibandungkan komponen lainnya yaitu pada kawat penunjuk waktu dalam penampangnya (gnomon)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto Januardi
"Penelitian mengenai kajian pertimbangan pembuatan kolam bersuci ini dilakukan meliputi seluruh wilayah di Jawa yang masih menyisakan beberapa mesjid yang berkolam kuno. Tujuannya adalah untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan apa saja yang diperkirakan dijadikan acuan dalam pembuatan kolam bersuci. Penulis mengajukan empat hipotesa yang diperkirakan menjadi pertimbangan yang penting, tanpa menutup kemungkinan adanya pertimbangan lainnya. Pertimbangan itu adalah: Pertimbangan hukum fikih, teknologi bangunan air, tradisi, dan fungsi.
Pengumpulan data dilakukan melalui sumber-sumber tertulis, laporan pemugaran dinas-dinas arkeologi, dan meneliti data langsung ke lapangan. Cara kerja penentuan data, deskripsi, klasifikasi dan penafsiran dijelaskan.
Hasilnya menunjukkan bahwa kolam bersuci pads mesjid kuno di Jawa memang mempertimbangkan empat faktor tersebut, baik dalam hal bentuk maupun keletakannya. Jumlah data yang kurang memadai dalam membuat klasifikasi yang berperan dalam membantu penafsiran, sering menjadi kendala tersendiri dalam mencocokan dengan pertimbangan yang memerlukan jumlah Iebih dari satu. Penting diketahui bahwa model penelitian ini dapat diterapkan pada komponen mesjid lainnya, sehingga tentunya akan dapat membantu menggambarkan perkembangan proses budaya pada masa Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Udin Human
"Berangkat dari pengamatan terhadap peta-peta dan data sejarah yang ada, penulis berasumsi bahwa Banten nampaknnya pernah roemiliki sarana pertahanan berupa tembok kota. Penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya melacak keberadaan tembok kota sebagaimana yang pernah tampak pada peta-peta kuna tentang Banten. Mengingat penelitian ini berorientasi untuk memeperoleh kejelasan masalah tembok kota secara khusus, maka penelitian difokuskan pada tembok kota yang pernah diekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PUSLITARKENAS) dan Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ekskavasi tersebut dilakukan tahun 1985-1988. Kecuali itu dalam melengkapi analisisnya, penulis melakukan ekskavasi berupa kotak uji untuk menelusuri bagian struktur tembok kota yang belum terungkap pada penelitian sebelumnya. Landasan hipotetis yang digunakan dalam ekskavasi tersebut adalah deskripsi peta tahun 1659 dan catatan V.I. van de Wall, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya digunakan sebagai landasan operasional dalam menentukan lokasi kotak uji Melalui penelitiannya penulis. membuktikan kebenaran bahwa di Banten Lama terdapat tembok yang berbentuk zig-zag dan lurus dengan masing-masing ciri teknologinya. Perkiraan umur tembok kota tersebut sekitar 115 tahun. Secara lebih pasti umur ini dapat ditentukan dengan merujuk peta tahun 1596, sehingga perkiraan umur menjadi sekitar 89 tahun. Peta tahun 1659 menunjukkan adanya tembok yang berbentuk lurus, berarti umur tembok berbentuk zig-zag di misi Utara sekitar 63 tahun, sedangkan tembok yang berbentuk lurus bertahan selama 28 tahun hingga tahun 1685. Penulis juga mencatat bahwa penyertaan pagar keliling sebagai tembok kota telah dikenal sejak awal-awal Masehi, bahkan lebih awal lagi. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pagar keliling merupakan gejala umum, yang berguna untuk mempersiapkan pertahanan dan perlindungan di berbagai tempat. Dengan membedakan kota-kota di Jawa abad ke 16-19 secara geografis menjadi kota pantai dan kota pedalaman menunjukkan bahwa pagar keliling atau tembok kota selalu terdapat pada kota pantai, sedangkan pada kola pedalaman tembok tersebut mengelilingi istana atau keraton. Terdapatnya tembok kota pada kota pantai merupakan alasan untuk mempersiapkan pertahanan kota yang memadai, karena keletakkan kota yang lebih terbuka dari arah laut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prajodi Daris Andaru
"Kekuasaan merupakan konsep yang melekat pada masyarakat feodal. Pada masyarakat feodal di Jawa abad XV-XIX kekuasaan dipegang oleh sultan. Kekuasaan dapat direpresentasikan ke dalam berbagai bentuk termasuk kebudayaan material. Representasi kuasa sultan di Jawa dapat dikaji dengan menggunakan mimbar masjid sebagai objek kajian karena mimbar masjid merupakan kebudayaan material. Kebudayaan material dapat merepresentasikan kelas sosial penggunanya. Oleh karena itu, pada paper ini akan membahas representasi kuasa yang terdapat pada 11 mimbar masjid di pulau Jawa yang berasal dari abad XV-XIX. Masjid-masjid yang dibahas merupakan masjid kerajaan dan bukan kerajaan. Melalui analisis komparatif pada masjid kerajaan dengan masjid yang bukan kerajaan maka diketahui keberadaan perbedaan dan kehadiran representasi kuasa.

In feudal society, the concept of power cannot be separated to their daily life. In 15th to 19th century, in Javanese feudal society Sultan was a figure who is on the top of the pyramid of power. His power could represent in varied forms including material culture such as minbar. It because material culture could represent the users social status. Therefore, this paper will discuss about representation of power in 11 mosque rsquo s minbar in Java island which was dated from 15th until 19th century. The selected mosque was divided into two category the royal mosque and the non royal mosque. By comparing these mosque we could find out the presence of Sultan representation through his minbar. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rizky
"Masjid-masjid kuno di Provinsi Banten memiliki sejumlah ornamen yang menarik untuk dikaji secara mendalam. Kajian tersebut ditinjau secara arkeologis dan objek kajiannya adalah ornamen yang ada pada masjid-masjid kuno di Provinsi Banten yang berjumlah 13 masjid. Tujuan kajian adalah untuk menguraikan motif ornamen yang muncul, keletakkannya pada bangunan masjid, dan kecenderungan persebaran dan perkembangannya. Metode yang digunakan berupa klasifikasi dan analogi sejarah. Hasil yang didapat adalah bahwa motif-motif hias yang muncul sebagian besar merupakan motif yang telah dikenal pada masa sebelum Islam datang, yaitu masa Hindu-Buda dan prasejarah. Selain itu, terdapat pula motif hias yang berasal dari Timur Tengah berupa kaligrafi Arab. Motif-motif hiasan tersebut, ada yang berfungsi sebagai hiasan, juga ada yang memiliki makna simbolis. Berdasarkan keletakan masjid, terlihat kecenderungan berlanjutnya gaya ornamentasi masjid dari daerah pusat kesultanan ke masjid-masjid yang letaknya menjauhi pusat kesultanan ke arah selatan dan barat yaitu ke arah wilayah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Cilegon.

This research is a study about the style of ornamentation on ancient mosques in Banten province, in terms of the shape, figurative meaning and distribution of ornaments. The research data is all kinds of ornament on the ancient mosques in the province of Banten, whether the architectural or the ornamental. The study was conducted with the aim to elaborate on any ornamental motifs that appear and where it?s placed on the building on the ancient mosques in Banten as well as the tendency of its distribution. Methods used are classification and historical analogy. In conclusion, decorative motifs that appear mostly a motif that has been recognized in the period before Islam came, the prehistoric period and the Hindu- Buddhism. Among those ornate motifs, in addition to there being only to beautify, may also have symbolic meaning. In terms of the style of ornamentation based on mosques location, it appears that the continuing style of ornamentation tendency is visible from the mosques located in central area of the Sultanate, to the mosques away from the center of the empire, to the south and west toward the region of Serang, Pandeglang, Lebak, and Cilegon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Werdaningsih
"Masjid-masjid Kuna di wilayah Bagelen Lama abad 19 M adalah masjid-masjid yang Ietaknya tersebar di dua buah wilayah Kabupaten masa sekarang yaitu Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen. Masjid-masjid ini berjumlah 7 dan sebagian besar belum pernah diteliti secara khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bentuk dan variasi masjid masjid kuna di Bagelen Lama, dilihat dart sudut arsitektural dan ornamental sehingga dapat diketahui apakah terdapat variasi atau ciri tertentu pada masjid-masjid kuna di Bagelen Lama. Untuk mencapai tujuan di atas, maka diperlukan langkah-langkah penelitian secara bertahap yang dapat mengidentifikasikan : a) Bentuk arsitektur dan ragam bias ke 7 Masjid-masjid kuna di Bagelen Lama sehingga dapat diketahui ciri khas setiap masjid sebagai masjid kuna. b) Ciri khas yang terdapat seluruh masjid agar dapat diketahui ada/tidaknya ciri tertentu masjid kuna pada abad 19 M di wilayah bagelen Lama. Dengan demikian, tahap kerja yang harus dilakukan pada tingkat observasi adalah memerikan unsur-unsur bangunan masjid yang meliputi : tiang penyangga utama, bentuk kusen dan daun jendela/pintu, bentuk mihrab, bentuk atap, dan bentuk serta jenis hiasan tertentu pada masjid. Pada tingkat deskripsi/ analisa akan dilakukan perbandinga/komparasi. Perbandingan dilakukan dengan memperbandingkan langsung komponen-komponen yang sama pada bangunan masjid di seluruh wilayah Bagelen Lama. Perbandingan ini meliputi bentuk, gaya arsitektur dan ragam hias. Pemilihan unsur-unsur tersebut didasari atas pertimbangan bahwa komponen tersebut merupakan satu kesatuan dari bangunan masjid dan merupakan komponen-komponen yang mudah dipengaruhi oleh unsur arsitektur asing. Pada tahap akhir adalah melakukan penjelasan terhadap data yang telah dianalisis, baik penjelasan berupa tulisan maupun gambar. Dari adanya perubahan kekuasaan di wilayah Bagelan Lama, ternyata terdapat unsure-_unsur yang mempengaruhi bangunan masjid sehingga menjadikan bentuk arsitektur masjid kuna di wilayah Bagelan Lama bervariasi, namun tetap terdapat ciri khas yang membedakan dengan daerah lainnya yakni motif hias pilin berganda dan tumpal yang selalu ada di hampir seluruh masjid-masjid tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Swandayani
"Manusia selama hidupnya tidak lepas dari kegiatan makan, karena itu kegiatan mencari makan hampir selalu mendominasi kegiatan manusia di segala jaman, mulai dari jaman prasejarah sampai saat ini. Penelitian ini ditekankan pada berbagai makanan dan minuman yang ada pada masyarakat Jawa kuno pada abad 9-10 M. Dari sumber prasasti, naskah, relief candi dan berita Cina diketahui bahwa ada banyak macam hidangan yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa kuno saat itu.
Dengan penelitian ini diharapkan mengetahui bagaimana sebenarnya hidangan masyarakat Jawa masa Mataram abad 9-10 M. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Prasasti dari masa Balitung sampai Pu Sindok yang sudah di_alihaksarakan dan naskah Ramayana menjadi data utama, dan data dari relief candi Borobudur dan candi Prambanan serta berita Cina dari dinasti T_ang (618-906 M) dan Sung (960-1279 M) menjadi data penunjang. Selanjutnya tahap pengolahan data.
Pada tahap ini diperhatikan segala unsur perbedaan dan variasi hidangan di setiap sumber data, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pengadaan hidangan tersebut. Kemudian tahap penafsiran data. Melalui tahap ini diketahui bahwa pada abad 9-10 M itu, masyarakat Jawa kuno telah mengenal hidangan yang dapat dikategorikan dalam berbagai fungsi, yaitu hidangan sehari-hari, hidangan pesta, dan hidangan upacara. Hidangan-hidangan yang ada itu berasal dari berbagai sumber makanan (nabati dan hewani), dijadikan beraneka makanan yang lezat melalui berbagai macam cara pembuatan. Hidangan-hidangan ini pada dasarnya terdiri dari makanan pokok yang berupa nasi beserta lauk pauknya dan makanan tambahan. Berbicara mengenai makanan tentunya tidak terlepas dari kondisi serta lingkungan masyarakat yang mengkonsumsikannya. Karena itu dengan diketahuinya bahwa ada perbedaan atau pun variasi makanan dalam masyarakat Jawa kuno, hal ini dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian mengenai kehidupan masyarakat Jawa masa lalu, terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil obyek mihrab mesjid kuna yang ada di kota Benten, Jakarta, dan Cirebon, dengan memperhatikan segi-segi arsitektur, arah hadap dan ragam hiasnya. Rentang waktu yang digunakan adalah mihrab mesjid yang berasal dari abad 15 hingga 19. Tujuannya adalah untuk mengenali komponen yang terdapat pada mihrab-mihrab mesjid kuna, keragamannya dan frekwensi pemakaiannya. Juga untuk melihat unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya, apakah ada unsur dari pra Islamnya atau dari Islamnya. Penelitian hanya dilakukan pada 16 obyek mihrab yang terdapat di ketiga kota tersebut di atas. Metode yang digu_nakan adalah deskripsi dan perbandingan hasil deskripsinae. Komponen yang diperhatikan adalah bentuk, ruangan, tiang, lengkungan, lalu arah hadap dan ragam hiasnya. Hasilnya me_nunjukkan adanya keragaman komponen dan frekwensi pemakaian_nya. Hal ini dapat digunaken sebagai dasar penelitian untuk mengenali gaya yang terdapat pada mihrab mesjid kuna, dan mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>