Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vernika Hapri Witasari
"Skripsi ini merupakan pembahasan prasasti Pucangan Sanskerta yang meliputi analisa tata bahasa Sanskerta untuk melihat pemahaman sang citralekha terhadap tata bahasa Sanskerta di zamannya. Kemudian akan di interpretasikan, baik interpretasi tokoh, peristiwa, waktu, dan geografi dengan Prasasti Pucangan Jawa Kuna. Prasasti Pucangan telah alihaksarakan dan diterjemahkan oleh Prof.H.Kern dan diterbitkan pada Verspreid Geschriften VII. Karena terdapat kesalahan pembacaan dan penafsiran oleh para ahli terdahulu, maka prasasti Pucangan Sanskerta di kaji ulang pada skripsi ini.

This thesis is discussion about the Sanskrit Inscription of Pucangan that is include the analysis of Sanskrit grammar in the inscription to found how far the citralekha had to understanding of Sanskrit grammar in that time. Afterwards, it would be interpretation to the figure, even, time and geography with Old Javaness Inscription of Pucangan. This inscription had been transcription and translation by Prof.H.Kern and publish in VG VII. But, because there is some mistake in transliteration and interpretation also from the other epigraf, so this inscription must be re-analysis in this thesis."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12034
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Putri Yusiani
"Jumlah prasasti berbahasa Sansekerta yang ditemukan di Indonesia sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah prasasti berbahasa Jawa Kuno. Hal itu mungkin disebabkan oleh rumitnya aturan yang terdapat dalam tata bahasa Sansekerta dan terbatasnya masyarakat yang memahami bahasa tersebut. Maka, berbeda dengan prasasti berbahasa Jawa Kuno yang biasanya memuat tentang perihal kehidupan sehari-hari dan lain-lain, prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta hanya berfungsi sebagai sarana legitimasi, puji-pujian kepada dewa, ajaran keagamaan, silsilah raja dan pernyataan kemenangan. Salah satu dari sedikitnya prasasti berbahasa Sansekerta di atas adalah tiga buah prasasti dari bukit Ratu Baka yang berangka tahun 778 Saka. Baik aksara, isi dan interpretasi dari ketiga prasasti ini telah diteliti oleh J.G. de Casparis dalam bukunya Prasasti Indonesia II. Dalam bukunya tersebut de Casparis menyebutkan tentang adanya penyimpangan tata bahasa Sansekerta pada ketiga prasasti tersebut, yaitu prasasti Krttikavasalinga, Tryamvakalinga, dan Haralinga. Namun, dalam penjelasannya tersebut de Casparis hanya memberikan sedikit contoh tentang penyimpangan yang terjadi.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui letak penyimpangan penggunaan tata bahasa Sansekerta yang digunakan pada kalimat-kalimat dalam prasasti Krttikavasalinga, Tryamvakalinga, dan Haralinga sekaligus mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan tata bahasa yang terjadi pada ketiga prasasti tersebut. Apabila penelitian dapat memberikan jawaban atas permasalahan-_permasalahan yang diajukan, dapat diketahui pula fungsi prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta dalam masyarakat Jawa Kuno. Setelah dilakukan pembacaan dan analisis ulang, ditemukan empat jenis penyimpangan tata bahasa Sansekerta. Diantaranya adalah lima belas penyimpangan fonologi, tiga penyimpangan morfologi, dua penyimpangan samdhi, dan tujuh penyimpangan deklinasi. Empat jenis penyimpangan tersebut kemudian setelah dikorelasikan dengan beberapa hipotesa penyebab penyimpangan tata bahasa, dapat memberikan kemungkinan jawaban tentang faktor penyebabnya.
Maka diperkirakan terdapat dua penyebab dari penyimpangan tata bahasa Sansekerta yang terjadi pada ketiga prasasti ini, yaitu : (1) Kurangnya penguasaan citralekha terhadap aturan tata bahasa Sansekerta tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena penyimpangan yang terjadi cenderung acak, tidak konsisten dan ditemukan banyak kalimat yang menggunakan tata bahasa yang benar, (2) Adanya pengaruh dari bahasa Jawa Kuno yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa penyimpangan fonologi berupa penggandaan konsonan yang biasa terjadi dalam bahasa Jawa Kuno. Apabila melihat isi dari sebagian besar prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta, termasuk ketiga prasasti ini, maka makin jelaslah fungsi prasasti berbahasa Sansekerta dalam masyarakat Jawa Kuno. Fungsinya bukan sebagai uraian putusan biasa, tetapi sebagai putusan sakral yang isinya dilandaskan atau dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat kedewaan. Hal yang sama berlaku pada kedudukan bahasa Sansekerta pada masyarakat Jawa Kuno. Bahasa Sansekerta berfungsi sebagai bahasa 'tinggi', yang hanya digunakan untuk mengumumkan sesuatu yang penting atau sakral, baik itu yang berkaitan dengan keagamaan atau dengan kelegitimasian raja"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Komaruzaman
"Prasasti sebagai sumber tertulis sebagai data utama yang bernilai tinggi (primary element) mempunyai peranan penting bagi penulisan sejarah kuna. Selain sebagai sumber penulisan sejarah, bila diteliti dengan seksama, isi prasasti dapat memberikan gambaran tentang struktur kerajaan, struktur birokrasi, kemasyarakatan, perekonomian, agama, kepercayaan, dan adat-istiadat dalam masyarakat Indonesia kuna. Pengkajian prasasti sebagai upaya untuk merekonstruksi sejarah kuna Indonesia sudah sejak lama dilakukan. Namun banyak prasasti yang belum diteliti secara tuntas dan hanya diterbitkan dalam bentuk alih aksaranya saja atau dengan terjemahannya, namun belum dilakukan suatu tinjauan kritis terhadap isinya. Prasasti Lawadan dikeluarkan oleh Sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Spigalancana Digjayotungadewanama dan berangka tahun 1127 Saka. Merupakan salah satu prasasti yang belum diteliti secara tuntas. Prasasti Lawadan 1127 S itu merupakan prasasti terakhir yang diketemukan sebelum raja ini dikalahkan oleh Ken Angrok pada tahun 1144 S. Jika dilihat dari jumlah prasasti yang menyebut nama Krtajaya yaitu hanya 7 buah, sedangkan ia bertahta sekitar 30 tahun jumlah itu sangat sedikit sehingga keterangan sejarah yang diperoleh juga sangat minim. Penelitian yang dilakukan baik itu oleh Brandes ataupun Damais hanya sebatas alih aksaranya saja. Untuk itu suatu pembacaan ulang dengan disertai suatu telaah isinya berupa tinjauan kritis dirasakan perlu untuk dilakukan. Pembacaan ulang yang telah dilakukan menghasilkan beberapa hal diantaranya bahwa ada beberapa kesalahan pembacaan yang telah dilakukan oleh Brandes dan citralekha. Selain itu pembacaan ulang ini dapat mengisi atau melengkapi beberapa bagian kosong pembacaan Brandes. Beberapa keistimewaan Prasasti Lawadan diantaranya pada bagian lancana dibubuhkan nama raja yang mengeluarkan prasasti ini yaitu Krtajaya. Selain itu prasasti ini diawali dengan mantra pujian terhadap dewa dan hal ini tidak terdapat pada prasasti Krtajaya lainnya. Prasasti Lawadan memberikan keterangan bahwa penduduk desa Lawadan beserta daerah sewilayahnya telah menerima anugerah raja yang berupa pembebasan pajak dan penerimaan sejumlah hak-hak istimewa. Hak-hak istimewa itu meliputi berbagai hal, seperti melakukan kegiatan-kegiatan tertentu di depan umum, mengenakan jenis-jenis pakaian dan perhiasan tertentu, memakan makanan istimewa, memiliki rumah dengan ciri-ciri tertentu serta memiliki pula tempat duduk, balai-balai, payung, serta tanaman di rumah mereka. Setelah melalui suatu tinjauan kritis yang dilakukan terhadap unsur-unsur ekstern meliputi bentuk prasasti, paleografi, dan kronologis serta unsur-unsur intern yang meliputi bahasa dan isi prasasti dapat disimpulkan bahwa Prasasti Lawadan ditulis sesuai dengan angka tahun yang dimuatnya, bukan merupakan prasasti yang palsu atau tiruan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Ginanjar
"Penelitian sejarah kuno di Indonesia bersumber pada berbagai informasi yang salah satunya adalah prasasti. Fungsi prasasti pada masanya sebagai dokumen resmi yang mempunyai kekuatan hukum karena merupakan suatu keputusan resmi. J. G De Casparis menyebut prasasti sebagai tulang punggung sejarah kuno Indonesia. Jumlah prasasti di Indonesia diperkirakan mencapai ribuan, tetapi pada kenyataannya sejarah kuno Indonesia masih banyak masa-masa yang belum diketahui dengan pasti. Oleh karena itu penting bagi peneliti epigrafi untuk meneliti prasasti-_prasasti yang belum diterbitkan dan prasasti-prasasti yang baru terbit dalam transkripsi sementara, kemudian diterjemahkan dalam bentuk alih aksara sementara, sekaligus menelaah isinya. Dengan demikian data yang terkandurng dalam prasasti tersebut dapat digunakan sebagai sumber sejarah kuno Indonesia. Prasasti dari Sidotopo merupakan prasasti dari peninggalan raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya pada tahun 1408 Saka (1486 Masehi). Kajian terhadap prasasti ini merupakan kajian awal. Prasasti terbuat dari batu andesit dan disimpan di Museum Trowulan, Jawa Timur. Prasasti dari Sidotopo berisikan tentang pengukuhan kembali anugerah sima yang telah diberikan oleh sira san mokta rii amretabhasalaya, bhatara prabhu san mokta rin amretawisesalaya dan san mokteri mahalayabhawana kepada Sri Brahmaraja Gangadara oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya. Tokoh Dyah Ranawijaya selama ini hanya dapat diketahui dari sumber prasasati yang berasal dari masa Majapahit akhir. Di dalam prasasti-prasastinya Dyah Ranawijaya menggunakan Girindrawarddahanlancana yang berupa gambar atau tulisan, yaitu danda (tongkat pemukul yang dililit ular), kamandalu (kendi air), suryya (matahari), candra (bulan), padaraksa (telapak kaki), dan catra (payung) sebagai lambang kerajaannya. Dalam Prasasti dari Sidotopo ini disebutkan Brahmaraja Gangadara mendapat anugerah karena telah berusaha mencapai kemenangan bagi sang raja Majapahit pada waktu peperangan (sinun ganjaranira dukayunayunan yudha san ratu hin majapahit). Berdasarkan perbandingan dengan prasasti yang sejaman seperti Ptak, Trailokyapuri I, II dan III serta naskah-naskah mengenai kerajaan Majapahit dan sesudahnya dapat ditafsirkan ketika itu ada ada perebutan kekuasaan antara keluarga raja, di mana Dyah Ranawijaya dengan bantuan Sri Brahmaraja Gangadara seorang pendeta utama kerajaan, menyerang kerajaan Majapahit yang dikuasai Bhre Krtabhumi. Prasasati dari Sidotopo mempunyai huruf yang buruk selain juga batu andesit sebagai alas tulisan kualitasnya bukan merupakan yang paling baik. Karena itu, pembuatan alih aksara Prasasti dari Sidotopo ini diharapkan dapat memberikan koreksi kesalahan penulisan oleh citralekha. Sebab kesalahan dalam pembacaan bisa mengakibatkan salah penafsiran dan kesalahan penafsiran dapat mengakibatkan ketidaktepatan dalam penomoran sejarah yang terjadi."
2000
S11581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Endah Nurvita
"Masa pemerintahan Tribhuwana dapat dikatakan merupakan titik awal kejayaan kerajaan Majapahit. Dalam masa pemerintahannyalah muncul tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam sejarah dan berperan penting atas kejayaan Majapahit. Tokoh_tokoh yang dimaksud adalah Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Prapanca. Selama 22 tahun Tribhuwana memegang tahta, telah ditemukan 7 buah prasasti termasuk prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka (1330 M). Prasasti Palungan ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Prasasti tersebut pernah diteliti sebelumnya oleh N.J. Krom pada tahun 1913 dan L.Ch. Damais tahun 1955. Penelitian sementara yang telah dilakukan oleh Krom menghasilkan tanggal dikeluarkannya prasasti, sedangkan penelitian Damais menghasilkan 3 baris alih aksara dari keseluruhan barisnya sehingga informasi yang dapat diperoleh sangat sedikit. Informasi tersebut adalah unsur-unsur pertanggalan dan nama raja yang mengeluarkan. Akan tetapi untuk menyusun sebuah kisah sejarah dibutuhkan unsur waktu, tokoh, peristiwa, dan tempat. Keempat unsur tersebut belum Iengkap digali dan diteliti lebih mendalam. Untuk dapat mengetahui empat unsur pokok sejarah prasasti Palungan di atas, maka dilakukan alih aksara dan alih bahasa terhadap prasasti Palungan yang menghasilkan lengkapnya keseluruhan isi prasasti dan keempat unsur pokok sejarah. Selain itu untuk mengetahui apakah data ini layak atau tidak, maka data harus diuji dengan serangkaian tahap analisis yang dimulai dengan tahap Heuristik, kemudian dilanjutkan Kritik Teks ( Ekstem dan Intern ), Interpretasi, dan terakhir Historiografi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka ini ditulis sesuai dengan jamannya dan bukan merupakan prasasti tiruan atau palsu sehingga Iayak untuk dijadikan sebagai data Sejarah Kuna Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjali Nayenggita
"Prasasti Kaladi berasal dari masa Mataram Kuno dalam masa kepemimpinan Śrī Maharāja Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmmodaya Mahāsambhu. Prasasti Kaladi berisi mengenai penetapan sīma di desa Kaladi, Gayam, dan Pyapya. Prasasti Kaladi diperkirakan adalah prasasti tinulad dan banyak kesalahan terhadap pembacaannya, karena itu dilakukan pembacaan ulang. Pada penelitian ini juga dilakukan pembuktian ke-tinulad-an dari prasasti Kaladi. Dilakukan perbandingan dengan prasasti masa Balitung lainnya untuk membuktikan ketinuladan prasasti Kaladi.

Kaladi inscription comes from the Ancient Mataram in the leadership of Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmmodaya Mahāsambhu. Kaladi inscription contains the determination of sima in the village of Kaladi, Gayam, and Pyapya. Kaladi inscription is an tinulad inscription which has a lot of errors on the transcription and should be re-reading. This study was also conducted on the evidence of inscriptions tinulad Kaladi's. A comparison made with other Balitung's inscriptions to prove the tinulad of Kaladi's inscription."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42984
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Galih Pratiwi
"ABSTRAK
Prasasti Ambětra ialah prasasti yang berasal dari masa Majapahit, tepatnya masa pemerintahan Hayam Wuruk. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana isi Prasasti Ambětra dan bagaimana menempatkan prasasti ini di dalam kronologi Pemerintahan Hayam Wuruk. Metode yang digunakan yaitu tiga tahapan dalam arkeologi, diantaranya pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Prasasti Ambětra hanya memiliki satu unsur pertanggalan, yaitu penyebutan angka tahun 1295 Śaka. Prasasti Ambětra merupakan jenis prasasti keputusan hukum dengan bentuk pendek yang disebut rajāmudra. Hal ini terlihat dari struktur yang lebih singkat jika dibandingkan dengan prasasti Śima pada umumnya dan bahasa yang digunakan pada prasasti adalah bahasa Jawa Pertengahan yang umum digunakan pada masa kejayaan Majapahit. Prasasti Ambětra berisi mengenai pembebasan pajak papasaran dan harik puriḥ kepada desa Ambětra oleh Saŋ  ryya Mahāsenapati dan Saŋ  ryya Satya Witaŗmma. Perintah tersebut merupakan titah dari Paduka Bhaţāra riŋ Wĕńkĕr. Dengan demikian, prasasti Ambětra merupakan prasasti keputusan bebas pajak pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk.

ABSTRACT
Ambětra inscription is an inscription coming from the Majapahit era, precisely during the reign of Hayam Wuruk. This research discusses how the contents of the Ambětra Inscription and how to place it in the chronology of the Hayam Wuruk Government. Three methods that used in this research that are collection, processing, and interpretation data. It has only one dating element, namely the mention of the year 1295 Śaka. Type of this incription is about decision of law with a short form called rajāmudra. This can be seen from the structure that is shorter when compared to the Śima inscription in general and the language used on the inscription is the Middle Javanese language that was commonly used during the heyday of Majapahit. Ambětra inscription contains about free-tax of papasaran and harik puriḥ to Ambětra village by San Aryya Mahasenapati and San Aryya Satya Witarmma. The order is the decree of His Majesty Paduka Bhaţāra riŋ Wĕńkĕr. Thus, the Ambětra inscription is an inscription of tax-free decisions during the reign of king Hayam Wuruk."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Krisna Wibowo
"Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi didalam Prasasti Pupus. Prasasti Pupus merupakan prasasti koleksi Museum Nasional Indonesia dengan nomor Inventaris 24. Prasasti ini mengalami banyak korosi khususnya pada bagian pertanggalan sehingga menyebabkan keraguan mengenai keotentikan dan kredibilitas prasasti tersebut. Dari kritik teks yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa Prasasti Pupus dikeluarkan pada masa Dyah Balitung yaitu pada tahun 822 Saka. Isi dari Prasasti Pupus menyebutkan tentang penetapan wilayah desa Pupus sebagai sima karena merupakan tanah yang diwariskan dari tokoh Rahyangta Sanjaya. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode epigrafis yang sama dengan metode sejarah dengan adanya kritik teks sebagai metode dalam arkeologi untuk menentukan keotentikan dan kredibilitas data. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Prasasti Pupus sebagai data primer dan data prasasti-prasasti yang sezaman khusus masa Kadiri dan Mataram Kuna sebagai data sekunder atau pembanding.

This research discusses the problems that occur in Pupus Inscription. Pupus Inscription is an inscription of collection of National Museum of Indonesia with Inventory number 24. This inscription experienced a lot of corrosion especially on the part of the date causing doubts about the authenticity and credibility of the inscription. From the textual criticism conducted in this study note that Pupus Inscription issued during the Dyah Balitung in 822 Saka. The contents of Pupus Inscriptions tell about the determination of Pupus village area as sima because it is a land inherited from figures Rahyangta Sanjaya. The method used in this study is the same epigraphic method with historical method with the existence of textual criticism as a method in archeology to determine the authenticity and credibility of the data. The data to be used in this research is Pupus Inscription as primary data and data of inscriptions of special contemporaries of Kadiri and Mataram Kuna period as secondary data or comparison.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Dewi Susanto
"Skripsi ini membahas tentang isi dan penyajian prasasti Tempuran 1388 Úaka agar layak dijadikan sebagai data sejarah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan sejarah untuk menganalisis unsur fisik dan unsur isi prasasti. Dari hasil analisis diketahui bahwa : 1. Prasasti Tempuran merupakan prasasti yang dikeluarkan oleh 'seorang murid' dari lingkungan keraton, mungkin sekali seorang murid pujangga besar, atau abdi dalam raja, yang tergolong sebagai kawi-taruna. 2. Prasasti Tempuran menjadi bukti adanya kegiatan berolah sastra pada bidang batu dengan menggunakan kaidah keindahan (arthâlamkara). Bahwa prasasti batu (upala-prasasti) tidak hanya berfungsi sebagai prasarana pemberitahuan berupa maklumat, putusan, maupun pengetahuan moral, tetapi juga kegiatan berolah sastra; 3. Berdasarkan analisa unsur fisik dan isi, prasasti Tempuran merupakan prasasti yang dikeluarkan sesuai dengan angka tahun yang tertera yaitu 1388 Úaka (1466 M).

This skripsi studied about presentation and content of Tempuran inscription 1388 year of Úaka in order to made as history data. This research used history approach method to analyse physical and subject inscription element . From result analyse known that : 1. Tempuran inscription maybe was released by "a student" from kingdom environment, likely enough a smart student of pujangga, or serve in king, as kawi-taruna; 2. Tempuran inscription also becomed 'art-activity' on stone that used arthâlamkara. The stone inscription ( upala-prasasti) not only have function as declaration announcement, as decision, as moral knowledge, but also as art-activity; 3. Based on physical and subject element, Tempuran inscription was represented inscription that was released by during 1388 Úaka (1466 A.D).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Trigangga
"Dalam usaha menyusun sejarah kuno para sejarawan akan selalu memperhatikan sumber-sumber tertulis seperti prasasti, naskah, dan berita asing sebagai sumber penelitian. Prasasti sebagai sumber penelitian sejarah memang memiliki kelebihan dibanding benda-benda arkeologis lain. Kelebihan prasasti ialah seolah-olah dapat berkisah mengenai perilaku kehidupan manusia dan lingkungannya pada jamannya. Oleh sebab itu tidak salah apabila dikatakan. bahwa prasasti merupakan tulang punggung sejarah kuno. Perlu diingat juga bahwa setiap penemuan prasasti baru tentu akan mengubah jalannya uraian sejarah.
Kita, yang diwarisi begitu banyak peninggalan berupa prasasti, hingga sekarang belum banyak melakukan penelitian secara intensif. Dari sekian ratus prasasti, sebagian besar baru dikerjakan dan diterbitkan dalam bentuk transkripsi sementara saja (lengkap atau tidak lengkap), bahkan masih banyak yang belum diterbitkan sana sekali.Inilah tugas berat seorang ahli epigrafi, tidak aaja mene_liti prasasti-prasasti yang belum diterbitkan, tetapi juga meneleti kembali prasasti-prasasti yang baru terbit dalam bentuk transkripsi sementara.
Prasasti Linggasuntan, salah satu di antara prasasti-prasasti yang telah dikerjakan dalam bentuk transkripsi (tidak lengkap) oleh JLA Brandes, pada kesempatan ini mendapat perhatian untuk diteliti. Banyak hal yang hendak dibahas, tetapi hanya satu atau dua aspek yang dapat dikemukakan di sini, yaitu mengenai penggunaan gelar rakai yang disandang raja dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Di samping itu, studi kewilayahan juga menjadi perhatian; desa-desa ..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S12048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>