Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heltty
"ABSTRAK
Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel akibat adanya kerusakan gen yang
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Kanker dapat menyebabkan kematian.
Kemoterapi merupakan salah satu penatalaksanaan kanker yang dapat menimbulkan
berbagai efek samping, diantaranya adalah anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Penelitian- penelitian yang sudah ada menyebutkan bahwa kacang hijau dapat mengatasi
anemia, dimana kacang hijau mengandung zat-zat yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukkan dan maturasi sel-sel darah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
jus kacang hijau terhadap kadar hemoglobin dan jumlah sel darah (eritrosis, leukosit,
dan trombosit) dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan kemoterapi di
RSUP Fatmawati Jakarta. Disain penelitian ini adalah kuasi- eksperimen dengan tipe
nonequivalent control group design pre dan post test. Jumlah sampel sebanyak 56
responden (28 responden kelompok intervensi yang mendapat jus kacang hijau selama
tujuh hari dengan pemberian dua cangkir perhari, setiap cangkir berisi 250 cc dan 28
responden kelompok kontrol yang tidak mendapat jus kacang hijau). Sampel diperoleh
dengan menggunakan simple random sampling. Evaluasi kadar hemoglobin dan jumlah
sel darah dilakukan setelah pemberian jus kacang hijau yaitu di hari kedelapan baik pada
kelompok intervensi maupun kontrol. Hasil penelitian diperoleh adanya peningkatan
kadar hemoglobin dan sel darah pada kelompok intervensi (p=0,000), artinya bahwa
pemberian jus kacang hijau pada pasien kanker dengan kemoterapi berpengaruh
terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah. Penelitian ini dapat
memperkaya keilmuan keperawatan dimana dapat dijadikan sebagai intervensi
keperawatan dalam penatalaksanaan pasien kanker dengan kemoterapi. Rekomendasi
hasil penelitian ini perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar, berbagai derajat keganasan, memperhatikan adanya penyakit penyerta, dosis obat
kemoterapi, dan perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap pengambilan serta analisa
sampel darah.

ABSTRACT
Cancer is abnormal growth of cells due to destruction of genes that control growth and
differentiation of cells. Cancer is a leading disease, cause of death. Chemotherapy is one
of the cancer treatment that could provide many side effects, such as anemia, leucopenia,
and thrombocytopenia. The purpose of this study is to explore the effect of mung bean
juice on the level of hemoglobin and the number of blood cells (erythrocyte, leukocyte,
and platelet) in cancer patients who got chemotherapy treatment at Fatmawati General
Hospital, Jakarta. The design was a quasi experimental using a non equivalent control
group with pre and post test approach. A simple random sampling was employed and 56
subjects were obtained in this study, divided into two groups (the intervention group got
mung bean juice for seven days; and, the control group did not mung bean juice). The
level of hemoglobin and blood cells counts were evaluated on the eighth day.The finding
showed that there were an increasing the level of hemoglobin and blood cells in
intervention group (p= 0,000), meaning that mung bean juice has an effect in increasing
level of hemoglobin and blood cells counts in cancer patients with chemotherapy. This
study can enrich nursing science and can be used as an nursing intervention in
management of cancer patients with chemotherapy. It is recommended to conduct
further research using more samples, various of ferocity level, accompanying disease,
chemotherapy dose, and strict controlling in test and analysis blood sample."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Sulistyawati
"Fatigue merupakan kondisi yang dimanifestasikan dengan perasaan lelah, kehilangan energi, dan tidak memiliki keinginan untuk mengerjakan apapun. Anak dengan kanker lebih sering mengalami fatigue yang dapat berdampak pada kualitas hidupnya. Karya Ilmiah Akhir ini mengaplikasikan Teori Kenyamanan dalam asuhan keperawatan anak dengan kanker yang menjalani kemoterapi. Fatigue menjadi masalah dalam konteks kenyamanan fisik yang berpengaruh terhadap konteks kenyamanan psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Intervensi dilakukan melalui inovasi pemberian relaksasi otot progresif dengan frekuensi 1x sehari pada pagi hari dengan durasi 15 menit selama 5 hari berturut-turut. Evaluasi secara klinis menunjukkan adanya penurunan fatigue setelah pemberian intervensi, meskipun penurunan skor fatigue tidak bermakna secara signifikan. Teori Kenyamanan dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan untuk mengatasi fatigue pada anak dengan kanker melalui penerapan relaksasi otot progresif.

Fatigue is a condition that is manifested by feeling tired, losing energy, and not having the desire to do anything. Children with cancer more often experience fatigue which can have an impact on their quality of life. This final scientific work applies the Theory of Comfort in nursing care for children with cancer undergoing chemotherapy. Fatigue becomes a problem in the context of physical comfort which affects the context of psychospiritual, sociocultural, and environmental comfort. The intervention was carried out through the innovation of providing progressive muscle relaxation with a frequency of 1x a day in the morning with a duration of 15 minutes for 5 consecutive days. Clinical evaluation showed a decrease in fatigue after the intervention, although the decrease in fatigue scores was not significant. Comfort theory can be applied in nursing care to overcome fatigue in children with cancer through the application of progressive muscle relaxation."
Jakarta: Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina
"Terdiagnosis kanker membuat seseorang merasa tidak berdaya. Spiritualitas dibutuhkan dalam menangani kanker yang merupakan penyakit terminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spiritualitas pasien kanker dan meng identifikasi hubungan karakteristik individu serta keparahan penyakit. Sampel penelitian cross sectional ini berjumlah total 171responden dengan menggunakan kuesioner Daily Spiritual Experience Scale (DSES).
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dan analisis bivariat korelasi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagian besar aspek spiritualitas pasien kanker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah baik dilihat dari hasil nilai mean kumulatif 75,8%. Secara umum keseluruhan variabel karakteristik responden dan karakteristik penyakit tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap skoring spiritualitas, kecuali pada variabel usia (t = -2,80; p= 0,006 < 0,05), tingkat pendidikan (t = -2,26; p= 0,02 < 0,05), status perkawinan (t =-2,1; p= 0,03< 0,05), tinggal bersama pasangan (t = -2,4; p= 0,01 < 0,05), dan suka bersosialisasi (t =2,3; p= 0,02 < 0,05) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna dari variabel tersebut terhadap skoring spiritualitas.
Hasil penelitian ini akan membantu pengembangan pelayanan khususnya dalam meberian asuhan keperawatan yang holistik. Rekomendasi penelitian selanjutnya dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup pada pasien kanker.

Being diagnosed with cancer makes a person feel helpless. Spirituality is needed in dealing with cancer which is a terminal disease. This study aims to identify the spirituality of cancer patients and identify the relationship between individual characteristics and disease severity. This cross-sectional research sample totaled 171 respondents using the Daily Spiritual Experience Scale (DSES) questionnaire.
This study applied a non-probability sampling technique and bivariate correlation analysis. This study concludes that most aspects of the spirituality of cancer patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Public Hospital are good, judging from the cumulative mean score of 75.8%. In general, the variables of respondent characteristics and disease characteristics do not have a significant relationship with spirituality scoring, except for the variable age (t = -2,80; p= 0,006 < 0,05), education level (t = -2,26; p= 0,02 < 0,05), marital status (t =-2,1; p= 0,03< 0,05), living with spouse (t = -2,4; p= 0,01 < 0,05), and socializing (t =2,3; p= 0,02 < 0,05) get the results that there is a significant relationship of these variables to spirituality scoring.
The results of this study will assist the development of services, especially in providing holistic nursing care. The further research recommendation from this study is to identify the relationship of spirituality with quality of life in cancer patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Khotimah Jannah
"Operasi payudara merupakan salah satu jenis penatalaksaan yang lebih dipilih oleh pasien kanker payudara. Tak jarang operasi kanker payudara juga melibatkan kelenjar getah bening yang ada di sekitarnya. Rasa sakit yang muncul pascaoperasi merupakan hal yang lazim ditemukan, namun seringkali hal ini membuat pasien kanker payudara menjadi enggan untuk menggerakkan lengan dan bahunya karena berusaha untuk menjaga area yang terasa sakit. Kurangnya mobilisasi pada lengan dan bahu di sekitar daerah operasi dapat menimbulkan kekakuan otot dan limpodema sebagai bagian dari komplikasi pembedahan. Studi kasus ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien kanker payudara dengan intervensi berupa latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan. Hasil yang didapatkan setelah intervensi dilakukan pada pasien yaitu kekakuan otot pada pasien berkurang dibandingkan dengan sebelum pasien menjalani latihan. Rentang gerak bahu dan lengan pasien juga mengalami peningkatan, pasien mulai bias meraih kedua tangannya di belakang tubuh. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan penting untuk dilakukan sedini mungkin pada pasien pascaoperasi payudara dengan tujuan untuk mencegah kekakuan otot dan mempercepat proses pemulihan pasien. Rekomendasi dari penulisan ini yaitu agar perawat dapat melakukan edukasi tentang latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan pada pasien kanker payudara sebelum melakukan prosedur operasi, sehingga pada saat pascaoperasi pasien sudah siap untuk melakukan latihan sedini mungkin.

Breast surgery is one of the treatment which preferred by breast cancer patients. Breast cancer surgery also involves lymph nodes around it. Common things that happen during breast surgery was postoperative pain, but it usually makes breast cancer patients reluctant to move their arms and shoulders because they try to keep in the pain area. The lack of mobilization of the arms and shoulders around the surgery area can lead to muscle stiffness and lymphodema as part of surgical complications. This case study was conducted with the aim of analyzing nursing care in breast cancer patients with interventions range of motion of the arms and shoulders joints. The results obtained that muscle stiffness in patients was reduced compared to before the patient did range of motion. The patients arm and shoulder range also increases, the patient begins to be able to reach both hands behind her body. The results of this research show that range of motion of the arm and shoulder joints is important to be done as soon as possible in patients after breast surgery to prevent muscle stiffness and accelerate the patient's recovery process. The recommendation of this paper is that nurses can educate about the range of motion of the arm and shoulder joints in breast cancer patients before performing the surgical procedure, so the postoperative patients are ready to do the exercise after surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Kodrat
"Pendahuluan: Pada penderita kanker selalu terjadi stres oksidatif yang ditandai dengan kadar MDA (malondialdehyde) yang tinggi dan aktivitas katalase yang rendah. Kanker terjadi karena ketidakseimbangan antara proses proliferasi sel dengan apoptosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara apoptosis dengan kadar MDA dan aktivitas antioksidan enzimatik katalase pada pasien kanker leher rahim stadium lokal lanjut.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan studi cross sectional terhadap 16 pasien kanker leher rahim stadium lokal lanjut yang memenuhi kriteria inklusi dari Juli sampai Agustus 2013. Pengambilan darah pasien dilakukan sebelum radiasi dimulai. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas katalase dilakukan dengan metode spektrofotometri. Indeks apoptosis dilakukan dengan motode TUNEL.
Hasil: Didapatkan rerata indeks apoptosis sebesar 11,1 ± 0,59 sel; rerata kadar MDA serum sebesar 7,97 ± 0,26 nmol/mL dan rerata aktivitas katalase serum sebesar 0,98 ± 0,04 U/mL. Terdapat korelasi positif sedang yang bermakna (r=+0,51; p=0,043) antara indeks apoptosis dengan kadar MDA dan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna (r=-0,02; p=0,94) dengan aktivitas katalase.
Kesimpulan: Pada penderita kanker leher rahim stadium lokal lanjut terjadi stres oksidatif yang ditandai dengan kadar MDA serum yang tinggi dan aktivitas katalase serum yang rendah dan terjadi peningkatan indeks apoptosis. Terdapat korelasi positif sedang yang bermakna antara indeks apoptosis dengan kadar MDA dan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna dengan aktivitas katalase.

Introduction: Oxidative stress always occurs in cancer patient, which characterized with high level of Malondialdehyde (MDA) and low activity of catalase enzymatic antioxidant. Cancer occurs due to imbalance between cell proliferation and cell death due to apoptosis. The purpose of this study to determine the correlation between apoptosis with MDA level and catalase enzymatic antioxidant activity in patients with locally advanced cervical cancer.
Methods: This is a cross sectional study to 16 locally advanced cervical cancer patients who meet the inclusion criteria from July to August 2013. Blood sampling was done before patients began radiation. MDA level and catalase activity was measured by spectrophotometry. Apoptotic index was conducted by TUNEL method.
Results: The mean of apoptotic index is 11,1 ± 0,59 cell, the mean of serum MDA levels is 7.97 ± 0.26 2 nmol /mL, and the mean of serum catalase activity is 0.98 ± 0.04 U /mL. There was a significant moderate positive correlation (r = +0.51, p = 0.043) between the apoptotic index with serum MDA levels and a non-significant weak negative correlation (r = -0.02, p = 0.94) between the apoptotic index with serum catalase activity.
Conclusion: This study showed that oxidative stress occurs in patients with locally advanced cervical cancer, which characterized with high level of serum MDA and low activity of serum catalase. There is an increase in apoptotic index in patients with locally advanced cervical cancer. There was a significant moderate positive correlation between apoptotic index with MDA levels and a non-significant weak negative correlation with catalase activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Syari
"Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terapi rivaroxabanmemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan trombosis vena dalam deep vein thrombosis/DVT . Akan tetapi,masih sedikit dokter di RS Kanker Dharmais yang memberikan terapi rivaroxabanuntuk pengobatan DVT. Penelitian evaluasi ekonomi parsial ini bertujuan untukmenganalisis efektivitas/outcome dan besarnya biaya yang dibutuhkan dari perspektifrumah sakit antara pemberian terapi rivaroxaban dan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan DVT pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun2016 -; 2018.
Karena keterbatasan jumlah pasien yang mendapatkan terapi rivaroxabanselama 3 - 6 bulan, studi ini menganalisis biaya dan efektivitas/outcome dari pasienyang mendapatkan terapi selama 1 bulan. Efektivitas/outcome yang diukur adalahintermediate outcome, yang meliputi lama hari rawat, kesembuhan, dan kejadianperdarahan. Biaya dihitung berdasarkan biaya yang dibebankan kepada pasien charge ,yang meliputi biaya obat, pemeriksaan penunjang, tindakan, serta administrasi danakomodasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk efektivitas/outcome terapi rivaroxaban, sebagian besar pasien tidak mendapatkan perawatan rawat inap, 40 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi rivaroxaban hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 8.824.791,00. Untuk efektivitas/outcome terapi kombinasi UFH warfarin, sebagian besar pasien memiliki lama hari rawat antara 8 -; 14 hari, 46 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi kombinasi UFH warfarin hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 13.201.698,00.

Based on previous studies, rivaroxaban therapy has several advantages compared to combination therapy UFH warfarin for the treatment of deep vein thrombosis DVT. However, the use of rivaroxaban in Dharmais Cancer Hospital is still low. This partial economic evaluation study aims to analyze cost and consequence of rivaroxaban therapy and combination therapy UFH warfarin for DVT treatment in cancer patients at the Dharmais Cancer Hospital during 2016 - 2018. Data collection was done using cohort retrospective and individual unit of analysis.
Due to limited number ofpatient treated with rivaroxaban therapy within 3 - 6 months, we estimated the cost and consequence related to patients who were successfully treated in one month. The consequence was the intermediate outcome, i.e length of stay, recovery, and the occurrence of bleeding. The cost was calculated based on hospital perspective including drugs, laboratory tests, procedures, as well as the administrative and accommodation costs.
The results showed that patients with rivaroxaban therapy were not admitted to inpatient care, 40 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of rivaroxaban therapy to reach the expected outcome was Rp 8,824,791.00. The study also showed that the outcome of combination therapy UFH warfarin were length of stay between 8 to 14 days, 46 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of combination therapy UFH warfarin to reach the expected outcome was Rp 13,201,698.00.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gresty Natalia Maria Masi
"Karya ilmiah akhir KIA merupakan bentuk pelaporan atas praktik residensi yang dijalani oleh mahasiswa program spesialis keperawatan medikal bedah, salah satunya pada peminatan onkologi yang menekankan pelayanannya pada pasien kanker. Penerapan asuhan keperawatan pasien kanker mengacu pada epidemiologi kanker yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun, mengindikasikan kanker merupakan penyakit yang memerlukan perhatian khusus dalam bidang kesehatan. Selama menjalani praktik residensi ini untuk menjalani peran perawat sebagai pemberi asuhan dilakukan dengan pengelolaan pasien kanker yang terdiri dari pengelolaan kasus utama dan kasus resume. Pemberian asuhan keperawatan pasien kanker dalam praktik residensi ini menggunakan pendekatan teori self care dengan mempertimbangkan kondisi pasien kanker stadium awal maupun lanjut yang datang ke RSK. Dharmais memiliki ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri. Selain itu juga metode perawatan paliatif dapat diterapkan pada pasien kanker stadium lanjut untuk meringkan gejala yang dirasakan pasien dan meningkatkan kualitas hidup. Selanjutnya dalam rangka menjalankan peran perawat spesialis onkologi yang mampu melakukan penelitian terhadap masalah keperawatan pasien, dilakukan penerapan evidence based nursing dengan walking exercise yang terbukti dapat diterapkan pada pasien kanker yang mengalami gangguan tidur. Pelaksanaan manajemen edukasi pasien yang mendapatkan terapi iodin 131 dilakukan dalam rangka menjalankan peran perawat sebagai inovator terbukti dapat meningkatkan pemahaman pasien tentang terapi iodin 131 dan meningkatkan kepuasan pasien dalam metode edukasi yang diberikan oleh perawat.

The final paper is report from residency practices which undertaken by students of surgical nursing specialist. Oncology specialization is a part of it that services cancer patients. The application of nursing care in cancer patients refer to the epidemiology of cancer that increased from year to year, that indicated cancer is the disease that need special concern in health care. During this residency rsquo s practice the student should be gave nursing care by managing the patients. The nursing care of cancer patient in this residency rsquo s practice use self care theory. Palliative care can be applied to patients with advanced cancer, it can decreased the symptoms and finally increased the quality the quality of life. The application of evidence based with walking exercise can be applied to cancer patient with sleep disorder, it is to perform the role nurse as a researcher. Education management in patient who undertaken iodine 131 therapy is perform the role of nurse as an innovator. This education management improve the patient rsquo s knowledge about iodine 131 therapy."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Prawira Putra
"Pendahuluan: Pada tahun 2021, penyakit kanker menggantikan stroke dan penyakit ginjal sebagai penyakit kedua penyebab klaim jaminan kesehatan nasional terbesar di Indonesia. Penelitian sebelumnya telah meneliti dampak determinan sosial kesehatan terhadap beban finansial kanker, namun tidak pada pasien kanker yang menjalani radioterapi.
Tujuan: Mengetahui insidensi dan prediktor kebangkrutan finansial pasien kanker yang menjalani radioterapi dalam jaminan kesehatan nasional di pusat rujukan bervolume tinggi di Jakarta.
Metode: Studi kohort campuran ini merekrut pasien pertama radioterapi pada Januari 2022-Maret 2023. Pasien diikuti sampai enam bulan setelah radioterapi. Analisis data dilakukan untuk mengidentifikasi kejadian dan prediktor kebangkrutan finansial, dengan kematian sebagai luaran kompetitor.
Hasil: Total 115 pasien berhasil direkrut. Rerata usia peserta adalah 50 tahun dan 67% adalah perempuan. Enam bulan setelah radioterapi, 11,3% meninggal dan 36,5% mengalami kebangkrutan finansial. Prediktor kebangkrutan finansial yang teridentifikasi adalah pendidikan, pekerjaan, asal tempat tinggal, lokasi keganasan, dan indikasi radioterapi. Setelah menganggap variabel lain konstan, sektor informal dan tidak bekerja memiliki kemungkinan kebangkrutan finansial 99,45 kali (95% CI, 51,75–191,14) dan 36,93 kali (95% CI, 12,42–109,77) dari sektor formal. Indikasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif meningkatkan kemungkinan kebangkrutan finansial 17,65 kali (95% CI, 4,614–67,476) dan 22,54 kali (95% CI, 11,934–42,589). Setelah mempertimbangkan efek perancu usia dan transportasi, pengeluaran out of pocket tidak memprediksi kebangkrutan finansial dan kematian. Kesimpulan: Prediktor kebangkrutan finansial dalam penelitian ini berguna untuk pembuat kebijakan dalam intervensi beban keuangan pasien kanker di Indonesia. Rekomendasi pendekatan terbaik adalah intervensi populasi pasien sektor informal dan tidak bekerja, serta dengan indikasi radiasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif.

Introduction: In 2021, cancer replaced stroke and kidney disease as the second largest cause of national health insurance claim in Indonesia. Previous research has examined the impact of social determinants of health on the financial burden of cancer, but not in cancer patients undergoing radiotherapy.
Objectives: To determine the incidence and predictors of financial catastrophe in cancer patients undergoing radiotherapy within the setting of national health insurance at our high-volume cancer referral center in Jakarta.
Methods: This mixed cohort study recruited patients first receiving radiotherapy within January 2022 to March 2023. Patients were followed up to six months after radiotherapy. Data analysis was conducted to identify incidence and predictors of financial catastrophe, considering death as a competing outcome.
Results: A total of 115 patients were successfully recruited. The mean age of participants was 50 years and 67% were women. Six months after radiotherapy, 11.3% died and 36.5% experienced financial catastrophe. The identified predictors of financial catastrophe were education, employment, place of residence, cancer site, and radiotherapy indication. After holding other variables constant, the informal and unemployed sectors have 99.45 times (95% CI, 51.75–191.14) and 36.93 times (95% CI, 12.42–109.77) odds of financial catastrophe than the formal sector. Adjuvant/neoadjuvant and palliative indications increased the odds of financial bankruptcy by 17.65 times (95% CI, 4.614–67.476) and 22.54 times (95% CI, 11.934–42.589), respectively. After adjusting for confounders, out-of-pocket spending did not significantly predict financial catastrophe or mortality. Conclusions: The predictors of financial catastrophe identified in this study will be useful in informing policymakers to give an impactful intervention to reduce the overlooked financial burden for cancer patients in Indonesia. The recommended approach is intervention in the informal sector and non-working population, as well as those with adjuvant/neoadjuvant and palliative radiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Wirawan
"ABSTRAK
Penyakit kanker merupakan penyakit yang sangat kompleks sehingga memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam diagnostik maupun terapi. Durasi penegakkan diagnosis dan terapi pada pasien kanker mempengaruhi hasil akhir pasien tersebut. Keterlambatan terapi dapat disebabkan oleh keterlambatan dokter dalam merujuk pada pelayanan kesehatan primer dan keterlambatan sistem pelayanan kesehatan pada proses penegakkan diagnosis dan dimulainya terapi definitif pada kanker. Penelitian ini merupakan studi analisis deskriptif menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui data insidens keterlambatan terapi pada pasien kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusmo pada bulan Mei - Agustus 2015 serta mengevaluasi faktor yang mempengaruhi keterlambatan tersebut. Terdapat 294 orang pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini setelah mendapatkan persetujuan tertulis. Pada keterlambatan terapi akibat keterlambatan dokter, dari 62 pasien yang dirujuk dari pelayanan kesehatan primer didapatkan 18 pasien (29%) mengalami keterlambatan rujukan. Keterlambatan diagnosis terjadi pada 78 pasien (26,5%). Sedangkan pada keterlambatan tindakan pengobatan terjadi pada 172 pasien (58,5%). Dari seluruh pasien didapatkan 132 pasien (45%) mengalami keterlambatan dokter dan sistem. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan adanyan hubungan yang signifikan antara keterlambatan rujukan (p<0,01), keterlambatan diagnosis (p<0,01) dan keterlambatan tindakan pengobatan (p<0,01) dengan keterlambatan terapi akibat keterlambatan dokter dan system. Tingginya angka keterlambatan terapi kanker pada penelitian ini ditemukan akibat keterlambatan dokter dan sistem, khususnya pada keterlambatan pada penegakkan diagnosis dan tindakan pengobatan.

ABSTRACT
Cancer is a very complex disease that requires a multidisciplinary approach both in diagnostics and therapy. The duration of the diagnosis and treatment of cancer patients affect the outcome of these patients. Delay in treatment may be caused by the delay in referring physicians in primary health care and health care system delay in the commencement of the process of diagnosis and definitive therapy in cancer. This study was a descriptive analytical study using a mix of quantitative and qualitative methods to determine the incidence of therapy delays in cancer patients who were referred to the Department of Radiotherapy RSUPN Dr. Cipto Mangunkusmo in May to August for 2015 and evaluate the factors that influence the delay. There were 294 patients included in this study after obtaining written consent. Doctor's delay due to delayed treatment, from 62 patients referred from primary health care is obtained for 18 patients (29%) experienced a delay in referral. Delay in diagnosis occurred in 78 patients (26.5%). While the delay in treatment action occurred in 172 patients (58.5%). From all patients had 132 patients (45%) experienced doctor and system delay. Statistical analysis showed a significant correlation between the reference delay (p <0.01), late diagnosis (p <0.01) and delays in treatment measures (p <0.01) with a delay due to delayed therapy and doctor system. The high number of delays in cancer therapy in this study was found as a result of delays doctor and systems, in particular on the delay in diagnosis and treatment.eterlambatan terapi akibat keterlambatan dokter dan system. Tingginya angka keterlambatan terapi kanker pada penelitian ini ditemukan akibat keterlambatan dokter dan sistem, khususnya pada keterlambatan pada penegakkan diagnosis dan tindakan pengobatan."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Said Syabri Albana
"Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat Toksisitas Finansial dan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pada pasein kanker yang berobat menggunakan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Instalasi Radioterapi pada Rumah Sakit pusat rujukan nasional di Indonesia.
Metode: Penelitian deskriptif analitik dengan metode potong lintang, dilakukan wawancara pada pasien kanker yang telah selesai menjalani terapi radiasi dengan menggunakan kuesioner COST-FACIT untuk menilai Toksisitas Finansial, serta pengambilan data demografi, sosial ekonomi, status penyakit, serta pengaruh Toksisitas Finansial terhadap kebutuhan dasar rumah tangga dengan menggunakan formulir dan data sekunder rekam medis.
Hasil: Totat terdapat 105 pasien yang menyelesaikan pengisian kuesioner COST- FACIT. Delapan puluh tiga pasien (79%) mengalami Toksisitas Finansial, dimana 40 pasien (38,1%) mengalami Toksisitas Finansial Grade 1, 41 pasien (39%) Grade 2, dan 2 pasien (1,9%) pasien dengan Grade 3. Pada analisa univariat didapatkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, moda transportasi, indikasi radiasi, status covid, dan overall treatment times menjadi tujuh kategori yang secara signifikan berhubungan dengan Toksisitas Finansial, namun hanya jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang berhubungan signifikan pada analisa Multivariat. Pasien yang mengalami Toksisitas Finansial secara signifikan berhubungan dengan kesulitan dalam pembayaran energi, pembayaran perumahan, dan pembiayaan transportasi.
Kesimpulan: Pasien laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami Toksisitas Finansial dibandingkan dengan perempuan, dimana faktor pendidikan yang lebih rendah menjadi faktor yang bersama-sama dengan jenis kelamin menjadi prediktor terhadap nilai COST FACIT dalam menilai Toksisitas Finansial. Pasien- pasien yang mengalami Toksisitas Finansial juga akan mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga.

Purpose: To determine the level of Financial Toxicity and the ability to fulfill basic household needs in cancer patients seeking treatment using National Health Insurance (JKN) in Radiotherapy Installations at National Referral Center Hospitals in Indonesia.
Method: Descriptive analytical research using a cross-sectional method, interviews were conducted with cancer patients who had completed radiation therapy using the COST-FACIT questionnaire to assess Financial Toxicity, as well as collecting demographic, socio-economic data, disease status, and the influence of Financial Toxicity on basic needs household using forms and medical records.
Results: A total of 105 patients completed the COST-FACIT questionnaire. Eighty- three patients (79%) experienced Financial Toxicity, of which 40 patients (38.1%) experienced Grade 1 Financial Toxicity, 41 patients (39%) Grade 2, and 2 patients (1.9%) had Grade 3. In the univariate analysis, it was found that gender, education level, income level, mode of transportation, radiation indication, covid status, and overall treatment times were seven categories that were significantly related to Financial Toxicity, but only gender and education level were significantly related in the Multivariate analysis. . Patients experiencing Financial Toxicity were significantly associated with difficulties with energy payments, housing payments, and transportation financing.
Conclusion: Male patients have a higher risk of experiencing Financial Toxicity compared to women, where lower education is a factor that together with gender is a predictor of the COST FACIT value in assessing Financial Toxicity. Patients who experience Financial Toxicity will also experience difficulty in meeting basic household needs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>