Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Dwi Utami
"Tesis ini membahas proses penyusunan kebijakan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM beserta dinamika yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori Kebijakan dari Dunn, Hogwood dan Gunn, teori Managing Government Expenditure dari Schiavo-Campo dan Tommasi, serta teori Reinventing Government oleh Osborne dan Gaebler. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam (indepth interview).
Hasil penelitian menemukan adanya beberapa permasalahan berkaitan dengan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM, yakni pemahaman stakeholders yang beragam tentang program dana bergulir, masalah kelembagaan, pemahaman yang keliru bahwa fungsi sosial pemerintah identik dengan program Bantuan Sosial, pandangan sementara pihak yang menganggap bahwa penegakan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara berarti terpinggirkannya aspek sosial program-program pemerintah, dugaan adanya unsur-unsur politik, potensi terjadinya moral hazard, masalah regulasi dan kurangnya konsistensi kebijakan pemerintah.
Hasil penelitian menyarankan hendaknya pemerintah memperhatikan sinyalemen adanya masalah kelembagaan, masalah regulasi dan masalah berkaitan dengan konsistensi kebijakan. Pembenahan kelembagaan, regulasi dan upaya menjaga konsistensi kebijakan pemerintah penting dilakukan demi keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan.

The focus of this study is the policy-making process of revolving fund management in State Minister for Cooperatives Small and Medium Enterprises, and the fact related to. This research is qualitative descriptive interpretive. The base theories are Policy Theory by Dunn, Hogwood and Gunn, Managing Government Expenditure Theory by Schiavo-Campo and Tommasi, and Reinventing Government Theory by Osborne and Gaebler. The data were collected by means of literature study and deep interview.
This study finds that there are some problems in revolving fund management in State Minister for Cooperatives Small and Medium Enterprises : variety view about revolving fund; institutional problem; erroneous suppose that social function of government is identic with charity; the opinion that accountability of state financial management means social aspect elimination from governmental programs; notion of some political substances; indication of moral hazard; regulation matter and inconsistency in government policy.
The researcher suggests that government should notice the indication about institutional and regulation problem, and inconsistency in government policy. Institutional and regulation rearrangement, and an effort to preserve policy consistency are necessary to reach success in national development programs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26328
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Triharto Hari Sadino
"Penelitian ini difokuskan pada analisis implementasi kebijakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi pada pengunaan visa elektronik bagi pelaku bisnis Ekonomi APEC yang akan melakukan perdagangan dan investasi. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Model operasional penelitian mengunakan teori Implementasi Kebijakan George Edward III Tahun 1980, yaitu ada 4 (empat) variabel penting yang menentukan apakah suatu kebijakan yang dikatakan efektif atau tidak efektif, variabel itu adalah komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap), dan struktur birokrasi. Informan dalam penelitian ini terdiri 8 (delapan) responden yang mewakili steakholder kebijakan KPP APEC. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan mengunakan analisis GAP, yaitu analisis perbedaan antara persepsi harapan yang diinginkan dengan adanya kebijakan di bidang keimigrasian dengan implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia, dengan terdiri dari Regulator Kebijakan; Operator Kebijakan; dan Penguna Kebijakan.
Dari analisis GAP terhadap hasil wawancara dengan survei lapangan, memperoleh kesimpulan bahwa implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia, berdasarkan 4 (empat) variabel penting, George Edward III Tahun 1980 dinyatakan belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari analisis implementasi kebijakan pada komponen Operator Kebijakan, penguna kebijakan belum efektif, meskipun dari sisi komponen Regulator sudah efektif. Hasil penelitian menyarankan bahwa kepada Regulator kebijakan: 1. untuk membuat kebijakan yang lebih memudahkan pemberian KPP APEC pada pelaku bisnis domestik; 2. untuk membuat kebijakan yang lebih transparan pada proses pre-clearance bagi pelaku bisnis Ekonomi Skema KPP APEC. Kepada pihak operator kebijakan perlu terus dilakukan penelitian terhadap kualitas pelayanan bagi pemegang KPP APEC di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang telah ditentukan. Selain itu, kepada masyarakat umum, dalam hal ini pelaku usaha untuk terus menerus melakukan pengawasan dan penilaian, agar kebijakan tersebut betul-betul terlaksana sesuai dengan persepsi harapan kebijakan tersebut dimunculkan.

The research focuses on the analysis of implementation of government policy, in this matter the Directorate General of Immigration is using the electronic visa for the APEC Economy Business user who does trading and investing.
The research included as qualitative with descriptive design.
The operational research model used a theory of George Edward III Policy Implementation in the year of 1980, there are 4 (four) important variables which decide whether a policy is effective or not. The variables are communication, resources, behaviors and bureaucratic structures. There are 8 (eight) respondents who became the informants and represent the stakeholders in the policy of KPP APEC. Data gathering was done by studying literature and close encounters interview, while analysis done by using GAP analysis. Analysis the differences between hope-perception that needed with policies in Immigration sector with the implementation of KPP APEC policy on the Indonesian Economy, consist of Policy Regulator; Policy Operator; and Policy user.
From the GAP analysis of the result of the interview with field survey, have a end result that KPP APEC policy implementation on the Indonesian Economy, based on the 4 (four) valuables variable, The George Edward III in the year of 1980 is not yet effective. This matter can be viewed from the analysis of the policy implementation on the Policy Component Operator, policy user isn?t yet effective, even though from the Regulator component side is already effective. The result of this research suggest the Policy Regulator; 1) to make policy that may be easier in providing KPP APEC as domestic business user; 2) to make policy becomes more transparent on the process of pre-clearance as Economy Business user Scheme for KPP APEC. The Policy operator should continue with their research on the service quality of KPP APEC holder at the Immigration Checkpoint stated. Beside that, as for the general public, in this matter concern on the business user to continue their controlling and evaluating, so that the concern policy is real and on based on the hope-perception policy itself."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25358
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrie Syahriza
"Analisis ini mempunyai latar belakang lingkup makro yaitu melihat kondisi di negara berkembang yang memiliki keterbatasan atau rendahnya tenaga profesional pegawai negeri sipil yang memahami dan menguasai teknologi informasi. Imbas dari kendala yang muncul berakibat pada terganggunya pelaksanaan implementasi teknologi informasi yang telah menjadi program nasional. Secara mikro keadaan tersebut juga terjadi di Indonesia, di mana perencanaan implementasi e-Govemment oleh pemerintah pusat dijabarkan melalui payung kebijakan e-Govemment. Namun hasil yang tampak belum terlihat secara jelas dan nyata dikegiatan sehari-harinya. Berbagai faktor mempengaruhi hal tersebut, salah satunya yang utama adalah tingkat pemahaman pegawai negeri sipil terhadap e-Government mash ,sangat rendah. Apa yang telah dilakukan pada kurun waktu lama saat lalu tidak diikuti dengan kesiapan sumber daya manusia yang handal dan mengerti akan esensi dari e-Government. Mengingat kebijakan ini berkaitan dengan penerapan teknologi informasi yang sangat cepat perkembangannya maka dituntut pula kesiapan tenaga profesional yang cepat memahami dan mengerti implemetasi dari kebijakan e-Government.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mencoba menganalisis pemahaman dari para pegawai negeri sipil di Sekretariat Negara terutama para pejabatnya terhadap kebijakan e-Government guna peningkatan kinerja instansi dan pencapaian tujuan sebagai pemerintahan yang baik. Deegan pemahaman yang benar maka implementasinya dapat dituangkan dalam suatu rencana stratejik sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan arah yang benar dan tepat. Penelitian pemahaman ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan operational thinking dari salah satu 7 (tujuh) systems thinking yang ada. Sedangkan kriteria yang digunakan yang sesuai dengan pemahaman operational thinking diambil dari pendapat Eko Indrajit lewat paradigma berbasis teknologi informasi. Kriteria yang dimaksud meliputi Orientasi, Proses Organisasi, Prinsip-prinsip Manajemen, Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Internal, Komunikasi Eksternal, Model Jasa Pelayanan, dan Prinsip Jasa Pelayanan. lmplementasi kebijakan e-government yang dituangkan dalam Rencana Stratejik Sekretariat Negara dapat dibandingkan dengan kebijakan e-Govemment Singapura yang telah dahulu dalam penerapannya.
Teori yang mendukung adalah teori kebijakan publik, teori electronic government, toad operational thinking, dan teori implementasi. Untuk mendukung kegiatan penelitian diperlukan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari cara melakukan teknik wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden serta dielngkapi dengan pencarian infonnasi lewat berbagai jurnal dan dokumen. Populasi penelitian adalah para pejabat dan eselon II hingga eselon IV di Sekretariat Negara RI dan metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif kualitatif. Metode sampling yang digunakan adalah nonprobabilily sampling dengan accidental sampling. Responden yang terkumpul sebanyak 27 orang dan perhitungan data yang dipakai adalah skala Likert dengan penentuan skoring.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut menghasilkan, secara individual tingkat pemahaman para pejabat masih rendah/belum paham. Hal tersebut terlihat dari beberapa indikator yang masih dibawah tingkat paham sehingga berakibat kepada kebijakan pimpinan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekretariat Negara 2001-2005 yang menjadikan perencanaan e-Govemment tidak jelas dan tidak terarah.
Untuk menyiasati gap/masalah yang muncul pertu diusahakan peningkatkan pemahaman dan sosialisasi yang benar tentang e-Govemment lewat berbagai usaha pendidikan dan komitmen kuat individu sehingga implementasinya lewat Rencana Stratejik dapat dijabarkan secara benar dan jelas, sehingga tujuan dari pemerintah agar menjadikan pemerintahan yang baik dan akuntabel dapat terwujud."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harumi Sanyoto
"Industri pariwisata dunia telah berkutat dengan dampak yang cukup besar disebabkan oleh pandemi COVID-19, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membangkitkan sektor pariwisata, melihat pariwisata memiliki peran penting dalam pemasukan Indonesia. Berkolaborasi bersama para influencers dari Indonesia yang telah memiliki audiensnya, pemerintah Indonesia memasarkan sektor pariwisata mereka selama wabah COVID-19. Penulis ingin melihat penggunaan influencers oleh pemerintah untuk memasarkan pariwisata, berfokus kepada respon pengguna sosial media dari Indonesia terhadap hal tersebut, yang menunjukan peningkatan dalam konsumsi media sosial selama wabah COVID-19. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat efektivitas dari pemasaran yang menggunakan influencers untuk beberapa destinasi pariwisata dan signifikansinya dalam strategi yang lebih luas dalam merevitalisasi sektor pariwisata miliki Indonesia dengan melihat perspektif audiens pasar terkait tindakan pemerintah Indonesia dalam membangkitkan pariwisata.

The global tourism industry has grappled with the profound impact of the Covid-19 pandemic, including Indonesia. The Indonesian government tried to make a couple of efforts to awaken their tourism sector, since tourism has played a crucial role on Indonesian revenue. Collaborating with influencers from Indonesia that have already built their audience, the Indonesian Government marketed their tourism sector during the COVID-19 outbreak. This study examines the government's use of influencers to promote tourism, focusing on Indonesian social media users and their responses towards it, who showed a trend of more consumption of social media during the COVID-19 outbreak. It aims to evaluate the effectiveness of influencer marketing in promoting some of Indonesian tourism destinations and its significance in the broader strategy of revitalising Indonesia's tourism sector by seeing the market audience's perspectives on the Indonesian government moves correlated to the tourism promotion."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Sri Milawati
"Industri rokok di Indonesia termasuk salah satu industri yang memberikan sumbangan-pajak non migas yang besar kepada pemerintah. Cukai yang diterima pemerintah dalam APBN, meningkat terus dari tahun 1998 dengan realisasi penerimaan 8,6 triliun sampai dengan tahun 2001 sebesar 18,2 triliun dan pada tahun 2002 realisasi penerimaan 23,34 triliun.
Industri rokok saat ini menghadapi masalah yaitu peningkatan penerimaan pajak dengan kenaikan tarif cukai dan HJE. Disini penulis satu masalah yang menarik untuk dipela jari yaitu : apakah kebijakan pemerintah mengenai tarif cukai & HJE yang hampir setiap tahun mengalami perubahan akan berdampak pada produksi rokok dan penerimaan cukai rokok? Bagaimana perbedaan kebijakan pemerintah pada rokok kretek dan rokok putih, dan dampaknya terhadap penerimaan cukai rokok?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap masalah yang dikemukakan diatas adalah melihat hubungan tarif cukai dari HJE dengan produksi, melihat hubungan tarif cukai dan HJE dengan penerimaan cukai, menganalisa peluang usaha bagi perusahaan kecil untuk masuk pasar industri rokok yang bersifat oligopoli dan melihat dampak dari perubahan tarif cukai & HJE terhadap produksi rokok perusahaan dominan, dan pengaruhnya pada penerimaan cukai pemerintah.
Untuk meneliti digunakan metodologi Structure, Conduct, Performance (SCP). Pendekatan SCP digunakan untuk menganalisa hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri rokok dan didukui Ig oleh metode regresi dengan model OLS(Qrdinary Least Squares) sistem time series dan panel data. Untuk melihat hubungan statistik antara variabel-variabel yang telah dijelaskan secara kualitatif pada pendekatan SCP.
Terdapat hubungan antara tarif cukai, produksi dan HJE dengan penerimaan cukainya. Pada panel data probabilita t untuk produksi, tarif cukai dan ME nilainya signifikan secara sendiri-sendiri, sedangkan untuk probabilita F statistik nilainya signifikan secara bersama-sama, untuk jenis SKM dan SKT. Pada time series untuk jenis SKM dan 5PM probabilita t pada produksi nilainya signifikan, tetapi probabilita t untuk tarif cukai pada SKM, SKT dan SPM tidak signifikan, probabilita F statistik nilainya pada SKT, SKM dan SPM signifikan secara bersama-sama.
Berdasarkan penelitian diatas, ditemukan bahwa tarif cukai dan HJE mempengaruhi penerimaan cukai. Perubahan tarif cukai dan HJE juga dapat mempengaruhi perilaku perusahaan rokok dalam penjualannya. Untuk 3 tahun terakhir periode 2000 - 2002, terlihat penurunan total produksi rokok. Bila dikaitkan dengan tujuan utama cukai dalam rokok, kebijakan pemerintah dalam perubahan tarif cukai dan HJE periode tahun 2000 - 2002 yang dalam setahun bisa 2-4 X berubah adalah cukup-efektif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T12057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amanda Putri Wisuda
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan Taman Kota ini disusun oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok dalam bentuk Masterplan pembangunan Taman Kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Teori inti yang digunakan adalah mengenai kebijakan publik dan perencanaan pembangunan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kebijakan perencanaan pembangunan taman kota Depok. Hal tersebut dikarenakan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) belum disahkan, keterbatasan dana, ketidakakuratan data, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan Sumber Daya Manusia.

This study discusses implementation of planning policies in Depok city park. Planning policy has been prepared by Parks and Sanitation Department (DKP) in Depok City Parks as a master plan. The purpose of this study was to determine how the implementation of planning policies in Depok city park. Core theories were use in this policy development planning. The research methode in use is a qualittive data collection with in dept interviews and review of literature. The result showed that there is not the policy planning of city park in Depok city it is because the spatial plan (spatial plan) as not been authorized, limited funds, the inaccuracy data, lack of socialization, and human resource constraints."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliansyah Putra Zulkarnain
"Interaction between the local government and the council serves as one of significant factors that endorse the effectiveness of decentralization pursuant to Law No. 22 of 1999 on Local Government in Indonesia. One of the arenas in which such interaction between the two district organizations takes place is the formulation of policies on Local Budget, as part of their regulatory function.
Such formulation of policies on Local Budget is provided in the Government Regulation No. 105 of 2000 and Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002. These two legal bases reflect the interaction between local government and the council in the formulation of General Course and Policies, Local Budget Strategies-Policies and deliberation of Local Budget Proposal. However, in reality the process is smeared by conflict of interests among the incumbents that disregard local stakeholders' interests. As a consequence, the stipulated Local Budget is considered irrelevant to the needs of the local people and is likely to favor the interests of the incumbents both in the local government and in the council.
A case study approach was employed to examine the above mentioned issues of Depok City. There are a number of reasons to study these issues in Depok City, i.e. (1) it already ratified Local Regulation No. 1 of 2003 on Management and Accountability of Local Finance as a follow-up of the Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002, (2) it has employed Communication Forum for Participative Development Planning as a major element in the formulation of General Course and Policies and (3) it fits the technical aspects of this study. This study focuses on the power and resources dependency approach and the state-centered approach. Based on these two approaches, emphasis is put on the interaction process, types of interaction, and dynamic elements that constitute such interaction.
Based on the results of the study, it may be concluded that, (1) the interaction between the local government and the council is dominated by the local government due to its greater access to power and resources, (2) the imbalanced interaction is resulted from lack of access to resources by the Budget Committee of the council (3) imbalanced interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies-priorities has formed an anticipated reaction type of interaction due to weak position of the council on situational basis, (4) the interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies and priorities tend to be contravening, leading to disassociating process, (5) during the deliberation of Local Budget Proposal, the interaction inclined to a no decision making situation influenced by the interaction between offices/agencies/institutions and the faction-commission to urge the Budget Committee of the council that eliminates the contravening situation, leading to associative interaction and (6) the mayor direct election will strengthen the incumbent in the local government due to increasing political legitimacy of the local government, and on the contrary weakening the position of local legislators or the council in such interaction.
Based on the above conclusion, the following recommendations might be taken into consideration: (1) to build a balanced interaction by improving both individual and institutional capacity of the local legislators or the council, (2) each faction requires its member to understand both the process and material of local budgeting, (3) to build balanced formality and informality by putting forward transparency and improving interaction frequency between the local government and the local legislators or the council on institutional basis, (4) the effort to improve institutional capacity of the council may be achieved by institutionalizing inter-faction interaction and to dissolve internal grouping, (5) institutionalizing the cross-faction lobbying mechanism in the council, regular reporting and joint discussion to moderate sheer interest of political parties and (6) the mayor direct election must be balanced by improving institutional capacity, guidelines for the council for formulating and monitoring the Local Budget and maintaining good interaction with the local government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Dewi Dharmalaksmi Kepakisan
"Penataan kelembagaan dan kewenangan Pemerintah Daerah merupakan dampak administrasi pembaruan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ternyata dampak tersebut rnenimbulkan banyak masalah diantaranya Pusat belum melimpahkan wewenang pengawasan, pembinaan teknis dan perijinan skala propinsi serta koordinasi antara Dinas Kesehatan Propinsi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota lebih sulit. Penelitian ini tentang penataan kembali kelembagaan dan kewenangan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali saat diberlakukannya pembaruan penyelenggaraan otonomi daerah. Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan November 2005 dengan tujuan untuk memperoleh usulan rancangan struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam kebijakan otonomi daerah tahun 2005.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebijakan yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam penataan kelembagaan dan kewenangannya adalah PP No. 84/2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom yang berpedoman pads UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah; Perda Provinsi Bali No. 2/2001 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah; SK Gubernur Bali No. 32/2001 tentang Uraian Tugas Dinas Kesehatan; dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali tahun 1987. Struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang ditata sesuai dengan kebijakan tersebut terdiri atas Kepala Dinas, Wakil Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha dengan empat Subbagiannya dan lima Subdinas yang masing-masing Subdinas memiliki empat Seksi. Perencanaan berdasarkan usulan dari bawah sudah dilaksanakan dalam proses penataan dengan pemikiran bahwa yang lebih mengerti keputusan organisasi adalah Dinas Kesehatan Provinsi Bali sendiri. Kebijakan yang diambil dalam melakukan pengurangan satuan organisasi adalah menggabungkan satuan organisasi yang tugas dan fungsinya mirip atau berdekatan sehingga terdapat penambahan beban kerja dan tumpang tindihnya pelaksanaan tugas dan fungsi dari satuan organisasi tersebut. Masih terdapat perbedaan persepsi dalam menentukan tugas dan fungsi organisasi sebagai perangkat daerah otonom. Keterbatasan pengetahuan dan keputusan yang diambil dalam memberdayakan jabatan fungsional menggambarkan bahwa istilah miskin struktur kaya fungsi belum dijadikan acuan. Pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diprediksi akan mengubah pedoman organisasi perangkat daerah tidak diantisipasi segera dengan melakukan pengkajian pada struktur organisasi dan tata kerjanya.
Dan basil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum matang mempersiapkan kebijakan yang mengatur tentang struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan Provinsi Bali, belum adanya kesamaan persepsi tentang tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Bali serta belum maksimalnya pemberdayaan jabatan fungsional yang dibutuhkan. Rancangan struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang diusulkan berdasarkan arah kebijakan Pemerintah Daerah dan Sistern Kesehatan Daerah Provinsi Bali serta LIU No. 32/2004 hanya bersifat umum saja.

Restructurization is a part of the impact of decentralizing governance. Some of the problem of this impact are the Central does not submit its authority to the District Government and coordination among District Government is more difficult than before. This is a qualitative study on institusional and authority restructurization that has been done by Health Office of Bali Province when reformation of decentralization has been obtained. This study had been done on July until November 2005. This study aims to get complete information of organization structure and job administration design in Health Office of Bali Province in the decentralization era in the year 2005.
The result of this study showed that the regulation which is implemented in Health Office of Bali Province are Government Regulation Number 8412000 and Government Regulation Number 2512000 under The Law Number 22/1999, Bali Provincal Regulation Number 212001, Bali Governor Regulation Number 3212001 and Number 360/1987, and documents from Internal Affairs Department and Human Resources Department. The organization structure of Health Office of Bali Province which was arranged based on that policy are consist of : official head, vice official head, six division that each of division has four section. The bottom-up planning has been done in the process of restructurization, based on the opinion that Health Office of Bali Province is more understand in organization necessity _ The policy that used to reduce the units of division is to unite them which have similar same function and job administration. The impact of this unity will make overload and overlap in job administration. The perception on task and function of organization are different, The terminology of poor structure but rich function is not to be a reference because the knowledge of the family of health function has not been used yet as a reference. It caused by limitation of knowledge and decision making in using functional position . There is no evaluation about structure and its job administration in Health Office of Bali Province to anticipate the Law Number 3212004,
The conclusion of this study showed that Central and district government have an immature planning and organizing in restructurization of structure and job administration, the difference perception in task and function, and using the family of health function is minimal. The proposal of structure and job administration design of Health Office of Bali Province was based on policy direction and health system of Bali Province and also the Law Number 3212004.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T18989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Priyowahono
"Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan daerah perlu direncanakan dan dikendalikan secara matang dan komprehensif sehingga dalam pengelolaannya tidak memberatkan keuangan daerah. Namun yang lebih penting dan mesti dijadikan pegangan adalah harus dihindari jumlah pinjaman di luar kemampuan kapasitas keuangan daerah. Oleh karenanya, Pemerintah perlu mengatur secara hati-hati kebijakan pinjaman daerah agar tidak terjadi distorsi dalam implementasinya serta tidak akan bertentangan dengan spirit otonomi daerah itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah evaluasi terhadap formulasi kebijakan pemerintah, khususnya formulasi DSCR pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, untuk dikaji apakah sebagai instrument kebijakan cukup efektif dalam pengukuran kapasitas fiskal daerah.
Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan mengintegrasikan metode evaluasi, metode studi literatur, dan metode wawancara, dengan model penguraian dalam bentuk analisis deskriptif berdasarkan teori analisis kebijakan mempergunakan model retrospektif (model evaluatif). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi literatur (data skunder) sebagai sumber data utama dan teknik wawancara (data primer) sebagai data pelengkap. Sehubungan obyek penelitian adalah formulasi kebijakan pemerintah, maka locus penelitian diarahkan pada institusi tingkat penyusun kebijakan, yaitu Departemen Keuangan cq. Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Perimbangan Keuangan di Jakarta. Sedang teknik analisis data dilakukan melalui klasifikasi, kompilasi dan komparasi data APBD tahun 2005 dan 2006, kemudian dilakukan kajian berdasarkan analisis kebijakan retrospektif menyangkut : (a) analisa DSCR dengan komponen PAD, DAU, DBH, Belanja Wajib; dan (b) kapasitas fiskal daerah beserta faktor-faktor pendukungnya.
Temuan dalam penelitian ini adalah : (1) adanya ketidaksesuaian (mismacht) komponen pembagi dalam formulasi DSCR serta terlalu kecilnya angka rasio DSCR yang ditetapkan yaitu sebesar > 2,5 menyebabkan kurang efektifnya analisa DSCR dalam pengukuran kapasitas fiskal daerah; dan (2) dilematis permasalahan investasi daerah terkait dengan kebijakan Peningkatan Iklim Investasi dan kebijakan Percepatan Pembangunan Kawasan dan Daerah Tertinggal.
Sehubungan hal tersebut, peneliti menyarankan dalam penetapan pinjaman daerah, disamping menggunakan parameter analisa DSCR, perlu mempertimbangkan manfaat langsung proyek dan dampak sosial kepada masyarakat. Disamping itu, dalam upaya penyempurnaan formulasi DSCR, untuk memperoleh refleksi kapasitas daerah yang lebih realistis, khusus menyangkut komponen DAU selain dikurangi biaya wajib (belanja pegawai dan belanja legislatif) juga perlu diperhitungkan dengan belanja rutin (belanja barang, pemeliharaan serta belanja operasional pemerintahan umum lainnya) yang sifatnya termasuk dalam belanja mengikat (committed expenditure). Hal ini mempertimbangkan realita porsi terbesar dana DAU (hampir 70 persen) dialokasikan untuk belanja pegawai/rutin operasional, sehingga sisanya sebesar 30 persen merupakan dana bebas yang dapat dipergunakan untuk pembayaran pinjaman. Diharapkan dengan format baru tersebut hasil perhitungan DSCR akan menjadi lebih akurat dan obyektif. Sedangkan penetapan ambang minimum sebesar 2,5 dipandang cukup moderat sebagai batas ukuran untuk sekaligus mengakomodir dua kepentingan, yaitu : kesempatan yang adil bagi daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah, dan mengamankan prudent borrowing policy yang telah digariskan pemerintah.

Local borrowing as alternative for local financing must be planned and controlled thoughtfully and comprehensively in order for its management not putting any burden on local finance. Yet more importantly and the thing to be held on is the avoidance on the amount of borrowing beyond the ability of the local finance capacity. For that reason, the government must regulate carefully policies on local borrowing so there wouldn’t be any distortion in its implementations as well as not contrary to the spirit of the local autonomy itself. The aim of this research is evaluation on government policy formulation, especially DSCR formulation in Government Regulation Number 54 Year 2005 concerning Local Borrowing, in order to be analyzed whether as policy instrument it is effective enough in measuring local fiscal capacity.
The research design is qualitative kind which its integrated evaluation method, literature study method, and interview method, with explanation model using descriptive analysis based on policy analysis theory using retrospective model (evaluative model). Data collecting technique is performed by literature book study technique (secondary data) as the primary data source and interview technique (primary data) as supplementary data source. Since the research object is government policy formulation, therefore the research locus is directed toward policy making institution level that is Ministry of Finance in this case Directorate General of Trasury and Directorate General of Finance Balance in Jakarta. The data analysis technique is performed through classification, compilation, and comparison on local budget data in 2005 and 2006, afterward analysis is performed based on retrospective policy analysis related to : (a) DSCR analysis with the components of PAD, DAU, DBH, Obligatory Expenditures; and (b) local fiskal capacity along with its supplementary factors.
The findings of this research are : (1) the existence of mismatch on the dividing component in DSCR formulation as well as the too small figure of DSCR ratio determined that is > 2,5 resulting in lack of effectiveness on DSCR analysis in measuring local fiskal capacity; and (2) dilemmatic local investment problems related to the policy of Investment Climate Improvement and policy of Acceleration on Left Behind Region and Local Development.
Related to the above thing, the researcher suggest that in determining local borrowing, besides using DSCR analysis parameter, it is also necessary to consider the immediate benefits of the project and its social effects on community. Besides that, in the efforts to perfect DSCR formulation, to obtain more realistic local capacity reflection, especially related to DAU component other than reducing obligatory costs (employee expenditures and legislative expenditures), it is also necessary to calculate the routine expenditures (expenditures on goods, maintenance, and other general government operational expenditures) with its characteristic included in committed expenditures. These by considering the reality that the largest portion of DAU funds (almost 70 percent) is allocated for employee expenditure/operational routines, therefore the remaining of 30 percent is free funds that can be used for borrowing payment. It is expected that with that new format the calculation results of DSCR will be more accurate and objective. As for the determination of minimum threshold of 2,5 it is considered moderate enough as measuring limit in order simultaneously accommodate two interests those are : fair opportunities for local areas with low fiscal capacities, and securing prudent borrowing policy already determined by the government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>