Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83210 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The condition of ecosystem mangrove of tambak wedi has poluted. Molluscs as one of bioindicator of polution. Observation on molluscs on Tmbak Wedi mangrove ecosystem, Madura Strait was conducted on June 2005...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Utami Parta Santi
"Research of freshwater Mollusca in Wonogiri was conducted in November 2010 in six rivers which estuary in Gajah Mungkur Dam. The Mollusca specimens was collected from Keduang river, Tirtomoyo river, Temon river, Solo Hulu river, Ngunggahan river and Wuryantoro river. A kuadrat transect method was used from area which have 1 kilometer in distance from estuary. The kuadrat transect was systematically located every 1 kilometer in 3 sampling sites. The specimens categorized in 13 spesies and there are one spesies have dominated in each river. The distribution of Mollusca in Solo Hulu and Ngunggahan river were random, whereas in Keduang, Tirtomoyo, Temon and Wuryantoro river were clumped. Mollusca commonly found in river which have mud substrate. The highest diversity index found in Ngunggahan river and the lowest was found in Wuryantoro river."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fir Abdurrahman
"Amphidromus, a genus of arboreal pulmonate land snails belong to the family Camaenidae, is found in Indonesia. The total species of Amphidromus in Indonesia are almost half of the total number of species in the world. Most of these species were described before 1900. The collections of Amphidromus at the Museum Zoologicum Bogoriense, were collected after 1900.
Shell of subgenus Amphidromus rather stout, either dextral or sinistral, usually solid, and with periodical colour-stripes or varix, and shell of subgenus Syndromus always sinistral, usually thin, never marked with varix, the varietals callus usually thin and transparent.
The aim of the study is to know the diversity and distribution of Amphidromus in Indonesia based on the specimen of Museum Zoologicum Bogoriense, and also to study the difference of morphometric and genitals between subgenus Amphidromus and Syndromus. This study was carried out in the period of May - October 1996 at the Laboratory of Malacology, Museum Zoologicum Bogoriense, Bogor.
Each species was measured and described the shell measurement, shell colour, locality and the date of specimen collection. Morphometric data consist of high, diameter, and high of aperture of adult shells. Cluster analysis of morphometric data is primarily dissimilarity index Bray - Curtis's method. The difference of penial complex of genitals is counted based upon the length of epiphalic flagellum and length of epiphallus.
The result of this study showed that the Museum Zoologicum Bogoriense has 67,57 % (25 species) of total species from Indonesian Amphidromus. One of those species has never been collected, Amphidromus (Syndromus) annae, which might be endemic species located in Selayar island. The specimen from Mount Buntung, East Kalimantan, will be described as a new species in separate publication.
The new record for their distribution of Amphidromus javanicus was recognized from Jambi, A. sumatranus from Siberut island, and A. contrarius from Alor island. The subgenus Syndromus in Indonesia is distributed in Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, NTB, NTT, Timor island, Wetar island, Roma island, and Tanimbar islands. While subgenus Amphidromus dispersed in Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, and Bali. Based on the data collections, Amphidromus palaceus was found through out the years.
The epiphallic flagellum of subgenus Amphidromus, is longer than epiphallus, while subgenus Syndromus, is shorter. Cluster analysis showed that only 92 % of subgenus Amphidromus and Syndromus has morphometric differences."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"Penelitian mengkaji aspek subsistensi manusia yaitu dalam pemanfaatan sumber daya fauna dalam hal ini dari jenis moluska sebagai bahan makanan dan peralatan. Pemanfaatan fauna sebagai salah satu alternatif makanan manusia pada masa lalu tercermin dan banyaknya temuan arkeologis di situs arkeologi dan temuan lukisan gua yang menggambarkan jenis-jenis fauna dan aktivitas perburuan. Melimpahnya deposit sisa fauna, selain dapat menjelaskan pola makan manusia melalui sisa makanan, juga dapat memberikan keterangan tentang kondisi lingkungan, kebiasaan (habit), atau kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia masa lalu, Selain sebagai bahan makanan, temuan sisa fauna sering ditemukan dalam bentuk perkakas atau peralatan. Sisa fauna yang ditemukan dalam suatu penelitian arkeologi dapat dikelompokan menjadi ; fauna-fauna kecil (micro fauna), seperti burung, ikan, serangga, tikus, ikan dan moluska ; dan fauna-fauna besar (macro fauna), seperti sapi, gajah, bison. Sisa fauna kecil (micro fauna) yang dominan yaitu moluska yang ditemukan dalam bentuk cangkangnya baik utuh maupun pecahan (fragmen). Melimpahnya deposit temuan sisa-sisa cangkang moluska di satu situs dapat menggambarkan strategi perolehan pangan yang tidak terbatas hanya pada hewan besar, hat tersebut terlihat dari sebaran temuan sisa-sisa cangkang moluska di situs Song Terus yang merupakan situs yang memiliki sejarah hunian yang panjang. Usaha untuk menginterpretasi adanya pemanfaatan moluska oleh penghuni Song Terus pada masa lalu dilakukan dengan beberapa tahap analisis. Tahapan analisis tersebut terdiri dari analisis faunal yang mengamati aspek fisik dari cangkang moluska yang ditemukan. Gambaran yang diperoleh dari analisis faunal yaitu tingkatan taksonomi dari cangkang-cangkang yang ditemukan, jumlah minimal individu dan jejak-jejak kerusakan kultural (wilayah pukul, jejak pemukulan, jejak pemotongan dan jejak hangus terbakar) melalui pengamatan fisik permukaan cangkang. Analisis artefaktual dilakukan melalui pengamatan morfologi cangkang yang mengamati jejak-jejak pembuatan dan pemakaian cangkang berdasarkan aspek bahan, bentuk, ukuran, jejak buat dan jejak pakai. Jejak yang diamati yaitu adanya kemunculan perimping, penghalusan, goresan, tajaman, dan kerusakan pada tajaman cangkang. Dari analisis ini dihasilkan tipe-tipe artefak dan perkiraan fungsi dari masing-masing tipe artefak. Analisis kontekstual dilakukan dengan mengamati keberadaan cangkang dalam lapisan tanah. Temuan cangkang moluska di Song Terus terdiri dari moluska dari tiga kelas, yaitu ; kelas gastropoda, pelecypoda dan cephalopoda, dan dari tiga habitat yang berbeda, yaitu ; darat, air tawar dan laut. Pemanfaatan moluska di Song Terus terdiri dari pemanfaatan sebagai makanan dan sebagai peralatan. Pemanfaatan sebagai makanan ditunjukan oleh temuan moluska dari kelas gastropoda, terutama dari habitat air tawar yang menunjukan adanya kerusakan pada bagian puncak (apex) cangkang dan bibir (lips) cangkang. Pemanfaatan sebagai peralatan dapat diamati dari temuan fragmen cangkang pelecypoda (habitat laut) yang menunjukan adanya modifikasi untuk tujuan tertentu. Jejak-jejak yang dapat diamati berupa perimping dan permukaan yang halus pada bagian margin, ujung yang runcing pada salah satu sisi cangkang (posterior dan atau anterior margin) dan kerusakan pada runcingan tersebut. Temuan moluska dari Song Terus menunjukkan adanya lima tipe artefak yang kemungkinan dapat diidentitikasi sebagai : 1) penyerut, 2) penyerut dan penusuk, 3) penggosok, 4) penggosok dan penusuk dan 5) mata panah. Kehadiran sisa-sisa cangkang moluska menandakan adanya keragaman pola makan dan penggunaan peralatan oleh manusia Song Terus. Hal ini dapat diasumsikan kerena temuan moluska yang dihasilkan dari ekskavasi tersebar di seluruh kotak gali dan berasosiasi dengan temuan lain. Temuan tersebut diantaranya sisa fauna vertebrata dari jenis ikan (Pisces), unggas (Gallus sp.), War (Boaidae), biawak (Varanidae), kura-kura (Testudinidae), tikus pohon (Soricidae), kelelawar (Chiropteridae), landak (Hyastricidae), tupai (Sciuridae), tikus (Muridae), anjing liar (Canidae), kucing (lelidae), musang (Viverridae), kerbau (Bovidae), rusa (Cervidae), babi (Suidae), badak (Rhinoceritidae), dan gajah (Elephantidae). Temuan lain yaitu artefak dari tulang, artefak litik, material litik, fragrnen tembikar, sisa flora, lapisan tanah dan rangka manusia. Interpretasi terhadap keadaan lingkungan purba di sekitar wilayah gua dapat diamati dari sebaran moluska darat, selain jenis hewan lain. Kehadiran moluska darat pada satu daerah menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Keragaman jenis fauna dan sumber daya alam lain inilah yang menjadi salah satu faktor keidealan hunian, sehingga manusia memiliki banyak alternatif bahan makanan dan peralatan, selain sumber lain seperti air dan morfologi tempat hunian tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian komunitas moluska di rataan terumbu (reef flat) Kepulauan Natuna Besar, Kabupaten natuna dilakukan selama 10 hari, yaitu 26 Juli - 4 Agustus 2001. Pengamatan dipusatkan di Pulau Bunguran yang meliputi 4 lokasi menurut arah mata angin, yaitu Pulau Bunguran Utara (Teluk Buton), Pulau Bunguran Timur (PUlau Sinumbing dan Pulau Sinua), Pulau Bunguran Selatan (PUlau Kumbik dan Pulau Sebangmawang) dan Pulau Bunguran Barat (Pulau Batubilis). tujuan penelitian ini untuk mengetahui keberadaan fauna moluska yang meliputi sebaran dan keragamannya. Contoh moluska diperoleh dengan metode transek kuadrat dan data dianalisis menggunakan program COMM. Selama penelitian telah dikumpulkan sekitar 83 jenis (species) dari 31 suku (family) hewan moluska yang meliputi 56 jenis keong (70,58%) dan 27 jenis kerang (29,42%). Karaketeristik dasar/substrat rataan terumbu umumnya didominasi oleh pasir dan karang mati dan pada bagian tubir merupakan pertumbuhan karang bercabang, Acropora spp. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunitas moluska di rataan terumbu Pulau Bunguran, Kepulauan natuna Besar relatif dalam kategori rendah sampai sedang."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yasman
"Penelitian mengenai Nudibranchia di terumbu karang Pulau Pramuka dan Karang Lebar, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah dilakukan pada bulan November dan Desember 2000 serta bulan Januari 2001. Sebanyak 18 jenis Nudibranchia (4 Suku) ditemukan tersebar pada kedalaman 20-80 kaki (6-25 meter). Jenis-jenis dari suku Phyllidiidae (13 jenis) merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan paling banyak jumlah individunya serta tersebar di berbagai kedalaman. Secara umum, jenis jenis Nudibranchia paling banyak dijumpai di kedalaman 50-60 kaki. Jumlah jenis Nudibranchia yang ditemukan akan menurun pada kedalaman yang kurang (20-40 kaki) dan lebih (70-80 kaki) dari 50-60 kaki. Pengamatan pemangsaan salah satu jenis Nudibranchia memberikan hasil catatan pertama (first record) pemangsaan Phyllidia varicosa terhadap sponge Axinyssa cf. aculeata. Teramatinya bekas pemangsaan pada sponge juga merupakan catatan pertama (first record)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurfuadi
"Pada masa berburu tingkat lanjut, manusia prasejarah telah mengenal gua-gua sebagai tempat tinggal, mereka memilih gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau dekat sebuah sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan dan moluska (Soejono, 1993: 155-156). Sisa moluska banyak ditemukan di situs-situs arkeologi, baik berupa temuan individual, maupun temuan bukit kerang (Kjokkenmoddinger). seperti ditemukan di Denmark (Meehan, 1982: 4), Di Indonesia juga banyak terdapat situs-situs yang memiliki temuan sisa moluska, terutama situs human seperti di gua-gua. Situs-situs dengan temuan cangkang moluska tersebut diantaranya situs Ulu Leang (Clason, 1976: 61; Glover, 1976:138) dan Gilimanuk di Bali (Soejono, 1977). Kajian ini membahas salah satu situs yang memiliki temuan cangkang moluska cukup banyak, yaitu situs Gua Pondok Selabe 1, Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Baturaja, Sumatera Selatan. Melalui identifikasi taksonomi yang telah dilakukan, temuan sisa cangkang moluska tersebut berasal dari 2 kelas, yaitu kelas Gastropoda dan Pelecypoda dan berasal dari habitat yang berbeda yaitu air lawar, darat dan taut. MoIuska kelas Gastropoda terdiri dad 6 famili yaitu: 7'h/at/doe, Achatinidae, Cyclophoridae, Lymnaeidae, Cypraeidae, Planorbiidae dan Elobrdae. Pada kelas Pelecypoda hanya sate famili yaitu Unionidae. Identifikasi pemanfaatan moluska dilakukan melalui pengamatan permukaan bagian luar dan dalam cangkang, serta pada permukaan pecahan. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati jejak jejak perusakan kultural. Perusakan ini ditandai dengan adanya jejak pemangkasan, jejak pencungkiian dan jejak hangus terbakar. Pada Gastropoda jejak pemanfaatan moluska oleh manusia dapat dilihat dari oliva yaitu lubang yang dibuat dengan pemangkasan apex (Awe, 1983 : 36 - 37). Pada moluska kelas Pelecypoda, Daerah pecahan terdapat pada bagian central cangkang, sedangkan pemanfaatan moluska sebagai artefak dapat ditandai dengan adanya bidang lengkung dan perimping (Soejono, 1984: 149). Banyaknya sisa cangkang moluska yang ditemukan di situs Gua Pondok Selabe 1 dan ditunjang dengan adanya bukti-bukti pemecahan cangkang dalam usaha pengambilan dagingnya, menunjukkan bahwa moluska merupakan salah satu sumber daya pangan yang cukup panting bagi manusia penghuni Gua Pondok Selabe 1 waktu itu, disamping mengkonsumsi hewan buruan lain dan tumbuh-tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sely Rosalinda
"Dalam menghadapi tantangan alam, manusia purba memiliki kemampuan terbatas berusaha untuk mencari sumber makanan demi kelangsungan hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan budaya yang merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungannya, terutama dalam bentuk teknologi sesuai dengan kemampuan daya cipta mereka yang dapat dikatakan merupakan manifestasi usaha manusia purba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal pangan dan pembuatan alat-alat. Sahan yang dipergunakan sebagai artefak diambil dari alam, seperti tulang, batu, dan juga kulit moluska. Temuan artefak moluska dalam suatu situs dianggap penting 'selain dimanfaatkan sebagai sumber daya pangan juga menunjukkan bahwa kelas-kelas tertentu bangsa moluska dapat menjadi suatu indikasi perubahan iklim atau musim. Spesies tertentu moluska juga berguna untuk menentukan umur kuarter deposit dimana spesies tersebut berasal. Selain itu, jenis moluska membantu menentukan dan habitat mama saja moluska tersebut diperoleh. Penemuan moluska, baik sebagai artefak maupun ekofak tersebar meliputi kawasan pulau Jawa (gua-gua di Jawa Timur dan sekitarnya) serta wilayah Indonesia bagian Timur_ Salah satu dari situs pedalaman (situs gua) di Nusa Tenggara, khususnya Nusa Tenggara Timur adalah situs Gua Oelnaik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis moluska apa saja yang ada dan frekuensinya dan macam-macam pemanfaatannya dengan melihat ciri-ciri khusus dari setiap kelompok moluska tersebut. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data dengan mengadakan inventarisasi data basil ekskavasi tim Pusat Arkeologi di Gua Oelnaik tahun 1981, pengumpulan data kepustakaan: mengenai keadaan iingkungan termasuk sumberdaya; mengenai penelitian-penelitian mengenai moluska, di situs Gua Oelnaik pada khususnya. Selanjutnya melakukan klsifikasi/pengelompokan dengan pemilahan taksonomi, lalu dianalisis dan dibantu dengan data etnografi untuk melihat secara langsung perilaku manusia masa lalu dalam pemanfaatan moluska dan kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Dan 2.258 temuan moluska, 41% Gastropoda-dan 59% Pelecypoda. Tiga puluh dua persen dalam keadaan utuh, 67% berupa fragmen, dan 1% berupa fosil. Seberapa jenis dimanfaatkan sebagai pangan, yaitu, dari Kelas Gastropoda; Turbinidae, Neritidae, Turritellidae, Cerithiidae, Thiaridae, Olividae, Volutidae, Conidae, Lymnaeidae, Helicidae; dan dari Kelas Pelecypoda: Arcidae, Pectinidae, Veneridae. Ciri_ciri pemanfaatannya antara lain pecah atau berlubang pada bagian badan bahu (pada Gastropoda) dan pecah atau rusak di sisi kanan atau kiri margin (pada Pelecypoda). t Janis lainnya digunakan sebagai alat, antara lain berupa serut, gurdi dan lancipan dari cangkang Veneridae, pemberat/bandul jala dari cangkang Arcidae. dengan jejak bekas pakai, antara lain berupa lubang pada bagian umbel (pada Pelecypoda) dan bagian apex (pada Gastropoda) yang umumnya tampak aus di sekeliling lubang.1 Selain itu, ada juga yang dimanfaatkan sebagai manik-manik berasal dari keluarga Olividae, Cerithiidae, Conidae, dan Arcidae. Umumnya cangkang yang dimanfaatkan ' sebagai perhiasan menggunakan moluska yang sudah terkena perforasi (lubang) akibat predator tetapi pinggir lubangnya mengalami pengikisan halus."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vaught, Kay Cunningham
Melbourne: American Malacologists, 1989
594 VAU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>