Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Darliana
"ABSTRAK
Pasien yang menjalani prosedur invasif coronary angiography umumnya akan mengalami stres baik secara psikologis (kecemasan) maupun secara fisiologis berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya tekanan darah dan frekuensi nadi akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien, tekanan darah dan frekuensi nadi pasien yang menjalani prosedur coronary angiography.
Design penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest with control group. Penelitian ini dilakukan dengan random sampling, 60 orang sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi. Pengumpulan data kecemasan menggunakan kuesioner sedangkan (Mean Arterial Pressure) MAP dan frekuensi nadi menggunakan sphygmomanometer dan external cardiac monitor.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pengalaman menjalani coronary angiography sebelumnya terhadap kecemasan pasien. Tidak ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap frekuensi nadi pasien dan tidak juga ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) pasien. Ada hubungan stres (state anxiety) terhadap MAP dan ada hubungan stres (state anxiety) terhadap frekuensi nadi. Ada pengaruh jenis prosedur yang dilakukan dengan kecemasan pasien. Ada pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien secara signifikan, namun tidak ada pengaruh terapi musik terhadap MAP dan frekuensi nadi pasien yang menjalani coronary angiography. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan di pelayanan kesehatan.

ABSTRACT
Patients having invasive coronary angiography are commonly having psychological stress (state anxiety) and physiological stress (elevated blood pressure and heart rate). These are highly dangerous because elevated blood pressure and heart rate will increase oxygent demand and heart work, thus will increase heart complication. This research was aim to examine effects of music theraphy on patient state anxiety, blood pressure and heart rate of patient having coronary angiography procedure.
Research design was quasi experimental using non equivalent pretest-postest with control group. 60 patients were selected by random sampling, devided into two groups, 30 patients for control group and intervention group respectively. State anxiety data were collected using questioner, Mean Arterial Pressure (MAP) and heart rate were measure by sphygmomanometre and external cardiac monitor.
This result revealed that there was a relationship between procedur and patient state anxiety. There were a relationship between state anxiety and MAP and heart rate. There was a significant effect of music theraphy on patient state anxiety but there was no effect of music theraphy on MAP and heart rate. It is conclude that music theraphy can be used to reduce patient psychological stress (state anxiety) in having invasive coronary angiography procedure. It is recommended to employ music theraphy in health care facilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ariyanto
"Angka kematian mendadak semakin meningkat setiap tahunnya. Kebanyakan diperkirakan akibat serangan jantung atau penyakit jantung koroner. Frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional merupakan prediktor risiko kematian akibat gangguan jantung. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional pada pasien dengan penyakit jantung koroner.
Metode Penelitian ini adalah deskriptif dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap 100 pasien penyakit jantung koroner yang menjalani pemeriksaan treadmill.Frekuensi nadi pemulihan diukur pada menit pertama setelah selesai pemeriksaan lalu dilakukan analisis kategori kapasitas fungsional.
Hasil penelitian dari 53 laki-laki dan 47 perempuan yang mengikuti penelitian dengan rentang usia 40-78 tahun, hanya 31% yang mengalami gangguan frekuensi nadi pemulihan dan 44% yang mengalami gangguan kapasitas fungsional. Penelitian ini merekomendasikan pengkajian frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional perlu dilakukan sebagai dasar dalam memberikan edukasi.

Sudden death rate is increasing every year. Most expected cause is heart attack or coronary artery disease. Heart rate recovery and functional capacity as predictor of risk of death from cardiac event. The study was conducted to reveal the heart rate recovery and functional capacity in patients with coronary artery disease.
The method of study is descriptive, it was done by monitoring 100 coronary artery disease patients who underwent treadmill test. Heart rate recovery measured in the first minute after the treadmill test is completed and then the analysis of functional capacity categories was done.
The results of 53 men and 47 women who followed the study with age range 40-78 years, only 31% of patients were susceptible to abnormal heart rate recovery and 44% of patients were impaired functional capacity. The study recommend that ssessment of heart rate recovery and functional capacity needs to be done as a basis for providing education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Muthmainah Suhendar
"Perawat ICU khusus cardiothoraxic rentan mengalami stres kerja. Kondisi kritis pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular memicu terjadinya stres kerja di ruangan ICU PJT RSCM. Penelitian ini dilakukan menggunakan teknik total sampling dengan desain deskriptif sederhana. Hasil penelitian diperoleh gambaran 60.7% perawat mengalami stres kerja ringan dan 39.3% mengalami stres kerja sedang. Faktor instrinsik pekerjaan berupa beban kerja yang dipersepsikan berat merupakan faktor penyebab terjadinya stres kerja yang dominan. Sehingga diperlukan adanya penilaian kembali beban kerja secara lebih objektif sesuai dengan kompetensi perawat ICU khusus cardiothoraxic.

Cardiothoraxic critical care nurses are susceptible to occupational distress. Critical patient with cardiovascular disorders in ICU PJT RSCM can create occupational disstress to their nurse. This study used simple descriptive design with total sampling as their sampling method. The result was described 60.7% nurses had mild occupational distress and 39.3% had moderate occupational distress with the instrinsic job stress factor's as a dominan factor's. So with that result needed workload reappraisal more objectively according to the cardiothoraxic critical care nurses competences."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43774
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Isnanta
"ABSTRAK
Latar belakang: Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan kematian mendadak. SKA kebanyakan terjadi pada usia di atas 45 tahun, Namun beberapa tahun terakhir ini angka kejadian infark miokard usia muda meningkat.
Tujuan: Mengetahui perbedaan karakteristik angiografi koroner pada pasien SKA usia ≤45 tahun dengan pasien SKA usia > 45 tahun.
Metode: Beratnya stenosis pembuluh darah diukur dengan Vessel Score (jumlah pembuluh darah koroner yang sakit dengan stenosis ≥ 70%) dan Stenosis Score.
Hasil: Diteliti sebanyak 322 pasien SKA yang telah menjalani angiografi koroner di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai Januari 2008 sampai Desember 2012. Pasien dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok satu adalah pasien usia ≤45 tahun dan kelompok kedua pasien usia>45 tahun. Ditemukan 322 pasien SKA (72 kasus ≤45 tahun dan 250 kasus >45tahun). Distribusi jumlah pembuluh darah yang sakit (vessel score) 1 VD (single vessel diseases) terbanyak pada usia ≤ 45 tahun (43.1 % vs 26.0 % ), sedangkan 3 VD (triple vessel diseases) terbanyak pada usia > 45 tahun (31.6 % vs 18,1 %). Hasil skor stenosis menunjukkan lebih rendah pada usia ≤ 45 tahun dibandingkan usia  45 tahun (median skor stenosis 4 vs 8) dengan perbedaan yang bermakna (p<0,001). Pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis yang terbanyak adalah Left Anterior Descending baik kelompok usia ≤ 45 tahun dan usia  45 tahun (65.3% and 74.0%). Pembuluh darah Left Circumflex dan Right Coronary Artery lebih sedikit pada usia ≤ 45 tahun dan bermakna secara statistik (26,4% dan 31,9% vs 46,4% dan 57,2%, p=0,002 dan 0,001).
Simpulan: Jumlah pembuluh darah koroner yang sakit (vessel score) dan skor stenosis lebih kecil pada usia ≤ 45 tahun dibanding usia > 45 tahun

ABSTRACT
Background: Acute Coronary Syndrome (ACS) is the manifestation of coronary heart disease which can cause sudden death. ACS mostly occurs at the age > 45 years, but recently the incidence of myocardial infarction increases in yong ages.
Objective: To determine compared between coronary angiography of acute coronary syndrome patients age ≤ 45 years with acute coronary syndrome patients age > 45 years.
Methods: The severety of coronary stenosis was determined by Vessel score and Coronary score. Significant vessel score was defined as stenosis of angiography of more or equal to 70% lumen stenosis by eyeball examination
Results :A total of 322 ACS patients who undergone coronary angiography in ICCU Cipto Mangunkusumo from January 2008 to December 2012. Patients were divided into two groups. One patient group is less or equal to the age of 45 years (72 cases) and the second group of patients over the age of 45 years (250 cases).
Distribution of number of blood vessels disease 1 VD (single vessel diseases) highest in the age group ≤ 45 years (43.1 % vs 26.0 % ), while 3 VD (triple vessel diseases) highest in the age group > 45 years (31.6 % vs 18,1 %). stenosis score was lower at age ≤ 45 years to compare age > 45 years (median stenosis score 4 vs 8) with statistical significant difference (p < 0.001 ). The Left Anterior Descending Artery significant lesion was found high at the both age groups (65.3% and 74.0%). But the significant stenosis lesion was less found in Left Circumflex and Right Coronary Artery at the age ≤ 45 years (26,4% and 31,9% vs 46,4% and 57,2%, p=0,002 and 0,001).
Conclusion :The number of coronary arteries diseases (Vessel score) and Stenosis score is lower at the age ≤ 45 years compared to patients age > 45 years."
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny S. Hermawati
"Perencanaan merupakan elemen awal dan penting dalam sirkulasi manajemen, mengingat perencanaan merupakan persyaratan penting bagi keberhasilan program organisasi. Proses perencanan sekaligus berfungsi sebagai kontrol pelaksanaan program pengembangan. Salah satu perencanaan yang sangat krusial bagi rumah sakit adalah perencanaan dalam manajemen logistik khususnya perencanaan alat kesehatan atau alat kedokteran, terutama bisnis jantung yang memerlukan investasi sangat mahal. Proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (PJT-RSCM) dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kemandirian PJT khususnya dan RSCM umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di PJT - RSCM, dalam rangka mendapatkan informasi yang berguna bagi pengembangan program PJT. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan untuk menganalisa kecukupan tenaga, pengalaman serta kompetensi SDM yang terlibat proses perencanaan, dana, data, dokumen, kebijakan, proses dan output perencanaan.
Hasil utama dari penelitian ini, adalah perencanaan pengadaan alat PJT telah berjalan namun bagian perencanaan sebagai sub system perlu dikembangkan adanya kekurangan dari kecukupan dan kompetensi SDM bagian perencanaan perlu diingatkan, sedangkan ketersediaan dana perlu dipikirkan secara komprehensif bagi korporat guna menunjang keselarasan pengembangan PJT antara perencanaan dan realisiasi sesuai kebutuhan organisasi. Prosedur yang panjang dan berbelit - belit dalam persiapan perencanaan ditingkat korporat pentingj untuk diperbaiki, agar unit kerja yang mempunyai prioritas perencanaan dapat merealisasikan sesuai target. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk mengembangkan suatu model sistem perencanaan pengadaan alat di PJT sesuai dengan pendekatan sistem yang baik dan sesuai standart.

Planning is an initial and important element in management circulation, considering the planning is the main prerequisite for the success of organizational programs. Planning process simultaneously serves as a development program implementation control. One of a very crucial planning for hospital is planning in logistics management particularly health equipment or medical equipment planning, particularly cardiac business requiring very costly investment. Planning process of health equipment procurement at Pelayanan Jantung Terpadu Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (PJT - RSCM) conducted with purpose to improve PJT's efficiency and independence in particular and RSCM in general.
This study is aimed at evaluating planning process of health equipment procurement at PJT-RSCM, in order to obtain information beneficial for the development of PJT programs. This study is a case study conducted at Human Resources oracompetence assigned in planning process, finance, data, document, politics, process and output.
Main result of this study is that the planning of equipment procurement at PJT has been running property but planning part as a subsystem needed to be futher developed, there was a lack from adequancy and human resource competence part needed to be improved. while the fund availability needed to be considered comprehensively for corporate in order to support the hannonization of PTJ development between the planning and realization in accordance with the organization need. Long and complicated procedure in planning preparation at corporate level was important to be improved in order that the working unit having planning priority may be realized according to target. Based on this study it is suggested Lo develop a model of equipment procurement planning system at PJT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20941
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul
"Kecemasan pada pasien yang menjalani kateterisasi jantung dapat mengakibatkan proses kateterisasi jantung terganggu, meningkatkan risiko penyakit dan serangan jantung berulang, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi guided imagery dan abdominal breathing terhadap respon psikofisiologis kecemasan. Penelitian ini menggunakan desain randomisasi controlled trial. Sampel penelitian berjumlah 78 orang pasien CAD yang menjalani kateterisasi jantung elektif.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan signifikan respon psikofisiologis kecemasan setelah pemberian kombinasi guided imagery dan abdominal breathing (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah kombinasi guided imagery dan abdominal breathing menurunkan respon psikofisiologis kecemasan. Rekomendasi untuk manajemen rumah sakit agar menggunakan kombinasi guided imagery dan abdominal breathing sebagai standar operasional prosedur ruangan kateterisasi jantung.

Anxiety in patients undergoing cardiac catheterization can lead to impair cardiac catheterization process, increase the risk of recurrent disease and heart attacks, as well as increase morbidity and mortality. This study aimed to determine the effect of a combination of guided imagery and abdominal breathing on psychophysiological response anxiety. This study used a randomized controlled trial design. These samples included 78 patients with CAD who underwent elective cardiac catheterization.
The results showed that a significant decrease in anxiety psychophysiological response after the administration combination of guided imagery and abdominal breathing (p <0.05). The conclusion of the study is a combination of guided imagery and abdominal breathing reduce anxiety psychophysiological responses. A recommendation is directed foward the hospital management to use a combination of guided imagery and abdominal breathing can be used as a standard operating procedure cardiac catheterization room.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuikita Wachid
"Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien anak. Nyeri menjadi salah satu manifestasi klinis yang sering ditimbulkan akibat insisi pembedahan. Masalah keperawatan nyeri akut pada umumnya terjadi pada anak pasca operasi laparatomi. Nyeri yang dirasakan bervariasi antara sedang hingga ke berat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir nyeri yang dirasakan adalah dengan melakukan manajemen nyeri non farmakologis distraksi. Pemberian intervensi manajemen non farmakologis distraksi berupa terapi musik audiovisual dapat menurunkan nyeri.
Hasil intervensi yang diberikan pada pasien kelolaan utama pasca operasi laparatomi dengan nyeri akut mampu menurunkan nyeri anak dari VAS 5/10 menjadi VAS 3/10. Pemberian terapi non farmakologis perlu diikuti dengan terapi farmakologis untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan. Penggunaan terapi non farmakologis distraksi terapi musik audiovisual disarankan untuk mengurangi nyeri pada anak pasca operasi laparatomi.

Laparatomy is a surgical procedure that is often performed on pediatric patients. Often pain becomes one of the clinical manifestations caused by a surgical incision. Nursing problems in acute pain generally occur in children post laparotomy. Pain that is felt varies between moderate to severe. One way that can be done to minimize the pain is to do non-pharmacological pain management. Non-pharmacological distraction management intervention by giving audiovisual music therapy can reduce the pain in pediatric patients.
The results of the intervention that has been given to patient after laparatomy surgery were resulted in acute pain decreased from VAS 5/10 to VAS 3/10. Non-harmacological therapy needs to be given together with pharmacological therapy to improve the effectiveness of the interventions. The use of non-pharmacological distraction therapy in audiovisual music is recommended to reduce pain in children after laparotomy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Rahmawati
"ABSTRACT
Rehabilitasi jantung merupakan salah satu intervensi utama dari berbagai intervensi yang direkomendasikan untuk pasien setelah sindrom koroner akut, namun partisipasi rehabilitasi jantung pada pasien sindrom koroner akut masih rendah. Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran hambatan partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien sindrom koroner akut di rawat jalan. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 88 pasien dengan sindrom koroner akut yang tidak berpartisipasi dalam rehabilitasi jantung, ditentukan berdasarkan metoda non probability sampling secara consecutive sampling. Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner karakteristik demografi, cardiac rehabilitation barrier scale CRBS. Hasil penelitian ini menggambarkan karakteristik responden pasien dengan sindrom koroner akut yang tidak berpartisipasi dalam rehabilitasi jantung fase II dan menggambarkan hambatan partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien sindrom koroner akut. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor penghambat terhadap angka partisipasi rehabilitasi jantung.

ABSTRACT
The cardiac rehabilitation is one of the major recommended intervention for patients with acute coronary syndromes ACS , but the participation in cardiac rehabilitation is still low. This cross sectional study aimed to identify obstacles of the 2nd phase cardiac rehabilitation participation. This study involved 88 respondents with consecutive sampling method. This study used characteristic questionnaires and Cardiac Rehabilitation Barrier Scale CRBS . The results of this study describe the characteristics of respondents who did not participate in 2nd cardiac rehabilitation and describe the barriers of 2nd phase cardiac rehabilitation participation in patients with ACS. Further research on correlation of barriers with the participation rate of cardiac rehabilitation is needed."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afriadi Hamdan
"Latar belakang: IKPP merupakan salah satu pilihan terapi reperfusi. Kesintasan pasien pasca IKPP dipengaruhi berbagai faktor. Namun, dari hasil penelitian lain pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kesintasan memiliki hasil yang kontradiktif.
Tujuan: Mengetahui kesintasan satu tahun pasien yang menjalani IKPP di RSCM
dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menelusuri RM pasien yang menjalani IKPP di RSCM periode Januari 2014 hingga Desember 2019. Pasien diamati selama satu tahun dengan luaran berupa mortalitas kardiovaskular. Analisis kesintasan dilakukan dengan metode Kaplan-Meier dan uji log rank untuk melihat kemaknaannya. Setelah itu, dilakukan analisis multivariat. Hasil: Didapatkan sebanyak 220 pasien untuk diteliti. Kesintasan satu tahun pasien pasca IKPP di RSCM sebesar 88,2% (SE 0,254) dengan rerata usia sebesar 54,96 ± 9,51 tahun di mana usia < 60 tahun (72,3%), laki-laki (85%), hiperglikemia (65%), Killip I-II (74,1%), dan lesi anterior (89,5%) memiliki proporsi lebih banyak.
Sedangkan, obesitas (39,5%), kadar kreatinin serum tinggi (34,1%), dan PJK 3PD (45,5%) memiliki proporsi yang lebih sedikit. Rasio monosit-HDL memiliki nilai median 14,53 (0 – 61,4). Dari analisis multivariat didapatkan usia > 60 tahun dengan HR 4,25 (IK95% 1,93 – 9,37), kreatinin serum tinggi dengan HR 2,41 (IK 95% 1,08 – 5,33), dan nilai Killip III-IV dengan HR 4,06 (IK 95% 1,83 – 9,00) memengaruhi kesintasan satu tahun pasien pasca IKPP. Kesimpulan: Kesintasan satu tahun pasca IKPP di RSCM sebesar 88,2% (SE 0,254), dipengaruhi oleh usia, rasio monosit-HDL, dan nilai Killip.

Background: Primary PCI plays important roles as reperfusion therapy in STEMI.
The survival rate of post-Primary PCI patients is affected by some of risk factors.
However, the effect of these factors on survival has contradictory results from
others studies.
Objective: To assess the one-year survival of patients undergoing Primary PCI in
Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia (RSCM) and factors
affecting.
Method: A retrospective cohort study was conducted by tracing the medical
records of patients undergoing Primary PCI at RSCM for the period January 2014
to December 2019. Patients were observed for one year after Primary PCI for
cardiovascular mortality outcomes. Survival analysis was performed using the
Kaplan-Meier method, then log rank test to see its significance. Then, multivariate
analysis was performed.
Results: There were 220 patients to be studied. One-year survival rate of patients
undergoing Primary PCI in RSCM is 88.2% (SE 0.254). The mean age of this study
is 54.96 ± 9.51 years with groups of age < 60 years, males, hyperglycemia on
admission, Killip I-II, and anterior lesions had higher proportions (respectively:
72.3%, 85%, 65%, 74.1%, and 89.5%). Meanwhile, the groups of obesity, high
serum creatinine level, and CAD 3VD had lower proportions (39.5%, 34.1%, and
45.5%, respectively). The monocyte-HDL ratio has a median value of 14.53 (0 –
61.4). The variables of age > 60 years, high serum creatinin, and Killip III-IV values
affect one-year survival with HR 4.25 (CI95% 1.93 – 9.37), 2.41 (CI95% 1.08 –
5.33), and 4.06 (CI95% 1.83 – 9,00), respectively.
Conclusion: One year survival after Primary PCI in RSCM is 88.2% (SE 0.254),
affected by age, high serum creatinine, and Killip scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>