Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90541 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Handayani
"Selama ini grafik hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen masih menggunakan hasil penelitian (produk) dari luar negeri yang tentunya menggunakan material yang berbeda sifatnya dengan material yang berada di Indonesia. Untuk rancang campuran beton harus menggunakan grafik yang dibuat dari hasil uji material Indonesia. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan membuat grafik hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan dengan menggunakan agregat kasar yang berasal dari Rumpin, Bogor dan untuk agregat halusnya berasal dari Cimangkok serta menggunakan semen Tiga Roda. Rancang campuran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode rancang campuran yang merupakan modifikasi cara Us Bureau of Reclamation yang dikembangkan oleh JSCE (Japan Society of Civil Engineer). Penelitian ini dilakuan dengan faktor air semen yang bervariasi, yaitu faktor air semen 0.35, 0.45, 0.55, 0.65. Faktor air semen yang kecil akan menghasilkan kuat tekan yang besar dan sebaliknya jika faktor air semen besar akan menghasilkan kuat tekan yang kecil.

For all these years, the relationship graphic between compressive strength and water cement ratio still using research results (product) from the other country which is using a different material property compare to material that residing in Indonesia. For concrete mix design has to use graphic which is made from Indonesian testing materials. Therefore in this research, will try to make a relationship graph between compressive strength and water cement ratio that using coarse aggregate came from Rumpin, Bogor for fine aggregate came from Cimagkok and cement that is use in these researches use Tiga Roda cement. Mix design that is use in this research using mix design modification method from Us Bureau of Reclamation which is develop by JSCE (Japan society of Civil Engineering). In this research, we used several variation of water cement ratio that is 0.35, 0.45, 0.55, and 0.65. A small water cement ratio will produce a high compressive strength and on the other hand, if the water cement ratio became bigger will produce a small compressive strength."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S50460
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Essy Arijoeni Basoenondo
"Dengan berkembangnya pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini, penggunaan beton sebagai suatu bahan struktur sangat umum digunakan. Adapun dalam pembuatannya terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing material pembentuk beton tersebut. Air sebagai salah satu komponen pembentuk beton memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses hidrasi semen. Sejalan dengan kurangnya perhatian khusus terhadap syarat mutu air (air yang tidak mengandung alkali. garam, minyak, asam, zat organis atau bahan lain yang dapat merusak beton atau tulangan) sebagai campuran beton, masih banyak parencana menggunakan sumber air yang dekat dengan lokasi pekerjaannya. Sumber air tersebut dapat berupa air tanah maupun air laut dan sudah tentu mengandung berbagai unsur yang dapat mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Air laut mengandung lebih dari 35,000 ppm garam-garam terlarut dimana 78% dari garam~garam tersebut dalam bentuk natrium klorida, dan 15% dalam bentuk magnesium klorida dan magnesium sulfat. Dengan adanya intrusi air laut yang membengkak akhir-akhir ini akan menyebabkan air tanah bersifat payau. Dimana pada air payau ini akan mengandung garam-garam klorida dan sulfat hasii intrusi air laut. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan persyaratan air pengaduk beton yang telah ditentukan. Konsentrasi garam yang terdapat pada air payau maupun air laut bervariasi, sehingga pengaruh yang timbul pun akan bervariasi pula. Tujuan dari penelitian ini menyelidiki pengaruh kuantitas ion klorida dan sulfat terhadap kuak tekan beton mutu sedang atau beton dengan kekuatan tekan rencana 350 - 500 kg/cm2. Hasil yang didapat dibandingkan dengan beton yang menggunakan air pencampur aquades. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perencana untuk mendapatkan konstruksi yang kuat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiman
"Dalam aplikasi di bidang kelautan, bahan komposit sandwich harus mempunyai kulit dan inti yang memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi dan kelembaban. Penetitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh arah serat dan ketebalan inti terhadap kekuatan tekan dan bending pada material komposit sandwich.
Bahan kulit untuk komposit sandwich berupa komposit dari fiberglass dengan matriks polyester resin, untuk inti dari styrofoam, sedangkan untuk adhesive menggunakan bahan dasar epoxy. Arah serat kulit dibuat anyam 4 lapis, anyam-acak-anyam-acak, [0/90]s, [0/45/-45/90]. Ketebalan inti yang digunakan adalah 14 mm dan 28 mm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesimen dengan ketebalan inti 28 mm menghasilkan kekuatan tekan yang lebih tinggi dibanding spesimen dengan ketebalan inti 14 mm. Sedangkan, spesimen dengan ketebalan inti 14 mm menghasilkan kekuatan bending yang lebih tinggi dibanding spesimen dengan ketebalan inti 28 mm. Spesimen dengan arah serat anyam 4 lapis menghasilkan kekuatan tekan dan bending paling tinggi, diikuti anyam-acak-anyam-acak, [0/90]s dan terakhir [0/45/-45/90].

In marine application, sandwich composites should have high corrosive and moisture resistance. Polyester reinforced composite as sandwich skin's has been widely used in boat construction. Research has been conducted to investigate influence of fiber orientation and core thickness on the compressive and bending strength of foam cored sandwich composite.
Glassfiber reinforced polyester composite used as skin for sandwich and styrofoam as core. The skin has lay-up four layers woven, four layers woven-random alternatively, [0/90]s, and [Q/45/-45/9Q]. The thickness of core were 14 mm and 28 mm.
The results indicate that the thicker core has higher compressive strength than the thinner one. However for bending strength the thicker core is higher than the thinner. For skin, lay-up that has higher 0 fiber orientation indicates the highest in both of compressive and bending strength.
"
[s.l]: [s.n], 2004
JUTE-XVIII-2-Juni2004-86
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Beton meruapakan campuran antara semen Portland, Agregat halus, agregat kasar dan air membentuk masa padat yang mempunyai sifat karakteristik kuat tekan. Pada penelitian ini difokuskan pada pengaruh penggunaan air standar (air bersih0 , air keruh dan air laut untuk campuran pada beberapa nilai factor air semen (fas) dengan menggunakan metode perancangan campuran dari ACI.
Hasil penelitian menunjukan kuat tekan beton rata-rata maksimum umur 28 hari untuk campuran menggunakan air standar sebesar 37,012 MPa sedangkan air laut sebesar 26,499 MPa dan air keruh sebesar 35,106 MPa semuanya terdapat pada fas 0,4. Adapun fas maksimum yang masih memenuhi syarat diatas kuat tekan rencana sebesar 2,55 MPa adalah berturut- turut untuk masing-masing jenis air adalah 0,58, 0,62 dan 0,752."
507 JPS 3:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ruben Agustinus Chesin
"Beton merupakan salah satu material konstruksi yang paling sering digunakan. Properti material beton yang seringkali menjadi perhatian adalah kuat tekan atau mutunya. Namun, modulus elastisitas juga merupakan salah satu parameter yang penting, dimana modulus elastisitas menentukan kekakuan struktur beton. Oleh sebab itu, diperlukan adanya studi mengenai modulus elastisitas beton di Indonesia, yang kemudian akan dibandingkan dengan literatur mengenai modulus elastisitas. Hubungan kuat tekan dengan modulus elastisitas pada beton yang menggunakan semen non-OPC (yaitu PPC atau Portland Pozzolan Cement) yang diukur menggunakan 3 buah ekstensometer memiliki persamaan berupa E = 8297,8 ln(fc’) - 2740,4 (dalam MPa) untuk metode ASTM C469, dan E = 7834,9 ln(fc’) – 1107,7 (dalam MPa) untuk metode ISO 1920:10. Bila disesuaikan dengan bentuk ACI 318-14, yaitu dalam akar dari fc’, maka persamaan yang diperoleh untuk metode ASTM C469 adalah E = 3450,4 √fc’ + 6572,1 (dalam MPa) dan untuk metode ISO 1920:10 adalah E = 3251,7 √fc’ + 7716,3 (dalam MPa). Apabila konstanta tersebut dihilangkan atau intercept nol, maka persamaan yang diperoleh untuk metode ASTM C469 adalah E = 4753,8 √fc’ (dalam MPa) dan untuk metode ISO 1920:10 adalah E = 4753,8 √fc’ (dalam MPa). Hubungan tersebut juga memiliki perbedaan untuk sampel curing dan non-curing, yaitu sampel yang dirawat secara curing memiliki nilai modulus elastisitas yang lebih tinggi, terutama pada sampel dengan mutu rendah. Hubungan antara hasil yang didapat jika dibandingkan dengan literatur ACI 318-14 adalah nilai modulus elastisitas beton dengan semen PPC lebih tinggi daripada literatur ACI 318-14 untuk mutu dibawah 28,5 MPa, sementara untuk mutu diatas 28,5 MPa nilainya lebih rendah dibandingkan dengan literatur ACI 318-14.

Concrete is one of the most frequently used construction materials. The material property of concrete that is often of concern is its compressive strength. However, the modulus of elasticity is also an important parameter, where the modulus of elasticity determines the stiffness of the concrete structure. Therefore, it is necessary to study the modulus of elasticity of concrete in Indonesia, which will then be compared with the literature on the modulus of elasticity. The relationship between compressive strength and elastic modulus in concrete using non-OPC cement (PPC or Portland Pozzolan Cement) as measured using 3 extensometers has the equation E = 8297.8 ln(fc') - 2740.4 (in MPa) for ASTM C469 method, and E = 7834.9 ln(fc') – 1107.7 (in MPa) for the ISO 1920:10 method. When adjusted to the ACI 318-14 trendline, namely in the roots of fc', the equation obtained for the ASTM C469 method is E = 3450,4 √fc’ + 6572,1 (in MPa) and for the ISO 1920:10 method is E = 3251,7 √fc’ + 7716,3 (in MPa). If these constants are omitted or the intercept is zero, then the equation obtained for the ASTM C469 method is E = 4753,8 √fc’ (in MPa) and for the ISO 1920:10 method is E = 4753,8 √fc’ (in MPa). This relationship also has differences for cured and non-cured samples, namely cured-treated samples have higher elastic modulus values, especially for samples with low compressive strength. The relationship between the results obtained when compared with the ACI 318-14 literature is that the elastic modulus value of concrete with PPC cement is higher than the ACI 318-14 literature for compressive strength below 28.5 MPa, while for compressive strength above 28.5 MPa the value is lower than ACI literature 318-14."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azah Nurmailani Fauziah
"ABSTRAK
Penekanan setelah impak merupakan salah satu parameter penting pada komposit dengan penguat serat sebagai material struktur. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai tekan sesudah impak dan kerusakannya pada komposit epoksi-kevlar, epoksi-gelas dan epoksi-hibrid-kevlar/gelas. Spesimen komposit difabrikasi dengan metode hand lay-up dengan variasi energi impak yang diberikan adalah 4 J, 8 J dan 15 J. Pengamatan dengan Through Transmission Ultrasonic setelah impak menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi adalah delaminasi. Komposit terbaik ditinjau dari nilai kuat tekan yang tinggi dan ukuran delaminasi yang paling kecil. Dapat dikatakan bahwa nilai kuat tekan tertinggi adalah epoksi-gelas yaitu sebesar 119,85 8,31 MPa.Kata kunci: komposit epoksi-kevlar, komposit epoksi-gelas, komposit hibrid, kuat tekan setelah impak, delaminasi

ABSTRACT
Compression after impact is one of important parameter of fiber reinforced composites as structural materials. This research aimed to obtain the values of compression after impact and their resulting damage on kevlar epoxy, glass epoxy, and kevlar glass epoxy hybrid composites. The composite specimens were fabricated by a hand lay up method. These materials were experienced impact energy with a variation of 4 J, 8 J, and 15 J. Observation by Through Transmission Ultrasonic showed that the type of resulting damage after impact was delamination. From this research, the highest compressive strength and the smallest delamination belongs to the glass epoxy composite, with the value of 119,85 8,31 MPa as the highest value of compression strength.Keywords kevlar epoxy composites, glass epoxy composites, hybrid composites, compression after impact, delamination"
2017
S67024
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Dini Sofyani
"Penelitian ini membahas tentang penggunaan Abu Sekam Padi (RHA) sebagai bahan subtitusi perekat semen dan penggunaan Limbah Adukan Beton (CSW) sebagai agregat halus untuk mengurangi penggunaan jumlah pasir pada beton. Penelitian dilakukan dengan membuat mortar dengan lima variasi campuran dengan jumlah CSW 30%, 40%, 50%, 60% dan 70% dengan penggunaan RHA tetap yaitu 8% dari total pemakaian semen. Sifat mekanis beton yang diuji meliputi: kuat tekan, densitas atau kerapatan, absorbsi atau penyerapan air dan uji susut. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 3, 7, 14, 21, 28, 56 dan 90 hari. Untuk pengujian densitas dan absorbsi dilakukan pada umur 28 hari. Sedangkan untuk pengujian susut dilakukan pada umur 1-28 hari secara terus-menerus. Pada pengujian-pengujian yang sudah dilakukan, nilai optimum terjadi pada campuran dengan jumlah CSW 30%, karena memiliki nilai kuat tekan dan densitas paling tinggi, serta penyerapan air dan penyusutan yang paling rendah. Dari penelitian ini diharapkan mortar dengan campuran RHA dan CSW dapat diaplikasikan untuk pembuatan bahan konstruksi ramah lingkungan.

The focus of this study is observing the use of Rice Husk Ash (RHA) as a subtitute of portland cement and Concrete Sludge Waste (CSW) to reduce of sand in concrete. Five compotitions are made in this study with precentages of CSW are 30%, 40%, 50%, 60% and 70% and fixed amount 8% of RHA. The concrete were tested in compressive strength test at the age of 3, 7, 14, 21, 28, 56 and 90 days. Density test and absorption test at the age of 28 days. And Shrinkage test at the age of 1-28 days. From the result of those tests obtained an optimum number of CSW 30% because has the biggest compressive strength and density, thelowestabsorption and percentage of shrinkage. From the result has been obtained, the concrete with RHA and CSW could be applied to building material."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S57865
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri
"Komposit aluminium 6061 dengan partikel penguat alumina memiliki kekerasan dan ketahanan aus yang baik serta mempunyai densitas yang rendah. Komposit aluminium 6061 dibuat dengan proses stir casting (pengadukan). Komposit aluminium dengan 10% alumina dilakukan proses perlakuan panas T6 (penuaan buatan) pada suhu yang berbeda : 150, 175, 200, dan 225oC. Variasi suhu dilakukan untuk mendapatkan puncak penuaan.
Perlakuan panas ini bertujuan untuk mengetahui pada suhu tertentu komposit akan mengalami under aging (penuaan muda) maupun penuaan berkelanjutan. Sifat mekanis pada perlakuan penuaan 175oC didapatkan nilai kekerasan dan ketahanan aus yang baik. Hal ini membuktikan pada suhu 175oC merupakan puncak penuaan. Akan tetapi, nilai kekuatan komposit aluminium yang didapat rendah. Hal ini disebabkan oleh void, kluster, dan kemampubasahan antara matriks dan partikel penguat yang kurang baik. Perlakuan panas pada suhu 175 oC menghasilkan presipitat yang optimal sehingga dapat menghalangi pergerakan dislokasi dan meningkatkan nilai kekerasan dan ketahanan aus.

6061 aluminum composite with alumina particles reinforced have high hardness and wear resistance as well as having a low density. 6061 aluminum composites made by stir casting process. Composite aluminum with 10% alumina done T6 heat treatment process (Artificial Aging) at different temperatures: 150, 175, 200, and 225oC. Temperature variations performed to obtain peak aging.
This heat treatment aims to find out at a certain temperature composites will experience under aging and over aging. The mechanical properties obtained at temperature of 175oC have high hardness and wear resistance. This proves at temperature 175oC is peak aging. However, aluminum composite strength values obtained low. It is caused by voids, clusters, and wettabillity between matrix and reinforcement particles that are less good. Heat treatment at a temperature of 175 oC produces optimal precipitates that can hinder the movement of dislocations and increase the value of hardness and wear resistance.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almer Prabaswara Swardana
"Beton merupakan salah satu material konstruksi yang paling sering digunakan. Untuk dapat mengetahui kekuatan beton pada komponen struktur eksisting, diperlukan pengujian kuat tekan pada sampel beton inti yang diambil dari komponen strukur tersebut. Kuat tekan atau mutu beton merupakan properti material beton yang seringkali menjadi perhatian dalam suatu desain struktur. Namun, modulus elastisitas juga merupakan salah satu parameter yang penting dalam suatu desain struktur, seperti menentukan kekakuan struktur beton. Oleh sebab itu, diperlukan adanya studi mengenai modulus elastisitas beton inti menggunakan material yang ada di Indonesia, yang kemudian akan dibandingkan dengan literatur digunakan. Hubungan kuat tekan dengan modulus elastisitas pada beton inti yang menggunakan semen non-OPC (yaitu PPC atau Portland Pozzolan Cement) yang diukur menggunakan 3 buah ekstensometer memiliki persamaan berupa E = 10355ln(fc’) – 10944 (dalam MPa) untuk metode ASTM C469. Bila disesuaikan dengan bentuk ACI 318-14, yaitu dalam akar dari fc’ dan konstanta tersebut dihilangkan atau intercept nol, maka persamaan yang diperoleh untuk metode ASTM C469 adalah E = 4421√fc’ (dalam MPa). Hubungan antara hasil yang didapat jika dibandingkan dengan literatur ACI 318-14 adalah nilai modulus elastisitas beton dengan semen PPC lebih rendah daripada literatur ACI 318-14 untuk mutu 14,50 MPa sampai 39,03 MPa.

Concrete is one of the most frequently used construction materials. To be able to determine the strength of the concrete in the existing structural components, it is necessary to test the compressive strength of the core concrete samples taken from these structural components. Compressive strength or quality of concrete is a property of concrete material that is often a concern in a structural design. However, the modulus of elasticity is also an important parameter in a structural design, such as determining the stiffness of a concrete structure. Therefore, it is necessary to study the modulus of elasticity of core concrete using existing materials in Indonesia, which will then be compared with the literature used. The relationship between compressive strength and elastic modulus in core concrete using non-OPC cement (ie PPC or Portland Pozzolan Cement) as measured using 3 extensometers has the equation E = 10355ln(fc') – 10944 (in MPa) for the ASTM C469 method. When adjusted to the ACI 318-14 form, namely in the roots of fc' and the constant is omitted or the intercept is zero, then the equation obtained for the ASTM C469 method is E = 4421√fc' (in MPa). The relationship between the results obtained when compared with the ACI 318-14 literature is that the elastic modulus value of concrete with PPC cement is lower than the ACI 318-14 literature for quality 14.50 MPa to 39.03 MPa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>