Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100637 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Ferly
"Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki petugas-petugas yang merupakan Sumber Daya Manusia yang berdisiplin tinggi dan memiliki rasa keterkaitan serta tanggung jawab yang erat dengan efektifitas organisasinya. Krisis yang terjadi pada Lapas di Indonesia adalah krisis kedisiplinan petugas Lapas yang sangat terkait dengan budaya kerja Lapas. Terkait dengan hal tersebut Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang merupakan salah satu Lapas di Indonesia yang pernah mengalami krisis kedisiplinan yang sangat memungkinkan sekali untuk mengadakan perubahan dan pengembangan budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi bisa terjadi karena dipicu oleh krisis tertentu, hal ini memaksa organisasi untuk berkembang sejalan dengan siklus perkembangannya (Dyer dalam Pabundu Tika, 2006:97).
Situasi dan kondisi krisis yang lainnya adalah padatnya penghuni di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang atau dapat dikatakan sebagai situasi over kapasitas, dimana hal ini akan beresiko memperbesar peluang terjadinya pelanggaran disiplin. Dalam hal kedisiplinan, Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dari tahun 2007 sampai pada saat ini telah menjatuhi hukuman disiplin kepada 12 orang petugas yang telah melakukan pelanggaran disiplin. Selain itu terdapat seorang Petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang yang sampai pada saat ini sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin karena menjadi tersangka terlibat dalam pengedaran narkoba yang terjadi pada bulan Desember 2007 (www.radarbanten.com). Oleh karena itu pengembangkan budaya organisasi sangat diperlukan bagi Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang untuk memenuhi kebutuhan akan petugas yang profesional yang memiliki kedisiplinan yang tinggi serta mengantisipasi peluang terjadinya pelanggaran disiplin di masa yang akan datang untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Dalam penulisan tesis ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian diskriptif. Pendekatan ini dipilih untuk erusaha menggali lebih dalam mencoba memberikan gambaran kondisi konkrit dari obyek penelitian dan menghubungkan variable-variabel dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang Pengembangan Budaya Organisasi Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Disiplin Petugas Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang Untuk efektifitas Organisasi. Dalam penelitian ini ditemukan penerapan budaya kerja tertib dalam bekerja kepada para petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang yang disosialisasikan dengan nama Catur Tertib yang tertera dalam Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : 05.01 Tahun 1984. Selain itu terdapat juga delapan etos kerja yang diungkapkan oleh Sinamo (2002:39) dijadikan sebagai pendukung catur tertib. Kedua hal tersebut diharapkan dapat dihayati oleh seluruh petugas Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang sebagai pedoman dalam bertugas. Akan tetapi secara empirik di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang masih terjadi gap yang jauh antara yang seharusnya (das sollen) yang menjadi indikator keberhasilan dengan kenyataannya (das sein). Bahkan selain itu terdapatnya pelanggaran-pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh petugas.
Dengan demikian hal ini dapat disimpulkan bahwa Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang memerlukan pengembangan budaya organisasi untuk mengoptimalkan keefektifan budaya kerja yang ada. Pengembangan Budaya Organisasi terutama Dalam Rangka Meningkatkan Disiplin Petugas Di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dapat dilakukan dengan mengadakan program pendidikan dan latihan bagi petugas Lapas yang dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan yang bertujuan untuk mensosialisasikan pandangan bahwa memperluas wawasan dan pengetahuan perlu terus-menerus ditingkatkan karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai sarana untuk lebih menghayati nilainilai disiplin yang sudah sepatutnya menjadi nilai-nilai utama yang menjadi bagian penting dari budaya kerja, Oleh karena itu pengadaan program pendidikan dan latihan ini diharapkan menjadi budaya Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang sebagai budaya untuk terus belajar dan berlatih bagi petugasnya agar menjadi petugas yang memiliki disiplin dalam bekerja. Selain itu terdapat Hambatan-Hambatan Dalam pengembangan Budaya Organisasi dan Efektifitas Budaya Kerja Yang Telah Diterapkan di Lapas KLas IIA Pemuda Tangerang.
Oleh karena itu disarankan untuk mengantisipasi permasalahan yang ada seperti terjadinya over kapasitas di Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang, adalah dengan cara melakukan penambahan atau perekrutan petugas-petugas yang baru, selain itu perlu juga memperluas mekanisme dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan, perlunya mengadakan sosialisasi tentang pentingnya pengembangan budaya organisasi, serta lapas Klas IIA Pemuda Tangerang perlu juga memperluas Informasi mengenai peluang pendidikan dan pelatihan. Di samping itu, menghilangkan adanya penilaian terhadap faktor kedekatan dengan pimpinan untuk menjaga kepercayaan petugas Lapas terhadap manajemen kepegawaian Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dan mengoptimalkan anggaran pada pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang tidak kalah penting untuk mendukung berjalannya rencana pengembangan budaya organisasi dan penerapan budaya kerja.

Institut of correctional should has officers with high disciplinary and responsibility closes to organizational effectivity. Crisis that appeals in institute of correctional is officer?s disciplinary crisis which related to the institute of correctional?s main culture. One of them happens in Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctional that possible to effect the organizational culture development. The changes of organizational culture could be happen because of one or another crisis. This thing force organization to develop the same way with the development cycle ( Dyer in Pabundu Tika, 2006:97)
Another situation and condition that can make crisis is over capacity problem. In Institute of Correctional, this kind of situation is very risky to cause indisciplinary act. In disciplinary guel, Tangerang Classification IIA for Younger Institute of Correctional had been punishing 12 officer who are conducted in making indisciplinary act. Besides, There is one officer who is suspected as a part of a drug dealing network. Therefore, organizational culture development much more needed by Tangerang Classification IIA For Younger Institute Of Correctional to fulfil the needs having a high discipline and professional officer. It needs to anticipate the possibilities making indisciplinary act in the future.
This Tesis, is using a descriptive-qualitative research. In order to supply more information of objects research concrete condition and relating variables to get a description of the organizational culture development in increasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang Classification II A for Younger Institute of Correctional for organizations effectivity. In this research, it is found that there is guidances to control the officer attitude while doing their job. It is called Catur Tertib (The Letter of Indonesian Republic Justice and Law Ministry No. 05.01-1984). besides, Sinamo (2002:39) is giving ?eight working etich as a Catur Tertib supporting system. Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctionals officers is expected to understand and use these two guidances while doing their jobs. But in to reality, there is empirically gap between what should be done (das Sollen) and what is done (das sein). It is proved by so many indisciplinary act made by the offier.
Therefore, it can be concluded whether Tangerang Classification IIA for Younger Institute Of Correctional need an organizational culture development to optimize the working culture. (the organizational culture development in creasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang classification IIA for younger institute of correctional for organizations effectivity can be done by helding a routine continuously educational program and training. This activity is expected as a media for the officer to remind them selves what should and could be done and what is shouldnt and coudnt be done. Because of there are resistances in the organizational culture development in creasing the quality of officers disciplinary in the Tangerang classification IIA for younger institute of correctional for organizations effectivity, it is recommended to anticipate the main problems, such as : minimize the overcapcity possibility, recruit new professional and high discipline officers, give all officers the same chances to attend educational program and training, socialize the importance of organizational culture development, and last but not least is socialize the importance and the benefits of attending the educational program and training. The most importang things to support the organizational culture development plan is maintaining the trust between the officer and the officers management in Tangerang Classification IIA For Younger Institute Of Correctional and also optimize the budget in developing human resources the officers."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hannibal
"Untuk terciptanya pembinaan di Lapas khususnya pembinaan kepribadian sebagai pembinaan tahap awal, diperlukan sikap penerimaan diri narapidana dalam menerima kenyataan peristiwa hukum yang dialaminya. Dengan penerimaan diri tersebut diharapkan sikap mereka menjadi ikhlas dan mau berperan aktif dalam pembinaan di Lapas. Program dzikir yang ditawarkan adalah dzikir dengan metode Tareqat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN). Kegiatan dzikir ini menjadi stimulus berupa informasi baru dalam bentuk keyakinan atas nilai-nilai kebesaran Allah SWT yang harus ditaati dan dipatuhi sebagai penentu atas segala masalah yang terjadi agar tercipta keseimbangan pada elemen kognisi narapidana sehingga merubah sikap menarik diri menjadi menerima masalahnya dengan ikhlas dan mau mentaati dan mematuhi segala apa yang menjadi kewajibannya, termasuk berperan aktif dalam pembinaan di Lapas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itun Wardatul Hamro
"Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 8 disebutkan bahwa petugas Pemasyarakatan merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan Narapidana. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan petugas Pemasyarakatan yang profesional, berdaya guna, mempunyai kemampua dan kecakapan serta integritas moral yang tinggi. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas Pemasyarakatan adalah kemampuam mentranformasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada Narapidana, mengubah perilaku mereka dari tidak atau kurang tahu dan terampil menjadi tahu dan terampil. Agar proses transformasi ini dapat berlangsung secara efektif maka petugas Pemasyarakatan harus memiliki kompetensi yang merefleksikan kualifikasi kemampuannya.
Dalam konteks tersebut permasalahan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kompetensi petugas Pemasyarakatan yang ada pada saat ini yang dapat menunjang kebijakan dimaksud. Selanjutnya seberapa jauh petugas Pemasyarakatan itu memahami akan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya, kemudian pendidikan serta pelatihan seperti apa yang seharusnya diberikan untuk dapat meningkatkan kompetensi petugas dimaksud sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat memperbaiki hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana seperti yang menjadi tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran dan kondisi yang sebenarnya ada pada saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang. Keadaan ini diketahui dengan menyebarkan kuisioner kepada sebagian petugas yang dilakukan dengan acak terhadap 76 responden dari jumlah keseluruhan petugas yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ternyata ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kompetensi petugas Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang sebesar 0,408 atau 40,8 % , pelatihan sebesar 0,292 atau 29,2 % serta pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 0,237 atau 23,7 % terhadap kompetensi petugas Pemasyarakatan. Sisanya sebesar 76,3% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penulisan tesis ini.
Ini artinya bahwa kompetensi petugas pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan daripada pelatihan, hal ini disebabkan karena jenis pelatihan yang didapat oleh petugas relatif lebih sedikit terutama untuk pelatihan strukturalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Mardiani Sasqiaputri
"Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, dimana tugas yang tidak mudah dengan suasana kerja yang terkesan monoton, bergaul dengan penghuni lapas yang sulit dan bermasalah, bekerja dikelilingi tembok tinggi dan tertutup merupakan situasi yang harus dihadapi oleh petugas pemasyarakatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran bahaya dan risiko psikososial dari faktor – faktor psikososial (lingkungan pekerjaan, rumah, sosial, dan individu) serta gejala psikososial (perilaku, fisiologis, kognitif, dan emosional) pada petugas pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan pemuda kelas IIA Tangerang tahun 2020. Dengan desain penelitian cross sectional dan cara pengambilan data melalaui penyebaran kuesioner. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa tingkat risiko psikososial pada lingkungan pekerjaan, rumah, sosial, dan individu termasuk kedalam katagori tingkat risiko psikososial rendah dengan sumber bahaya dari lingkungan pekerjaan (27), lingkungan rumah (7), lingkungan sosial (10), dan individu (14). Selain itu, hasil dari gejala psikososial (perilaku, fisiologis, kognitif, dan emosional) termasuk kedalam katagori tingkat risiko psikososial rendah. Dilihat dari persebaran responden risiko psikososial dari lingkungan pekerjaan, sosial, dan individu secara statistik lebih mengeluhkan gejala psikososial kognitif, sedangkan risiko psikososial lingkungan rumah didapatkan lebih mengeluhkan gejala psikososial emosional.

Correctional is a place to carry out the formation of prisoners and correctional students, where the task is not easy with a monotonous work atmosphere, associating with prisoners who are difficult and problematic, working surrounded by high walls and closed is a situation that must be faced by correctional officers. The purpose of this study was to determine the psychosocial hazards and risks from psychosocial factors (work environment, home, social, and individual) as well as psychosocial symptoms (behavioral, physiological, cognitive, and emotional) in correctional facilities at class IIA Tangerang youth penitentiary 2020. With a cross sectional research design and data collection methods through questionnaires. The results obtained in this study indicate that the level of psychosocial risk in the work environment, home, social, and individuals included in the category of low psychosocial risk levels with sources of danger from the work environment (27), home environment (7), social environment (10), and individuals (14). In addition, the results of psychosocial symptoms (behavioral, physiological, cognitive, and emotional) are included in the category of low psychosocial risk. Judging from the distribution of respondents psychosocial risks from the work environment, social, and individuals statistically more complaining of cognitive psychosocial symptoms, while psychosocial risk of the home environment is found to be more complaining of emotional psychosocial symptoms.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herti Hartati
"The substitution of the term "prison" with "correctional institution" is intended to ensure that inmates, when sewing their term, can acquire skills and guidance in order to accelerate inmate's resocialization process back into the society. Thus, treatment of inmates should be intended to restore their dignity, by ensuring proper respect from fellow inmates and from institutional officers.
However, the implementation of the concept does not seem to be effective yet. This can be deduced from the many cases showing lack of understanding of the goals of correction, namely the presence of violence within correctional institutions. This phenomenon seems to be rampant within these institutions, even well known by the community at large.
Still, violence does not exist in all correctional institutions. ln other words, some correctional institutions have no incidence of conflicts, escapes and other fomis of violence.
To find out the existence (or non-existence) of a culture of violence, or acts of violence in correctional institutions, the researcher performed a study in Tangerang IIB Class Young Women's Correctional Institution, using a qualitative method to collect data from 5 inmates. The researcher used the theory of the sub-culture of violence of Donald Clemmer; and also of Wolfgang & Ferracuti.
This study focused on the social relations between inmates (juveniles and adult inmates) and also between inmates and officers; and also the rules in place.
Results of the study show that relations among these actors are socially acceptable and violence does not always exist in solution of problems. This is shown by a pattem of guidance focused more on correction. Thus, the theories on the sub-culture of violence in prisons did not hold in Tangerang IIB Class Young Women's Correctional institution for the time being.
The researcher would like to suggest improvements in the form of better quality of institutional officers, and more understanding of the functions and duties in correctional institutions, especially in treating juveniles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hannibal
"ABSTRAK
Rancangan Program Dzikir Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Narapidana
Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang?
(83 halaman + xiii halaman, 5 Tabel, 8 Gambar dan Lampiran)
Untuk terciptanya pcmbinaan di Lapas khususnya pcmbinaan
kepribadian sebagai pembinaan tahap awal, diperlukan sikap penerimaan diri
narapidana dalam menerirna kenyataan peristiwa hukum yang dialaminya.
Dengan penerimaan diri tersebut diharapkan sikap mereka menjadi ikhlas dan
mau berperan aktif dalam pembinaan di Lapas. Program dzikir yang ditawarkan
adalah dzil-:ir dengan metode Tareqat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN).
Kegiatan dzikir ini menjadi stimulus bempa informasi baru dalam bentuk
keyakinan atas nilai-nilai kcbesaran Allah SWT yang harus ditaali dan dipatuhi
sebagai penentu atas segala masalah yang teljiadi agar tercipta keseimbangan
pada elemen kognisi narapidana sehingga merubah sikap menarik diri menjadi
menerima masalahnya dengan ikhlas dan mau mentaati dan mematuhi segala
apa yang menjadi kewajibannya, termasuk berperan aktif dalam pembinaan di
Lapas."
2007
T34067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajub Suratman
"Indonesia sebagai Negara Hukum sangat menghormati penegakkan hak azasi manusia yang kini telah menjadi isu global. Upaya penegakkan hak azasi tersebut jugs dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan. Satu di antara Hak-hak Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan adalah hak untuk menerima kunjungan dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang tercantum pada pasal 14 yang berbunyi: Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana) mempunyai hak untuk menerima kunjungan keluarga. Pelaksanaan hak narapidana tetap mengauu kepada peraturan dan ketentuan-ketetuan yang mengatur tentang hak tersebut. Namun, yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan yang memuaskan kepada keluarga yang akan mengunjungi narapidana sehingga hak narapidana dapat terpenuhi. Selama ini penulis melihat bahwa pelayanan kunjungan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan belum memuaskan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mengetahui kualitas pelayanan kunjungan narapidana pada Lembaga Pemayarakatan yang ada di Karawang Jawa barat. Untuk mengukur kualitas layanan tersebut penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan saranikomentar kepada 125 orang pengunjung dengan teknik sampling aksidental serta studi kepustakaan. Kuesioner ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan pengunjung yaitu dengan membandingkan persepsi pengunjung dengan harapan pengunjung, dengan indikator 5 (lima) dimensi pengukuran kualitas pelayanan yang terdiri dari : Tampilan fisik (Tangible), Daya Tanggap (Responsiveness), Kehandalan (Reliability), Jaminan (Assurance) dan Empati (Emphaty). Model pengukurannaya dengan menggunakan Konsep Gaps Model of sevice Quality yang dikembangkan oleh Valarie A Zeithaml, Parausaman A. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas data dengan mengkorelasikan skor butir pernyataan pada setiap variabel indikator tangible, responsiveness, reliability, assurance dan empathy. Hasil uji validitas instrumen persepsi dan harapan pengunjung semuanya valid dengan koefisien korelasi diatas 0,3 dan basil uji reliabilitas semuanya dinyatakan reliabel dengan koefisien korelasi diatas 0,176. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung menurut dimensi Tangible sebesar 73 %, Responsiveness, 73 %, Reliability sebesar 66 %, Assurance sebesar 71 % dan Empathy sebesar 59 %.
Dari skor-skor tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasan tertinggi terdapat pada dimensi Tangible dan Responsiveness sebesar 73 % dan terendah terdapat pada dimensi Empathy sebesar 59 %. Secara keseluruhan diperoleh tingkat kepuasan pengunjung (pelanggan) atas pelayanan kunjungan narapidana sebesar 68 % dari harapan pengunjung. Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Karawang Jawa barat dalam memberikan layanan kepada pengunjung mencapai level cukup memuaskan. Kategori cukup memuaskan ini merupakan kualitas pelayanan yang dinilai oleh pengunjung. Sedangkan harapan pengujung menghendaki layanan sebesar 100 %. Untuk mencapai kualitas layanan sesuai harapan pengunjung, maka Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Karawang Jawa Sarat perlu melakukan upaya-upaya seperti menyediakan ruang khusus kunjungan dengan fasilitas yang memadai, ruang tunggu pengunjung, peningkatan kebersihan fasilitas umum dan Para petugas perlu diberikan pendidikan dan pelatihan pelayanan kunjungan narapidana. Sedangkan yang menyangkut mekanisme dan prosedur kunjungan perlu lebih disederhanakan dengan tetap memperhatikan tingkat keamanan. Ada baiknya jika dibentuk suatu tim khusus yang melaksanakan pelayanan kunjungan narapidana sehinga lebih mudah dilakukannya evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diharapkan.

Indonesia as a law biding nation always value the importance of human rights, an issue that has been in a center stage of global politics.
Effort has been carried on by the correctional institutions to uphold the principle of human rights at the correctional facility, one of the rights granted to the inmates is the right for a family visit, this is an accordance with law no.12 tahun 1995 regarding the correctional institutions as stated in article 14 ; all inmates posses the right to a family visit. The procedure on how to implement the human rights of the inmates has to be in accordance with the regulation and rules that regulate the implementation of those rights. Most important is how to deliver to a satisfactory service to the visiting family. The writer noticed that visitor service at correctional institution still unsatisfactory. Therefore, the writer was motivated to conduct research at the quality if service as correctional institution in karawang Jabar. To measure quality of service the writer used a collective method and through collection observation, questions and comment/suggestion from 125 visitor with technique sampling accidential and also library research. The purpose of the question is to measure the satisfactory level of visitor by comparing what kind of service received by the visitor, their expectation through 5 indicator, dimension of measure quality service are including : Tangible, responsiveness, reliability, insurance, emphatic the modal of measure with using a concept Gaps model quality service developed by Valarie A. Zeithaml, Parausaman A. After collecting the data next is validity test and data realibility test. Correlating score point statement of every tangible indicator variable, responsiveness, realibility, assurance and emphaty. Form the result of the validity instrumental test the visitor perceprion and expectation are all valid with correlation cooefisien above 0,3 and the result of all realibility test concluded to be realiable with correlation and coefficient above 0.176. The research showed the satisfactory level of the visitor according to the tangible dimension approximately 73 %, responsiveness, realibility 69 %, assurance 68 %, and emphaty 59 %, from the scores we can conclude the satisfactory level is countable dimension and responsiveness as by 73 % are the lowest is emphaty 59 % generally the satisfactory level of the visitor is 68 % from the expectation of the people.
From analysis of result we can concluded that correctional institution class IIA Karawang est Java, to give a satisfactory service to visitor. This category for satisfied level is constituted quality of service which is evaluate by visitor. While the visitor hope to get a good service 100%. In order to get what the visitor wished, so correctional institutional class IIA karawang west Java need to make serious effort as provided special room for visitor with a good facility, waiting room for visitors. To upgrade cleaned public facility and offices education and training about service visitor in jail. While, including mechanism procedures of visitor we need to simplified the procedure without have to push a side the high standard of our security. It's better to form special team who can do visitor service so that easier to conduct evaluation on the increase the expected quality of service .
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arosmiati
"Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Hukum dan Flak Asasi Manusia RI Col Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Salah satu fungsinya adalah melakukan pembinaan terhadap narapidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
Permasalahan yang ada dapat dirumuskan : "Bagaimana tingkat kepuasan narapidana saat ini terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan bagaimana tingkat kepuasan narapidana menurut dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphty serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan".
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasikan dan menganalisa seberapa besar tingkat kepuasan narapidana saat ini terhadap kualitas pelayanan kesehatan menurut dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty serta menjelaskan upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Wanita Tangerang.
Model yang digunakan untuk menganalisa kualitas pelayanan menggunakan teori SERVQUAL yang terdiri dari lima dimensi yaitu Tangibility, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Emphaty. Analisis data meliputi uji validitas, uji reliabilitas, pengukuran tingkat kepuasan dan analisa dimensi prioritas pelayanan. Tehnik pengambilan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang sehingga didapatkan 150 responden sebagai sampel data penelitian.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat kepuasan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang berdasarkan dimensi SERYQUAL adalah dimensi tangibility mempunyai tingkat kepuasan -0,62 (81,27%), Reliability mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -1,14 (69,52%), Responsiveness mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -0,69 (80,99 %), Assurance mempunyai tingkat kepuasan rata-rata -0,59 (84,22%), dan Emphaty mempunyai tingkat rata-rata -0,71 (81,46 %). Hal ini menunjukan bahwa dimensi Assurance mempunyai tingkat kepuasan yang paling rendah dan dimensi Tangible mempunyai tingkat kepuasan tertinggi.
Alternatif prioritas perbaikan layanan yang disarankan dilihat dari tingkat kepentingan menurut narapidana adalah melakukan perbaikan mulai dari dimensi Assurance, Emphaty, Responsiveness, Reliability dan Tangibility.

Lembaga Pemasyarakatan Klas HIA Wanita in Tangerang is the one of Divison from technical implementer in Department of Law and Human Rights Republic of Indonesia. The one of function is to execute pembinaan to the prison who have punishment in Lembaga Pemasyarakatan.
The purpose of research is to ascertain the degree of customer's satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan, if viewed from the following dimensions Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, and Emphaty, as wel as efforts can be made in order to enhance the degree of customer satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan, Department of Law and Human Rights, Republic of Indonesia.
Results from the analysis indicates that the degree of customer's satisfaction in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tangerang, based on SERVQUAL dimension are: the dimension of Tangibility, which has an average degree of satisfaction of -0,62 (81,27%), Reliability has an average degree of satisfaction of -1,14 (69,52%), Responsiveness has an average degree of satisfaction of -0,69 (80.99%), Assurance has an average degree of satisfaction of -0,59 (84.22%), and Emphaty has an average degree of satisfaction of - 0,71 (81,46%). This indicates that the dimension of Assurance has the highest degree of satisfaction and dimension of Reliability has the lowest level of satisfaction.
An alternative priority that is suggested for improvement of services, if viewed from the interest from the part of customer is making improvement, starting from the dimensions of: Assurance, Emphaty, Responsiveness, Reliability and there after Tangibility.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Indiarto
"Penelitian ini dilakukan karena adanya tingkat kematian narapidana dan tahanan di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang pada awal tahun 2007 yang tinggi sekali yang disebabkan penyakit HIV/AIDS, sehingga menarik perhatian peneliti untuk mengadakan penelitian terhadap Implementasi Kebijakan Strategi Penanggulangan H1V AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Pemuda Tangerang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang Strategi Penanggulangan HIVIAIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Tangerang dan 3 (tiga) variabel pendukung dan variabel penghambat Implementasi Kebijakan Direktorat Jendereal Pemasyarakatan Nomor: E.55.PK04.10. Tabun 2005 tentang Starategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang.
Penelitian ini dilakukan dengan Cara observasi ke lapangan dengan membuat dan menyebarkan kuisioner kepada 40 orang Pegawai yang diambil secara acak sebagai perwakilan dari 193 pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang, dan mengadakan wawancara mendalam kepada pegawai yang dianggap dapat mewakili pegawai keseluruhan, seperti wawancara kepada Kepala, Kepala seksi Pembinaan, Kepala sub seksi Bimbingan dan perawatan, Dokter, Kepala Poliklinik, dan narapidana pasien HIV/AIDS.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis George C. Edwar IIl.yang terdiri dari atas variable yaitu. Variabel Komunikasi, variabei sumber-sumber, variabei kecenderungan-kecendeiungan (sikap), dan varabel struktur birokrasi.
Kesimpulannya bahwa kebijakan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba telah dikornunikasikan dengan balk kepada pelaksana/petugas, sikap dan birokrasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang sangat balk dan mendukung sekali atas kebijakan tersebut. Hanya faktor variabel sumber-sumber ( suber daya, dan sumber dana) belum mendukung.
Oleh sebab itu peneliti perlu memberikan rekomendasi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan KlasIiA Pemuda dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan agar : merekuitmen petugas Dokter dan Perawat sesuai dengan kebutuhan Lembaga Pemasyarakatan, mengusulkan/menambah anggaran kesehatan untuk di Lembaga Pemasyarakatan dan membuat kerja sama dengan Departemen Kesehatan.

This research is done caused by storey level death of prisoner and convict in Institute serve a sentence Klas IIA Young man of Tangerang in the early year 2007 high once which is caused by disease of HIV 1 aids, so that draw attention researcher to perform a research to Implementation Policy Of Strategy Deviation of HIV AIDS and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas II Young man of Tangerang.
Target of this research is to know Implementation Policy Directorate General Pemasyarakatan about Strategy Deviation of HIV 1 aids and deviation of drugs In Institute Serve A Sentence Klas IIA Tangerang and 3 supporter variable t and variable resistor of Implementation Policy Of Directorate of Jendereal Pemasyarakatan Number: E.55.Pk.04.I0. Year 2005 about Strategy Deviation of HIV I aids and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas ILA Young man of Tangerang.
This research is done by observation to field by making and propagating questioner to 40 taken Officer people at random as delegation from 193 officer of Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang, and perform a circumstantial interview to assumed officer can deputize officer of entirety, like interview to Head prison, chief Head of Construction, chief Head Sub of Tuition and treatment, Doctor, Head Polyclinic, and malefactor of patient of HIV 1 aids.
Theory used to analyse George C. Edwar III.YANG consist of of variable that is. Variable Communications, variable of is source of, tendencies variable (attitude), and bureaucracy structure variable.
Its conclusion that policy of Strategy Deviation of HIV / aids and Abuse of drugs have been communicated better to executor I officer, bureaucracy and attitude in Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang very good and support once of policy. Only variable factor of is source of energy sober, and fund source not yet supported.
On that account researcher require to give recommendation to Head prison Klasiia Young man and Director-General of Pemasyarakatan [so that/ to be] : recruitment officer of Doctor and Nurse as according to requirement [in] prison, proposing I adding health budget to in prison and make job/activity is equal to Department Health."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suranto
"The crime of drugs abuse has resulted in a new phenomenon in the illegal underworld of indonesia. The significant rise of drugs-related crimes can be seen in the large numbers of people detained in correctional institutions and detention facilities in Indonesia. This condition obviously affects the attempts to guide these offenders, which is one of the objectives of a criminal justice system. Without serious, thorough and continuous attempts to tackle the problem, the whole correctional system will be affected for the worse.
This study intends to describe how routine activities of the ofncers and their contacts with inmates do not result in involvement with distribution of drugs in correctional institutions. The method of data collection used was by depth-interviewing informants. The number of informants was four officers of Tangerang Juvenile Correctional Institution. informants are selected purposively to portray various characteristics and routine activities, contact and noninvolvement in drugs distribution in the correctional institution. To find out whether there were any involvement in such abuse; data analysis was done by coding the obtained data to create a working hypothesis and analyzing it, resulting in the conclusions of the study.
Based on the findings of the study, it can be deduced that routine activities, such as those described by Cohen and Felson, did not always result in abuses of power in the form of involvement of officers in drugs distribution, although there were contacts at the same place and time between officers and drugs-related inmates. The interaction and learning processes, according to the differential association theory, did not result in involvement of officers due to the definition and rationale of the officers that involvement in drugs distribution in the correctional institution is in violation of the law, resulting in adverse consequences. This understanding prevents distribution of drugs, as value systems of officers affect them not to be involved in distribution of drugs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>