Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14632 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citra Hati Leometa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang penerimaan diri pada dewasa muda penderita SLE. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana penerimaan diri dewasa muda penderita SLE, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dirinya dan kondisi emosionalnya selama proses penerimaan diri tersebut.
Subjek penelitian ini terdiri dari tiga orang dewasa muda penderita SLE, berusia 26-28 tahun. Terdiri dari dua orang wanita dan satu orang pria. Mereka sudah dinyatakan positif menderita SLE selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan analisis penelitian menjelaskan bahwa pada umumnya mereka menerima diri mereka sebagai penderita SLE. Namun penerimaan diri mereka akan menurun jika penyakitnya menimbulkan hambatan-hamnbatan aktifitas keseharian mereka dan menghambat tugas-tugasnya sebagai dewasa muda. Terdapat beberaa faktor-faktor penerimaan diri yang mempengaruhi derajat penerimaan diri mereka terhadap penyakitmya. Faktor penerimaan diri yang mempengaruhi derajat penerimaan diri ketiga sujek adalah identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri baik. Sedangkan faktor penerimaan diri yang menghambat derajat penerimaan diri mereka terhadap penyakitnya adalah adanya stres emosional akibat penyakitnya. Faktor penerimaan diri yang mempengaruhi derajat penerimaan diri ketiga subjek adalah identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri bauk. Sedangkan faktor penerimaan diri yang menghambat derajat penerimaan diri mereka terhadap penyakitnya adalah adanya stress emosional akibat penyakitnya"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Apsari
"Beberapa tahun terakhir ini fenomena indigo di Indonesia mulai banyak diangkat oleh media masa dan mengundang berbagai pandangan positif maupun negatif. Anak indigo memiliki karakteristik kemampuan yang berbeda dengan anak seusianya, yaitu pengalaman ESP (Extra Sensory Perception), spiritualitas tinggi, dan rasional. Adanya kesadaran bahwa terdapat perbedaan karakteristik akan mempengaruhi konsep diri individu indigo.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran perkembangan konsep diri remaja akhir indigo dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara dan observasi pada remaja akhir indigo yang berusia 18-22 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja indigo merasa berbeda dari teman sebayanya sejak kecil. Mereka merasa memiliki kelebihan dan cenderung merasa superior sehingga tidak suka diatur dan seringkali mendapatkan pandangan negatif dari lingkungan sosial. Adanya pandangan negatif ini menyebabkan mereka merasa ingin normal dan menolak kemampuan dirinya. Meskipun demikian, mereka tetap mendapatkan positive regard dari lingkungan sosial dan orangtua sehingga mereka dapat kembali menerima dirinya. Perkembangan konsep diri mereka dipengaruhi oleh orang tua, lingkungan sosial dan pengalaman memasuki lingkungan baru. Remaja indigo juga memandang indigo sebagai sebuah label dan merasa karakteristik indigo telah menjadi bagian dari diri mereka sejak kecil.

Nowadays the indigo phenomenon is getting popular in Indonesia's mass media and there are negative and positive opinions about this topic. The indigo children have different characteristics of ability among another children in their age, such as ESP (Extra Sensory Perception) experience, high spirituality, and rational. Awareness of this different characteristics will affect their self concept.
The purpose of this study is to get description of the development of self concept in late adolescents indigo and factors that affect it. Qualitative method is used by doing some interviews and observations on 18-22 years old late adolescents.
Result on this study describes that adolescents indigo feel different among another children in their age. They feel that they have higher ability and feeling of superiority that makes them disobey rules and get negative judgements from their social environment. This negative judgements make them want to become a normal person and deny their ability. However, they still get positive regard from their parents and social environment that make them finally accept themselves. The development of their self concept is affected by parents, social environment and experience in the new environment. Indigo adolescents see the term indigo as a label and they feel indigo characteristics already a part of themselves since their childhood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.2 IND g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaksmi Handayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sebelum dan setelah didiagnosis menderita SLE. SLE adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan yang kronis dengan penyebab yang tidak diketahui dan mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem syaraf, membran serous, dan organ tubuh lainnya (Schur dalam Kelley, Harris, Jr., Ruddy, & Sledge, 1981).
Sebagai suatu penyakit kronis, SLE memiliki dampak terhadap berbagai aspekaspek kehidupan penderitanya dan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Berbagai gejala fisik yang harus dialami oleh penderita, keterbatasan-keterbatasan daiam melakukan aktivitas sehari-hari, stigma negatif seperti rasa iba dan penolakan dari keluarga dan lingkungan dapat membuat penderita merasa frustrasi dan stres.
Wanita dari tahapan usia subur (18-40 tahun) merupakan golongan terbanyak menderita SLE. Seringkali mereka merasa takut tidak dapat memiliki keturunan disebabkan oleh penyakit ini. Padahal tahapan usia tersebut merupakan tahapan usia dewasa muda dimana salah satu tugas perkembangannya adalah berkeluarga dan membesarkan anak (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Sementara itu di masyarakat telah berkembang suatu harapan yang kuat bahwa wanita sewajarnya menjadi seorang ibu (Russo dalam Hyde, 1985).
Berbagai permasalahan di atas dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap dirinya sendiri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa suatu penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan drastis dalam konsep diri seseorang. Sedangkan konsep diri dalam Hurlock (1979) diartikan sebagai elemen yang dominan dalam pola kepribadian seseorang, dan merupakan kekuatan yang memotivasi perilaku seseorang. Konsep diri menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya, kemampuannya, dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu (Rogers dalam Hall & Lindzey, 1978).
Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku dan reaksi seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya, termasuk penyesuaian dirinya atau coping terhadap stres yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang dihadapinya (Hurlock, 1979). Oleh karena itu konsep diri penderita SLE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupannya di masa sekarang maupun di masa mendatang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 orang wanita penderita SLE pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun) yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling secara insidental agar memudahkan peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam keempat kategori konsep diri penderita. Keempat kategori konsep diri tersebut adalah konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal, yang masing-masing berkaitan dengan komponen fisik dan psikologis (Hurlock, 1979). Pada konsep diri dasar, umumnya penderita merasa bahwa fisik mereka tidak sekuat dahulu sehingga hal ini menjadi penghambat bagi mereka dalam beraktivitas. Kegiatan-kegiatan mereka mulai dibatasi untuk menjaga kondisi diri dan mencegah kambuhnya penyakit.
Penderita juga menjadi lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Perubahan penampilan yang merugikan dan menetap membuat penderita menjadi minder dan tidak percaya diri. Penderita juga menjadi lebih rentan terhadap stres dan tidak dapat menerima berita-berita yang tidak menyenangkan baginya. Selain itu penderita juga menjadi lebih giat dalam kegiatan keagamaannya. Sebagian penderita merasa pesimis dalam memandang hidupnya karena merasa tidak dapat hidup normal seperti orang sehat pada umumnya. Namun ada pula penderita yang tidak merasa terlalu terganggu oleh hal tersebut karena sudah lebih dapat menerima keadaan dirinya. Dalam hal ini, penderita tetap optimis dalam memandang kehidupannya.
Dalam konsep diri sementara, kondisi fisik yang memprihatinkan terutama pada masa-masa awal dideritanya SLE membuat penderita menilai dirinya lebih negatif untuk sementara. Di lain pihak kejadian-kejadian yang menghasilkan emosi-emosi positif seperti keberhasilan dalam meraih hal tertentu membuat penderita menilai dirinya secara lebih positif untuk sementara.
Pada konsep diri sosial, penderita merasakan pandangan iba dan kasihan dari keluarga dan lingkungan. Keluarga pada umumnya memberikan perhatian lebih dan dukungan pada penderita. Hal ini dapat diekspresikan secara berlebihan sehingga memicu kecemburuan pada anggota keluarga yang lainnya. Namun dapat pula terjadi pengabaian dan penolakan oleh keluarga serta lingkungan penderita. Penolakan ini disebabkan karena penderita dianggap sebagai beban keluarga dan dipandang aneh oleh lingkungan sehingga memancing ejekan, cemoohan serta gunjingan. Pada penderita yang belum berkeluarga terdapat kekhawatiran bahwa lawan jenis akan memandang mereka dengan sebelah mata disebabkan oleh penyakitnya tersebut.
Pada konsep diri ideal, penderita berharap agar dapat menjalani kehidupan yang layak dan baik seperti orang lain, yaitu ingin agar dapat bekerja, berumah tangga, memiliki keturunan, diterima oleh keluarga dan lingkungan, serta ingin agar SLE-nya tidak kambuh lagi sehingga mereka dapat hidup seperti orang sehat pada umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namirah Tzalsavila
"Penelitian ini membahas konsep diri yang ada dalam ekspresi dengan kata umpatan di Twitter yang dilakukan oleh dewasa muda yang tinggal di perkotaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk melihat konsep diri para pengumpat di Twitter. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami bagaimana konsep diri yang merupakan bagian dari Teori Interaksionisme Simbolik dalam ekspresi mengumpat oleh kaum dewasa muda melalui media sosial Twitter dan mengetahui alasan individu dewasa muda mengumpat menggunakan Twitter. Pengambilan subjek penelitian ini dilakukan menggunakan teknik snowball sampling. Subjek penelitian ini terdiri dari lima orang yang berusia 21-22 tahun dan berdomisili di perkotaan yakni Jakarta dan Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Kesimpulandari penelitian ini menjelaskan bahwa konsep diri setiap individu yang berbeda didapatkan dari interaksi sosial individu dengan keluarga, teman, dan media sosial tetap memicu individu mengungkapkan ekspresi dengan kata umpatan yang kemudian hal ini memberikan kontribusi bagi perilaku mengumpat di Twitter.

This study discusses the self-concept that exist in the expression of swear words on Twitter by young adults who live in urban areas. This research is qualitative research to see the self-concept of the slanderers on Twitter. This study aims to understand how the self-concept which is part of the Symbolic Interaction Theory in the expression of swearing by young adults through social media Twitter and to find out the reasons why young adults swear using Twitter. The subject of this research was taken using snowball sampling technique. The subjects of this study consisted of five people aged 21-22 years and domiciled in urban areas, namely Jakarta and Surabaya. Data collection was carried out by in-depth interviews to obtain data that could answer research questions. The conclusion of this study explain that each individual's different self-concept obtained from individual social interactions with family, friends, and social media still triggers individuals to express expressions with swear words which then contribute to cursing behavior on Twitter."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri pada pemain yang eRepublik yang berada pada periode dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah pemain eRepublik yang berusia 18 hingga 40 tahun, sebanyak 89 orang. Konsep diri dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang teori Fitts (1971) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami oleh individu. Alat ukur yang digunakan adalah Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
Pemain eRepublik dikelompokkan menjadi dua berdasarkan durasi waktu bermain selama seminggu, yaitu kelompok normal (yang bermain kurang dari 45 jam seminggu) dan extreme gamers (yang bermain lebih dari 45 jam seminggu).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok normal memiliki konsep diri yang negatif dan kelompok extreme gamers memiliki konsep diri yang positif, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri dan dimensi-dimensinya dari kedua kelompok.

This research aims to describe the self-concept of young adulthood who plays eRepublik. The participants for this research are 89 of eRepublik players, ranging from 18 to 40 years old. The term "self-concept" in this research was based on Fitts (1971) point of view that said self-concept is self that looked, perceived and experienced by onelself. The instrument that used for measuring personality profile is Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
eRepublik players divided into two groups based on time duration that spent to play eRepublik in a week, those are normal group (who plays less than 45 hours in a week) and extreme gamers (who plays more than 45 hours in a week).
The results indicate that the normal group has negative self-concept and extreme gamers group has positive self-concept, but they were not significantly different in self-concept and its dimensions.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Roswiyanti
"Konsep diri merupakan hal yang penting artinya bagi kehidupan seseorang karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai situasi. Melalui pemahaman mengenai konsep diri maka tindakan seseorang lebih mudah untuk dipahami. Fitts (1971) menyebutkan bahwa konsep diri adalah suatu konstruk sentral untuk memahami manusia dan tingkah lakunya.
Konsep diri juga berkaitan dengan penilaian diri pribadi sesuai dengan peran yang dibawakannya dalam masyarakat. Peran tersebut sangat beragam, apakah ia sebagai orang tua dari anak-anaknya, seorang wanita yang berperan sebagai isteri, dan sebagainya. Individu juga menilai diri sendiri dari segi kepribadiannya, apakah ia merasa sebagai orang yang jujur, simpatik atau justru sebaliknya.
Masa dewasa muda adalah masa dimana individu mulai membangun pondasi bagi kehidupan mereka selanjutnya. Seseorang diharapkan telah merefleksikan pengalaman-pengalaman sepanjang masa hidup sebelumnya dan mulai membentuk tujuan-tujuan hidup yang diharapkan bagi kehidupan selanjutnya. Mereka mempelajari kemampuan dalam pengambilan keputusan, pemahaman akan nilai-nilai serta tanggung jawab baru.
Salah satu tanggung jawab dan keputusan yang harus mereka ambil adalah membangun hubungan intim, memilih pasangan hidup serta mengambil keputusan untuk masuk kedalam perkawinan. Mereka dituntut untuk menyiapkan diri bagi kehidupan berkeluarga. (Tumer & Helms; Zanden, 1993).
Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Femina No.27/XXX tahun 2002 terhadap 200 responden tentang pandangan terhadap wanita yang bersedia menjadi isteri kedua dengan perincian persentase sebesar 51% yang pro dan mendukung menjadi isteri kedua, 43% yang kontra, 1% menjawab tidak tahu dan 5% responden tidak menjawab.
Peneliti ingin melihat seberapa baik gambaran konsep diri perempuan dewasa muda dalam perkawinan poligini berdasarkan 4 aspek konsep diri dari Fitts yaitu aspek pertahanan diri, aspek penghargaan diri, aspek integrasi diri dan aspek kepercayaan diri sehingga mereka dapat bertahan dengan kehidupan dipoligini oleh suaminya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus, menggunakan teknik wawancara dan observasi sebagai pendukung pada 4 subjek perempuan dewasa muda yang dipoligini yang terdiri dari isteri pertama dan isteri kedua dari 2 pasangan suami isteri untuk melihat perbedaan konsep diri sebelum dan sesudah perkawinan poligini antara isteri pertama dengan isteri kedua.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ke 4 orang subjek mempunyai konsep diri yang baik yang meliputi aspek pertahanan diri, aspek penghargaan diri, aspek integrasi diri dan aspek kepercayaan diri yang masingmasing tergolong baik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Konsep diri merupakan cara pandang seseorang mengenai dirinya sendiri. Motivasi untuk rneraih rnasa depan merupakan suatu dorongan dari dalam atau luar dirinya sendiri yang mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dengan tujuan meraih impian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri anak jalanan usia remaja dan motivasi untuk meraih masa depan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel penelitian ini benjumlah 134 responden yang merupakan anak jalanan di Terminal Depok yang berusia 15-18 tahun dan bersekolah di Sekolah Masjid Terminal Depok yang dipilih secara random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner mengenai konsep diri dan motivasi untuk meraih masa depan. Untuk mengukur konsep diri digunakan Tennessee Self Concept Scale yang telah dimodiiikasi, sedangkan untuk rnengukur motivasi untuk meraih masa depan digunakan kuesioner yang telah dibuat sendiri oleh peneliti. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsep diri dan motivasi untuk meraih masa depan pada anak jalanan usia remaja di Terminal Depok (alpha = 0,05; p value = 0,000; dan OR = 9,646).

Self-concept is the individual perspective to describe their own self. Motivation to achieve the fiiture is a force either from the outside or inside of individual itself leading them to behave and its purpose is to fulfill their dreams. The purpose of this research is to know the correlation between self-concept and motivation to achieve the future on adolescence street children at Terminal Depok. The methodology that being used in this research is descriptive correlation. The total amount of the sample of this research is 134 respondents that are adolescence street children at Tenninal Depok which age around 15 through 18 years old and they go to school at Sekolah Masjid Terminal Depok, they were being chosen by random sampling. The data was collected by using a questionnaire sheet about self concept and motivation to achieve the future. To measure self concept, researchers used Tennessee Self Concept Scale that has been modified. Besides that, to measure motivation to achieve the future, researchers used the questionnaire that made by ourselves. The collected data is being analyzed by using Chi-Square test. The results of this research showed that there was a significant correlation between self-concept and motivation to achieve the future on adolescence street children at Tenninal Depok (alpha = 0,05; p value = 0,000; and OR = 9,646)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
TA5915
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Lita Widhiyanti
"Anak pada masa usia sekolah (6-12 tahun) mulai mengembangkan hubungan dengan teman sebayanya. Teman sebaya membantu anak untuk mengembangkan citra diri dan harga diri anak melalui modeling, reinforcement, dan perbandingan sosial. Oleh karena teman sebaya sangat berperan dalam perkembangan sosial anak usia sekolah, maka orangtua, guru, dan sistem pendukung anak lainnya perlu mengetahui apakah teman sebaya mempengaruhi harga diri anak, sehingga optimalisasi perkembangan sosial dan konsep diri anak dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara teman sebaya dan harga diri pada anak usia sekolah.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi. Populasi yang digunakan adalah siswa/i kelas IV dan V SDN 05 Pondok Cina Depok dan pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random sampling dan acak sederhana, dengan jumlah sampel sebanyak 54 orang. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner atas persetujuan responden. Data tersebut diuji dengan menggunakan uji chi square pada α = 0,05 dan didapatkan p value 0,000 (p value < α), yang artinya ada hubungan yang signifikan antam teman sebaya dan harga diri pada anak usia sekolah. Mayoritas anak yang hubungan dengan teman sebayanya baik, memiliki harga diri yang tinggi (85.7%) dan mayoritas anak yang hubungan teman sebayanya buruk, memiliki harga diri yang rendah (65,4%)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5663
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Hernawan
"Pada penelitian ini, peneliti melihat bahwa Pasukan Lima Jari sebagi band genre reggae mengkonsepsikan diri mereka sebagai genre reggae yang berbeda dengan band genre reggae lainnya. Hal tersebut merupakan reaksi dari Pasukan Lima Jari terhadap label menyimpang yang dilekatkan kepada genre reggae. Reaksi dari Pasukan Lima Jari disebabkan mereka menentang konsepsi masyarakat yang cenderung melekatkan label menyimpang pada genre reggae, sehingga mereka membuat sebuah identitas baru yang melepas atribut rastafari namun tetap melakukan kritik sebagaimana genre reggae sejatinya. Secara garis besar penelitian ini menggunakan kriminologi kritis sebagai pendasaran utama. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang bersifat observasi partisipan agar peneliti dapat melakukan observasi secara langsung dan memahami pemikiran juga pemaknaan dari Pasukan Lima jari. Pada akhirnya penelitian menukan bahwa usaha yang dilakukan Pasukan Lima Jari bertujuan untuk menghapus label menyimpang yang dilekatkan kepada genre reggae.
In this research , researchers saw that Pasukan Lima Jari as a reggae band concept themselves as a raggae bandn that different other form of reggae band .The reaction of Pasukan Lima Jari against deviating label attached to a reggae .The reaction of an Pasukan Lima Jari caused they fight society conception that tends to make a label deviating on reggae, so that they make a new identity which unties the attribute of rastafari but still do criticism as basic of reggae .As a broad outline this research using critical criminology as main principal. This Research is conducted by the qualitative method with participating observation from researcher, so researcher can do a direct observation and understand the thought also purport of Pasukan Lima Jari. Eventually this research found the efforts by Pasukan Lima Jari that aims to remove the label deviating attached to reggae."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S57747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Oktavia Hidayati Nur Oktavia Hidayati, aythor
"Isu gender dan masalah psikososial merupakan salah satu isu penting dalam Lapas. Tahun 1999, kira-kira 285.000 tahanan dan narapidana yang berada dalam lapas mengalami gangguan jiwa. Di Amerika Serikat sendiri tercatat 73% narapidana yang mengalami gangguan jiwa adalah perempuan. Harga diri rendah merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan oleh narapidana perempuan yang ada di Lapas Bogor, sehingga perlu sekali suatu terapi seperti EFT yang berguna untuk meningkatkan harga diri mereka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) terhadap peningkatan harga diri narapidana perempuan. Desain penelitian adalah one group pre test ? post test (before and after). Teknik penarikan sampel penelitian adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 32 responden. Analisis data univariat dengan menganalisis variabel-variabel secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi, mean, median, standar deviasi, minimal ? maksimal, 95%CI. Analisis bivariat menggunakan dependent sample t-test dan rank-spearman test. Hasil penelitian menunjukkan rata?rata umur responden 28,03 tahun, rata ? rata lama masa hukuman adalah 2,72 tahun, pendidikan paling banyak berada pada tingkat SMA, dan responden paling banyak berstatus kawin. Rata-rata harga diri sebelum EFT adalah 21,16 dan rata-rata harga diri sesudah EFT adalah 24,72. Ada perbedaan yang signifikan antara harga diri sebelum dan sesudah EFT (p-value=0,000), ada hubungan yang signifikan antara umur dan harga diri setelah diberikan EFT (pvalue=0,000), tidak ada hubungan antara pendidikan, status perkawinan dan lama masa hukuman dengan harga diri setelah diberikan EFT. Dari hasil tersebut perlu adanya pelatihan-pelatihan dan seminar tentang EFT bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan bagi komunitas terbatas seperti narapidana yang ada di Lapas.

The most important issues that exposed in the prison is gender and psychosocial problems. Approximately, 285,000 inmates experienced mental disorder in 1999. In the United States, 73% of women inmates have experienced mental disorders. Low self esteem which is one of the problems that complained by many women inmates in the Lapas Bogor, so it is necessary to give useful therapy like EFT to improve their self esteems. The goal of this research to determine the influence of Emotional Freedom Technique (EFT) for self-improvement of women inmates. The design research is one group pre test - post- test (before and after). The type of sampling research is purposive sampling, which the number of samples are 32 respondents. Univariat data analysis analyzes variables descriptively with calculating the
frequency distribution and proportion, mean, median, deviation standart, minimal ? maximal, 95%CI. Bivariat analysis uses dependent sample t-test and rank-spearman test. The Results of this research shows the average age of respondents are 28.03 years old, the average of sentences are 2.72 years, the most education is on high school level, and most respondents are married. The average value of self esteems before the EFT are 21.16 and the average value of self esteem after the EFT are 24.72. There are significant differences in the self esteem level before and after EFT (p-value = 0.000), there is significant relation between age and self esteem after EFT (p-value = 0.000), there are no relation between education, marital status and duration sentences period with self esteem after given by EFT. This result encourages necessary training and seminars about EFT for health worker especially nurse in effort to improve nursing services in the limited community such as inmates in prison."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>