Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Wardhi Fachri
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ciri kepribadian Big Five Factor yang terdiri dari lima domain dan faktor demografis yang meliputi usia, masa kerja, tingkat pendidikan serta jenis kelamin dengan tiap dimensi dan total keseluruhan kesiapan untuk berubah. Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian ex post facto (field study) dan metode penelitian within subject design dengan menggunakan instrumen alat ukur berupa kuesioner RFCQ-II dan IPIP-NEO yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini melibatkan 62 orang responden yang berasal dari suatu perusahaan yang akan menghadapi rencana perubahan struktur perusahaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hanya salah satu dimensi dari kesiapan untuk berubah yang dapat diprediksi secara bersama-sama oleh kepribadian Big Five Factor dan faktor demografis. Dimensi tersebut ialah personal valence, dimana personal valence berhubungan dengan faktor demografis masa kerja dan ciri kepribadian neuroticism dari Big Five Factor.

ABSTRACT
The objective of this research is to investigate the relationships between Big Five Factor personality trait that consist of five domains and demographic factors that comprise of age, tenure, education level, and gender with total readiness for change and each dimensions. The research be held with the quantitative method through ex post facto (field study) of research type and within subject design of research method and utilize the instruments both of RFCQ-II and IPIP-NEO which have modified in to Indonesian. The research involved 62 respondents that come from a company, which has taken a change in their structure. The result has shown that only one dimension of readiness for change that could predict simultaneously by both of Big Five Factor personality trait and demographic factor. The dimension is personal valence, which have relationship with tenure and neuroticism of Big Five Factor personality trait."
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziah
"Setiap organisasi perlu melakukan berubahan agar dapat bertahan hidup, eksis dan berkembang. Akan tetapi, perubahan organisasi seringkali mengalami kegagalan, salah satu penyebabnya adalah kurangnya komitmen karyawan untuk berubah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kesiapan individu untuk berubah dan kepercayaan organisasi terhadap komitmen afektif untuk berubah. Partisipan dari penelitian ini terdiri dari 328 karyawan yang bekerja diberbagai perusahaan perbankan di wilayah JABODETABEK. Komitmen afektif untuk berubah diukur menggunakan Commitment to Change Inventory, kepercayaan organisasi diukur menggunakan Organizational Trust Inventory dan kesiapan individu untuk berubah diukur menggunakan Readiness for Change Scale.
Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesiapan individu untuk berubah r = 0,64, p < 0,01 dan komitmen afektif untuk berubah serta hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan organisasi r = 0,30, p < 0,01 dan komitmen afektif untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu dengan kesiapan untuk berubah dan kepercayaan organisasi yang tinggi memiliki komitmen afektif untuk berubah yang juga tinggi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kesiapan individu untuk berubah ? = 0,63, p < 0,01 memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap komitmen afektif untuk berubah dibandingkan dengan kepercaayaan organisasi ? = 0,09, p < 0,05.

Every organizations need to change in order to survive, exist and develop. However, not every organizational change program was successful. This research aimed to examine the impact between individual readiness for change and organizational trust toward affective commitment to change. Participants of this research are 328 employees who work in various organization in the JABODETABEK area who facing changes. Affective commitment to change was measured using Commitment to Change Inventory, organizational trust was measured by Organizational Trust Inventory, and individual readiness for change measured using Readiness for Change Scale.
The result of this study proves that there is a significant positive correlation between individual readiness for change r 0,64, p 0,01 and affective commitment to change, and also a significant positive correlation between organizational trust r 0,30, p 0,01 and affective commitment to change. It implies that people with high individual readiness for change and organizational trust also have high affective commitment to change. This research also found that individual readiness for change 0,63, p 0,01 had stronger impact to affective commitment to change than organizational trust 0,09, p 0,05.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.N.N. Sulistyorini
"Sex dan gender kerap diidentifikasi sebagai hat yang sama. Kerancuan ini berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua sex, laki-laki dan perempuan. Sementara gender adalah aspek non-fisiologis dari sex yang memiliki harapan budaya terhadap femininitas dan maskulinitas (Lips, 1988 dalam Stevenson 1994). Salah satu bidang yang terimbas oleh kerancuan sex dan gender adalah bidang kerja. Vianello et al. (1990) menggambarkan stereotip yang ada dalam masyarakat ikut mengimbas dunia kerja. Pada dasarnya dunia kerja Iebih dipengaruhi oleh peran gender, bukan perbedaan jenis kelamin. Sementara, bidang kerja terbagi menjadi bidang kerja tradisional (didominasi nilai femininitas) dan nontradisional (didominasi nilai maskulinitas). Di dalam sebuah pekerjaan, keberhasilannya menuntut adanya kedua peran gender disaat yang bersamaan (Parsons dan Bales, 1955 dalam Spence dan Buckner, 1995 dan Megawangi, 1999).
Salah satu karakteristik bidang kerja tradisional adalah tidak memerlukan komitmen jangka panjang (Van Dusen dan Sheldon, 1976, dalam Basow, 1980). Ini cukup menarik jika melihat mayoritas pekerja di bidang kerja tradisional bekerja dalam jangka waktu yang cukup panjang. Untuk meneliti jenis komitmen apa yang mengikat mereka konsep Tiga Komponen Komitmen Kerja (Meyer, Allen, dan Smith, 1993) dirasa akan dapat menjawab.
Selain mempengaruhi bidang kerja, peran gender juga memiliki orientasi yang unik dalam diri tiap manusia. Orientasi peran gender adalah kepemilikan seseorang atas sifat-sifat kepribadian stereotip maskulin dan feminin yang diharapkan masyarakat (Tang dan Tang, 2001), karakteristik yang nampaknya memiliki harapan sosial yang berbeda pada tiap-tiap jenis kelamin (Spence dan Helmreich, 1978 dalam Robinson, 1995), atau persepsi seseorang tentang maskulinitas dan femininitas dalam dirinya (Raguz, 1991). Maka saat orientasi peran gender seseorang tidak memenuhi harapan sosial yang telah ditetapkan masyarakat atau dirinya sendiri, individu ini dapat mengalami stress akibat peran gender. Stress ini merupakan bentuk unik dari distress yang timbul akibat suatu situasi yang dipersepsikan sebagai pelanggaran terhadap peran gender tradisional (Eisler, 1995 dalam Efthim, Kenny, dan Mahalik, 2001).
Berdasarkan penjabaran ini timbullah beberapa pertanyaan, seperti: bagaimana jika seseorang memiliki orientasi peran gender yang berbeda dengan harapan yang telah terbentuk dalam masyarakat? Apakah ia akan mengalami suatu tekanan (stress)? Apakah orang yang orientasi peran gendernya sesuai dengan harapan masyarakat tidak mengalami stress? Bagaimana jika seseorang laki-laki dengan dominasi feminin yang tetap bekerja di bidang non-tradisional dan perempuan dengan dominasi maskulin yang tetap bekerja di bidang tradisional, karena menuruti kelaziman masyarakat? Apakah mereka akan mengalami stress? Akankah mereka memiliki komitmen terhadap pekerjaannya tersebut? Bagaimana halnya dengan pekerja yang bekerja di bidang yang sesuai dengan orientasi peran gendemya? Apakah mereka tidak akan mengalami stress? Apakah komitmen mereka terhadap pekerjaan lebih tinggi dibandingkan kelompok pertama? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian memicu penelitian ini.
Dari runtutan penjabaran dan pertanyaan diatas, dapat diasumsikan bahwa terdapat pengaruh antara orientasi peran gender dan stress akibat peran gender secara bersama-sama terhadap komitmen kerja pada pekerja di bidang kerja tradisional. Walaupun pada hasil pengolahan data tidak ditemukan korelasi maupun pengaruh yang signifikan diantara variabel-variabel tersebut, beberapa teori pendukung penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya. Diduga terdapat variabel perantara yang dapat menghubungkan variabel bebas ke variabel terikat sehingga terdapat pengaruh dan korelasi yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tytania Faridhal
"ABSTRAK
Dampak negatif yang ditimbulkan employee silence dapat mengancam eksistensi dan efektivitas setiap organisasi. Terbatasnya literatur ilmiah yang menjelaskan anteseden-anteseden employee silence menjadikan topik ini sangat perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara job based dan organizational based psychological ownership dengan acquiescent silence dan defensive silence. Data diperoleh dengan metode survei dari 276 karyawan di salah satu institusi pemerintahan Indonesia. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa job based psychological ownership memiliki hubungan negatif dengan acquiescent silence (B=-0,284; p<0.001) dan defensive silence (B=-0,300; p<0.001). Sedangkan pada organizational based psychological ownership hanya ditemukan hubungan negatif dengan acquiescent silence (B=-0,222; p<0.01).

ABSTRACT
Negative effects of employee silence have always been threatening both existences and effetiveness organization. Literature that explained the antecedents of employee silence is still limited. The objective of this study is to examine the unique relationship between both job based and organizational based psychological ownership with employee silence. Data collected from 276 employees from Indonesian government institution showed different relationship from both psychological ownership. Hypotheses testing showed that job based psychological ownership correlated negatively with acquiescent silence (B=-0,284; p<0.001) and defensive silence (B=-0,300; p<0.001). In addition to that, organizational based psychological ownership correlated negatively only with acquiescent silence (B=-0,222; p<0.01).
"
2015
S59172
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiz Novascotia Saripudin
"[ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan dalam perilaku social loafing antara mahasiswa dari berbagai negara di Asia dengan mahasiswa dari Australia. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa University of Queensland, yang dibagi menjadi dua kelompok kondisi yaitu kondisi kerja kelompok koaktif atau kerja kelompok kolektif. Masing-masing kondisi terdiri dari antara mahasiswa Asia atau mahasiswa Australia. Partisipan diberikan mental task dan kemudian performanya diukur untuk menunjukkan tendensi perilaku social loafing. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok koaktif dan kolektif, mahasiwa Australia pada kelompok koaktif bekerja lebih baik dibanding mahasiswa Asia pada kelompok koaktif. Hasil dari penelitian ini mengindikasi bahwa budaya individualistik barat menunjukkan performa kerja lebih baik dibanding budaya kolektivis timur ketika ditempatkan pada kondisi kelompok kerja koaktifABSTRACTThis research is done to investigate the differences in social loafing between Asians students from various Asian countries and Australian students. Participants were university students who were divided into either a coactive or collective work condition. Each work condition consisted of either Asians or Australians. Participants were given a mental task and the performance on this task was measured to represent social loafing. The results revealed that although there was no significant difference between coactive and collective groups, Australians in a coactive setting performed better than Asians in a coactive setting. The results of this study indicate that western individualistic cultures perform better than eastern collectivistic cultures on a task if they are put in a coactive work setting;This research is done to investigate the differences in social loafing between Asians students from various Asian countries and Australian students. Participants were university students who were divided into either a coactive or collective work condition. Each work condition consisted of either Asians or Australians. Participants were given a mental task and the performance on this task was measured to represent social loafing. The results revealed that although there was no significant difference between coactive and collective groups, Australians in a coactive setting performed better than Asians in a coactive setting. The results of this study indicate that western individualistic cultures perform better than eastern collectivistic cultures on a task if they are put in a coactive work setting, This research is done to investigate the differences in social loafing between Asians students from various Asian countries and Australian students. Participants were university students who were divided into either a coactive or collective work condition. Each work condition consisted of either Asians or Australians. Participants were given a mental task and the performance on this task was measured to represent social loafing. The results revealed that although there was no significant difference between coactive and collective groups, Australians in a coactive setting performed better than Asians in a coactive setting. The results of this study indicate that western individualistic cultures perform better than eastern collectivistic cultures on a task if they are put in a coactive work setting]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Kusminanti
"ABSTRAK
Pemberian alat pelindung diri adalah salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Berdasarkan beberapa literatur dan pengamatan langsung olch peneliti diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pemberian alat pelindung diri ini seringkali menemui hambatan. Misalnya tingkat kedisiplinan pekerja untuk memakai alat pelindung diri masih belum optimal yang disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran pekerja terhadap pentingnya alat pelindung diri, pola pengawasan dari pimpinan, dan adanya faktor-faktor yang dianggap menghambat untuk memakai alat pelindung diri, Salah satu jenis alat pelindung diri adalah helm, yaitu alat yang ditujukan untuk melindungi kepala dari bahaya di atas kepala, Kebutuhan helm ini sangat besar pada jenis pekerjaan di konstruksi bangunan bertingkat.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku menggunakan helm dengan menggunakan salah satu teori untuk memprediksi perilaku yaitu teori reasoned action dan teori planned behavior. Melalui teori ini perilaku dapat diprediksi melalui tiga determinan perilaku yaitu sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Partisipan penelitian ini adalah pekerja tingkat pelaksana pekerjaan konstruksi bangunan. Jumlah partisipan keseluruhan adalah 135 orang. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang berisi dengan pernyataan tentang variabel penelitian yang disusun dalam skala dengan rentang skor 1-4.
Analisis hasil penelitian ini menggunakan perhitungan regresi berganda, yang kemudian diperoleh R Square sumbangan ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm adalah sebesar 8,4 %. Besar sumbangan ini menunjukkan adanya sumbangan variabel lain yang juga berkontribusi terhadap intensi perilaku memakai helm. Sedangkan berdasarkan uji F, diperoleh nilai F adalah 5.114 yaitu di atas 3.94 maka dapat dikatakan bahwa terdapat sumbangan yang signifikan dari ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm. Variabel Norma subjektif secara signifikan mempunyai hubungan positif dengan intensi untuk menggunakan helm (sig T.002) serta memberikan sumbangan relatif terhadap intensi sebesar 0.261"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadidiatou Amirou
"ABSTRAK
Keberadaan sinisme perubahan organisasi diantisipasi sebagai hambatan yang akan muncul dalam menjalankan proses perubahan organisasi. Untuk itu, perlu diketahui apa saja faktor yang mempengaruhi sikap ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sikap percaya pada organisasi terhadap sinisme perubahan organisasi. Sampel penelitian terdiri atas 276 karyawan yang diambil dari dua lembaga keuangan BUMN dan dua lembaga keuangan perusahaan swasta. Sikap percaya pada organisasi diukur dengan Organizational Trust Index (OTI) dan sinisme perubahan organisasi diukur dengan Cynicism About Organizational Change Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sikap percaya pada organisasi terhadap sinisme perubahan organisasi, dengan dimensi keandalan sebagai dimensi yang memiliki efek terbesar.

ABSTRACT
The existence of cynicism about organizational change was predicted to be an obstacle during organizational change process. Thus, it was crucial to know what factors affected this attitude. The purpose of the current research was to investigate the effect of organizational trust on cynicism about organizational change. The research sample consisted of 276 employees obtained from two public and two private financial institutions. Organizational trust was measured with Organizational Trust Index (OTI), while cynicism about organizational change was measured with Cynicism About Organizational Change Scale. Results from the research showed that organizational trust predicted cynicism about organizational change, with the reliability dimension showing the biggest effect size.;"
2016
S65066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Fitraza Kosmaya
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived organizational support (POS) terhadap komitmen organisasi karyawan di PT XYZ. Tipe penelitian action research dengan responden sebanyak 66 karyawan. Alat ukur dalam penelitian ini adalah adaptasi dari Organizational Commitment Questionnare (Allen dan Meyer, 1997) dan Survey Perceived of Organizational Support (Eisenberger dkk., 1986).
Hasil uji regresi berganda (R2=0,208, p<0,05), menunjukkan bahwa ketiga komponen POS secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan. Adapun dimensi POS yang memiliki sumbangan terbesar terhadap ketiga komponen komitmen organisasi adalah perceived of supervisor support (PSS). Oleh karena itu, intervensi dirancang untuk meningkatkan PSS melalui pelatihan coaching terhadap atasan dan pendampingan saat atasan memberikan coaching kepada bawahannya.
Dari hasil uji signifikansi perbedaan pre-test dan post-test, diketahui bahwa intervensi yang diberikan berhasil meningkatkan POS (t=-2,899, p<0,05), namun tidak berhasil meningkatkan komitmen organisasi karyawan (t=-1,489, p>0,05). Hal ini disebabkan rendahnya pengalaman kerja responden (dibawah 2 tahun) atau jarak pengukuran pre-test dan post-test yang terlalu singkat. Dengan demikian, perusahaan perlu memberikan bentuk dukungan lain yang dapat meningkatkan komitmen organisasi, misalnya kebijakan, penghargaan, dan kondisi kerja yang dipersepsikan adil oleh karyawan.

The study was conducted to determine the effect of perceived organizational support (POS) to organizational commitment of XYZ employees. Type of action research study with the respondents as many as 66 employees. Measuring tool in the study were adapted from the Organizational Commitment Questionnare (Allen and Meyer, 1997) and the Survey of Perceived Organizational Support (Eisenberger et al., 1986).
The results of multiple regression test (R2=0,208, p<0,05), showed that all three components of POS is jointly significant effect on organizational commitment of employees. The dimensions of POS which has the largest contribution to the three components of organizational commitment is perceived supervisor support (PSS). Therefore, the interventions was designed to improve the PSS through coaching training and supervisory to superordinates.
The results of pre-test and post-test significance differences that intervention given had been able to improve POS (t=-2,899, p<0,05), but have not been able to improve organizational commitment (t=-1,489, p>0,05). This is due to lack of work experience of respondents (under 2 years) or a distance measurement of pre-test and post-test that is too short. Thus, companies need to provide other forms of support that can improve organizational commitment, such as policies, fair rewards, and working conditions are perceived by employees.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Agusta Dwiastuti
"ABSTRACT
Globalisasi berdampak pada ketatnya persaingan yang terjadi antar perusahaan di dunia. Inovasi adalah hal penting bagi perusahaan untuk dilakukan. Inovasi dalam perusahaan dapat dilakukan oleh karyawan sehingga karyawan yang dapat berinovasi menjadi sumber daya penting bagi organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sikap hypercompetitive dan perilaku kerja inovatif di antara karyawan. Pengambilan data akan dilakukan untuk karyawan tetap perusahaan yang memprioritaskan inovasi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 53 orang yang telah menjadi karyawan tetap. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif di mana peserta diminta untuk mengisi Skala Perilaku Kerja Inovatif (α = .92) dan Skala Sikap Hypercompetitive (α = .74). Hasilnya menunjukkan bahwa sikap hiperkompetitif tidak berkorelasi signifikan dengan perilaku kerja inovatif (r =, 04, n = 53, p>, 05, dua sisi). Penelitian ini membahas alasan teoritis dan metodologis untuk hasil ini dan menawarkan arah penelitian di masa depan. Hasil penelitian dibahas sesuai dengan tujuan penelitian. Keterbatasan dan saran diberikan untuk studi lebih lanjut

ABSTRACT
Globalization has an impact on the intense competition between companies in the world. Innovation is an important thing for companies to do. Innovation within the company can be done by employees so that employees who can innovate become important resources for the organization. This study aims to examine the relationship between hypercompetitive attitudes and innovative work behavior among employees. Data retrieval will be done for permanent employees of companies that prioritize innovation. The number of participants in this study were 53 people who have become permanent employees. This research is a quantitative study in which participants are asked to fill in the Innovative Work Behavior Scale (α = .92) and the Hypercompetitive Attitude Scale (α = .74). The results show that hypercompetitive attitude does not significantly correlate with innovative work behavior (r =, 04, n = 53, p>, 05, two sides). This study discusses theoretical and methodological reasons for these results and offers future research directions. Research results are discussed in accordance with the objectives of the study. Limitations and advice are given for further study."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Windiarsih
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepribadian proaktif dan perilaku kerja inovatif. Penelitian dilakukan terhadap 135 karyawan BUMN X yang terdiri dari empat divisi kerja yang sedang mengembangkan inovasi pada aktivitas pekerjaannya. Pengukuran perilaku kerja inovatif mengacu pada alat ukur Skala Perilaku Kerja Inovatif dan terbukti reliabel ?= 0,97, sedangkan pengukuran kepribadian proaktif menggunakan alat ukur Skala Kepribadian Proaktif yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan terbukti reliabel ?=0,73.
Hasil analisis Pearson's Product Moment Correlation menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian proaktif dan perilaku kerja inovatif r=0,49, p< 0,05. Dengan demikian, semakin tinggi kepribadian proaktif yang dimiliki karyawan, maka semakin tinggi intensitas karyawan dalam menampilkan perilaku kerja inovatif. Penelitian ini juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor demografi berupa jenis kelamin dan masa kerja terhadap perilaku kerja inovatif.

This study investigates the correlation between proactive personality and innovative work behavior. This study was conducted among 135 employees working in 4 departemens in BUMN X that has been developing an innovation in their work activity. Measurement of IWB refers to Innovative Work Behavior Scale, with 0,97, and measurement of proactive personality used Proactive Personality Scale with 0,73.
The results using Pearson's Product Moment Correlation showed there is a significant relationship between proactive personality and innovative work behavior r 0,49, p 0,05. Thus, the higher the proactive personality, the higher intensity in displaying innovative work behavior. This study also found there are correlations between demografic factors such as gender and tenure organization with innovatif work behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2017
S67198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>