Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuven Satya Pratama
"Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan suatu penyakit global yang menjadi perhatian di dunia karena kemudahan transmisi ke orang lain. Isoniazid merupakan salah satu OAT lini pertama yang menjadi dasar obat tuberculosis dan terjadinya resistensi terhadap isoniazid menjadi salah satu kendala pemberantasan TB di Indonesia. Tuberkulosis ekstrapulmonal merupakan suatu komplikasi dari Mycobacterium tuberculosis di luar dari paru. Tuberkulosis ekstrapulmonal memiliki angka insidensi yang cukup tinggi dalam kejadian tuberkulosis. Diagnosis tuberkulosis ekstrapulmonal ditegakkan dengan pemeriksaan BTA dari isolat ekstrapulmonal seperti pus dan cairan sendi.
Penelitian ini bertujuan menentukan pola resistensi M. tuberculosis terhadap isoniazid serta mengetahui perbandingan angka kejadian resistensi pada spesimen pus dan spesimen sputum. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 676 sampel dengan kultur positif dari Departemen Mikrobiologi FKUI pada September 2005 sampai Desember 2007 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi sesuai dengan panduan WHO/IUATLD. Dari hasil analisis didapatkan bahwa pola resistensi terhadap isoniazid sebanyak 13.5%. dan terdapat perbedaan angka resistensi sebesar 19.49 %, di mana spesimen pus lebih tinggi.

Tuberculosis is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis and becomes very dangerous because its transmission potency to infect other people. Isoniazid is one of the first line tuberculosis? drugs and its resistance will be the obstacle of reducing Tuberculosis cases in Indonesia. Extrapulmonary tuberculosis is one of complication from Mycobacterium tuberculosis in everywhere instead of lung. Extrapulmonary tuberculosis has quite high incidence rate in tuberculosis case. Diagnosis of extrapulmonary tuberculosis is decided by BTA test from extrapulmonal isolate such as pus and synovial liquid.
This research aimed to determine the resistance of isoniazid and also determine the ratio of resistant in pus specimen and sputum specimen. This research was done by collecting and analyzing 676 secondary samples which culture results are positive from Microbiology Department Medical Faculty University of Indonesia in September 2005 until December 2007 and had undergone resistance tests based on WHO/IUATLD guidelines. The results of the analysis was obtained that resistance of isoniazid was 13.5%. and there are 19.49 % difference of resistance, where pus specimen is higher."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09128fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Martinus
"Tuberkulosis merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi sangat berbahaya karena kemampuan penularannya dan mortalitas yang cukup tinggi. Diperlukan metode standar dengan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi dan pengobatan dini sehingga rantai transmisi dapat dihentikan. Salah satu OAT lini pertama yang menjadi dasar pengobatan tuberkulosis adalah streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin menjadi salah satu kendala pemberantasan TB di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sensitivitas antara pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dan kultur dalam mendiagnosis TB serta pola sensitivitas M. tuberculosis terhadap streptomisin. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder di Departemen Mikrobiologi FKUI pada periode September 2005 hingga Desember 2007, sejumlah 676 sampel. Sampel tersebut merupakan sampel dengan hasil kultur positif dan telah dilakukan uji sensitivitas sesuai dengan panduan WHO/IUATLD. Dari hasil analisis, didapatkan bahwa angka resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap streptomisin adalah sebesar 22.9%, pemeriksaan kultur lebih sensitif bila dibandingkan dengan pemeriksaan BTA dalam mendiagnosis penyakit TB, dan pola sensitivitas terhadap streptomisin menunjukkan penurunan angka resistensi setiap tahun dari tahun 2005 hingga 2007.
Tuberculosis is a respiratory disease caused by Mycobacterium tuberculosis and becomes very dangerous because it?s high potency of contagion and high mortality rate. Standard method with high sensitivity was needed to early detect and treatment for stopping the transmission. One of the first line drugs that has been basically used to treat tuberculosis is streptomycin. Resistance against this drug has been the obstacle in stopping tuberculosis in Indonesia. This research was aimed to determine the sensitivity of acid fast bacilli method compared to culture in tuberculosis diagnosis and the resistance pattern of Mycobacterium tuberculosis against streptomycin. This research was done by collecting and analyzing 676 secondary samples from Microbiology Department Medical Faculty University of Indonesia in September 2005 until December 2007. These samples criteria are positive culture and had been undergone resistance tests based on WHO/IUATLD guidelines. The results of analysis were the resistance of streptomycin was 22.9%, culture test was more sensitive than acid fast bacilli method in tuberculosis diagnosis, and there was decline of resistance against streptomisin from 2005 until 2007."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09050fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Astram
"Obat anti tuberkulosis sudah ditemukan lebih dari 50 tahun akan tetapi sampai sekarang tuberkulosis masih saja menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Hal ini membuktikan masih ada kelemahan dari metode yang selama ini digunakan. Hal tersebut bisa berupa salah pemberian jenis obat, dosis yang kurang ataupun waktu pengobatan yang tidak cukup. Permasalahan yang diakibatkan karena kesalahan dalam pengobatan ini adalah resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis termasuk salah satunya etambutol sebagai obat anti tuberkulosis lini pertama.
Penelitian ini bertujuan menentukan pola resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap etambutol. Penting untuk mengetahui besarnya resistensi kuman tuberkulosis terhadap etambutol untuk meningkatkan keberhasilan terapi. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 676 sampel dengan kultur positif dari Departemen Mikrobiologi FKUI pada September 2005 sampai Desember 2007 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi sesuai dengan panduan WHO/IUATLD. Dari hasil analisis didapatkan bahwa pemeriksaan kultur lebih sensitif bila dibandingkan dengan pemeriksaan BTA serta didapatkan pola resistensi terhadap etambutol sebanyak 16,7%.

Anti tuberculosis medicine had been discovered for more than 50 years; however tuberculosis still exists as one of Indonesia?s greatest health concerns. This proves that there are weaknesses of the current medication method, such as: prescription of incorrect medicine, lack of dosage, or insufficient medication period. The problem arising from these erroneous medications is the resistance of Mycobacterium tuberculosis towards anti tuberculosis medication including ethambutol as first-line anti tuberculosis medicine.
This research aims to determine the resistance pattern of Mycobacterium tuberculosis towards ethambutol. It is of great importance to ascertain the resistance degree of tuberculosis bacteria towards ethambutol to enhance therapy success. This research was conducted by analyzing secondary data of 676 samples with positive cultures from the Department of Microbiology of FKUI on September 2005 to December 2007 and had gone through resistance examination in compliance with WHO/IUATLD guidelines. The analysis result shows that culture examination is more sensitive compared to BTA examination, while the resistance pattern towards ethambutol is at 16.7%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09042fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Ilone
"Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi sangat berbahaya karena kemudahannya untuk menginfeksi orang lain. Rifampisin merupakan salah satu OAT lini pertama yang menjadi dasar obat tuberculosis dan terjadinya resistensi terhadap rifampisin menjadi salah satu kendala pemberantasan TB di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menentukan pola resistensi M. tuberculosis terhadap Rifampisin serta mengetahui perbandingan monoresisten rifampisin, multi drug resistance (MDR), serta multiresisten lain tuberkulosis. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 676 sampel dengan kultur positif dari Departemen Mikrobiologi FKUI pada September 2005 sampai Desember 2007 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi sesuai dengan panduan WHO/IUATLD.
Dari hasil analisis didapatkan pola resistensi terhadap rifampisin sebanyak 23.96% dimana monoresisten rifampisin sebesar 7,24%, MDR TB sebesar 8,73%, serta multiresisten lain sebesar 7,99%.

Tuberculosis is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis and becomes very dangerous because its potency to infect other people. Rifampisin is one of the first line tuberculosis? drugs and its resistance will be the obstacle of reducing Tuberculosis cases in Indonesia.
This research aimed to determine the resistance of rifampisin and also the comparison between monoresistance to rifampicin, multi-drug resistance (MDR), and also the other multiresistance of tuberculosis. This research was done by collecting and analyzing 676 secondary samples which culture results are positive from Microbiology Department Medical Faculty University of Indonesia in September 2005 until December 2007 and had undergone resistance tests based on WHO/IUATLD guidelines.
The results of the analysis were obtained that the resistance of rifampisin was 23.96% where the percentage of monoresistance to rifampicin is 7,24%, MDR TB is 8,73%, and the other multiresistance is 7,99%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09060fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Evi Scania
"Tuberkulosis (TBC) masih menjadi penyebab utama kematian akibat penyakit menular oleh adanya infeksi. Rifampisin dan isoniazid adalah obat lini pertama yang paling efektif melawan infeksi Mycobacterium tuberculosis. Deteksi resistansi OAT yang tepat, akurat, dan komprehensif, serta pemilihan sampel diperlukan untuk memastikan diagnosis penyakit tuberkulosis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan hasil targeted drug sequencing dari hasil dekontaminasi sputum dengan isolat Mycobacterium tuberculosis dan mengetahui kesesuaian DST fenotipik MGIT, genotipik GeneXpert dalam mendeteksi resistansi rifampisin dan isoniazid. Sampel penelitian ini adalah sampel sputum yang sudah ada hasil GeneXpert positif dan isolate kultur dengan hasil DST MGIT. Hasil dekontaminasi sputum langsung dan kultur positif dari sampel yang sama dilakukan targeted drug sequencing dengan Oxford Nanopore technology menggunakan flowcell MinION Mk1B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada target gen rpoB pada 5 dari 6 sampel isolat kultur memberikan hasil gen resistan rpoB dan 1 undetermined. Pada sebagian besar dekontaminasi sputum yaitu 5 dari 6 sampel juga memberikan hasil resistan terhadap rpoB dan 1 dekontaminasi sputum yang undetermined. Hasil resistansi obat isoniazid didapatkan pada target gen inhA sebanyak 5 dari 6 isolat kultur memberikan hasil sensitif pada inhA dan 1 isolat undetermined. Sedangkan pada dekontaminasi sputum 4 dari 6 sampel memberikan hasil sensitif pada inhA dan 2 undetermined. Lalu, pada target gen katG terdapat 3 dari 6 isolat kultur memberikan hasil sensitif, 2 isolat resistan, dan 1 undetermined. Sedangkan pada dekontaminasi sputum memberikan 2 hasil sensitif, 2 hasil resistan, dan 2 hasil undetermined. Metode targeted drug sequencing dapat dilakukan dari sampel hasil dekontaminasi sputum dan isolat. Keberhasilan banyak didapatkan dari hasil kultur dibandingkan dekontaminasi sputum. Pemeriksaan dengan targeted drug sequencing memberikan hasil yang sesuai dengan hasil DST MGIT dan GeneXpert untuk deteksi gen resisten Rifampisin (rpoB) dan Isoniazid (inhA dan katG).

Tuberculosis (TBC) is still the main cause of death due to infectious diseases. Rifampicin and isoniazid are the most effective first-line drugs against Mycobacterium tuberculosis infection. Precise, accurate and comprehensive detection of OAT resistance, as well as sample selection are needed to confirm the patient's diagnosis of tuberculosis. This study aims to compare the results of targeted drug sequencing from sputum decontamination results with Mycobacterium tuberculosis isolates and determine the suitability of MGIT phenotypic and GeneXpert genotypic DST in detecting rifampicin and isoniazid resistance. The samples for this study were sputum samples that had positive GeneXpert results and culture isolates with DST MGIT results. The results of direct sputum decontamination and positive culture from the same sample were subjected to targeted drug sequencing with Oxford Nanopore technology using a MinION Mk1B flowcell. The results showed that for the rpoB gene target, the majority of culture isolates from 5 of the 6 culture isolate samples gave rpoB resistance gene results and 1 was undetermined. In the majority of sputum decontamination, 5 out of 6 samples also gave resistance to rpoB and 1 sputum decontamination was undetermined. Isoniazid drug resistance results were obtained for the inhA gene target, 5 of the 6 culture isolates gave sensitive results for inhA and 1 isolate was undetermined. Meanwhile, in sputum decontamination, 4 of the 6 samples gave sensitive results for inhA and 2 were undetermined. Then, for the katG gene target, 3 of the 6 culture isolates gave sensitive results, 2 isolates were resistant, and 1 was undetermined. Meanwhile, sputum decontamination gave 2 sensitive results, 2 resistant results, and 2 undetermined results. The targeted drug sequencing method can be carried out from samples resulting from decontamination of sputum and isolates. Much success comes from culture results rather than sputum decontamination. Examination with targeted drug sequencing provided results that were in accordance with the results of DST MGIT and GeneXpert for the detection of Rifampicin (rpoB) and Isoniazid (inhA, and katG) resistance genes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"ABSTRAK
Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya diagnosis untuk deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis secara global. Dengan ditemukannya teknik molekuler "spoligotyping" (spacer olygonucleotide typing) yang dilakukan berdasarkan analisis keragaman jumlah dan letak daerah diantara lokus direct repeat (DR) DNA M, tuberculosis dan hibridisasi menggunakan pelacak spacer oligonucleotide yang terletak diantara daerah DR ini akan dapat memperlihatkan perbedaan antar galur. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan deleksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M. tuberculosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan kultur kuman.
Sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 29 sampel klinik bakteri Al tuberculosis yang dikumpulkan dari 28 penderita tuberkulosis dan I sampel kuman standard Al BGC dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, kultur pada media Lowenstein Jensen, uji bioldmia, uji resistensi serta ekstraksi DNA. DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi dengan menggunakan oligonukleotida DRa dan DRb 5'biotinylated sebagai primer untuk amplifikasi lokus direct repeat (DR) DNA M tuberculosis. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan pelacak (probe) yang terdiri dari I set oligonukleotida (43 jenis spacer oligonucleotides). Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan alat deteksi substrat kemiluminesen ECL (Amersham) dan dipaparkan pada film sinar-X ( Hyperfilm ECL; Amersham).
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ekstraksi DNA M. tuberculosis dengan menggunakan metode Boom maupun Fenol-Kloroform dapat menghasilkan DNA dengan tingkat kemurnian atau nilai rasio absorbansi (a. 2601280) berkisar 1,4-1,9. Keberhasilan isolasi DNA ini telah dibuktikan dengan adanya pita DNA dalam gel agarosa dari hasil amplifikasi PCR dengan ukuran 541 bp, yang sesuai dengan fragmen DNA Al tuberculosis yang disintesis dengan menggunakan primer Pt8 dan Pt9. Hibridisasi telah dilakukan untuk menentukan galur pada 9 dari 30 sampel yang berhasil dikumpulkan dan di dapatkan 8 pola pita hibridisasi unik yang menunjukkan adanya 8 galur yang berbeda. Pada 2 sampel sputum yang dikumpulkan dalam 2 waktu pengambilan yang berbeda dari seorang penderita tuberculosis, memberikan pola pita hibridisasi yang sama. 4 galur MDR-TB (Multi Drug Resistance - Tuberculosis) dalam sampel penelitian ini mempunyai pola kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan 3 galur lainnya yang sensitif terhadap semua jenis Obat Anti Tuberculosis. Dari ke 9 sampel yang diidentifikasi dengan teknik spoligotyping, dapat menunjukkan perbedaan antar galur dan diperoleh 8 pola pita hibridisasi DNA Al. tuberculosis yang dapat digunakan sebagai penanda epidemiologi untuk bakteri penyebab penyakit tuberkulosis di Indonesia.
Teknik spoligotyping dapat menjadi alternatif disamping isolasi M. tuberculosis untuk mendeteksi adanya bakteri M. tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk memantau penyebaran kuman penyakit tuberkulosis yang sangat penting untuk dikembangkan lebih lanjut."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Pandya Praharsa
"Keberagaman spesies jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta resistensinya terhadap pengobatan antijamur, bervariasi tergantung terhadap wilayah dan factor lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spesies dan kerentanan antijamur isolat jamur di Jakarta, Indonesia, untuk membantu membuat diagnosa dan tatalaksana yang personal terhadap pasien. Metode: Penelitian analitik retrospektif ini memanfaatkan data yang dikumpulkan selama periode tertentu. Spesimen jaringan pasien di Jakarta, Indonesia, diperiksa melalui mikroskop langsung dengan metode KOH dan kultur. Uji kerentanan dilakukan terhadap berbagai obat antijamur. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Hasil: Rata-rata usia pasien yang diduga (n= 289) dan terindikasi (n= 130) menderita infeksi jamur adalah masing-masing 39,23 dan 41,09 tahun. Lebih dari setengah jamur tidak terdeteksi pada pemeriksaan KOH, juga tidak tumbuh pada kultur (55%, n=159/289). Sebagian besar spesimen jaringan berasal dari sistem pernapasan (48.8%, n=141), khususnya sinus (21.1%, n= 61). Dari spesies jamur yang terisolasi, Candida muncul sebagai spesies yang paling menonjol (57/119), diikuti oleh Aspergillus (29/119) dan Mucorales (13/119). Pengujian kerentanan kami menunjukkan bahwa Candida menunjukkan pola kerentanan yang sebagian besar konsisten dengan penelitian yang dilakukan di Semarang dan Jakarta (72-100% sensitive); namun, jika dibandingkan dengan data dari berbagai negara lain, pola kerentanannya berbeda. Sebagian besar isolat Aspergillus sensitive (81-100%) terhadap antijamur umum. Namun demikian, profil kerentanannya bergantung pada variabilitas lokal. Kesimpulan: Penelitian ini memberikan data terkini mengenai distribusi spesies dan kerentanan antijamur dari isolat jamur di Jakarta, Indonesia. Studi ini beharap bisa membantu diagnosis dan strategi pengobatan yang ter-personalisasi terhadap masing- masing pasien infeksi jamur.

Background: The diversity of fungal species that can cause infections, along with their resistance to antifungal treatments varies depending on region and other factors. This study aims to investigate species distribution and susceptibility profile of fungals in Jakarta, Indonesia, to provide epidemiological data to develop tailored diagnosis and treatment. Methods: This retrospective analytic study utilized data collected over the specified period. Tissue specimens from patients in Jakarta, Indonesia, were examined through direct microscopy with KOH and culture methods. Susceptibility testing was performed for various antifungal drugs. Data analysis was conducted using SPSS. Results: The average age of patients suspected (n= 289) and indicated (n= 130) to have fungal infections was approximately 39.23 and 40.67 years, respectively. Most fungi that are not detected in direct examination with KOH, does not grow in culture (55%, n=159/289). Most tissue specimens came from the respiratory system (48.8%, n=141) particularly sinus (21.1%, n= 61). Out of the isolated fungal species, Candida emerged as the most prominent (57/119), followed by Aspergillus (29/119) and Mucorales (13/119). Our susceptibility testing revealed that Candida demonstrated susceptibility patterns that were largely consistent with studies conducted in Semarang and Jakarta (72-100% sensitive); however, when compared to regions outside of Indonesia, results differ. Most of Aspergillus isolates were sensitive (81-100%) to common antifungals. Nevertheless, its susceptibility profiles are subject to local variability. Conclusions: This study provides an updated data on the species distribution and antifungal susceptibility of fungal isolates in Jakarta, Indonesia. This study hopes to improve diagnosis and treatment strategies of fungal infections."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis. Dengan ditemukannya teknik molekuler spoligotyping (spacer obgofrzicleolide tying) yang dilakukan berdasarkan polimorfisme/keragaman spacer diantara daerah direcz repeat (DR) pada genom M tuberculosis complex, dapat dilakukan pembedaan gaiur-galur diantara M tuberculosis complex.
Peneiitian ini bertujuan untuk melakukan deteksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M tubercosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan pembiakan kuman. Sebanyak 29 sampei klinik bakteri M tuberculosis, terdiri dari 5 sampel sputum penderita tuberkulosis dan 24 sampel isolat M tuberculosis dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, pembiakan pada medium Lowenstein-Jensen, uji biokimia, uji resistensi. Serta ekstraksi DNA. Sebagai standard digunakan l galur ,M bovis BCG dari vaksin BCG. DNA dari sampel isolat diekstraksi dengan fenol-kloroform, DNA dri sampel sputum dan M bovis BC G diekstraksi dengan metode Boom.
DNA hasil ekstraksi dibulctikan dengan teknik PCR menggunakan pimer Pt8 & Pt9 untuk melihat fragmen spesifik DNA tuberculosis complex berukuran 54l bp. Pada teknik spoligogfping, uji PCR dilakukan dengan primer DRa dan DRb berlabel biotin untuk ampliiikasi sekwens direct repeat (DR) DNA M tuberculosis complex. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan 1 set pelacak yang terdiri dan 43 jenis oiigonukleotida space; menggunakan membran Hybond N'. Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan Streptavidin Horseradish Peroksidase dan alat deteksi substrat khemiluminesen ECL (Amersham) kemudian dipaparkan pada film sinar-X( Kodak). Hasil dan Kesimpulan: Sebanyak 8 sampel klinik dari penderita tuberkulosis dan 1 sampe1M bovis BCG, telah dianalisis dengan teknik spoligozjvping.
Hasil identifikasi dari 9 sampel yang dihibridisasi menunjukkan 8 pola hibridisasi yang berbeda, satu diantara isolat MDR yang dianalisis, mempunyai pola hibtfidisasi yang identik dengan galur Beijing yang ditemukan luas di Asia Timur dan juga telah ditemukan di Inggris. Dua Sampel sputum dari seorang pendentatuberkulosis yang dikumpulkan dalam 2 kali pengambilan yang berbeda memberikan pola hibridisasi yang sama. Teknik spoligozyping dapat diterapkan Iangsung pada sampei kiinik untuk deteksi cepat infeksi M tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis dan pemantauan penyebaran kurnau penyakit tuberkulosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T3741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Putera
"Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah sebuah laboratorium yang telah berkiprah cukup lama di bidang kesehatan di Indonesia. Sebagai salah satu instansi yang cukup berpengaruh, laboratorium ini mengalami masalah dalam melaksanakan kegiatan kerjanya sehari-hari. Masalah yang dialami antara lain adalah, sering terjadi hilangnya data karena pencatatan hanya dilakukan diatas kertas biasa dan juga tidak adanya sejarah seseorang karena tidak adanya media penyimpanan data pasien yang memadai.
Laporan ini akan menceritakan mengenai proses pembuatan sistem yang akan digunakan di laboratorium mikrobiologi secara tahap demi tahap. Dimulai dari tahap perencanaan proyek, analisa sistem, desain sistem, sampai ke tahap implementasi dan pengujian. Di bagian akhir dari laporan ini juga akan diberikan saran serta kesimpulan yang diperoleh selama melakukan proyek akhir mahasiswa ini termasuk dampak yang terjadi di dalam laboratorium mikrobiologi ini.
Sistem yang baru ini mampu membuat alur kerja mereka menjadi lebih teratur, lebih terdokumentasi, dan juga sistem yang baru ini memiliki pencatatan sejarah pasien yang dapat berguna untuk melihat data pasien. Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan analisa berbasis obyek sehingga dalam dokumen ini juga akan dimasukkan diagram-diagram pendukung laporan seperti use case diagram dan activity diagram. Di dalam laporan ini juga akan diberikan tampilan sistem untuk memberi gambaran mengenai sistem yang dibuatoleh tim."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astika Dewi
"Pendahuluan: Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan kasus tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia dan termasuk dalam lima negara dengan kasus Multidrug resistance tuberculosis (TB MDR) tertinggi. Tes cepat yang digunakan di Indonesia adalah geneXpert® MTB/RIF, tetapi geneXpert® MTB/RIF hanya dapat mendeteksi resistensi terhadap rifampisin masih merupakan produk luar negeri, harganya mahal dan memiliki keterbatasan dalam pendistribusian. Prüfen® GB101 merupakan tes cepat yang dapat digunakan untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan menentukan kepekaannya terhadap rifampisin dan isoniazid, dapat menggunakan kit uji yang merupakan teknologi dalam negeri (TKDN). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan sputum antara Prüfen® GB101 dan geneXpert® MTB/RIF. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang pada sputum yang diambil dari pasien terduga tuberkulosis di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Depok pada bulan Mei hingga September 2023. Pemeriksaan sputum dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis basil tahan asam (BTA), PRÜFEN® GB101, dan geneXpert® MTB/RIF. Hasil: Terdapat 81 dahak yang dianalisis dalam penelitian ini. Kesesuaian hasil deteksi MTB menggunakan Prüfen® GB101 dengan geneXpert® MTB/RIF pada dahak langsung memberikan nilai kappa 0,7 (p <0,001). Kesesuaian hasil uji sensitivitas MTB terhadap rifampisin menggunakan Prüfen® GB101 dengan gen Xpert® MTB/RIF pada sputum langsung memberikan nilai kappa sebesar 1 (p <0,001). Kesimpulan: Prüfen® GB101 memiliki kesesuaian yang kuat dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung, sehingga Prüfen® GB101 merupakan assay yang memiliki performa yang sesuai dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung. Prüfen® GB101 memiliki kesesuaian yang sangat kuat dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam menentukan kepekaan terhadap rifampisin, sehingga Prüfen® GB101 merupakan uji yang memiliki performa yang sama dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung.

Introduction: Indonesia is the second country with the most tuberculosis (TB) cases in the world and is among the five countries with the highest cases of multidrug resistant tuberculosis (MDR TB). The rapid test used in Indonesia is geneXpert® MTB/RIF, but geneXpert® MTB/RIF can only detect resistance to rifampicin, an import product that is expensive and has limitations in distribution. Prüfen® GB101 is a rapid test that can be used to detect Mycobacterium tuberculosis (MTB) and determine the susceptibility of MTB to rifampicin and isoniazid. Prüfen® GB101 can use kits that are available in domestic technology. This study aims to determine the suitability of sputum examination results between Prüfen® GB101 and geneXpert® MTB/RIF. Methods: A cross-sectional study was conducted on sputum taken from suspected tuberculosis patients at Universitas Indonesia Hospital Depok from May to September 2023. Sputum was examined microscopically for acid fast bacilli (AFB), PRÜFEN® GB101, and geneXpert® MTB/RIF. Results: Eighty-one sputum were analyzed in this study. The concordance of MTB detection results using Prüfen® GB101 with geneXpert® MTB/RIF in direct sputum gave a kappa value of 0.7 (p <0.001). The concordance of MTB sensitivity test results to rifampicin using Prüfen® GB101 with geneXpert® MTB/RIF in direct sputum gave a kappa value of 1 (p <0.001). Conclusion: Prüfen® GB101 has a strong concordance with the Xpert® MTB/RIF gene in detecting MTB in direct sputum Prüfen® GB101 has equal performance with the Xpert® MTB/RIF gene in detecting MTB on direct sputum. Prüfen® GB101 has a very strong agreement with gene Xpert® MTB/RIF in determining susceptibility to rifampicin Prüfen® has the same performance as gene Xpert® MTB/RIF in detecting MTB on direct sputum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>