Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanta Ariella
"Obesitas ternyata memiliki dampak yang mengkhawatirkan bagi pasangan usia subur karena kelebihan berat badan dapat mengganggu kesuburan pada pria dan wanita secara individual. Tidak hanya obesitas, gaya hidup yang buruk juga dapat mempengaruhi kesuburan. Maka dilakukan penelitian menggunakan desain studi case control pada pasangan usia subur di Perumahan Citra Garden City Jakarta.
Didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dan kebiasaan merokok dengan status fertilitas dengan nilai oods ratio (OR) masing-masing 13,6 dan 10,0. Variabel lain yang diuji namun tidak menunjukkan hasil yang bermakna adalah kebiasaan konsumsi alkohol serta penyakit diabetes melitus. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam besar sampel yang digunakan, kesalahan dalam mengukur atau bias informasi ketika mengukur karena sematamata hanya mengandalkan kejujuran responden.

Obesity has risk for reproductive couple because high weight can make infertility for men and women individually. Beside obesity, bad habits like cigarette smoking and drink alcohol, and Diabetes Mellitus related to fertility also. A case control study was conducted from April to Juni 2009. Analysis of the relation between obesity and another factor with fertility status was performed on 27 couples at Citra Garden City Jakarta.
Obesity and cigarette smoking of the couple was found to be related to decreased fertility. Odds ratios were respectively 13.6 (95% confidence interval: 1.225, 151.045) and 10.0 (1.026, 97.5) for obesity couple and couple with more than exposed from cigarette smoking. No relationship remained between drink alcohol and Diabetes Mellitus with infertility. It maybe because not valid sample size and recall bias."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wisarani Sevita Utami
"Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menujukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, di sisi lain pada golongan masyarakat tertentu mulai menghadapi permasalahan obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh HISOBI (Perhimpunan Studi Obesitas Indonesia) pada 917 murid SD swasta favorit di Jakarta Selatan menunjukkan 20,9% anak-anak menderita obesitas (Depkes, 2005). Penyebab terjadinya obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang berperan besar menyebabkan obesitas melalui faktor nutrisi, mulai dari makanan sampai perilaku makan yang berlebihan baik porsi maupun frekuensinya, aktivitas fisik yang kurang, akibat obat, dan faktor gaya hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi serat, dan faktor lain (umur dan jenis kelamin siswa; pendidikan dan pengetahuan gizi ibu; kebiasaan konsumsi energi dan serat; serta tingkat kesukaan terhadap sumber serat) dengan kejadian obesitas. Sampel pada penelitian ini adalah siswa SD Islam Annajah berusia 7-12 tahun, teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Rancangan penelitian adalah croos sectional dan bersifat deskriptif. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 145 siswa. Dilakukan uiji chi-square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi serat dan tingkat kesukaan terhadap serat dengan kejadian obesitas pada siswa (p < 0,05). Siswa yang aktivitas fisiknya rendah berpeluang 3,043 kali mengalami obesitas jika dibandingkan dengan yang memiliki aktivitas fisik tinggi. Variabel yang lain yang berhubungan adalah kebiasaan konsumsi serat dan tingkat kesukaan terhadap (p < 0,005).
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan pihak sekolah untuk memberikan pendidikan dasar tentang gizi pada siswa, khususnya tentang obesitas. Selain itu juga pihak sekolah tidak hanya mengadakan penyelenggaraan makanan untuk makan siang tetapi juga untuk makanan selingan, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Orang tua juga sebaiknya ikut berperan serta dalam memberikan pengetahuan tentang gizi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denita Selvia Sinta
"Citra tubuh merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan penampilan fisik, yaitu ukuran, bentuk tubuh, dan berat badan yang menggambarkan seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan antara status gizi dengan citra tubuh dan faktor lain pada pengguna pusat kebugaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 dengan menggunakan desain cross-sectional dan jumlah sampel sebanyak 143 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 74,1% responden laki-laki dan perempuan mengalami ketidakpuasan citra tubuh. Beberapa variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan citra tubuh adalah status gizi (p-value = 0,001), pola makan berdasarkan frekuensi minuman berenergi dan minuman isotonik (p-value = 0,003), pengaruh teman sebaya (p-value = 0,001), dan pengaruh lawan jenis (p-value = 0,009) dengan citra tubuh.
Disarankan kepada pusat kebugaran untuk melakukan kerja sama dengan universitas-universitas yang memiliki program studi gizi dalam mempromosikan dan meningkatkan pengetahuan tentang pola konsumsi, aktivitas fisik dan citra tubuh yang baik bagi pengguna pusat kebugaran melalui upaya komunikasi, informasi dan edukasi.

Body image is a concept related to the body appearance, including size, body shape and weight which describe someone based on their shape and weight. This study aims to show factors that have significance associated between nutritional status, body image, and other factors within the gym community. This cross-sectional study was conducted on April 2015 with a total of 143 respondents.
The result showed that 74,1 % men and women respondents were unsatisfied with their body image. Variables that showed a significantly associated with body image are nutritional status (p-value = 0,001), model of meal based on energy and isotonic drink frequencies (p-value = 0,003), impact by peer group (p-value = 0,001), and their body image perception based on their opposite gender counterparts (p-value = 0,009).
The results of this study has come to a few suggestions where gyms should work together with universities with major in nutrition to promote and increase knowledge about eating habits, physical activities and the right body image the gymers through the efforts of communication, information, and education."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richi Anggraeni
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handini Kurniawati
"ABSTRAK
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kematian dini, terjadinya gagal jantung serta penyakit cerebrovasculer. Alat kontrasepsi pil KB dapat menyebabkan tekanan darah tinggi pada wanita.
Tujuan penelitian adalah diketahuinya hubungan pemakaian kontrasepsi pil KB kombinasi dengan tekanan darah tinggi pada wanita PUS Metode penelitian adalah kasus kontrol, dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, pada Bulan Pebruari-Maret 2010 dengan jumlah sampel 96 responden. Sampel kasus adalah wanita PUS dengan hasil pemeriksaan tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg.
Hasil penelitian adalah pemakaian pil KB kombinasi behubungan bermakna dengan tekanan darah tinggi OR 3,51 (95% CI 1,03?11,91), pernah memakai OR 2,71(95% CI; 0,71?10,32) Faktor yang mempengaruhi hubungan pemakaian pil KB kombinasi dengan tekanan darah tinggi pada wanita PUS adalah umur, riwayat keluarga tekanan darah tinggi dan obesitas. Wanita PUS pemakai kontrasepsi pil KB kombinasi dianjurkan mengontrol tekanan darah 6 bulan 1 kali untuk mencegah resiko tekanan darah tinggi.

ABSTRACT
Hypertension is a risk factor of congessive heart failure and cerebral vascular diseases. Oral contraceptive could causes hypertension on women.
The objective of this research was to study the correlation usage of combination oral contraceptive with hypertension on married women in reproductive age Case control study design was used in this research, was done at Primary Health Care Center of Grogol Petamburan, on February to March 2010. Ninety six respondent were participation in this research. Sample for case group were taken from visitors with blood pressure more or equal to 140/90 mm Hg.
The result showed that usage of combination oral contraseptive have risk to causes hypertension in users OR 3,51 (95% CI 1,03?11,91), and in past use OR 2,71 (95% CI; 0,71?10,32). The confounding factor that affected the relationship between usage of combination oral contraceptive and hypertension were age, history illness of hypertension of family and obesitas. Married women in reproductive age who have using combination oral contraceptive were recommended to check the blood pressure regularly at least every 6 months to prevent of hypertension occurrence.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30827
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Rizki Amelia
"Tujuan penelitian membahas hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan faktor-faktor lain dengan status lemak tubuh pada pramusaji di Pelayanan Gizi Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A RSCM Jakarta. Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional, pengambilan sampel secara purposive sampling. Data antropometri didapatkan dengan pengukuran langsung saat penelitian. Analisis data meliputi crosstabs dan chi-square, menggunakan SPSS versi 13.0.
Hasil penelitian, 88.9% dan 38.9% orang berstatus gizi lebih masing-masing memiliki persen lemak tubuh mendekati tinggi/tinggi dan lemak viseral tinggi(p<0.05). Disarankan kepada pramusaji untuk membiasakan sarapan pagi, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan sering beraktivitas fisik.

The aim of this study is how Body Mass Index and Other Factors Related to Body Fat Status on Waitress at Nutrition Service of Integrated Admission Unit Building A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. This is a quantitative study with cross sectional approach, samples are collected by purposive sampling. Anthtopometry data are collected directly by measurement. Analysis included crosstabs dan chisquare, by using SPSS version 13.0.
The result, 88.9% dan 38.9% are overweight with each of them have slightly high/high body fat percentage and high visceral level(p<0.05). The researcher sugested that waitress should have breakfast gradually, consume foods containing high dietary fiber, frequent physical activity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Purwanto
"Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia hingga saat ini masih sangat tinggi dimana Tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke-5 (SKRT 1995). Upaya untuk mengeliminisasi tetanus neonatorum terus dilakukan Departemen Kesehatan dengan target menurunkan insiden menjadi < 1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
Salah satu strategi Departemen Kesehatan mencapai Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) adalah meningkatkan cakupan imunisasi TT ibu hamil. Namun evaluasi tahun 1999/2000 menunjukkan cakupan yang masih rendah. Oleh karena itu Depkes mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi TT kepada wanita usia subur (WUS). Hingga tahun 2000, Kabupaten Serang melaporkan cakupan imunisasi TT WUS > 3 kali mencapai 77,3%. Salah satu Puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi TT WUS rendah adalah Puskesmas Anyer.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi TT WUS di Puskesmas Anyer, dengan menggunakan desain survei cross sectional. Responden terdiri dari 300 orang wanita usia subur. Variabel yang diteliti meliputi faktor umur, pendidikan, status perkawinan, pengetahuan, sikap, pekerjaan, persepsi tentang jarak, anjuran, dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan/imunisasi TT.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa variabel mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan status imunisasi TT WUS (p<0,05). Variabel yang mempunyai hubungan bermakna tersebut adalah umur (OR=3,60), status perkawinan (5,60), pengetahuan (3,60), sikap (4,45), anjuran petugas kesehatan (2,63), anjuran petugas non kesehatan (7,14) dan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan (2,89). Sementara variabel persepsi tentang jarak, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p>0,05).
Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah pengetahuan, umur, status perkawinan dan anjuran petugas non kesehatan. Diantara ke empat variabel tersebut, status kawin merupakan variabel yang paling besar mempengaruhi status imunisasi TT WUS.
Mengacu pada hasil penelitian, maka untuk meningkatkan cakupan imunisasi TT WUS disarankan agar penjangkauan sasaran melalui kegiatan sweeping perlu dipertahankan mengingat kegiatan yang bersifat mass campaign masih dirasakan cukup efektif. Selain itu upaya sosialisasi TT WUS melalui media penyuluhan yang tepat bagi kelompok sasaran antara, seperti kader dan perangkat desa perlu dibuat mengingat pengaruhnya kepada sasaran utama program cukup besar. Untuk mempercepat tercapainya target jangka panjang yaitu dihentikannya imunisasi TT ibu hamil, maka perlu dilakukan pentahapan target TT WUS sehingga status imunisasi TT5 mendekati l00%. Penyesuaian jadwal dengan mengadopsi konsep interval minimal pada pelaksanaan imunisasi TT rutin pada ibu hamil sangat diperlukan untuk meningkatkan perlindungan individu sekaligus untuk meningkatkan efisiensi imunisasi TT.

Factors Contributed To Tetanus Toxoid Immunization Status among Child Bearing Age Women in Anyer Puskesmas Service Area, District Of Serang, In the Year 2001Infant mortality rate is considerably still high in Indonesia where Neonatorum tetanus as the fifth major cause of infant deaths in Indonesia (Household Health Survey 1995). The Ministry of Health has been adopting various efforts to eliminate tetanus neonatorum targeted reducing of neonatal tetanus incidence rate down to below 1 per 1000 live births by the end of 2000.
One of the strategies in the Ministry of Health in order to eliminate neonatal tetanus is achieving high coverage of routine tetanus-toxoid (TT) immunization for pregnant women. Annual evaluation still shows low level of coverage up till the fiscal year 1999/2000, therefore the implementation of program acceleration of TT immunization targeting child-bearing age women (CBAW) as a new approach. By the year 2000, 77.3% of CBAW in Serang District health service area have received TT immunization minimum 3 doses. Anyer is one health centers of health centers in Serang District which reports the lowest coverage.
The objective of this study is to identify the factors contributing to TT immunization status of CBAW in Anyer puskesmas service area, using cross sectional study design. This survey included 300 CBAW. The study factors are age, educational level, marriage status, knowledge, attitude, job, perception about distance, motivator and need for health services/TT immunization.
The study shows several variables are having significant relationship with TT status of CBAW (p<0.05). Those variables are age, (OR=2.014), marriage status (OR= 3.286), knowledge (OR=2.626), and non-health motivator (OR=2.268). Other variables such as distance, attitude, need of health service, health motivator, education level, and job in this study do not show significant influence to TT status (p>O.05).
Thesis study recommends, sweeping of TT CRAW in a mass campaign is an effective approach in increasing the coverage and cadres or village administrators are the important motivators. The program long term goals in terminating TT immunization for pregnant women requires a good plan of TT CBAW until all or almost all of CBAW achieve the TT-5 status. Adjusting the TT immunization schedule by adopting the minimum-interval concept into the routine immunization for pregnant women is needed to increase the individual protection, as well as to increase the efficiency of TT immunization.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moechherdiyantiningsih
"Berdasarkan indikator klinis, kekurangan vitamin A di Indonesia sudah bukan masalah kesehatan masyarakat lagi karena prevalensi xeroftalmia telah berhasil diturunkan hingga 0,34%. Namun penurunan prevalensi xeroftalmia tersebut tidak dibarengi dengan penurunan angka KVA marginal pada kelompok rawan, termasuk pada kelompok bayi. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat dampak yang diakibatkan menyangkut kelulushidupan anak. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap status vitamin A. Pada kelompok bayi menyusu, status gizi anak dipengaruhi oleh status gizi ibunya.
Penelitian ini merupakan studi dasar dari penelitian intervensi, yang bersifat cross-sectional yang dilakukan di dua desa Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor tahun 1997. Penulisan yang menggunakan data sekunder ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai gambaran status vitamin A ibu dan status vitamin A bayi serta informasi mengenai hubungan antara status vitamin A ibu menyusui maupun faktor lain terhadap status vitamin A bayi. Sampel penelitian adalah bayi menyusu usia 2-10 bulan tanpa disertai penyakit kronis dan tidak mengalami kelainan bawaan maupun KEP berat serta bukan bayi kembar. Besar sampel 183 anak. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji Chi-kuadrat dan prevalence odds ratio (POR) dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan regresi logistik ganda digunakan untuk melihat hubungan variabel independen utama terhadap variabel dependen setelah variabel independen lain yang berpengaruh dikontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18,7% ibu menyusui menderita KVA dan pada bayi sebesar 54,1%. Secara bivariat, terdapat dua variabel independen yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan variabel dependen yaitu variabel status vitamin A ibu (POR=2,85; 95% CI:1,25-6,53) dan status infeksi bayi (POR=3,90; 95% CI:I,25-12,1S). Besarnya prevalence odds ratio dari empat variabel independen lainnya adalah POR=0,56; 95% CI: 031-1,01 untuk variabel pemberian ASI dan POR=1,29; 95%Cl: 0,63-2,64 untuk variabel pemberian MP-ASI, sedangkan untuk variabel umur bayi dan status gizi bayi (BBIU) besarnya POR masing-masing POR=2,07; 95% CI: 0,96-4,46 dan POR=2,37; 95% CI: 0,61-9,25. Stratifikasi menurut umur menunjukkan adanya interaksi antara pemberian MP-ASI dengan umur, sedangkan pemberian ASI tidak menunjukkan interaksi dengan umur. Analisis regresi logistik ganda menunjukkan besarnya POR yang menggambarkan hubungan status vitamin A ibu dengan status vitamin A bayi setelah pengontrolan variabel lain yang signifikan, adalah POR=3,18; 95% CI: 1,36-7,44.
Dari penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa KVA marginal pada bayi menyusu usia 2-10 bulan di daerah penelitian, merupakan masalah kesehatan masyarakat tingkat berat. Status vitamin A ibu mempunyai hubungan yang kuat dengan status vitamin A bayi setelah variabel independen lain yang berpengaruh yakni status infeksi bayi dan frekuensi pemberian ASI, dikontrol.
Disarankan, pelaksanaan program pemberian kapsul vitamin A bagi bayi hendaknya mempertimbangkan kapan puncak kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan KVA terjadi. Disarankan pula, sebagai upaya pencegahan KVA pada bayi dan ibunya, perlu peningkatan konsumsi bahan makanan setempat yang kaya vitamin A bagi ibu, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan pada bayi.

Relationships between Maternal Vitamin A Status and Other Factors with Infant Vitamin A Status in Bogor 1997Based on clinical indicators, vitamin A deficiency in Indonesia is no longer considered a public health problem because the prevalence of xerophthalmia has been decreased to 0,34%. But this decrease has not been followed by a decrease of marginal deviancy of vitamin A in vulnerable groups, especially infants. This is important considering the impact on child survival. There are many factors related to vitamin A status. Also, the nutritional status of the breastfed infant has a strong relationship with the maternal nutrition status.
This is the cross-sectional baseline study of an intervention study that was conducted at two villages of Cibungbulang District of Bogor Regency in 1997. The aim of this secondary data study was to get information about maternal vitamin A status and the vitamin A status of the breastfed infant, and to look at the relationships between maternal vitamin A status and other factors, with infant vitamin A status. The study sample included 183 breastfed infants 2-10 months without chronic disease, congenital disease, severe PEM nor twins. The Chi-square and the Prevalence Odds Ratio (POR) at the 95% confidence interval were used to measure the association between independent variables with dependent variable. Multiple logistic regressions were used to measure the association between the independent variable and the dependent variable by controlling for other significant independent variables.
Results of this study showed that 18,7% of mothers and 54,1% of their breastfed infants were at risk of vitamin A deficiency. By bivariate analysis, there are two significant independent variables related to the dependent variable, namely maternal vitamin A status (POR 2,85; 95% CI:1,25-6,53) and infant infection status (POR- 3,90; 95%CI:1,25-12,18). The prevalence odds ratio of the other independent variables are POR 0,55; 95% CI: 0,30-1,02 for breastfeeding and POR=1,29; 95% CI; 0,63-2,64 for supplementary feeding, POR=2,07; 95% CI 0,96-4,46 and POR=2,37; 95% Cl: 0,61-9,25 for infant age and nutrition status (weight for age) respectively. Stratification by age showed an interaction between supplementary feeding with age, but no interaction between age and breastfeeding. Multiple logistic regression analysis showed that the POR adjusted for maternal vitamin A status was 3,18 with 95% CI: 1,36-7,44.
Conclusions of this study are: i. Marginal vitamin A deficiency in infants 2-10 months is still a public health problem in the research area; ii. Maternal vitamin A status is strongly related with infant vitamin A status after controlling for other significant variables e.g. infant infection status and breast feeding frequency.
It is suggested to consider the peak season of infection in infants, as there is a relationship with vitamin A deficiency when implementing programs of the vitamin A capsule distribution for infants. It is also suggested, in order to prevent vitamin A deficiency in infants and their mothers, it is easier to increase consumption of vitamin A rich local food by mothers than by the infants."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T 4638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Gotama
"Malnutrisi adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Ini juga merupakan masalah yang sangat umum di banyak negara berkembang, seperti Indonesia, India dan Vietnam. Salah satu penyebab paling umum adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya memberikan asupan gizi yang memadai untuk bayi. 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sehingga asupan gizi yang cukup besar dan baik diperlukan untuk diberikan selama periode ini. Jika tidak, risiko mengembangkan penyakit di masa depan bayi akan meningkat. Prevalensi gizi buruk pada bayi di Indonesia masih tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, sumber terlebih dahulu harus diidentifikasi secara. Salah satu cara penyelidikan adalah dengan mengamati korelasi antara asupan gizi bayi dan indikator status gizi mereka. Penelitian ini hanya berfokus pada asupan makronutrien, yang merupakan asupan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak dan asupan protein. Jika status gizi bayi secara signifikan dan berkorelasi positif dengan energi atau asupan protein, beberapa upaya untuk meningkatkan kebiasaan makan mengenai karbohidrat dan lemak intake atau asupan protein harus diambil ke dalam tindakan. Oleh karena itu, status gizi bayi yang buruk bisa diperbaiki. Dalam penelitian ini, usia subyek berkisar 6-8 bulan dan ada bayi laki-laki yang berpartisipasi lebih bila dibandingkan dengan bayi perempuan (n = 56). Ia mengamati bahwa di daerah kumuh perkotaan dari Kampung Melayu, energi dan protein rata-rata asupan bayi konsisten dengan RDA Indonesia 2004 (834,28 ± 195,54 kkal dan 17,6175 ± 7,98 gram, masing-masing). Namun, sebenarnya ada 48,21% dari total subyek yang menerima asupan energi yang lebih rendah dari asupan yang direkomendasikan dan 44.46% yang menerima asupan protein yang lebih rendah. Bayi di daerah ini juga menderita status gizi normal, dengan 5,5% menderita pengerdilan, 3,6% menderita membuang-buang dan 9,1% menderita gizi. Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang signifikan antara asupan protein dan indikator status gizi bayi (uji Spearman, p> 0,05). Hal ini dapat dijelaskan oleh efek lambat dari protein pada perkembangan bayi. Efek dapat dilihat pada bayi berusia lebih dari 8 bulan. Namun, ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dan indikator status gizi bayi di Kampung Melayu (uji Spearman, p <0,05), dengan korelasi kuat ditemukan antara asupan energi dan tinggi badan bayi (uji Spearman, r = -0.38) . Meskipun korelasi yang signifikan antara asupan energi dan berat badan atau tinggi badan, penelitian ini menemukan bahwa variabel-variabel ini (tinggi badan dan berat badan) yang berkorelasi terbalik dengan asupan energi dari bayi, konsisten dengan teori korelasi positif antara asupan energi dan status gizi indikator. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya asupan energi yang berasal dari ASI atau susu payudara, karena bayi dengan rentang usia mungkin telah menerima energi terutama dari ASI. Mengumpulkan data asupan ASI bayi akan sangat membantu dalam menentukan status asupan energi bayi.

Malnutrition is a leading cause of death worldwide. It is also a very common problem in many developing countries, such as Indonesia, India and Vietnam. One of the most common causes is lack of awareness of the importance of providing adequate nutritional intake to infants. The first 1,000 days of life is a crucial period for growth and development so that substantial and good nutritional intake is necessary to be given during this period. Otherwise, the risk of developing diseases in the future of the infants will increase. The prevalence of malnutrition among infants in Indonesia is still high. In order to overcome this problem, the source should be firstly identified. One way of the investigation is by observing the correlation between nutritional intakes of the infants and their nutritional status indicators. The present study focuses only on macronutrient intakes, which are energy intakes that come from carbohydrates and fats and protein intakes. If nutritional status of infants is significantly and positively correlated with energy or protein intake, some efforts to improve eating habits regarding the carbohydrate and fat intakes or protein intake should be taken into action. Therefore, poor infant nutritional status can be fixed. In the present study, the age of the subjects range from 6 to 8 months and there are more male infants that participated when compared to female infants (n=56). It was observed that in urban slums of Kampung Melayu, the average energy and protein intakes of the infants is consistent with Indonesian RDA 2004 (834.28 ± 195.54 kcal and 17.6175 ± 7.98 grams, respectively). However, there were actually 48.21% of total subjects who received energy intake lower than the recommended intake and 44.46% who received lower protein intake. The infants in this area also suffered from abnormal nutritional status, with 5.5% suffering from stunting, 3.6% suffering from wasting and 9.1% suffering from undernutrition. The present study did not find any significant correlation between protein intake and infant nutritional status indicators (Spearman test; p > 0.05). This can be explained by the slow effect of proteins on the development of the infants. The effects might be seen in infants older than 8 months. However, there is a significant correlation between energy intake and infant nutritional status indicators in Kampung Melayu (Spearman test; p < 0.05), with the strongest correlation found between energy intake and body height of the infants (Spearman test; r = -0.38). Even though significant correlations between energy intake and body weight or body height, the present study found that these variables (body height and weight) are inversely correlated with energy intake of the infants, inconsistent with the theory of positive correlation between energy intake and nutritional status indicators. This might be due to lack of energy intake deriving from ASI or breast milk, since infants with this range of age might have received energy mainly from breast milk. Collecting data of breast milk intake of infants will be helpful in determining energy intake status of infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Rahmawati
"Skripsi ini membahas tentang hubungan antara karakteristik responden (umur dan jenis kelamin), karakteristik orang tua (penddikan orang tua dan status pekerjaan ibu), frekuensi konsumsi makanan (frekuensi makanan jajanan dan frekuensi konsumsi fastfood), aktifitas fisik (waktu tidur, waktu menonton TV dan main games serta kebiasaan olahraga), dan keterpaparan terhadap media dengan kejadian obesitas pada siswa SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan tahun 2009.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif deskriptif yang menggunakan disain studi cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2009. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 237 siswa yang berasal dari siswa kelas 3, 4 dan 5 SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian kejadian obesitas paling tinggi pada siswa laki-laki yaitu sebesar 25,2%.
Hasil analisis didapatkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.000 dan nilai OR = 5,346. Dari penelitian ini diharapkan untuk pihak sekolah mengadakan pendidikan gizi untuk siswa. Bagi orang tua diharapkan untuk lebih memperhatikan pola makan anak-anaknya dengan memberikan menu gizi yang seimbang."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>