Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Anggraini
"Kapal laut merupakan benda bergerak. Kapal laut dengan ukuran paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di Indonesia. Kapal laut yang telah terdaftar di Indonesia berdasarkan ketentuan pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat diletakkan jaminan hipotik. Jaminan hipotik atas kapal laut adalah salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang dengan obyek jaminan berupa kapal laut yang terdaftar. Jaminan hipotik atas kapal laut merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian utang-piutang. Akibat dari debitur yang tidak melunasi hutangnya adalah jaminan berupa kapal laut tersebut akan dieksekusi. Studi kasus penelitian ini didasarkan pada obyek jaminan kapal laut bernama Andara 2001 yang dimiliki PT Pelayaran Samudra Persada. Kapal laut ?Andara 2001 telah dieksekusi berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 18/EKS/2005/PN.JKT.UT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemasangan jaminan hipotik atas kapal laut pada PT Bank Agroniaga Tbk dan pelaksanaan eksekusinya. Penelitian ini merupakan analisis hukum yang menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hambatan yang dihadapi PT Bank Agroniaga selaku kreditur adalah obyek jaminan berupa kapal laut yang selalu berpindah tempat. Hal tersebut menyulitkan pelaksanaan penyitaan dan penjualan kapal laut. Hambatan yang lain adalah kelemahan peraturan-peraturan mengenai hipotik kapal laut yang belum terkodifikasi dan masih tersebar di beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ship is qualified as movable good. Ship under the Indonesia Commercial Code with size at least twenty meter cubic gross tonnage can be registered in Indonesia. Based on Article 314, third paragraph of The Indonesian Commercial Code, a ship which has been registered in Indonesia can be installed as hypothec guarantee. The ship's hypothec is as one of securities for securing the full payment of debt, which its object is ship. Hypothec is as additional agreement qualified of its loan agreement as main contract. The consequence of non-payment, ship will be executed. The study case for this research based on a ship called "Andara 2001" owned by PT Pelayaran Samudra Persada. The secured hypothec on ship of ?Andara 2001? has been executed by The Determination of The North Jakarta District Court No. 18/Eks/2005/PN.JKT.UT. The purposes of this research are to study the establishment process of hypothec on ship and its execution for the full payment of debt conducted by PT Bank Agroniaga. This research constitutes as a legal analysis research by using normative legal method. The obstacles faced by PT Bank Agroniaga as the creditor among others are ships always moving from one place to the other place. This matter creates problem or difficulty in seizing and selling the ship. The other handicaps are the existing weakness of the hypothec rules which are not codified and stipulated in several prevailing regulations."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24617
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fellicia Rahma Fitri
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan eksekusi jaminan benda tetap berupa hipotik kapal laut dan hak tanggungan atas tanah dalam hal kepailitan. Pada umumnya pelaksanaan eksekusi harta pailit dilakukan oleh Kurator sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”). Akan tetapi UUK-PKPU memberikan kewenangan kepada kreditur pemegang hak jaminan untuk dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, dimana ketentuan Pasal tersebut sejalan dengan diakuinya hak separatis dari pemegang jaminan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pelaksanaan eksekusi hipotik kapal laut dalam kepailitan PT Putrajaya Offshore Lines dan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan atas tanah dalam kepailitan PT Kepsonic Indonesia, masing-masing pelaksanaan eksekusinya memiliki hambatan dan resiko tersendiri. Hambatan dan resiko tersebut patut untuk diulas lebih mendalam dikarenakan kedua obyek jaminan tersebut merupakan obyek yang sering dijadikan jaminan pelunasan utang kepada bank dan dapat ditemui dalam beberapa kasus kepailitan. Untuk itu penulis akan meneliti bagaimana pelaksanaan eksekusi benda tetap dan hambatan-hambatan yang dimiliki dalam kasus kepailitan PT Putrajaya Offshore Lines dan kasus kepailitan PT Kepsonic Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan eksekusi jaminan benda tetap berupa hipotik kapal laut dan hak tanggungan atas tanah, masing-masing memiliki resikonya tersendiri sehingga kreditur pemegang jaminan perlu memperhitungkan potensi ancaman dan resiko yang dapat muncul dalam pelaksanaan eksekusi tersebut, sebelum memutuskan untuk melakukan eksekusi sendiri dengan pembatasan-pembatasan sebagaimana diatur dalam UUK-PKPU atau melalui kurator.

This thesis discusses about the execution of fixed objects securities in the form of hypothec over ships and security right over lands in the event of bankruptcy. In general, curator is authorized to perform the execution of bankruptcy assets in accordance with the Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payments (“Bankruptcy Law”). However, the Bankruptcy Law gives an authority to the secured creditors to execute their rights as if the bankruptcy does not occur. In the execution of Hypothec over Ships of PT Putrajaya Offshore Lines’s bankruptcy case and the execution of security right over lands and buildings of PT Kepsonic Indonesia’s bankruptcy case, each execution has its own obstacles and risks. Such obstacles and risks are ought to be reviewed because both of security objects are often to be used as security under loan agreement with the bank and such security objects are often to be found in several bankruptcy cases. Therefore, the writer hereby researches on how the execution of the fixed assets and its obstacles in the case of PT Putrajaya Offshore Lines and PT Kepsonic Indonesia’s bankruptcy. The method of the research is using literature method based on juridical normative basis. The writer found that as the result of this research, the implementation of execution of fixed assets securities either in the form of mortgage over ships or security right over lands and buildings have its own risks and therefore the secured creditor needs to calculate the potential obstacles and risks before deciding to perform the execution by itself with the limitation as stipulated in the Bankruptcy Law or deliver it to the curator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Erydani
"Banyak perusahaan pelayaran ataupun perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang pelayaran membutuhkan kapal laut untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Salah satu cara pengadaan kapal laut adalah dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan memberikan jaminan bagi pelunasan hutang yaitu berupa kapal laut tersebut. Dalam hal ini maka akan diuraikan mengenai penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit. Sebagai studi kasus adalah di Bank Mandiri yang dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur dan PT. X yang dalam hal ini adalah- sebagai Debitur. Pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah apakah lembaga jaminan yang tepat apabila kapal laut akan dijadikan sebagai jaminan hutang dalam suatu perjanjian kredit, Bagaimana proses penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit di Bank Mandiri dan Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan sita eksekusi terhadap kapal laut yang telah dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan suatu hutang di PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. apabila Debitur wanprestasi.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis dan wawancara. Dari pokok permasalahan yang diambil dalam penulisan ini maka Penulis mengambil kesimpulan bahwa kapal laut merupakan benda tidak bergerak sehingga jaminan yang dapat dibebankan terhadap kapal laut tersebut adalah hipotik. Bank Mandiri dapat memasang hipotik terhadap kapal laut tersebut berdasarkan akta Surat Kuasa Memasang Hipotik yang ditandatangani di hadapan Notaris antara Bank Mandiri selaku pihak yang menerima kuasa dengan PT. X selaku pihak yang memberi kuasa. Pembebanan hipotik harus didaftarkan dalam buku pendaftaran hipotik kapal oleh pegawai pendaftaran kapal. Pelaksanaan sita eksekusi apabila Debitur wanprestasi diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara karena Bank Mandiri merupakan bank milik negara yang ditetapkan apabila Debitur wanprestasi maka secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dan pelaksanaan sita eksekusi akan dialihkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara tanpa melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Yuanita
"ABSTRAK
Persamaan kedudukan dari kreditor bersama tidak hanya dapat diterobos oleh
adanya penentuan undang-undang atau perjanjian seperti halnya yang terjadi pada
privilege dan hipotik, melainkan dapat juga diterobos oleh adanya hak retensi
yang memberikan kreditor hak untuk menahan bendanya sampai piutang yang
bertalian dengan benda itu dibayar lunas. Pada dasarnya pemegang hak retensi
tidak memiliki hak untuk didahulukan sehingga ia merupakan kreditor konkuren.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur pada prinsipnya pemegang
hipotik dan pemegang hak istimewa memiliki hak didahulukan dibandingkan
kreditor konkuren. Namun dalam hal kepailitan dalam kondisi dimana benda yang
ditahan oleh pemegang hak retensi dapat menguntungkan harta kepailitan, maka
menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, kurator wajib membayar piutang pemegang hak retensi terlebih dahulu
sebelum melakukan pemberesan harta kepailitan. Hal ini berarti dalam kondisikondisi
tertentu pemegang hak retensi dapat memiliki kedudukan yang lebih
diuntungkan dari kreditor pemegang hak istimewa dan kreditor pemegang hipotik.

ABSTRACT
The equality position of the collective creditors not only may be intruded by any
determination of law or agreement as seen on privileges and mortgages, but may
also be intruded by retention right that gives creditor the right to hold the object
until the claim relating to the object is fully paid. Basically a retention right holder
has no right to take precedence so he is an unsecured creditor. Indonesian Civil
Code in principle stipulates that a mortgagee and a preferential right holder have
the right to take precedence over unsecured creditor. However in the event of
bankruptcy, if the object held by the retention right holder is profitable to the
bankruptcy assets, then according to the Law on Bankruptcy and Suspension of
Debt Payment Obligations, the curator must pay the retention right holder before
performing the settlement of bankruptcy assets. This means that under certain
conditions the retention right holder may have a more advantaged position over
the preferential right holder and the mortgagee."
2013
T35304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Soraya
"Penggunaan tanah sebagai agunan kredit di Indonesia dikenal dengan Hak Tanggungan sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Hak Tanggungan No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda lain Yang Berkaitan Dengan Tanah. Dimana tanah merupakan salah satu agunan yang disukai oleh Bank, karena tanah paling aman, tidak mudah musnah dan harganya terus meningkat. Dalam hal pengembalian kredit mengalami kemacetan, salah satu cara yang ditempuh oleh Bank untuk menyelesaikan kredit bermasalahnya adalah melalui eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan 2 (UUHT). Dimana sebagai pemegang Hak Tanggungan Bank mempunyai kedudukan yang diutamakan dalam pelunasan hutangnya. Akan tetapi, pada prakteknya proses pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan seringkali mengalami hambatan dalam pelaksanaannya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana tujuan dari penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi dari undang-undang Hak Tanggungan dalam penanganan kredit bermasalah, dimana penelitian ini bersifat deskriptif analitis, adapun data-data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder sebagai sumber datanya.
Pokok permasalahan dalam penulisan Tesis ini adalah bagaimanakah penanganan kredit bermasalah pada PT Bank Agro, Bagaimanakah pelaksanaan Undang-undang No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam melaksanakan fungsi sebagai pengamanan pelunasan kredit pada PT Bank Agroniaga Tbk, dan Bagaimanakah Proses Pengambilalihan agunan sebagai pelunasan hutang Debitor pada PT Bank Agroniaga Tbk.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan sebagai salah satu cara penanganan kredit bermasalah belum dapat dikatakan berjalan secara efektif dalam mengamankan pelunasan kredit debitor, karena pada kenyataannya masih terdapat hambatan yang dihadapi oleh kreditor dalam memperoleh pengembalian atas piutangnya yang akhirnya menyebabkan kredit tersebut menjadi macet.

The utilization of land as collateral for loan in Indonesia is well known as HT as stipulated by HT Law No. 4 of the year 1996 Regarding HT over Land Together with Other Goods Related to Land. In which land constitutes one of the collaterals preferred by bank, because land is the most secure collateral, its not easily destroyed and its price keeps on increasing. In the case the repayment of loan experience difficulties, one of the methods carried out by Bank to settle non performing loan is by means of execution of HT as stipulated in Article 20 paragraph (1) and (2) of the HT law. In which as the holder of HT, Bank has privilege position in the repayment of its loan. However, in practice, the process for the execution of HT often experiences obstacle in its implementation.
This research is normative law research, in which the purposes of composing this thesis is to identify the implementation of HT Law in the handling of non performing loan, in which this research is descriptive analytics characteristic, whereas data being used are primary data and secondary data as its source of data.
The subject matter in the composing of this thesis are: How is the handling of non performing loan in PT Bank Agro, How is the Implementation of Law No. 4 of the year 1996 Regarding HT in performing the function as the security for the repayment of loan in PT Bank Agro, and How is the process for the taking over of collateral as the repayment of debt of the debtor to PT Bank Agro.
For the result of conducted research in can be stated that the implementation of execution of HT as on of the methods for the handling of non performing loan cannot yet be stated as working effectively in securing the repayment of loan from the debtor, because in reality, there remains obstacle experience by creditor in recovering the repayment of its loan which eventually causes the loan to become non performing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24637
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit P. Nugroho
"Restrukturisasi utang sebagai upaya untuk menyelesaikan kredit bermasalah tidak hanya merupakan masalah perbankan saja, akan tetapi sudah merupakan masalah nasional, sehingga perlu penanganan secara seksama dan penyelesaian secara konsepsional dan komprehensif berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku. Ketidakpastian hukum tampaknya semakin menjadi kendala bagi penyelesaian kredit bermasalah. Salah satu contohnya adalah kasus restrukturisasi utang bermasalah pada PT. Bank BNI Tbk sebagai kreditor, dengan PT. Sekar Laut Tbk, sebagai debitor. Untuk segera menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah pemecahan yaitu restrukturisasi atau penyelesaian hutang yang menguntungkan semua pihak yang terkait. Mengingat pentingnya masalah penyelesaian utang ini sebagai salah satu tujuan pengajuan PKPU maka penulis mencoba melakukan analisis terhadap alternatif penyelesaian utang melalui restrukturisasi utang melalui PKPU pada Pengadilan Niaga, untuk mengetahui apakah restrukturisasi utang dengan pola konversi piutang menjadi saham dapat diselesaikan melalui mekanisme PKPU dimaksud dan apakah diperlukan instrumen hukum berupa peraturan perundang-undangan yang lebih memadai yang dapat memberikan opsi yang lebih cepat, komprehensif serta memberi kepastian dan jaminan hukum dalam penyelesaian utang dengan pola konversi piutang menjadi saham.

Loan restructuring as a tool to settle Non-Performing Loan or NPL, which is not only a banking issue but also a national issue, needs to be handled thoroughly and comprehensively based on the regular positive law practices. The law uncertainty seems to be main problem of NPL settlements. One of the examples is the loan restructuring in PT Bank BNI Tbk as a creditor and PT Sekar Laut Tbk as a debitor. In order for an immediate settlement, restructuring or loan settlement that benefits all parties involved needs to be done. Looking at the importance of this matter as an objective of submitting PKPU, therefore the writer tries to do an analysis towards alternatives of loan settlement through loan restructuring through PKPU in Business Court, in order to know whether or not stocks can be used as a PKPU mechanism mentioned and whether or not law instruments such as law enforcement can give quicker options, more comprehensive as well as to give certainty and law guarantee in loan settlement with receivable conversion to stocks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25719
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Kristanto
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang Perjanjian Bangun Guna Serah (Build, Operate
and Transfer/ BOT) yang merupakan istilah baru dalam kegiatan ekonomi
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan menggunakan alat
pengumpul data yang berupa studi dokumen baik data primer maupun data
sekunder. Adapun pengertian BOT adalah pemanfaatan barang milik kekayaan
negara atau swasta/ perorangan yang berupa tanah oleh pihak lain, dimana pihak
tersebut diberikan hak untuk membangun bangunan dan/ atau sarana lain berikut
fasilitas di atas tanah tersebut, serta mendayagunakannya dalam jangka waktu
tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali tanah, bangunan, dan/ atau sarana
lain berikut fasilitas tersebut beserta pendayagunaannya kepada Departemen/
Lembaga atau pemilik lahan bersangkutan setelah berakhirnya jangka waktu yang
disepakati. Dalam perjanjian BOT ada kemungkinan terjadinya wanprestasi,
dalam hal ini wanprestasi terjadi antara PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.; Dana
Pensiun BRI Dengan PT. Mulia Persada Pacific. PT. Mulia Persada Pacific
dianggap melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi beberapa kewajibannya
yang sudah diperjanjikan yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui
pengadilan yang berakibat pada berakhirnya perjanjian BOT tersebut dan PT.
Mulia Persada Pacific harus membayar biaya ganti rugi, denda dan bunga serta
biaya perkaranya. Hasil penelitian ini menyarankan agar perjanjian BOT perlu
segera dibuat pengaturan khusus yang dapat berupa peraturan perundangundangan
ataupun peraturan pemerintah serta para pihak yang berkepentingan
dalam perjanjian BOT harus lebih selektif dalam memilih mitra kerjasamanya.

ABSTRACT
This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.;This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.;This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners., This study discusses about the Build Agreement To Deliver ( Build , Operate and
Transfer / BOT ) which is a relatively new term in the Indonesian economic
activities . The method that used in this thesis is the research literature normative
juridical and use data collection tool in the form of studies document both the
primary data and secondary data. The definition of the BOT is the use of state
property or private property / individuals in the form of land by another party ,
where the party is given the right to build a building and / or other means the
following facilities on the land , and use it within a certain period , and then
handed back to the land , building , and / or other means of following the facility
along and right to use it to the Department / Institution or relevant land owner
after the expiration of the agreed period . In a BOT agreement is no possibility of
default , in which case default occurs between PT . Bank Rakyat Indonesia , Tbk .
; BRI Pension Fund With PT . Mulia Persada Pacific . PT . Mulia Persada Pacific
considered in default because it did not meet some of its obligations as they fall
due , which in turn must be resolved through the courts that resulted in the
expiration of the BOT agreement and PT . Mulia Persada Pacific should pay
indemnity costs , penalties and interest as well as the cost of its case . The result of
this study suggest that the BOT agreement needs to be made special regulation
that can be either legislation or regulation and as stakeholders in BOT agreement
should be more selective in choosing their cooperration partners.]"
2015
T43024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Djuwita Boediyani
"Tesis ini membahas mengenai pemberian jaminan berupa rekening bank di PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. Pada tesis ini akan dibahas mengenai 3 (tiga) hal. Pertama, mengenai rekening yang digadaikan dapat secara sah dan mengikat sebagai jaminkan. Kedua,mengenai apakah pembekuan sejumlah uang (blokir) dalam rekening yang djaminkan secara gadai harus dilakukan. Ketiga, mengenai praktek pemberian gadai rekening pada PT. Bank Internasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian banyak bersumber pada studi kepustakaan dan dilakukan beberapa wawancara terhadap narasumber.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa agar gadai sah dan mengikat harus memenuhi dua unsur yaitu adanya perjanjian gadai antara pemberi gadai dan penerima gadai serta penyerahan kebendaan yang digadaikan dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dalam hal pemberian gadai rekening maka harus ada pemberitahuan mengenai adanya penjaminan atas rekening bank tersebut serta dilakukan pembekuan dana (blokir) rekening.
Adapun tujuan dari pembekuan dana (blokir) rekening tersebut agar rekening bank tersebut tidak dapat digunakan atau berada dalam kekuasaan pemberi gadai yang menyebabkan syarat inbezitstelling dalam gadai tidak terpenuhi dan gadai menjadi tidak sah. Dalam hal pemberian jaminan berupa gadai rekening di Bank BII khususnya terhadap salah satu debitur yaitu PT. ABC, tidak dilakukan pembekuan dana (blokir) rekening. Sehingga rekening tersebut masih dapat digunakan oleh PT. ABC yang dalam hal ini berati masih dalam penguasaan PT. ABC yang menyebabkan salah satu syarat sahnya suatu gadai terlanggar dan gadainya menjadi tidak sah.

This thesis concerning about the collateral over bank account at PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. This Thesis mainly focusing about 3 (three) problems. First, about plegde of bank account can be legal and binding as a collateral. Second, explaining about the freeze (blocked) of bank account which is being pledge are neccesary. Third, about implementation of pledge of bank account at PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. This research is legal normative, which some of the data are based on related literatures and interview with some sources.
The result regarding this research is a pledge of bank account can be legal and binding need to obtain 2 (two) elements, which are pledge agreement and delivering of the good. In case of pledge of bank account there must be notified about the existence of the guarantee of the bank account and freeze (blocked) the bank account.
The purpose of freezing the funds (blocked) the bank account is can not be used or in hand of pledgor which cause inbezitstelling in pledge can not be fulfilled and pledge becomes invalid. In case of pledge of bank account as collateral at Bank BII, which is given by PT. ABC is not freezing (blocked). The bank account still can be used by PT. ABC thats mean the element of pledge is being default and the pledge become invalid.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Rachmaeni Ahrismilati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penerapan pelunasan dipercepat pada pembiayaan Murabahah serta perlindungan hukum baik terhadap bank maupun nasabah dengan studi kasus di Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Fatmawati. Penulisan tesis ini dilatarbelakangi banyaknya keluhan dari nasabah yang menganggap bahwa pemberian muqosah yang diterapkan dalam pelunasan dipercepat sama saja dengan penalti pada bank umum konvensional. Peraturan mengenai pelunasan dipercepat terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 23 DSN MUI III 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif simpulan dari penelitian ini bahwa penerapan pelunasan dipercepat pada pembiayaan murabahah sudah sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 23 DSN MUI III 2002. Hubungan hukum antara Nasabah dan Bank merupakan hubungan kontraktual akibat hukum yang timbul adalah mengikatnya substansi perjanjian tersebut bagi para pihak yang menyepakatinya. Dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah dari substansi perjanjian yang dapat merugikan perlindungan hukum dapat diupayakan melalui melalui peraturan perundang undangan yang mengatur hak dan kewajiban bagi para pihak yang memanfaatkan barang dan jasa Dengan demikian adanya ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah diharapkan dapat menempatkan kesetaraan hubungan antara bank dan nasabah.

ABSTRACT
This thesis contains on pre payment rsquo s application over Murabahah Financing and legal protection towards banking institution over and above their customers with case study took place in Bank Muamalat Indonesia Tbk Fatmawati branch Amount of customer complaints of Muqosah in Murabahah pre payment are the background of this thesis. They considered Muqosah as penalty which applied in conventional banks. Regulations on pre payment are listed on the Decree of National Syariah Board Fatwa Dewan Syariah Nasional No 23 DSN MUI III 2002 dated on March 28th 2002 regarding settlement prepayment over Murabahah. The applied research is juridical normative with conclusion that Application of pre payment over Murabahah financing is accepted with Decree of National Syariah Board Fatwa Dewan Syariah Nasional No 23 DSN MUI III 2002 regarding settlement prepayment over Murabahah and by the signing of Murabahah financing agreement between customer and banking institution a commitment has been made whereas legal connection between both parties are contractual. The legal consequences is the agreement substance binding for the parties. In an effort to provide legal protection for the customers from detrimental agreement the legal protection can be sought through legislation governing which manage the rights and obligations of the parties who utilize of goods and services Thus the provisions governing of customer legal protection of the customer could put equality relationship between banks and customers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>