Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmeang, Boris A.
"Program telah menjadi anak emas dalam perancangan arsitektur masa kini. Perancang sangat tertolong dengan arahan yang diberikannya. Program juga memungkinkan arsitektur untuk berubah sepanjang waktu, sesuai dengan informasi yang terus‐menerus diterimanya. Informasi mengenai hal teraga maupun tak teraga pada tapak menjadi masukan bagi program. Dengan begini arsitektur dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Namun, selidik punya selidik, program dahulu tidak memungkinkan arsitektur untuk berubah.
Dahulu, program kaku adanya. Kakunya program disebabkan oleh hasrat perancang untuk memenuhi persyaratan fungsi saja, melupakan budaya. Kalaupun teringat, lambat laun perancang akan melupakannya. Akibatnya makna pada arsitektur sirna. Dengan demikian, program yang semula sesuai dengan pemicu menjadi mentah dan tak layak lagi di mata waktu. Hal ini telah terjadi dari masa ke masa, terlihat jelas di era arsitektur modern dan postmodern. Perubahan zaman menuntut arsitektur untuk berubah pula. Dengan berubah, arsitektur dapat terus menerus menghasilkan makna.
Budaya yang menjadi bagian penting pada perancangan, terlebih pemrograman, mendorong timbulnya pertanyaan mengenai kemampuan program untuk mengolah masukan tersebut. Dipertanyakan pula bagaimana program berubah dan memaksa arsitektur berubah sehingga makna dapat diciptakan lagi dan lagi.

No such doubts can be inquired of the program?s popularity. Program is helpful for it provides directions for designers. Program is lithe by allowing architecture to change through time by its perpetual endeavor to import informations. Any site‐specific informations, whether physical or non‐physical, can be the input for the program. Consequently, change is surmountable because architecture is adaptive. Nevertheless, this quality wasn?t always there.
Program has been inflexible, caused by the search for functional perfection. Designers have forgotten another factor: the culture. Remembrance was futile, for it only lasted a while, short enough for meanings to vanish. The program which was once considered suitable became irrelevant and inappropriate. We have seen triumphant thought and theories at the times of modern and post‐modern architecture turned old and obsolete, which occuring has been witnessed through each eras which is known in history. As time goes on, architecture insist on change. Hence, it enable architecture to produce fresh meanings persistently.
Significantly, culture affects program. That very sentence provokes certain questions regarding the ability of program to process cultural inputs and to change architecture and its meanings."
2008
S48438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rezqi Vebra Youza
"ABSTRAK
Arsitektur merupakan salah satu dari sekian banyak produk budaya yang
dihasilkan oleh manusia. Dalam menghasilkan produk budaya, terdapat proses
pemaknaan (semiotika) antara perancang, objek arsitektural dan masyarakat.
Pemaknaan yang terjadi cenderung secara visual. Perancang menyampaikan ide
yang dimilikinya melalui elemen-elemen yang menyusun suatu objek arsitektural,
dan masyarakat dapat mengerti suatu objek arsitektural melalui bentuk fisik dan
detail yang hadir. Skripsi ini ingin mencoba melihat bagaimana proses semiotika
yang terjadi di masyarakat dalam melihat suatu objek arsitektural. Studi kasus yang
diambil merupakan bangunan peninggalan sejarah, sebagai bentuk produk budaya
dari masa lampau yang masih terus ada hingga sekarang. Sehingga dapat dilihat
bagaimana pengaruh antara arsitektur, budaya, dan sejarah melalui proses semiotika
yang terjadi.

ABSTRACT
Architecture is one of many cultural products made by humans. There is a
process of signification (semiotics) between architects, architectural objects and
community within the process of the making of a cultural products. Signification
that occurs tend to be visual. Architects convey their ideas through the elements
which are arranged in particular architectural objects, and the public can understand
an architectural object through its existing physical form and details. This study
aims to identify how the semiotic process occur in people in seeing an architectural
object. This case study uses a historical building as an object, as a form of a cultural
product from the past that still continues to exist until today. So how the influence
of architecture, culture, and history, can be seen through semiotic processes that
occur."
2016
S63306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Emily Lysandra
"Fenomena campur tangan asing dalam pemilihan umum sebuah negara bukanlah sebuah fenomana yang baru. Dengan adanya perkembangan teknologi, campur tangan negara asing terhadap sebuah pemilihan umum dapat berlangsung sepenuhnya dalam ranah siber. Sebuah campur tangan asing dalam pemilihan umum dapat melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional jika metode campur tangan yang digunakan bersifat koersif. Semakin ada urgensi untuk menerapkan hukum internasional terhadap operasi siber sebuah negara yang memiliki tujuan ikut campur dengan urusan internal negara lain. Sebagaimana telah dinyatakan dalam literatur akademis, seperti laporan UN Group of Governmental Experts (GGE) dan Tallinn Manual 2.0, serta praktik negara-negara: hukum internasional juga berlaku dalam ranah siber dan operasi siber. Campur tangan Rusia dalam pemilihan umum Amerika Serikat tahun 2016 melibatkan berbagai jenis operasi siber, diantaranya operasi peretasan terhadap infrastruktur pemilihan umum dan email, serta operasi pengaruh yang terdiri dari peristiwa doxing dan disinformasi. Adapun melalui penelitian yang telah dilakukan, ditemukan kesimpulan bahwa dugaan campur tangan Rusia belum dapat ditentukan sebagai pelanggaran prinsip non-intervensi dalam hukum internasional. Hal ini dikarenakan belum adanya hukum kebiasaan internasional yang mengutuk kegiatan siber tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional, terkecuali adanya manipulasi atau pengubahan tabulasi hasil pemilu. Oleh karena itu, negara-negara perlu menutup kesenjangan dalam konsepsi ruang lingkup prinsip non-intervensi terhadap operasi siber. Perlu adanya kerjasama dan dialog antara negara-negara maupun organisasi internasional untuk memberikan definisi ‘koersi’ dalam prinsip non-intervensi untuk mengisi kesenjangan ini terhadap masa yang mendatang.

The phenomenon of foreign interference in the general election of a country is not new. With the development of technology, the intervention of foreign countries in a general election can take place entirely in the cyber realm. Foreign interference in an election may violate the principle of non-intervention in international law if the method of interference used is coercive. There is an increasing urgency to apply international law to a country’s cyber operations to interfere with another country’s internal affairs. As stated in the academic literature, such as the reports of the UN Group of Governmental Experts (GGE) and the Tallinn Manual 2.0, as well as the practice of countries: international law also applies in the realm of cyber and cyber operations. Russia's interference in the 2016 US election involved various types of cyber operations, including hacking operations on election infrastructure and email, and influence operations consisting of doxing and disinformation events. This thesis concludes that the alleged Russian interference could not be determined as a violation of the principle of non-intervention in international law, as there no customary international law condemns cyber activities as a violation of international law (except for manipulating or changing the tabulation of election results). Countries must close the gap in the conception of the scope of the principle of non-intervention in cyber operations. There is a need for cooperation and dialogue between countries and international organizations define ‘coercion’ in the principle of non-intervention to fill this gap in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatussaadiyah Anar
"Skripsi ini membahas perancangan parametrik dalam arsitektur sebagai salah satu bentuk penggunaan logika dalam proses perancangan. Mulai dari definisi parameter dalam perancangan, faktor pembentuk, proses pembentukan hingga metode modifikasinya. Pembahasan dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang perancangan menggunakan parameter sebagai alat pembentuk rancangan. Menggunakan metode studi literatur yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, tesis dan media elektronik untuk mendalami teori tentang parameter dan menganalisis studi kasus untuk melihat praktik nyata perancangan parametrik. Studi memperlihatkan adanya kelebihan penggunaan parameter dalam perancangan dibandingkan dengan perancangan konvensional.

Focus on this study is about parametric design in architecture as a form of using logic in design process. Begin with the definition of parameter in design, forming factors, forming process and modification methods. The aims of this study is to know more about design that using parameter as a tools to create form. Doing literatures study method using books, magazines, journals, thesis and digital media as a source of references to understand the theories about paramater and case study to see a real work of parametric design. Study shows some advantages of using parameters in design instead of none."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42713
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Djaya Atmadja
"Skripsi ini membahas peran sketsa dalam tahapan merancang arsitektur terkait dengan penyajian pesan yang ingin disampaikan. Sketsa yang dibuat langsung menggunakan tangan dengan kualitas cepat dan bebas, merupakan salah satu representasi dan komunikasi ide arsitektur dalam proses perancangan. Sketsa merupakan proses berpikir visual terkait eksternalisasi mental image arsitek dalam penggagasan ide-ide arstekturnya. Ide arsitektur ini dieksternalisasi dalam perwujudan elemen visual yang ada pada sketsa. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peranan sketsa yang mungkin digunakan dalam berbagai tahapan merancang.

This study discusses about the role of sketches in architectural design process associated with the presentation of the idea. Sketches, drawing that are made directly by hand with fast and free qualities, is one of the representation and communication of architecture ideas in design process. Sketches are visual thinking process related to externalization of architect's mental image in initiating his her architectural ideas. The architectural idea is externalized in the embodiment of visual elements that exist in the sketch. It relates to the potential and role of sketches that may be used in various stages of architectural design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S66447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Zata Dini
"Skripsi ini membahas bangunan GKI Kwitang ditinjau dari segi arsitektur dan pemugaran dalam rangka pelestarian bangunan cagar budaya. Gereja ini merupakan salah satu bangunan peribadatan peninggalan masa kolonial. Bangunan gereja mengadaptasi gaya arsitektur klasik Eropa dan menyesuaikan dengan iklim di Indonesia. Beberapa bagian bangunan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman maka dilakukan penelitian dalam upaya pelestarian.
Pada penelitian ini metode yang digunakan terbagi dalam tiga tahap yaitu pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran data. Pada tahap pengumpulan dilakukan deskripsi mulai dari bagian luar hingga bagian dalam, kemudian pada tahap pengolahan, hasil deskripsi diolah dengan menganalisa komponen arsitektur dan perubahan beberapa komponen bangunan. Tahap selanjutnya, hasil yang diperoleh ditafsirkan bahwa gaya yang diterapkan pada bangunan GKI Kwitang adalah gaya Art Deco dan Art Nouveau.

This study discusses the building of GKI Kwitang viewed in terms of architecture and restoration in a bid to the preservation of cultural heritage buildings. This church is one of the religious buildings of the colonial era relics. Church building adapting European classical architectural style and adapt to climate in Indonesia. Some parts of the building undergoes changes along with the times then conducted research in preservation efforts.
On the research methods employed are divided into three phases: collection, processing, and interpretation of data. At the stage of gathering is carried out starting from the outside of the description to the inside, then in the stage of processing, the results processed by analyzing the component description of architecture and changes in several components of a building. The next stage, the results obtained are interpreted that the style is applied to the building of GKI Kwitang is Art Deco style and Art Nouveau.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43066
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurohma
"Depresi Besar (The Great Depression) yang menimnpa Amerika Serikat pada awal tahun 1930an telah mengantarkan sirkumstansi domestik Amerika menuju krisis nasional yang hebat. Krisis ini tidak saja berimplikasi pada bidang ekonomi namun juga menggerogoti sistem nilai dan keyalcinan bangsa Amerika yang selama ini menjadi acuannya, kapitalisme, individualism, dan demokrasi. Untuk itu, berbagai upaya dan strategi coba dijalankan guna memecahkan krisis ini.
Franklin Delano Roosevelt yang naik menjadi presiden saat depresi berlangsung mengajukan formula solusi untuk menyembuhkan krisis dan ekses negatif lain akibat depresi, kelaparan, pengangguran, dan kemiskinan melalui kebijakan dan sejumlah program yang disebutnya sebagai New Deal. Fokus penelitian ini adalah berkisar pada upaya dan strategi presiden Roosevelt melalui program New Deal yang merupakan bentuk legitimasi carnpur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi dan sekaligus memberi pengaruh pada relasi lembaga kekuasaan di Amerika, yang menganut doktrin trias polifika. Doktrin ini dicirikan oleh prinsip separation power melalui metode kerja yang didasarkan pada mekanisme checks and balances tapi ketika New Deal lahir, telah memberi porsi besar dan dominannya pihak eksekutif dalam pelaksanaan kekuasaannya.
Menurut Roosevelt, ini hares dilakukan karena dalam realitas kehidupan masyarakat Amerika banyak ditemukan fakta bahwa sistem ekonomi yang disandarkan pada doktrin kapitalisme laissez faire selama ini malah menciptakan jurang perbedaan yang tajam di dalam struktur masyarakatnya, antara si-kaya dengan si-miskin dan pemiliki modal (usahawan) dengan buruh (pekerja). Akibatnya, kapitalisme yang filosofis dasarnya berakar pada ajaran individualism, yang saat itu diterjemahkan sebagai bentuk rugged individualism (individualisme kekar). Untuk itu, kebijakan dan program New Deal ditujukan tidak saja pada usaha dan upaya penyelarnatan nasib mayoritas rakyat Amerikatapi juga diarahkan pada pemulihan dan reformasi terhadap sistem kapitalisme itu sendiri yang dinilainya gagal mensejahterakan rakyat Amerika.
Hasil dari program ini, meskipun banyak kekurangan dan dinilai menyimpang dari nilai dan tradisi bangsa selama pelaksanaannya, relatif sukses dalam memecahkan masalah depresi dan krisis yang terjadi di Amerika. Tapi bila,dicennati lebih seksama maka di balik keberhasilan ini, Roosevelt sebenamya menggunakan bahasa legitimasi yang memang secara fundamental dmilikinya sebagai seorang Presiden Amerika meskipun dalam prakteknya telah memberi porsi besar dalam pergeseran pelaksanaan kekuasaan eksekutif yang lebih kuat dan sangat dominan terhadap dua cabang kekuasaan lainnya.

The Great Depression which fall on U.S.A in early 1930s had done brought domestic conditions to great national crisis. The crisis was not oly gave implications to economic sector but also undermined nation values system and beliefs system which all this time had become reference, capitalism, individualism, and democracy. On behalf of various efforts and strategies make an attempt to purposed solving crisis.
Franklin Delano Roosevelt who had become a president i9n depression era take place to submit solutions formula for cured these crisis and negative impact as side effect of depression, hunger, jobless, and poverty, by various policy and program means wich called New Deal. This research focus is refer to effort and strategy of President' Roosevelt by New Deal Program, which is a form of legitimacy of government intervention in economic and its influence to relation of institution power in U.S., that adopt of trias politica doctrine. This doctrine is feature by separation of power principle and framework method by basis to checks and balances mechanisms, which more portion and dominant to executive side on power implementations.
According Roosevelt, it had must to do cause in living reality of American society many fact found that economic system which leaned to capitalism laissez faire doctrine it had create different gap acute in society structure, between the have and the poor, industrialist and workers. Its consequence that philosophy capitalism which rooted from individualism doctrine, at that time retranslated as a form of rugged individualism. On behalf of New Feal policy not only as purpose for exertion and attain to fate rescue of majority American people, but also direct to recovery, and reform of capitalism system it self which valued fail to make prosperous American people.
The result from these program, even much decreased and deviated from nation value and custom on it implementation, are relatively success enough to cute off depression and crisis problem in U.S. But, if pay close attention more acurately then it behind of these successes, that Roosevelt truly used legitimacy language which belonged fundamentally as an American President. Even though have gave big portion on - displacement of implemntation of executive power so strongest and dominance over two power branch else (Congress and Supreme Court).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yang, Hee Mun
"Penelitian ini mempelajari arus budaya Korea (Korean wave) di Indonesia, terutama budaya campuran antara budaya Korea dan budaya Indonesia. Sekarang ini, budaya Korea menjadi sebuah hiburan baru di Indonesia. Fenomena ini berhubungan dengan budaya populer di Indonesia. Karena hal ini, budaya campur antara Indonesia dan Korea pun muncal. Budaya Korea sedang melemah di China karena hilangnya fungsi budaya populer yang diakibatkan oleh tidak adanya drama Korea yang dianggap menarik untuk ditonton oleh masyarakat China.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan persamaan dari fenomena ini, untuk mengetahui apakah budaya campur bisa berkompetisi dengan budaya asli di Indonesia dan juga untuk menemukan kemungkinan menurunnya budaya Korea di Indonesia berdasarkan apa yang terjadi di China. Penelitian ini menyertakan penelitian deskriptif dan wawancara dengan orang yang suka menonton acara TV Korea dan film Korea dan juga mendengarkan musik Korea (K-Pop). Permasalahan utama adalah kemungkinan adanya kompetisi antara budaya Korea asli dengan budaya populer Indonesia-Korea. Data-data dikumpulkan dari berbagai buku, artikel, kuesioner, dan laman internet yang berkaitan dengan budaya Korea di Indonesia. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis respon.
Hasil dari penelitian ini adalah banyak orang beranggapan bahwa budaya populer Korea-Indonesia tidak bisa bersaing dengan budaya Korea asli. Faktanya, sejak Indonesia diperkenalkan dengan budaya Korea, negara ini secara stabil tertarik dengan kepopuleran budaya Korea, berbeda dengan China.

This research explores Korean Wave in Indonesia, especially the mix-culture between Korean Wave and Indonesian culture. Nowadays, Korean Wave becomes a new entertainment for Indonesian. This phenomenon is related to popular culture in Indonesia. Because of this, the mixed culture between Korean Wave and Indonesian culture appear. Korean Wave is weakening in China because the function of popular culture is loss due to absence of Korean drama that Chinese people are interested to watch.
The purpose of this article is to find similarity of this phenomenon, to know whether mixed culture can compete with the original one in Indonesia and also to find the possibility of decreasing Korean Wave in Indonesia based on what happened in China. This research includes descriptive research and interviews people who like to watch Korean TV program and film, and listen to K-pop. The main issue is the possibility of competition between the original Korean wave and Korean-Indonesian Pop culture. The data is collected from various books, articles, questionnaire, and websites related to Korean Wave in Indonesia. The method of data analysis used is response analysis.
The result of this research is that many people assume that Korean-Indonesian Pop culture cannot compete with the original Korean Wave. In fact, since Indonesia is just introduced to Korean Wave, this country is statically fascinated in the popularity of Korean Wave, differ from China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Marwati
"Skripsi ini membahas mengenai keterkaitan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia pada masa kepemimpinan masing-masing Presiden. Pembahasan ini dipilih karena masingmasing Presiden memiliki andil yang besar dalam pembangunan Indonesia pasca kemerdekaan, namun keterkaitannya dengan dunia arsitektur masih jarang tersentuh perhatian publik. Keterkaitan akan ditinjau dengan membuka kembali latar belakang pengalaman hidup dan budaya masing-masing untuk kemudian dihubungkan dengan gaya arsitektur yang berkembang pada masa kepemimpinan Soekarno dan Soeharto. Latar belakang berbeda yang dimiliki oleh Soekarno dan Soeharto akhirnya menghasilkan perbedaan perkembangan gaya arsitektur yang signifikan. Perbedaan ini akan dibandingkan melalui studi kasus pada perbandingan Gelora Bung Karno dengan Taman Mini Indonesia Indah, Masjid Istiqlal dengan Masjid At-Tin dan Patung Selamat Datang dengan Patung Arjuna Wijaya. Pembahasan dalam skripsi ini membawa kepada kesimpulan bahwa kedua Presiden memiliki pengaruhnya masing-masing dalam perkembangan Arsitektur. Presiden Soekarno memberikan suasana modern kepada arsitektur di Indonesia dengan gagasannya atas proyek-proyek yang bergaya modern dan monumental. Sementara itu, gaya arsitektur yang berkembang pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto salah satunya terpengaruh oleh ide Soeharto mengusung regionalisasi dalam mewujudkan stabilitas nasional.

This study talks about the correlation between each of President Soekarno and President Soeharto to the architecture growth of Indonesia. This study is chosen because both of Soekarno and Soeharto had a big impact to the Indonesian development era but their correlation to architecture is often forgotten. The correlation will be revealed by studying about the historical and culture background of each President. The Study shows that Soekarno and Soeharto?s different backgrounds and visions influence some significant differences of architecture style that was happened during their era. The differences will be compared by comparative case studies between Gelora Bung Karno and Beautiful Indonesia, Istiqlal Mosque and At-Tin Mosque, and Welcoming Statue and Arjuna Wijaya Statue. The end of the study, it is revealed that President Soekarno brings modernity to architecture in Indonesia meanwhile President Soeharto gives influence with his idea of 'traditionalizing', which for him, is a must thing to do in order to remain the national stability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42867
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lismiarti
"Penelitian sumber mengenai Peristiwa 27 Juni 1955 telah dilakukan pada Bagian Dokumentasi dan Perpustakaan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan MPR/DPR, Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Ilmiah Nasional (PDIN) Perpustakaan Arsip Nasional Cilandak, Perpustakaan Nasio_nal dan juga Balai Penelitian Pengembangan Pers dan Pandapat Umum. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Peris_tiwa 27 Juni 1955, hal yang melatar belakanginya dan menambah khasanah Penelitian di bidang Sejarah ABRI pada masa demokrasi liberal khususnya dan Sejarah Republik Indonesia pada umumnya. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskritif analitis. Langkah pertama merekonstruksi masalah dan kemudian mencoba menganalisa permasalahannya. Hasilnya menunjukan bahwa dalam Peristiwa 27 Juni 1955 ini Angkatan Darat menolak pengangkatan seorang Kepala Staf ,Angkatan Darat ( KSAD ) hasil penunjukan Kabinet Ali. Cara pemilihan dan pengangkatan KSAD itu ternyata tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Angkatan Darat. Hal yang melatar belakanginya adalah Rapat Perwira-Angkatan Darat di Yogyakarta yang menghasilkan beberapa keputusan diantaranya adalah Piagam Keutuhan Angkatan Darat Republik Indonesia ( Piagam Yogyakarta)."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>