Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6564 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prisca Prima Widya
"Penelitian mengenai Proses Rekonsiliasi Kamboja pada tahun 1982?1991 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah Asia Tenggara, khususnya mengenai konflik Kamboja. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan sumber-sumber tertulis, karena penggunaan sumber lisan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengeran Norodom Sihanouk memberikan kontribusi positif dalam penyelesaian politik konflik Kamboja. Peranan Norodom Sihanouk dimulai pada tahun 1981, ketika dia akhirnya memutuskan membentuk CGDK. Berkat pendekatan-pendekatan yang ia lakukan terhadap Son Sann dan Khieu Samphan, akhirnya CGDK dapat terbentuk pada tahun 1982. Tujuan dari pembentukan CGDK adalah untuk memaksa Vietnam keluar dari Kamboja dan mencari penyelesaian politik dalam konflik antarfaksi Kamboja. Dalam proses rekonsiliasi, Sihanouk dalam tubuh CGDK telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk penyelesaian politik Kamboja. Di antaranya adalah mengenai pemerintahan koalisi empat faksi dan perlunya peranan PBB dalam proses damai Kamboja. Usul-usul yang dikemukakan Sihanouk kemudian disempurnakan oleh PBB yang akhirnya membuat UNTAC sebagai penjaga perdamaian di Kamboja. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sihanouk mempunyai andil besar dalam proses penyelesaian konflik Kamboja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12757
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Supriadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S5811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Luh Kerti Maryasih
"Tesis ini menganalisa tentang intervensi yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam proses penyelesaian konflik Kamboja periode tahun 1991-1993. Konflik yang terjadi di Kamboja memang sangat unik, dimana konflik yang tadinya bersifat lokal berkembang menjadi regional dan dengan terlibatnya negara-negara besar seperti, Amerika Serikat dan Uni Soviet yang mendukung fraksi-fraksi yang ada di Kamboja konfliknya berkembang menjadi berskala internasional.
Upaya-upaya kearah penyelesaian konflik tersebut telah lama dilakukan oleh organisasi regional ASEAN yang merasa khawatir akan meluasnya konflik sampai mengancam keamanan kawasan, namun usaha ASEAN tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. PBB juga telah turun tangan untuk mengatasi konflik yang semakin rumit, namun juga tidak membuahkan hasil yang memuaskan, bahkan keadaan semakin tidak terkendali dengan terlibatnya China dan Uni Soviet yang memberikan dukungan kepada masing-masing fraksi di Kamboja.
Melihat kegagalan dari upaya-upaya perdamaian tersebut, DK-PBB mulai tahun 1990 secara lebih serius menangani masalah Kamboja. MeIalui perjanjian Paris dihasilkan suatu kerangka kerja untuk PBB dan disepakati dibentuknya Supreme National Council (SNC). SNC merupakan lembaga tertinggi sebagai wakil Kamboja dalam organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang keanggotaannya terdiri dari masing-masing fraksi. Masing-masing fraksi juga akhirnya menyetujui dibentuknya UNTAC (United Nation Transition Authority on Campuchea) sebagai wakil PBB di Kamboja untuk melaksanakan administrasi Kamboja sebelum terbentuknya pemerintahan yang sah hasil pemilu. Misi UNTAC ini merupakan misi PBB yang termahal dan terbesar selama perang dingin.
Penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk menjelaskan keberhasilan intervensi PBB dalam menjalankan misi UNTAC sebagai operasi penjaga perdamaian (PKO) PBB di Kamboja dalam proses penyelesaian konflik.
Teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini adalah conflict resolution. Conflict resolution merupakan suatu proses yang berkaitan dengan bagaimana menemukan jalan untuk mengakomodasi kepentingan eksplisit dari pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Dengan conflict resolution dalam PKO, dimaksudkan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh UNTAC adalah untuk mengurangi eskalasi konflik. Peace keeping dalam hal ini telah memberikan kesempatan kepada para pihak yang berkonflik untuk mencapai persetujuan melalui perundingan, kemudian juga dilakukan tindakan coercion dalam kasus Kamboja melalui intervensi.
Teori intervensi yang mengacu pada pemikian realis dikemukakan oleh Nye, Joseph S.Jr. adalah mengacu pada tindakan eksternal yang mempengaruhi masalah-masalah domestik dari negara lain yang berdaulat. Intervensi yang mengacu pada pandangan realis menurut Joseph Jr. tersebut dapat dibenarkan ketika ia diperlukan untuk memperkuat balance of power dan terciptanya tatanan yang damai (order and peace). Dalam hal ini operasi perdamaian yang dilakukan oleh PBB di Kamboja adalah demi terciptanya perdamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara sehingga intervensi diperbolehkan.
Operasi penjaga perdamaian PBB di Kamboja merupakan operasi penjaga perdamaian generasi kedua yang bersifat multidimensi. Dimana mandat-madat yang diembannya tidak hanya melibatkan tugas-tugas kemiliteran saja namun lebih luas lagi mencakup demobilisasi dan reintegrasi; perlucutan senjata; bantuan kemanusiaan; dan pemulangan pengungsi; bantuan Pemilu; penegakan HAM; menjaga kearnanan dan ketertiban masyarakat; serta menyapu ranjau darat.
Dari berbagai fakta yang dianalisa dapat ditarik kesimpulan bahwa intervensi PBB dalam proses penyelesaian konflik Kamboja termasuk sukses dengan terlaksananya pemilihan umum yang adil dan bebas sehingga terbentuk suatu pemerintahan yang sah di Kamboja.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runtukahu, Maradona
"Dalam upaya mencapai perdamaian di Kamboja, maka diperlukan upaya penyelesaian melalui mediasi pihak ketiga. Dalam proses panjang menuju perdamaian tersebut, peranan Indonesia sangat jelas terasa dan terlihat melalui keterlibatan para diplomatnya seperti Menlu Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas yang memegang peranan vital dalam setiap langkah mediasi yang ditempuh demi tercapainya perdamaian. Tesis ini mencoba untuk meneliti bagaimanakah peran Indonesia dalam proses penyelesaian konflik Kamboja selama periode tahun 1984 hingga tercapainya Kesepakatan Paris 1991 yang menandai berakhirnya konflik Kamboja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan akan menggunakan teori mediasi untuk menganalisa peranan Indonesia.

In an attempt to seek peace in Cambodia, it requires the mediation of a third party. Throughout the long process, the role of Indonesia is clearly shown through the involvement of its Diplomats namely Foreign Ministers Mochtar Kusumaatmadja and Ali Alatas who played a crucial part within every step of mediation. This thesis will aim in the research of how Indonesia played its prominent role in the peace settlement of Cambodian conflict during the periods of 1984 until the attainment of the Agreements on a Comprehensive Political Settlement of the Cambodian Conflict in 1991 that marks the end of the conflict in Cambodia. This thesis is a descriptive research and will use the theory of mediation to analyse the Indonesian?s role."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Arie Rukmantara
"Setelah kemerdekaan dicapai oleh Indonesia, selain konsolidasi politik dalam negeri, reorientasi kebijakan luar negeri juga menjadi salah satu fokus utama. Hubungan awal Indonesia-Kamboja sudah terjadi sejak masa pra-Angkor saat Raja Jayawannan II tercatat pemah datang ke Jawa meskipun statusnya ketika datang ke Jawa masih menjadi debat diantara pars arkeolog dan sejarawan. Hubungan diplomatik dengan Kamboja jugs diresmikan pads saat pemerintahan Sukarno. Kebijakan Sukarno, baik yang berupa penjalinan hubungan dengan Kamboja maupun menjadi negara yang dominan di Asia Tenggara dilanjutkan oleh penerusnya, Presiden Suharto. Bukti dari berlanjutnya kebijakan Sukarno di era pemerintahan Presiden Suharto untuk tetap mendekatkan diri dengan Kamboja, ditunjukkan oleh Presiden Suharto dengan menjadikan Kamboja sebagai negara Asia Tenggara yang pertama dikunjunginya setelah dia menjabat sebagai Presiden. Maka dan itu, Indonesia menjadi sangat berkepentingan ketika terjadi pergantian kekuasaan dari Pangeran Sihanouk ke Jenderal Lon Nol lewat sebuah kudeta yang didominasi oleh militer di tahun 1970. Beberapa sarjana mempercayai bawwa kudeta ini diinspirasikan oleh peristiwa G 30 S di Indonesia yang dianggap kemenangan militer terhadap komunis. Indonesia tetap menjalin hubungan diplomatiknya dengan langsung mengakui pemerintahan Lon Nol dan tidak mengakui pemerintahan pengasingan Pangeran Sihanouk dengan alasan bahwa Indonesia hanya akan mengakui pemerintahan yang didirikan di ibukota negara yang bersangkutan dan tidak akan pernah mengakui pemerintahan pengasingan. Namun pengakuan terhadap pemerintahan Lon Nol dianggap tidak cukup untuk menjamin stabilitas dan perdamaian di Kamboja. Berdasarkan pemikiran tersebut, pemerintah Indonesia lewat Menlu Adam Malik mengadakan konferensi intemasional yang membahas penyelesaian masalah Kamboja di tahun 1970 yang dikenal dengan Konferensi Jakarta Saat terjadi lagi pergantian pemerintahan dari Lon Nol ke rezim Khmer Merah yang dipimpin oleh Polpot, Indonesia tetap melanjutkan hubungan diplomatiknya dengan pemerintahan di Pnom Penh. Menurut beberapa saijana kudeta yang dilakukan Khmer Merah juga diinspirasikan dari peristiwa G 30 S yang ditafsirkan oleh Pol Pot sebagai duduknya dominasi militer sebagai penguasa di Indonesia. Sejak awal, keinginan pemerintah Indonesia ialah terbentuknya Kamboja yang non-blok, netral, dan independen tanpa intervensi kekuatan luar manapun. Pandangan tersebutlah yang dijalankan oleh pengganti Adam Malik, Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Menlu Mochtar memberikan respon yang cepat lewat jalur ASEAN saat terjadinya perebutan kekuasaan dan Khmer Merah ke kelompok PRK (People's Republic of Kampuchea). Perebutan kekuasaan yang dibantu oleh Vietnam tersebut dipandang oleh ASEAN sebagai invasi Vietnam terhadap Kamboja. Negara-negara anggota ASEAN juga terpecah dalam pandangan berbeda tentang siapa pihak yang dianggap paling berbahaya dalam kemelut di Kamboja tersebut. Namun perbedaan pandangan tersebut tidak sampai memecah ASEAN secara organisasi. ASEAN bahkan tetap berjuang bersama di sidang-sidang PBB untuk membahas penyelesaian masalah Kamboja secepatnya dan meminta perhatian internasional terhadap masalah tersebut. Berkat perjuangan diplomatik terus-menerus dan pencarian dukungan kepada negara-negara anggota PBB lainnya, ASEAN berhasil mendorong dilahirkannya resolusi tentang pelaksanaan International Conference on Kampuchea yang dilaksanakan di New York pada tahun 1981. Usaha-usaha lewat ICK ternyata kurang membawa dampak pada sikap Vietnam, oleh karena itu ASEAN menempuh strategi diplomatik yang lain dengan mendukung pembentukan koalisi antara kelompok-kelompok anti PRK-Vietnam yang terdiri dari Funcinpec, KPNLF, dan Khmer Merah. Pembentukan Coalition Government of Democratic Kampuchea tersebut bahkan mengambil tempat di negara-negara ASEAN. Dukungan ASEAN berkembang menjadi dukungan internasional saat ASEAN berhasil memperjuangkan sebuah resolusi yang mengakui CGDK sebagai perwakilan dari Kamboja di PBB. Berdasarkan kekhawatiran bahwa Kamboja tetap akan dikuasai Vietnam, diplomat-diplomat ASEAN merumuskan kembali berbagai strategi diplomatik dalam bentuk beberapa proposal perdamaian. Malaysia menggjukan proposal Proximity Talks yang akan mempertemukan negara-negara Indocina dengan negara-negara ASEAN. Namun proposal ini ditolak karena ketidaksetujuan anggota ASEAN yang dekat dengan Cina, Thailand dan Singapura. Pada saat yang berdamaan, Indonesia menjalankan kebijakan dual track diplomacy yang berarti mendekatkan diri ke Vietnam dan sekaligus memperjuangkan proposal-proposal yang disetujui ASEAN. Di pertengahan dekade 1980-an, Menlu Mochtar melontarkan ide diselenggarakannya sebuah cocktail party untuk memudahkan semua pihak yang bertikai untuk membicarakan masa depan Kamboja secara informal tanpa label politik apapun. Sebagai kelanjutan dari perwujudan ide tersebut, Menlu Mochtar ditunjuk oleh ASEAN sebagai interlocutor dalam mengadakan negosiasi dengan Vietnam . Berbagai pertemuan dan pembicaraan dilakukan Menlu Mochtar dalam menjalankan fungsinya tersebut. Dalam kunjungannya ke Vietnam, Menlu Mochtar dan Menlu Nguyen CO Thach akhimya melahirkan kesepakatan yang disebut Ho Chi Minh City Understanding yang menjadi landasan dasar dari pelaksanaan cocktail party yang kemudian disebut JIM (Jakarta Informal Meeting). Bagi kepentingan nasional, keberhasilan peran Indonesia ini merupakan implementasi dari kebijakan bebas-aktif yang juga menegaskan bahwa sikap non-interference (tidak campur tangan) bukan berarti non-involvement (tidak turut serta). Keberhasilan Indonesia ini membawa Indonesia sebagai kekuatan yang dominan di Asia Tenggara sesuai dengan keinginan baik Sukarno maupun Suharto. Dominasi Indonesia di Asia Tenggara kemudian didukung dengan terciptanya stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara yang memperlancar proses pembangunan di tiap-tiap negara Asia Tenggara dan jauh dari campur tangan kekuatan asing di luar kawasan. Bagi ASEAN hal tersebut merupakan keberhasilan penerapan konsep ZOPFAN sekaligus memperlihatkan bahwa organisasi ini lebih mengutamakan kerukunan diatas perbedaan pendapat yang kemungkinan dapat memecah para anggotanya. Indonesia sebagai salah satu pendiri dan penggagas ASEAN merasakan dampak yang sangat positif dari keberhasilan diplomasi tersebut. Indonesia kembali berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu negara terpandang di dunia intemasional bukan dengan politik mercusuarnya dan keberpihakan terhadap blok tertentu, namun dengan upaya menyelesaikan masalah di kawasan oleh negara-negara di kawasan itu sendiri. Keberhasilan terbesar Indonesia ialah mengangkat masalah Kamboja menjadi agenda internasional yang harus dipecahkan oleh seluruh masyarakat dunia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S5657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abe Tomoji
Depok: ILUNI KWJ Press, 2009
895.6 ABE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tomoji, Abe
Depok: ILUNI KWJ Press, 2009
895.6 TOM k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>