Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153985 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniati Fajriyani
"Kawin lari merupakan kejadian dimana laki-laki melarikan perempuan yang akan dikawininya dengan persetujuan si perempuan, untuk menghindarkan diri dari tata cara adat yang dianggap memakan biaya terlalu mahal. Khusus Lampung, kawin lari disebut sebambangan. Berdasarkan fenomena sebambangan, peneliti tertarik melihat bagaimana penyesuaian perkawinan pasangan yang melakukan sebambangan. Penyesuaian perkawinan berarti penyesuaian satu sama lain di antara dua individu terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan pasangan. Dalam melihat gambaran penyesuaian perkawinan, didasarkan pada dimensi penyesuaian perkawinan yang dikemukakan Spanier (1976) yaitu dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression. Dilihat pula proses sebambangan yang dilakukan pasangan, faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan, konflik yang dialami, serta proses dan kriteria penyesuaian perkawinan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu wawancara dan observasi terhadap 3 pasangan yang melakukan sebambangan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan accidental sampling.
Dari penelitian ditemukan bahwa bentuk dan kualitas dari masing-masing dimensi penyesuaian perkawinan pada ketiga pasangan sangat tergantung dengan bentuk dan kemampuan yang dimiliki oleh partisipan, proses sebambangan yang dialami pasangan tidak semua atas dasar saling suka, konflik yang dialami bisa berupa konflik internal (pada diri individu sendiri) maupun konflik eksternal (dengan pasangan atau orangtua). Kemudian, faktor yang biasanya mempengaruhi penyesuaian perkawinan adalah kesamaan di antara pasangan.

Elopement is a case where a man abducted a woman to marry her. Elopement obviate from custom procedures which assumed need overvalued cost. In Lampung, elopement is called as sebambangan. Based on phenomenon sebambangan, researcher was interested to know about marital adjustment on couple who got married through sebambangan. Marital adjustment means adjustment between two individuals in their need, desire, and hope. Marital adjustment is seen based on adjustment dimension told by Spanier (1976); dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression, also seen by sebambangan process that have done by couple, factor that influence marital adjustment, conflicts which happen on couple, and process and criterion of marital adjustment.
This research is done with qualitative method; interview and observation to 3 couples who did sebambangan. Election of the participants is done with accidental sampling.
Research found that in doing marital adjustment, the quality from each dimensions are very dependent on the form and the ability of each participants. Sebambangan process on each couples are not all based on loving each other. Conflicts which happened are internal conflict and also external conflict (which happened between couple or with their parents). Then, the common factor that influences marital adjustment is equality among couple."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
"Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.
Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)

In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.
This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)"
2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Pratiwi Carnadi
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecemasan,
ketidakpastian dan pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian tersebut pada
pasangan yang menikah melalui ta?aruf. Peneliti menggunakan teori Manajemen
Kecemasan dan Ketidakpastian (Anxiety and Uncertainty Management ? AUM)
yang dikemukakan oleh Gudykunst. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan paradigma konstruktivisme. Informan dalam penelitian ini sejumlah tiga
pasangan suami istri yang diperoleh menggunakan teknik purposeful sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kecemasan dan
ketidakpastian pada pasangan yang menikah melalui ta?aruf karena belum saling
mengenal sebelumnya dan terbentuknya kategorisasi terhadap calon pasangan.
Manajemen kecemasan dan ketidakpastian yang dilakukan oleh informan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari informasi sehingga terbentuk kategorisasi
baru terhadap calon pasangan.

ABSTRACT
This study aims to describe anxiety and uncertainty management on the
married couple through ta'aruf. Researchers used the theory of Anxiety and
Uncertainty Management (AUM) by Gudykunst. This study is a qualitative
research with constructivism paradigm. Informants in this study a number of
three couples who obtained using purposeful sampling technique.
The results showed that experiences anxiety and uncertainty on the
married couple through ta'aruf because they have not known each other previously
and the formation of the categorization about potential partner. Anxiety and
uncertainty management by informants in this research is to find information and
then formed a new categorization of the potential partner., This study aims to describe anxiety and uncertainty management on the
married couple through ta'aruf. Researchers used the theory of Anxiety and
Uncertainty Management (AUM) by Gudykunst. This study is a qualitative
research with constructivism paradigm. Informants in this study a number of
three couples who obtained using purposeful sampling technique.
The results showed that experiences anxiety and uncertainty on the
married couple through ta'aruf because they have not known each other previously
and the formation of the categorization about potential partner. Anxiety and
uncertainty management by informants in this research is to find information and
then formed a new categorization of the potential partner.]"
2015
T45263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezky Utari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis komitmen perkawinan dengan penyesuaian perkawinan pada individu yang menikah melalui proses ta?aruf. Komitmen perkawinan diduga memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dean & Spanier, 1974). Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran komitmen perkawinan dilakukan dengan menggunakan alat ukur komitmen perkawinan Johnson, dkk. (1999) dan pengukuran penyesuaian perkawinan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Marital Adjustment Test. Pada penelitian ini terdapat tiga jenis komitmen yaitu komitmen personal, komitmen moral dan komitmen struktural.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis komitmen personal dan moral memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan penyesuaian perkawinan. Namun pada komitmen struktural dengan penyesuaian perkawinan memiliki hubungan yang tidak terlalu signifikan. Komitmen personal dan komitmen moral merupakan faktor internal yang ternyata berhubungan dengan penyesuaian perkawinan sementara itu komitmen struktural tidak berhubungan dengan penyesuaian perkawinan yang merupakan faktor eksternal.

This study was conducted to determine the relationship between the types of commitment of marriage with marital adjustment in individuals who were married through ta'aruf process. Marital commitment suspected of having correlation with marital adjustment (Dean & Spanier, 1974). The study was conducted using a quantitative approach. Measurement of marital commitment made by using a measuring instrument commitment of marriage Johnson, et al. (1999) and marital adjustment measurements performed using a measuring instrument Marital Adjustment Test. In this study, there are three types of commitments that personal commitment, moral commitment and structural commitment.
The results showed that the type of personal commitment and moral have a positive and significant relationship with marital adjustment. But the structural commitment has a relationship that is not too significant with marital adjustment. Personal commitment and moral commitment are internal factors that were associated with marital adjustment while the commitment is not related to the structural adjustment of marriage which is an external factor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidian Andriani Yohanes
"ABSTRAK
Penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia melakukan perkawinan dengan tata cara agama Islam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni, identitas sebagai muslim yang tertera dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk), sulitnya mengurus birokrasi perkawinan secara penghayat, dan juga kondisi politik saat dilaksanakannya perkawinan tersebut. Prosesi perkawinan secara agama Islam, dinilai tidak cukup bagi penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia. Maka dari itu, mereka pun terdorong untuk melakukan perkawinan kembali atau bangun nikah sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Penentuan hari yang dianggap baik untuk melakukan bangun nikah juga tidak terlepas dari petungan atau sistem perhitungan Jawa. Bangun nikah juga digunakan oleh penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia untuk menguatkan identitas mereka sebagai penghayat, dilakukan agar mereka dapat dianggap eksis dalam kelompok penghayat kepercayaan. Pasangan penghayat kepercayaan, yang merupakan seorang muslim menyetujui adanya bangun nikah karena didasari oleh kontruksi budaya Jawa. Nilai-nilai taat dan patuh terhadap suami menjadi nilai utama dalam membina rumah tangga karena hal tersebut tidaklah terlepas dari budaya patriarki yang masih mengakar dalam keluarga Jawa. Data dalam skripsi ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi partisipasi dan juga pengalaman hidup. Penelitian dilakukan pada masyarakat penghayat Sapta Darma Indonesia, Surabaya.

ABSTRACT
The chancellor of the trust of Sapta Darma Indonesia conducts marriage in the manner of Islam. This is influenced by several factors, namely, the identity as a Muslim listed on the KTP (Identity Card), the difficulty of managing the marriage bureaucracy in a way, and also the political conditions at the time of the marriage. Islamic marriage procession, it was considered insufficient for the trustees of the Sapta Darma Indonesia. Therefore, they are also encouraged to remarry or bangun nikah according to their beliefs. The determinination of the day that is considered good for bangun nikah is also inseparable from petungan or Javanese calculation system. In addition to being used as a reinforcer of marriage ties in a way, bangun nikah is also used by the trustees of Sapta Darma to strengthen their identity as mourners, so that they can be considered to exist in the group of belief groups. The partner of the belief group, who is a Muslim, agrees to the existence of bangun nikah because it is based on the construction of Javanese culture. The values ​​of obedience and obedience to the husband are the main values ​​in fostering a household because it is inseparable from the patriarchal culture that is still rooted in the Javanese family. The data in this paper are collected using in-depth interview techniques, participant observation, and life history. The research was conducted at the community of Sapta Darma Indonesia, Surabaya.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Karlina
"Skripsi ini membahas mengenai gambaran komitmen perkawinan pada individu yang menikah melalui proses ta rsquo aruf di masa awal perkawinan Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain kuantitatif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan tipe komitmen dari Johnson dkk 1999 pada individu yang menikah melalui ta rsquo aruf komitmen personal dan komitmen moral tinggi di awal perkawinan sedangkan untuk komitmen struktural didapat hasil yang rendah Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perempuan dan laki laki pada masing masing tipe komitmen perkawinan Dari hasil penelitian peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya menambah jumlah partisipan serta menambahkan pendekatan kualitatif agar diperoleh hasil yang lebih dalam.

This study aims to describe the marital commitment in individuals whose married through ta rsquo aruf process in the beginning phase of marriage The marital commitment is based on theory according to Johnson et al 1999 The result is in individuals whose married through ta rsquo aruf process reported higher levels of personal commitment and moral commitment and lower score of structural commitment This study found that nothing gender differences of marital commitment in individuals whose married through ta rsquo aruf process in the beginning phase of marriage From the results of the study researcher also suggested that further research to increase the number of participants and adding a qualitative approach in order to obtain better results in descriptive study
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Hendrawan
"Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan yang terjalln dengan orang lain tersebut dapat berbentuk hubungan pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan sebagai suami dan istri. Berbeda dengan hubungan lainnya, hubungan perkawinan diawali dengan perjanjian antara suami dan istri yang disaksikan oleh orang tua, penghulu, saudara dan kerabat serta diketahui oleh masyarakat. Dalam hubungan perkawinan biasanya pasangan suami-istri berharap agar dapat menjalani kehidupan perkawinan dengan bahagia dan dapat membentuk keluarga yang damal, penuh ketulusan cinta dan kasih sayang {sakinah, mawaddah wa rahmah).
Kebahagiaan perkawinan merupakan dambaan setiap pasangan yang melangsungkan perkawinan (Roberts, 1968). Akan tetapl, untuk mendapatkan kebahagiaan perkawinan tidaklah mudah. Harus ada usaha dari pasangan suami-istri dalam menyelesaikan segala permasalahan yang muncul selama masa kehidupan perkawinan mereka. Selain adanya masalah-masalah baru yang harus mereka hadapi selama kehidupan perkawinan, pasangan suami-istri juga harus menghadapi masalah yang disebabkan adanya kebiasaan-kebiasaan dasar dan kepribadian yang dibawa oleh masing-masing individu. yang telah berkembang selama bertahun-tahun dalam dirinya (Hurlock, 1980). Atwater & Duffy (1999) menyatakan bahwa kebahagiaan perkawinan tergantung pada apa yang terjadi saat pasangan memasuki kehidupan perkawinan yaitu seberapa baik mereka mengalami kesesuaian atau kecocokan. Hal yang paling penting dalam meraih kebahagiaan perkawinan menurut Atwater & Duffy (1999) yaitu fleksibilitas dan keinginan untuk berubah dari setiap pasangan atau yang biasa disebut dengan istilah penyesuaian perkawinan {marital adjustment).
Kesiapan seseorang untuk memasuki kehidupan perkawinan merupakan aspek yang menentukan keberhasilan seseorang daiam melakukan penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1980; Spanier dalam Miranda, 1995). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Blood (1969) menyatakan bahwa kematangan sosial merupakan salah satu bagian dari kesiapan seseorang dalam memasuki kehidupan perkawinan. Salah satu faktor dari kematangan sosial seseorang yaitu enough dating. Dating merupakan kesempatan bagi pasangan untuk saling mengenal dan untuk mengembangkan keterampiian-keterampilan interpersonal yang sangat berguna bagi kehidupan perkawinan. Ditinjau dari gambarannya, di Indonesia dating dapat disamakan dengan pacaran karena dating dan pacaran mempunyai kesamaan dalam beberapa hal. Biasanya pacaran merupakan proses awai menuju perkawinan atau dengan kata lain pacaran merupakan sarana dalam memilih pasangan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup (Benokraitis, 1996).
Perkawinan dalam pandangan agama Islam merupakan suatu peristiwa yang fitrah karena perkawinan merupakan salah satu sarana mengekspresikan sifat-sifat dasar (fitrah) manusia. Dalam proses menuju perkawinan, pacaran merupakan cara yang biasa dilakukan masyarakat di Indonesia pada umumnya termasuk masyarakat yang beragama Islam dalam mengenal dan memilih calon pasangan. Namun, ada juga masyarakat muslim di Indonesia yang tidak melalul pacaran dalam memilih dan mengenal calon pasangannya karena mereka menganggap bahwa pacaran adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akan tetapi, agama Islam memperbolehkan calon pasangan untuk saling mengenal satu sama lain dengan tujuan yang jelas yaitu untuk melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada sebagian masyarakat muslim di Indonesia yang peneliti anggap unik dalam proses mendapatkan pasangan hidup, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pacaran terlebih dahulu. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.
Peneliti menggunakan teori-teori tentang perkawinan dan menggunakan teori penyesuaian perkawinan pada pasangan yang dikemukakan oleh Spanier (1976) yang terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu dyadic consensus (kesepakatan dalam hubungan), dyadic cohesion (kedekatan dalam hubungan), dyadic satisfaction (kepuasan dalam hubungan) dan affectlonal expression (ekspresi kasih sayang dalam hubungan).
Gambaran penyesuaian perkawinan yang di dapat dari hasil penelitian ini yaitu pada dimensi dyadic consensus: secara umum semua pasangan melakukan kesepakatan dalam kehidupan perkawinan mereka. Pada dimensi dyadic cohesion: secara umum semua pasangan merasa dekat dengan pasangannya, terutama kedekatan secara emosi. Pada dimensi dyadic satisfaction: secara umum semua pasangan merasa puas dan bahagia dengan perkawinan yang mereka lakukan. Pada dimensi affectlonal expression: secara umum semua pasangan mengungkapkan rasa sayang terhadap pasangannya dengan lisan, tulisan dan perbuatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masing-masing pasangan. Pasangan 1, masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu peran yang sedang Indah sandang yaitu sebagai mahasiswa pasca sarjana. Pasangan 2 masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu masalah ekonomi. Pasangan 3 masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu masalah ekonomi dan penerimaan orang tua Anisa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rehnianty Octora
"Memiliki keterampilan resolusi konflik yang baik adalah faktor prediktor terhadap kepuasan pernikahan (Karney dan Bradbury, dalam Schneewind & Gerhard, 2002). Keterampilan ini sebaiknya dibentuk sebelum pasangan menikah (Counts, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas pelatihan keterampilan resolusi konflik pada pasangan yang sudah berencana menikah (pasangan pranikah). Terdapat dua pasangan yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Setiap pasangan menjalani lima kali sesi sebanyak dua kali seminggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif, tidak ditemukan perubahan besar pada kedua pasangan. Meskipun demikian, secara kualitatif kedua pasangan menunjukkan perubahan yang cukup baik. Kedua pasangan dapat memahami perbedaan gaya resolusi konflik dalam berpasangan, menerapkan cara berkomunikasi yang baik, mengekspesikan dan mengendalikan perasaan negatif saat berkonflik, dan mendiskusikan penyelesaian konflik menggunakan langkah-langkah resolusi konflik.

Having good conflict resolution skill is a predictor factor of marital satisfaction (Karney dan Bradbury, in Schneewind & Gerhard, 2002). This skill is better be formed before the couple married (Counts, 2003). This study aims to test effectiveness of conflict resolution skill training for premarital couples. There are two premarital couples participated in this study. Each couple follow five sessions conducted twice a week.
Quantitaviely, result of this study showed that there is no great change for both couples. However, qualitatively both couples showed good result. Both couples have understanding about difference of conflict resolution style, practice good communication, express and control negative feeling in conflict, and find a conflict solution through conflict resolution steps.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31223
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Khori Imami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan. Komitmen perkawinan didasarkan pada teori menurut Johnson dkk. (1999), bahwa komitmen perkawinan terbagi atas tiga tipe yaitu personal, moral dan struktural. Peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan.
Subyek penelitian adalah individu yang telah menikah dengan melalui proses ta'aruf. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner komitmen perkawinan yang diadaptasi dari Johnson dkk. (1999) dan juga Quality Marriage index (QMI) yang diadaptasi dari Norton (1983). Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi Pearson Product Moment.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan dari ketiga tipe komitmen dengan kualitas perkawinan, sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Selain itu, ditemukan juga bahwa hasil uji korelasi antara ketiga tipe komitmen tersebut memiliki kekuatan korelasi yang berbeda, dimana kekuatan korelasi komitmen personal adalah kuat, komitmen moral adalah sedang dan komitmen struktural adalah lemah.

This study aims to determine whether there is a relationship between the marital commitment with marital quality in individuals who were married through ta'aruf process. The marital commitment is based on theory according to Johnson et al. (1999), that marital commitment is devided into three types, namely personal, moral and structural. Researcher hypothesized that there is a significant positive relationship between marital commitment with marital quality.
Research subject in this study were individual who had married through ta'aruf process. Instrument that used in this study was a questionnaire, adapted from marital commitment of Johnson et al. (1999) and also the Quality of marriage Index (QMI), which was adapted from Norton (1983). The analytical methods used to test the hypothesis using Pearson Product Moment Correlation test.
Result of the analysis showed that there was a significant positive correlation of the three types of commitment are correlated with the quality of the marriage, so the hypothesis is accepted. In addition, it was found also that the result of correlations between the three types of commitment have different correlation force, which the type of personal commitment is strong, moral commitment is moderate and structural commitment is weak.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Dinar Winiar
"ABSTRACT
Penelitian ini dilatarbelakangi kebutuhan setiap orang yang ingin identitasnya
dihormati. Identitas mencakup nilai-nilai yang diyakini, yang kemudian
direfleksikan melalui perilaku komunikasi. Adanya latar belakang perbedaan
budaya dan keunikan individual dapat mengakibatkan timbulnya dialektika antar
pasangan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengelolaan muka yang
dilakukan oleh pasangan dalam rangka Manajemen Identitas, sebagai cara
mengatasi hambatan budaya yang berpotensi merusak suksesnya suatu hubungan.
Dengan menggunakan konsep teori Manajemen Identitas dan pendekatan
kualitatif studi fenomenologi, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
variasi pilihan pengelolaan muka terkait pengalaman pasangan. Baik bagi orang
Jepang maupun Indonesia, terdapat kecenderungan self yang merujuk pada sisi
individualistik yang dimotivasi oleh kebutuhan akan muka. Tetapi juga terdapat
kecenderungan other atau mutual yang merujuk pada sisi kolektivistik untuk
mempertahankan harmoni. Pengelolaan muka terkait stereotipe dan pembekuan
identitas, mengikat hubungan, spiritualitas, peran sosial, bahasa, material budaya,
konsep penyelenggaraan perkawinan, keterlibatan dalam kelompok budaya asal,
dan pengasuhan anak akan diwarnai oleh sisi dominan yang mana yang
membentuk identitas budaya pasangan serta situasi ketika dialektika berlangsung.
Apakah identitas budaya dominan berasal dari budaya asal pembentuknya (Jepang
dan Indonesia), atau keunikan individual yang terbentuk dari kesamaan
pengalaman, atau nilai-nilai normatif yang ada diantara keduanya.

ABSTRACT
This research is motivated by the needs of everyone for their identity to be
respected. Identity includes values believed, which then reflected through
communication behaviour. The existence of cultural differences and the
uniqueness of individuality can lead to dialectic tension between the couple. This
research aimed to identify the face management used by couple in the context of
Identity Management, as a way to overcome cultural barriers that could
potentially damage the success of a relationship. By using the concept of Identity
Management theory and qualitative approach using Phenomenology study, the
results indicated that there are variations in the choices of face management
related to couple's experience. Either for Japanese or Indonesian people, there is a
tendency of self which refers to the individualistic motivated by the need of face.
But there are also other tendencies of other or mutual, which refer to the
collectivistic side to maintain harmony. Face management related to stereotype
and identity freezing, binding relationship, spirituality, social roles, language,
cultural material, the concept of marriage ceremony, engagement in the cultural
group of origin, and child care will be characterized by the dominant side in which
cultural identity of the couple is formed as well as situations when dialectics
happened. Whether they cultural identity come from the dominant culture of their
origin (Japan and Indonesia), or the uniqueness of the individual formed from a
common experience, or normative values between them."
2014
T41854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>