Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Giatika Chrisnawati
"Kebakaran hutan atau lahan dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, yaitu dengan melakukan pemantauan jumlah dan sebaran titik panas di suatu wilayah. Jumlah dan sebaran titik panas diperoleh dengan mengolah citra sensor satelit menggunakan algoritma konversi nilai digital data satelit menjadi suhu.
Satelit yang dapat digunakan untuk pemantauan titik panas adalah satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) melalui sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) dan sensor satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-Radiometer) yang dibawa oleh satelit Terra dan Aqua. Penentuan titik panas dihitung menggunakan metode yang dikembangkan oleh LAPAN untuk data MODIS dan Forest Fire Prevention and Control Project, Departemen Kehutanan RI, untuk data NOAA/AVHRR. Sementara suhu permukaan daratan, dihitung menggunakan metode yang dikembangkan oleh MAIA, Meteo Prancis.
Sebaran titik panas dan suhu permukaan daratan disajikan dalam bentuk peta 2-dimensi yang diberi data geografis. Perbandingan antara peta sebaran titik panas dan suhu permukaan daratan juga dibahas dalam penelitian ini.

Forest fire or land surface temperature could be analyzed from satellite data using remote sensing technology. The number of hotspot and land surface temperature distribution could be retrieved from the data by converting the digital number into temperature.
In this research, the hotspots are derived from NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration)/AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) and EOS (Earth Observing System) TERRA-AQUA/MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-Radiometer) sensors. For MODIS data, the hotspot is calculated using an algorithm which is developed by LAPAN, and The Forest Fire Prevention and Control Project, Departemen Kehutanan RI, for NOAA/AVHRR data. The Land Surface Temperature (LST) is calculated using the MAIA algorithm which is developed by Meteo France.
The hotspot and LST distribution is mapped into 2-D representation along with geographical information. The comparison of hotspot distribution and land surface temperature map is also investigated.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40436
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Rizkinia
"Kegiatan penangkapan ikan di laut memerlukan aplikasi teknologi yang memberikan informasi pendukung yang menyeluruh, mencakup wilayah yang luas dan dalam waktu yang cepat untuk efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan. Hasil scan satelit NOAA/AVHRR-APT dapat dimanfaatkan untuk keperluan ini dengan melakukan pengolahan datanya terlebih dahulu. Penelitian ini menggunakan data mentah dari transmisi analog tipe Automatic Picture Transmission (APT) satelit NOAA/AVHRR yang di-decode menjadi digital dengan software WxtoImg. Pengolahan citra dilakukan menggunakan software perangkat lunak komputasi matematis dengan masukan berupa data level 2.
Pengolahan data level 0 menjadi data level 2 ini dilakukan pada WxtoImg. Untuk membuat peta isotherm permukaan laut dan menetukan letak geografis daerah potensi ikan dibutuhkan persamaan yang menghubungkan antara suhu dengan piksel citra. Karena itu, dengan WxtoImg data di- enhancement menjadi citra yang dapat diolah dengan perangkat lunak komputasi matematis dengan persamaan yang menghubungkan antara suhu dan piksel citra. Enhancement bisa dilakukan secara otomatis dengan fasilitas enhancement sea surface temperature (SST) pada WxtoImg dengan acuan hubungan piksel dan suhu dari enhancement curve WxtoImg. Hasil enhancement berupa suhu permukaan laut akan dianalisis keunggulan dan kelemahannya jika dibandingkan dengan menggunakan citra hasil pada utilitas contrast enhance channel B only, yang dalam hal ini menggunakan kanal 4 saja. Dari penggunaan dua jenis data yang berbeda ini, juga bisa diperoleh letak geografis daerah perbedaan suhu permukaan laut dengan algoritma yang dikembangkan.

In order to increase the productivity of fish cultivation, a comprehensive information on fishery area is very vital. Using NOAA/AVHRR-APT, remote sensing satellite data could be converted into the Sea Surface Temperature (SST) could be one of the most effective solution to help the fishermen. In this research, the Automatic Picture Transmission (APT) data broadcasted from the satellite was decoded to level-2 digital imagery using WxtoImg software. To convert this image into the SST profile, image processing technique was implemented.
The result is the SST isotherm map and the geographical location of fishery potential area which is derived from the differences of temperature area. A mathematical correlation function between the pixel values and the SST was derived from the enhancement curve used in the software. The SST as the enhancement output will be analyzed and compared to the result of contrast enhancement of channel 4 only. Using these two variations of data, geographical location of different SST area could be obtained.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40476
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Andika
"Informasi keadaan cuaca di laut lepas merupakan hal penting yang menentukan keselamatan para nelayan dalam eksploitasi sumber daya kelautan. Dan dalam hal ini, awan merupakan parameter utama untuk menentukan kadar kestabilan di atmosfer. Langit yang bebas awan menandakan kondisi atmosfer Bumi yang cenderung stabil sedangkan keadaan langit mendung dengan bentangan awan yang cukup luas menandakan ketidakstabilan atmosfer. Melalui citra sensor satelite penginderaan jauh NOAA/AVHRR berupa sinyal APT, keadaan cuaca melalui pendeteksian dan pengklasifikasian tutupan awan dapat dilakukan.
Dalam skripsi ini, pengklasifikasian tutupan awan terbatas pada awan jenis cirrus, stratocumulus, dan cumulonimbus. Adanya awan cumulonimbus dengan bentangan awan yang cukup luas pada suatu daerah dapat diasumsikan sebagai keadaan cuaca yang buruk. Sehingga sebagai peringatan bahwa daerah tersebut mempunyai kecenderungan hujan lebat. Awan stratocumulus menandakan daerah tersebut cenderung hujan gerimis. Namun, sering kali awan ini merupakan tanda bahwa cuaca yang lebih buruk akan datang. Awan cirrus tidak membawa hujan, namun jika banyak terdapat awan cirrus di atmosfer merupakan tanda bahwa 24 jam ke depan akan terjadi perubahan cuaca.
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data level 2 APT yang diterima oleh sistem penerima radio VHF dan diolah menggunakan perangkat lunak WxtoImg. Awan dideteksi menggunakan persamaan pendekatan regresi temperatur terhadap nilai kecerahan pixel. Persamaan diperoleh dengan mengambil titik-titik sampel pada data citra APT kanal 4. Setelah dipisahkan dari daratan dan lautan, awan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kecerahan albedo yang dihitung dari data APT kanal 2.

Weather reports are one of the key factors to ensure the fishermen's safety during their activities in the sea. Cloud is a potential weather element and cloud coverage is the main parameter in determining the degree of stability of the atmosphere. A cloudless sky, for example, may suggest that the Earth's atmosphere is in a stable condition, while the massive grey clouds in the sky signifies the unstability of the atmosphere. Using the remote sensing satellite NOAA/AVHRR data extracted from the APT signal, the weather reports could be produced, while cloud cover classification could also be performed.
In this research, cloud cover is classified as one of the following types: cirrus, stratocumulus and cumulonimbus. The cumulonimbus clouds with a massive horizontal stretch in a particular area can be seen as a sign of bad weather. This observation may lead to a further conclusion that heavy rains will fall. On the other hand, the appearance of stratocumulus clouds indicates the sign of drizzle. The cirrus clouds, however, do not bring any rain droplets. Nevertheless, it is highly predicted that there will be a significant weather change in the next 24 hours.
The cloud data is extracted from the NOAA/AVHRR APT signal which is processed into level 2 data using WxtoImg. The raw data in the form of analog signal was received using a VHF receiver system. The cloud covers are then achieved using a regressive approximation equation which converted the pixel intensity into temperature. Equations are derived by taking sample points in the channel 4 image. Clouds are distinguished into those from lands and sea, and are classified based on the albedo in the channel 2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Pratama Nugraha
"Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara 2 benua dan samudra sesungguhnya selain strategis, juga menyimpan risiko besar mengalami berbagai bencana. Perubahan iklim dan kerawanan lokasinya yang dikelilingi lempeng dan patahan-patahan geologis di kerak Bumi mengakibatkan Indonesia menjadi wilayah rawan gempa Bumi dan deformasi tanah/longsor. Selain itu kebakaran hutan, banjir, pembalakan liar, degradasi lahan pertanian, polusi air dan udara, pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, gunung meletus, hingga bergesernya garis pantai dan batas negara, menjadi masalah krusial untuk dipecahkan. Untuk mencari solusi yang paling menyeluruh, diperlukan data spasial yang dapat memantau Bumi Indonesia melalui satelit Penginderaan Jauh (PJ). Salah satu hal yang dapat dideteksi dengan penginderaan jauh adalah terjadinya kebakaran hutan. Dengan penginderaan jauh, lokasi terjadinya kebakaran akan terdeteksi sebagai hotspot. Dalam penelitian ini data hotspot didapatkan dengan menerapkan algoritma yang digunakan oleh Z. Li (CCRS). Algoritma ini mendeteksi hotspot dari data satelit NOAA/AVHRR dengan menggunakan nilai suhu kecerahan pada kanal 3, 4 dan 5 dan nilai reflektansi pada kanal 2 untuk mengenali piksel potensial hotspot. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari sistem penerimaan data HRPT satelit NOAA dan data yang diambil dari internet. Setelah data hotspot didapatkan, data tersebut akan ditampilkan dalam web-GIS beserta data yang lain seperti garis pantai, garis lintang dan bujur dan data citra satelit NOAA. Dari hasil data hotspot yang didapatkan, pada musim kemarau terdapat banyak hotspot dan pada musim penghujan hanya terdapat sedikit hotspot.

Indonesia`s geographic position which is located between two continent and two ocean, although strategic, it also contain big risk of disaster happening. Climate changes and its insecure position which is surrounded by earth`s plates and geological fracture on earth`s crust results in Indonesia becoming an area which is prone to earthquake and land deformation. Furthermore, forest fire, flood, illegal logging, farm land degradation, water and air polution, fish theft by foreign ship, volcanoes, and the shift of coastline and country border, becomes a crucial problem to be solved. To find a comprehensive solution, spatial data is needed to monitor Indonesia by using remote sensing satellite. One of the things that can be detected by remote sensing is forest fire. With remote sensing, the place where forest fire occurs will be detected as hotspot. In this research, hotspot data is obtained by using the algorithm used by Z. Li (CCRS). This algorithm detects hotspot from NOAA/AVHRR satellite data by using brightness temperature value of channel 3, 4 and 5, and reflectance value of channel 2 to recognize hotspot potential pixel. Data used in this research is obtained from NOAA satellite HRPT data capture system and data obtained from internet. After hotspot data is obtained, the data will be displayed in web-GIS along with other data like coastline, graticules, and NOAA satellite image. From the obtained hotspot data, it is found that on dry season there ara many hotspots and on rainy season there are only a few hotspots."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Kusuma
"Penentuan Suhu Permukaan Laut (SPL) atau Sea Surface Temperature (SST) dari pengukuran satelit telah mejadi fokus studi pengindraan jauh (indraja) sejak dua dekade terakhir ini. Sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) pada satelit NOAA telah menjadi pelopornya sehingga sering dijadikan acuan untuk penentuan suhu permukaan laut oleh sensor-sensor satelit yang diluncurkan setelahnya, termasuk sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Walaupun demikian, kedua sensor tersebut dibuat dengan karakteristik yang berbeda, sehingga dalam pengukuran suhu permukaan laut, hasilnya tidak akan persis sama.
Pada skripsi ini, penentuan suhu permukaan laut AVHRR menggunakan algoritma Non Linear SST (NLSST) dan Multi Channel SST (MCSST) pada kanal 4 dan 5. Sedangkan untuk MODIS menggunakan algoritma Non Linear SST (NLSST) yang dibuat oleh International MODIS/AIRS Processing Package (IMAPP) pada kanal 31 dan 32. Data yang digunakan untuk masing-masing sensor pada skripsi ini adalah data level 1b. Suhu permukaan laut ditentukan dengan mengubah digital number menjadi nilai radiansi, kemudian ditentukan suhu kecerahan masing-masing kanal, dan yang terakhir adalah memasukan nilai-nilai suhu kecerahan ini pada algoritma SPL masing-masing sensor. Daerah studi kedua sensor diambil pada daerah dan tanggal yang sama, untuk kemudian dilakukan analisa terhadap hasil perhitungan SPL yang diperoleh.

Sea Surface Temperature (SST) retrieval from satellite measurement has became a focus study in Remote Sensing for two decades. NOAA/Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) sensor was the pioneer, so it is used as a reference for sea surface temperature retrieved by satellite sensors which are launched later, including Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). However, both sensors have different characteristics, so the sea surface temperature derived from both sensors will not exactly the same.
In this final project, based on NOAA KLM User's Guide, the retrieval of NOAA/AVHRR sea surface temperature uses Non-Linear SST (NLSST) algorithm and Multi Channel SST (MCSST) for channel 4 and channel 5. Whereas the retrieval MODIS SST Non-Linear SST (NLSST) proposed by International MODIS/AIRS Processing Package (IMAPP) using channel 31 and channel 32. The satellite data which are used for each sensors in this final project is level 1b data. In the calculation, SST is defined by changing the digital number into radiance value, which is then converted to brightness temperature for each channel. The last step is to put in the brightness temperature value to each sensors SST algorithm. To compare and analyze the results, the same date and study area of both sensors are taken as the input.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nufus Rahmatullah
"ABSTRAK
Kebakaran hutan pada beberapa tahun terakhir ini telah menyebabkan berbagai macam masalah bagi keberlangsungan hidup manusia, binatang, maupun tumbuhan. Pada tahun 2015, tingkat kebakaran yang terjadi melebihi tingkat kebakaran hutan pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk mengetahui tingkat kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran hutan dapat dilakukan dengan menganalisa indeks vegetasi menggunakan data satelit dari pengindraan jarak jauh. Salah satu sensor satelit yang populer dalam pengindraan jarak jauh adalah sensor satelit National Oceanic and Athmospheric Administration (NOAA)/Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR). Dalam penelitian ini, untuk menghitung indeks vegetasi digunakan algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Spectral Angle Mapper (SAM) pada data NOAA/AVHRR. Hasil analisis menampilkan level NDVI dan SAM sangat dipengaruhi oleh tingkat kebakaran hutan di Provinsi Jambi pada tahun 2015. Berdasarkan hasil analisis, diketahui pada bulan Januari rata-rata NDVI sebesar 0,024 dan presetase vegetasi SAM sebesar 11,91% dengan jumlah hotspot sebanyak 63 titik. Pada bulan Mei terjadi penurunan rata-rata NDVI menjadi 0,022 dan persentase vegetasi SAM sebesar 13,84% dengan jumlah hotspot sebanyak 50 titik. Perubahan pada bulan Mei tidak sesignifikan perubahan pada bulan agustus yaitu nilai rata-rata NDVI menjadi 0,018 dan persentase vegetasi SAM sebesar 8,76% dengan jumlah titik hotspot yang meningkat tajam sebanyak 320 titik.

ABSTRACT
Forest fire in recent years have led to various problems that damage the survival of living beings, i.e. human, animals and also plants. In 2015, the rate of forest fires in Indonesia exceeded the previous years level. To measure the damage level of forest fire, vegetation index could be analyzed using remote sensing satellite data. One of remote sensing satellite sensor that is popularly used is National Oceanic and Athmospheric Administration (NOAA)/Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) sensor. In this research the vegetation index is measured using Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and the Spectral Angle Mapper (SAM) algorithm based on NOAA/AVHRR data. Analysis result showed the level of NDVI and SAM has strong relationship to the forest fire occurrence in the Province of Jambi in 2015. Based on analysis result, on January it is shown that NDVI average was 0,024 and SAM vegetation percentage was 11,91% with 63 hotspots. On May, NDVI average decreased to 0,022 and SAM vegetation percentage was 13,84% with 50 hotspots. The result change on May was insignificant compared to the result on August with NDVI average of 0,018 and SAM vegetation percentage of 8,76% with the number of hotspot heavily increased to 320."
2016
S63262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfa Diasmara
"Teknologi satelit telah banyak berperan dalam perkembangan aplikasi ilmu penginderaan jarak jauh, terutama dalam menganalisa keadaan vegetasi di bumi. Indeks vegetasi adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menganalisa keadaan vegetasi dari suatu wilayah. Indeks tersebut mempunyai berbagai macam variasi algoritma. Algoritma yang akan dibahas pada penelitian ini adalah algoritma NDVI dan EVI. Algoritma EVI merupakan hasil turunan dan perkembangan dari algoritma NDVI. Sehingga, algoritma EVI memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki algoritma NDVI. Satelit NOAA dan satelit TERRA/AQUA digunakan untuk membawa sistem sensor AVHRR dan MODIS. Kedua sistem sensor tersebut bisa diaplikasikan untuk keperluan vegetasi, terutama dalam aplikasi algoritma NDVI. Namun, data NDVI dari yang diperoleh kedua sensor tersebut ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan hasil olah dari data yang diperoleh dari dua jenis sensor satelit inilah yang juga akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

Satellite technologies have influenced so much in the development of remote sensing discipline, especially when dealing with the vegetation condition on earth. Vegetation index is one the parameters which are used to analyze the vegetation condition on a certain area. That index has many variants of algorithm. This paper dealt with the NDVI and EVI algorithm. The EVI algorithm was derived and developed from NDVI algorithm. Therefore, the EVI has many features that NDVI algorithm doesn?t have. NOAA and TERRA/AQUA satellites are used to carry AVHRR and MODIS sensor systems. Both of the systems could be applied to derive the vegetation index, which is calculated using the EVI and NDVI algorithm. However, the degree of greenness of the vegetation in the form of NDVI values from those sensors would yield significantly different results. The different results from both sensors were also investigated in this paper."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S40370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putri Sasky
"Selama 50 tahun terakhir Kota Bandung mengalami perkembangan yang cepat, terindikasi dari perubahan penggunaan tanah yang mengakibatkan degradasi lingkungan fisik perkotaan, diantaranya peningkatan suhu permukaan daratan SPD . Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan penggunaan tanah terhadap suhu permukaan daratan di Metropolitan Bandung Raya. Perubahan penggunaan tanah diperoleh dari citra Landsat.
Berbasis pada pengolahan citra Landsat dengan parameter NDVI dan Urban Index pada tahun 2001, 2006, 2010 dan 2015 yang divalidasi melalui survey lapang pada 49 lokasi yang dipilih secara purposive sampling. Analisis pola SPD dan hubungan dengan perubahan penggunaan tanah dilakukan dengan metode overlay peta dan regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukan secara spasial pusat kota memiliki suhu yang tinggi. Perubahan terjadi pada sekitar kota terutama yang mengarah ke selatan dengan tingkat perubahan suhu permukaan daratan yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain dan sebesar 47,1 suhu permukaan daratan dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi, kerapatan bangunan dan ketinggian.

During the last 50 years, Bandung has experienced a rapid development, indicated from changes in land use that resulted in degradation of the urban physical environment, including an increase in surface temperature of the mainland SPD . This study aims to analyse the effect of land use change on a terrestrial surface temperature in Metropolitan Bandung Raya. Land use change was obtained from Landsat image.
Based on the processing of Landsat images with NDVI and Urban Index parameters in 2001, 2006, 2010 and 2015 validated through field surveys in 49 locations selected by purposive sampling. Analysis of SPD pattern and relationship with land use change was done by overlay map method and multiple linear regression.
The analysis results show spatially the city centre has a high temperature. Changes occur around the city especially towards the south with a higher rate of surface temperature change of the land compared to other parts and 47,1 of the surface temperature of the land affected by vegetation density, building density and altitude.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zahran Kurniawan
"Indonesia memiliki potensi geotermal yang melimpah. Berdasarkan peta sebaran potensi panas bumi Indonesia, salah satunya terdapat lokasi yang memiliki potensi panas bumi yaitu di daerah Gunung Batur, Kecamatan Kintamani, Bali. Gunung Batur termasuk gunung berapi aktif dengan jenis gunung stratovolcano. Pada Gunung Batur terdapat manifestasi permukaan berupa hot spring, cold spring, steaming ground, dan fumaroles yang mengindikasikan adanya potensi panas bumi di Gunung Batur. Dengan adanya potensi tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis sebaran panas bumi. Metode penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh yaitu Normal Difference Vegatation Index (NDVI), Land Surface Temperature (LST), dan Fault Fracture Density (FFD) yang diolah dari Citra satelit Landsat-8 dan Citra satelit Digital Elevation Model. Data lainnya menggunakan parameter satuan batuan, struktur, dan manifestasi permukaan. Data diolah dengan weighted overlay menggunakan pembobotan dari setiap parameter. Selain metode penginderaan jauh, untuk memperkuat interpretasi dalam menentukan persebaran potensi panas bumi, digunakan data analisis 3G (Geologi, Geokimia, dan Geofisika) yang telah dianalisis sebelumnya. Terdapat lima daerah yang memiliki potensi panas bumi dengan kelas sangat tinggi yang ditentukan berdasarkan pembobotan nilai terbesar dari data parameter NDVI, LST, FFD, satuan batuan, struktur dan manifestasi yang sudah dioverlay sehingga dapat menampilkan keberadaan potensi panas bumi

Indonesia has abundant geothermal potential. Based on the distribution map of Indonesia's geothermal potential, one of them is a location that has geothermal potential, namely in the Mount Batur area, Kintamani District, Bangli Regency, Bali Province. Mount Batur is an active volcano with the type of stratovolcano.On Mount Batur there are surface manifestations in the form of hot springs, cold springs, steaming grounds, and fumaroles which indicate the potential for geothermal heat in Mount Batur. With this potential, this research was conducted with the aim of analyzing the distribution of geothermal heat. This research method uses remote sensing methods, namely Normal Difference Vegatation Index (NDVI), Land Surface Temperature (LST), and Fault Fracture Density (FFD) processed from Landsat-8 satellite images and Digital Elevation Model satellite images. Other data used parameters of rock units, structures, and surface manifestations. The data is processed with weighted overlay using the weighting of each parameter. In addition to remote sensing methods, to strengthen interpretation in determining the distribution of geothermal potential, previously analyzed 3G (Geology, Geochemistry, and Geophysics) analysis data were used. There are five areas that have geothermal potential with a very high class determined based on the weighting of the largest value of NDVI, LST, FFD, rock unit, structure and manifestation parameter data that has been overlaid so that it can display the presence of geothermal potential."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>