Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163810 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amah Majidah Vidyah Dini
"Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kemungkinan eningkatan kejadian yang terus menerus dari vector borne disease (Munasinghe, 2003). Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penelitian Silaban (2005) menyatakan bahwa variasi iklim (jumlah hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban) memiliki hubungan bermakna dengan insiden DBD di Kota Bogor. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Serang tahun 2007- 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder faktor iklim dan jumlah kasus DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor iklim suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban dan kecepatan angin dengan angka insiden DBD di kabupaten Serang pada tahun 2007-2008."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Astarina
"Demam berdarah dengue di Kota Administrasi Jakarta Selatan mengalami fluktuasi selama 5 tahun terakhir dan pada tahun 2016 angka insiden naik lebih dari 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim curah hujan, kelembaban, suhu dan kepadatan penduduk dengan angka insiden DBD. Studi ini merupakan studi ekologi time series dan dianalisis dengan uji korelasi. Data angka insiden DBD diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Data iklim bulanan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jakarta. Data kepadatan penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistika DKI Jakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu dan kepadatan penduduk tidak memiliki hubungan bermakna dengan angka insiden DBD p > 0,05 . Angka insiden DBD memiliki hubungan yang bermakna dengan curah hujan r = 0,384 ; p = 0,002 , kelembaban r = 0,496 ; p = 0,000.

Dengue hemorrhagic fever DHF in South Jakarta Administration City was fluctuating during 2012 2016 and in 2016 the incidence rate IR was more than tripled from the previous year. This study aims to determine the relationship between climatic factors rainfall, humidity, temperature and population density with the incidence rate IR of DHF. This study is a time series ecology study and was analyzed by correlation test. Incidence rate IR data was obtained from the South Jakarta District Health Office. Monthly climate data was obtained from the Meteorology, Climatology and Geophysics Department of Jakarta. Population density data was obtained from the Central Statistics Department of DKI Jakarta. The results demonstrate that temperature and population density have no significant correlation with dengue incidence rate p 0,05 . The incidence rate IR had a significant correlation with rainfall r 0.384 p 0.002 , humidity r 0.496 p 0,000."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amah Majidah Vidyah Dini
"Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kemungkinan peningkatan kejadian yang terus menerus dari vector borne disease. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variasi iklim (jumlah hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban) memiliki hubungan bermakna dengan insiden DBD di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari, kelembaban, dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder faktor iklim dan jumlah kasus DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor iklim suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin dengan angka insiden DBD di Kabupaten Serang tahun 2007-2008. Hal ini disebabkan karena kurang lamanya durasi data yang diambil, kurang lengkapnya data iklim yang didapat, dan kurangnya frekuensi data insiden DBD yang diambil.
One of the impacts of climate change is the possibility of continuous increase in the incidence of vector borne disease. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a vector-based disease that causes many deaths in tropical countries. Previous research stated that climate variation (number of rainy days, solar radiation, humidity) was significantly related to the high incidence of dengue in Bogor city.
The purpose of this research is to know the description and the correlation between climatic factors (temperature, rainfall, rainy days, solar radiation, humidity and wind speed) and the incidence of DHF in Serang District in 2007-2008. The data collected include secondary data on climatic factors and the number of dengue cases. The results of this study indicate that there was no significant correlation between the climate factors (temperature, rainfall, rainy days, solar radiation, humidity, and wind speed) and the incidence rate of DHF in Serang District in 2007-2008. The reasons
for this are the following: the data were not collected for a sufficiently long period of time; the obtained climate data
were incomplete; and there was insufficient data on the frequency of DHF incidences taken."
Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Yuniarti
"Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam timbul dan penyebaran penyakit DBD, baik lingkungan biologis maupun fisik. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi dan akan meningkatkan risiko penularan. Intergovernmental Panel on Climate Change tahun 1996 menyebutkan insiden DBD di Indonesia dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2070. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik di kota-kota besar di Indonesia. Banyak yang menduga bahwa KLB DBD yang terjadi setiap tahun hampir di seluruh Indonesia terkait erat dengan pola cuaca di Asia Tenggara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian kasus demam berdarah dengue dengan iklim (curah hujan, kelembaban dan suhu udara) di Kota Administrasi Jakarta Timur. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi ekologi menurut waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2009 dan berlokasi di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus demam berdarah dengue yang digunakan berasal dari laporan jumlah tersangka kasus yang tercatat di Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan, kelembaban dan suhu udara yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika stasiun Meteorologi Kemayoran Jakarta.
Hasil penelitian hubungan kejadian kasus demam berdarah dengue dengan iklim di Kota Adminitrasi Jakarta Timur pada tahun 2004-2008 ini menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kelembaban udara (p=0,01) dan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan curah hujan (p=0,1) dan suhu udara (p=0,28). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peningkatan kelembaban udara berpengaruh terhadap peningkatan kejadian kasus demam berdarah dengue. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama antar lembaga terkait yaitu Dinas Kesehatan dan BMKG sebagai pihak yang berwenang terhadap data kelembaban. Jika terjadi peningkatan kelembaban pihak BMKG disarankan untuk segera menginformasikan kepada dinas kesehatan, agar dinas kesehatan dapat waspada dan segera melakukan kegiatan untuk mengantisipasi kejadian kasus DBD dengan melakukan kegiatan preventif, seperti fogging dan pemeriksaan jentik berkala.

Environment is one of the most important factor in occurance and distribution of DHF, both of biologic and phisycs environment. Climate change can influence to infection disease pattern and will increase spreading risk. Intergovernmental Panel on Climate Change in 1996 predicted that DHF incidence in Indonesia would be tripled in 2070. Dengue hemorrhagic fever (DHF) has become endemic in many big cities in Indonesia. Most people predict that KLB of DHF happened every year almost in all of in Indonesia has strong relation with climate pattern in South East asia.
The objective of this research is to know correlation DHF cases and pattern of the climate variability in East Jakarta. This research uses the design of ecological time trend study. This research was did on May-June 2009 and located in East Jakarta District with used secondary data. Number of DHF cases were used the results indicate that DHF cases have significant related to humidity (pV=0,01) and didn?t have significant related to precipitation (p=0,1) and temperature (p=0,28).
The conclusion of this study is the increase of humidity can influence the occurance of DHF cases. Therefore, cooperation between health office and Geophisycs, Climate and Meteorologic Board is needed. If the increasing of humidity happen. Geophisycs, Climate and Meteorologic Board is suggested to inform to the health office immediately. In order that health office can be aware and the anticipating of DHF cases program can be done immediately by doing preventive program, such as fogging and periodic larva infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lela Asmara
"Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menyebutkan bahwa salah satu program yang dilaksanakan dalam bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (Bappenas, 2004). Penyakit menular yang menjadi prioritas pencegahan dan pemberantasan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 diantaranya adalah malaria, diare, polio, filariasis, kusta, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, pneumonia, dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Demam Berdarah Dengue (DBD) juga termasuk salah satu penyakit menular yang menjadi prioritas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan (Bappenas, 2005). Sampai saat ini cara penanggulangan yang dapat dilakukan untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan memberantas nyamuk penularnya karena belum ada vaksin dan obat untuk membasmi virusnya (Ditjen P2M & PL, 1992). Pemberantasan nyamuk penular DBD terutama dilakukan terhadap jentiknya yaitu melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sejak adanya Surat Edaran Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 46 pada tanggal 4 November 2004 mengenai Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) di Propinsi DKI Jakarta yang diikuti dengan adanya Surat Keputusan Walikotamadya Jakarta Timur, maka setiap hari Jumat mulai pukul 09.00 hingga pukul 09.30 di wilayah Jakarta Timur selalu dilaksanakan kegiatan PSN.
Peningkatan Angka Bebas Jentik, yang merupakan indikator keberhasilan kegiatan PSN, di wilayah Jakarta Timur yang telah melebihi target Angka Bebas Jentik nasional (95%) pada tahun 2006 (dari 93,03% pada tahun 2005 menjadi 96,63% pada tahun 2006) dapat diasumsikan bahwa potensi penularan DBD di wilayah Jakarta Timur cenderung menurun, sehingga Insidens Rate DBD juga akan menurun. Namun pada kenyataannya, Insidens Rate DBD di wilayah Jakarta Timur dari tahun 2005 sampai tahun 2006 cenderung meningkat (282,3 per 100.000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 344 per 100.000 penduduk pada tahun 2006).
Berdasarkan masalah tersebut perlu diketahui apakah ada hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain studi korelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur dan web site Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, serta data primer melalui observasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada tahun 2005 hubungan angka bebas jentik dengan insidens rate DBD di tingkat kecamatan Kotamadya Jakarta Timur menunjukkan hubungan yang lemah atau tidak ada hubungan ( r = -0,121 ). Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan hubungan sedang ( r = - 0,301 dan r = - 0,351).
Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara angka bebas jentik dengan insidens rate DBD pada tahun 2005-2007 (p > 0,05). Mengingat pentingnya kegiatan PSN sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan DBD, maka sebaiknya kegiatan PSN dilaksanakan secara terusmenerus dan hasilnya harus dipantau secara teratur melalui kegiatan pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan oleh petugas Puskesmas atau tenaga terlatih.
Selain itu juga perlu ditingkatkan penyuluhan mengenai kegiatan PSN DBD kepada semua kalangan masyarakat sehingga masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan PSN dan tidak hanya dilakukan dengan 3 M, tetapi juga dengan melakukan metode lain (larvasida selektif, memasang ovitrap, memelihara ikan pemakan jentik, fogging,dan lain-lain)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Winasis
"Penyakit demam berdarah dengue DBD masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia karena hampir terjadi setiap tahun DBD juga masih menjadi masalah kesehatan di Kota Tangerang Selatan Incidence rate IR DBD di Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 52 per 100 000 penduduk 2011 60 per 100 000 penduduk 2011 dan 54 per 100 000 penduduk 2013 Skripsi ini membahas mengenai gambaran penyakit demam berdarah dengue DBD menurut variabel epidemiologi yaitu variabel orang variabel tempat dan variabel waktu serta hubungannya dengan kepadatan penduduk dan angka bebas jentik di Kota Tangerang Selatan tahun 2011 - 2013 Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi ekologi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 2011 - 2013 penderita DBD terbanyak adalah jenis kelamin laki laki pada golongan umur 15 tahun dan kasus tertinggi terjadi di bulan Desember 2011 dan bulan Juni 2012 dan 2013 Penelitian menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk membuktikan bahwa antara kepadatan penduduk dan angka bebas jentik berhubungan dengan incidence rate IR DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2011 - 2013.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a serious health problem in Indonesia because almost happens every year. DHF is also still a health problem in Tangerang Selatan City. Incidence rate (IR) of DHF in Tangerang Selatan city was 52 per 100,000 inhabitants (2011), 60 per 100,000 inhabitants (2011) and 54 per 100,000 inhabitants (2013). This thesis discusses the overview of dengue hemorrhagic fever (DHF) according to the epidemiological variables (person, place, time) variables and its relation to population density and larvae-free numbers in Tangerang Selatan City in 2011-2013. This study is a descriptive research approach to ecological studies.
The results showed that during 2011 - 2013 is the highest DHF male gender, the age group > 15 years and the highest cases occurred in December (2011) and June (2012 and 2013). Research shows that there is sufficient evidence to prove that the population density and larvae-free numbers associated with incidence rate (IR) of DHF in Tangerang Selatan City in 2011-2013."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S57510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwit Gemiwati
"Dalam lima tahun terakhir, Pekanbaru merupakan kota endemis demam berdarah dengue (DBD) dengan kejadian kasus setiap bulan dengan angka insiders yang melebihi angka nasional (20 per 100.000 penduduk). Keberadaan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah diduga dipengaruhi oleh keadaan seperti curah hujan, hari hujan, indeks hujan, kelembaban dan suhu. Dalam studi ini diteliti hubungan iklim sebagai faktor risiko dengan angka bebas jentik (ABJ) dan dengan angka insiden demam berdarah dengue.
Untuk menganalisis faktor-faktor risiko iklim terhadap ABS dan angka insiden demam berdarah dilakukan studi ekologi di Kota Pekanbaru Propinsi Riau. Data lklim (curah hujan, hari hujan, indeks hujan, suhu dan kelembaban) selama 7 tahun terakhir (1995-2001) dikumpulkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I Stasiun Meteorologi Pekanbaru, sedangkan ABJ insiden DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan Dinar Kesehatan Propinsi Riau. Hubungan iklim dengan angka bebas jentik, angka bebas jentik dan angka insiden dan iklim dengan angka insiden DBD dengue dianalisis menggunakan uji korelasi, regresi linier sederhana dan regresi linier ganda dengan metoda backward untuk mendapatkan prediksi model hubungan. Karena data ABJ tersedia dalam triwulan maka data iklim yang semula tersusun sebagai data bulanan diubah menjadi data triwulan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ABJ mempunyai hubungan bermakna dengan suhu (p = 0,044) yang berpola positif dengan keeratan sedang (r = 0,383) dan kelembaban (p = 0,017) yang berpola negatif dengan keeratan sedang (r = -0,446). Selanjutnya regresi liner menunjukkan bahwa model hubungan suhu dengan ABJ adalah ABJ = 73,6 + 0,76 x suhu, sedangkan model hubungan kelembaban dengan ABJ adalah ABJ = 124,3 -- 0,36 x kelembaban. Namun, ABJ dengan angka insiden DBD dan iklim dengan angka insiden DBD tidak mempunyai hubungan bermakna. Disimpulkan bahwa sebagian variabel iklim merupakan faktor risiko ABJ tetapi tidak terbukti bahwa ABJ merupakan faktor risiko DBD.
Daftar bacaan : 40 (1986-2002)

The Relationship Between Climate Factors, Free Vectors Number, and Number of Dengue Incidences in Pekanbaru City Since 1995 Until 2001In the last five years Pekanbaru has been an endemic city of dengue hemorigic fever (DHF) where cases are found monthly with the incidence exceeded the national rate ( 20 per 100.000 population). The existence of breeding places of Aedes aegypti, a DHF vector, are believed to be associated with climate such as rainfall, rainy day, temperature and humidity. This study is aimed to explore association between climatic variables as environmental risk factor with Container Index (Cl, as free-larvae percentage) and with DHF incidence.
To analyze this association, an ecological study has been carried out in Kota Pekanbaru, the Province of Riau. Climate data (rainfall, rainy day, rain index, relative humidity, and temperature) during the last seven years (1995-2001) were collected from the Regional Division I of Meteorology and Geophysics Station, Pekanbaru, whereas CI and DHF incidence were obtained from Health District and Health Province Office, Pekanbaru. The association of climatic variables with CI, Cl with DHF incidence, and climate with DHF incidence were analyzed using correlation, simple linear regression, and multiple linear regression with backward method to generate prediction models. As the CI data were available in trimontly, the climate data were converted accordingly.
Statistical analyses show that CI has significantly associated with temperature (p = 0,044) positively and moderately ( r = 0,383) and with relative humidity (p = 0,017) negatively and moderately ( r = -0,446). Further, linear regression indicates that the association model of temperature with Cl is CI = 73,6 + 0,76 x temperature, while the association model of relative humidity with CI is CI = 124,3 - 0,36 x RR However, CI with DHF incidence and climate with DHF incidence are not significantly associated. It is concluded that particular climatic variables are risk factors of CI but it cannot be proved that CI is a risk factor for DHF incidence.
References: 40 (1986-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 12730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Khairunnisa
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengua (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Vektor utama yang menularkan virus Dengue adalah Aedes aegypti, dan Aedes albopictus. Kota dengan jumlah kejadian DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2021 adalah Kota Depok sebesar 3.155 kasus dengan angka Incidence Rate (IR) 151,2 kasus per 100.000 penduduk. Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2012-2020, trend kasus DBD di Kota Depok cenderung meningkat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim dan kepadatan penduduk dengan kejadian DBD di Kota Depok tahun 2012-2021. Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) pada bulan yang sama (non-time lag), faktor iklim dengan jeda 1 bulan (time lag 1), dan kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD. Hasil: Hasil analisis korelasi menujukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban non time lag dan kelembaban time lag 1 dengan Incidence Rate DBD (p=0,000 dan p=0,000) dengan kekuatan hubungan sedang berpola positif (r=0,332 dan r-0,451). Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -47.353 + 0.784 (Suhu) + 0.394 (Kelembapan) + 0.023 (Curah Hujan). Berdasarkan hasil persamaan regresi, jika disimulasikan dengan kombinasi suhu 26,1 oC, kelembaban 82,9%, dan curah hujan 14,9 mm, maka akan terjadi peningkatan IR DBD sebanyak 10 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a viral infection transmitted to humans through the bite of an infected mosquito. The main vectors that transmit the dengue virus are Aedes aegypti and Aedes albopictus. The city with the highest number of dengue cases in Indonesia in 2021 is Depok City with 3,155 cases with an Incidence Rate (IR) of 151.2 cases per 100,000 population. During the last 10 years from 2012- 2020, the trend of dengue cases in Depok City tends to increase. Objective: To determine the relationship between climatic factors and population density with the incidence of DHF in Depok City in 2012-2021. Methods: This study uses an ecological study with correlation analysis to see the relationship between climatic factors (temperature, humidity, and rainfall) in the same month (non-time lag), climatic factors with a 1-month lag (time lag 1), and density population with DHF Incidence Rate. Results: The correlation analysis results showed a significant relationship between non-time lag humidity and time lag 1 humidity with DHF Incidence Rate (p = 0.000 and p = 0.000) with the strength of the relationship being positive (r = 0.332 and r-0.451). The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the equation IR DBD = -47.353 + 0.784 (Temperature) + 0.394 (Relative Humidity) + 0.023 (Rainfall). Based on the results of the regression equation, if it is simulated with a combination of the temperature of 26,1oC, humidity of 82.9%, and rainfall of 14.9 mm, there will be an increase in IR of DHF by 10 cases per 100,000 population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardini Putri ZZ
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di beberapa Kota/Kabupaten di Indonesia. DBD mempunyai potensi menimbulkan kematian dan kejadian luar biasa (KLB). DKI Jakarta merupakan salah satu daerah endemis DBD yang jumlah kasusnya selalu meningkat setiap tahun. Kecamatan Pasar Minggu merupakan salah satu kecamatan yang ada di Jakarta Selatan yang jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahun. DBD merupakan penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya dan belum ditemukan vaksin untuk mencegah penularannya. Maka perlu diadakan suatu program yang dapat mencegah penularan DBD. Cara yang paling efektif yang dapat dilakukan adalah memberantas vektor penular DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Untuk melaksanakan suatu program penanggulangan DBD diperlukan suatu manajemen program yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan seperti Penyelidikan Epidemiologi (PE), fogging focus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengawasan dan penilaian kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manajemen program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2008. Jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu pada Bulan Mei 2008. Untuk menguji kebenaran dari data yang terkumpul maka peneliti melakukan triangulasi sumber, metode dan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga yang terlibat untuk P2DBD di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu sudah mencukupi. Untuk melaksanakan kegiatan diperlukan dana sarana. Dana yang ada saat ini belum mencukupi dan beberapa sarana yang diperlukan juga masih kurang. Untuk melaksakan kegiatan P2DBD Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu berpedoman pada juklak yang berasal dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Departemen Kesehatan. Manajemen Program Penanggulangan DBD di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu belum terlaksana secara optimal karena masih ada beberapa tahapan penting dalam manajemen program yang belum terlaksana dengan baik. Respon Time Penyelidikan Epidemiologi dan Respon Time Fogging Focus dalam melaksanakan P2DBD masih belum sesuai dengan standar penanggulangan yang ada. Angka Bebas Jentik yang dilaporkan oleh Jumantik telah mencapai standar Angka Bebas Jentik yang baik yaitu di atas 95 %.
Agar kegiatan P2DBD berhasil dan berjalan dengan baik maka diperlukan kesadaran masyarakat untuk dapat menjaga kebersihan lingkungan dengan melakukan PSN secara rutin karena PSN merupakan cara yang paling tepat dalam memberantas vektor penular DBD. Selain itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pejabat terkait, petugas kesehatan, kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat secara keseluruhan untuk dapat melaksanakan P2DBD secara berkesinambungan. Proses manajemen P2DBD juga perlu dilaksanakan dengan baik dan optimal sehingga tujuan dari P2DBD dapat tercapai dan jumlah kasus DBD dapat ditekan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Handayani
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular akibat virus dengue dan disebarluaskan nyamuk Aedes sp. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian DBD adalah iklim. DKI Jakarta merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim. Setiap tahun DBD menjadi satu dari sepuluh kasus penyakit terbanyak di DKI Jakarta yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini merupakan studi ekologi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan iklim dengan kejadian DBD di DKI Jakarta tahun 2008-2011.
Hasil penelitian menyatakan kejadian DBD memiliki hubungan sedang dengan suhu (r=-0,279;p=0,000), kelembaban (r=0,301;p=0,000), curah hujan (r=0,316;p=0,000), dan lama penyinaran matahari (r=-0,392;p=0,000), sedangkan dengan kecepatan angin hubungannya tidak siginifikan (p>0,05).

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus and the spread of Aedes sp. One of the factors that influence the incidence of dengue is the climate. Jakarta is a region vulnerable to climate change. Each year, dengue became one of top ten cases of the disease in Jakarta that could potentially Extraordinary Events. This study is an ecological study conducted to determine the relationship of climate with the incidence of dengue fever in Jakarta in 2008-2011.
The study stated the incidence of dengue fever are being linked with temperature (r=-0.279, p=0.000), humidity (r=0.301, p=0.000), rainfall (r=0.316, p = 0.000), and duration of solar radiation (r=-0.392, p=0.000), whereas the wind velocity relationship is not significant (p> 0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>