Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diyah Musri Harsini
"Penelitian ini membahas propaganda sebagai bentuk komunikasi massa yang digunakan dalam lirik lagu band punk Marjinal. Pembahasan tersebut meliputi deskripsi propaganda dan teknik-tekniknya yang terkandung dalam lirik lagu mereka. Setelah dianalisis, ditemukan bahwa tidak semua teknik propaganda diterapkan dalam pembuatan sebuah lirik. Dari lima album Marjinal yang terdiri atas 68 lagu dipilih 32 lagu yang menggunakan teknik propaganda. Teknik propaganda yang terdapat di dalam ke-32 lagu tersebut adalah teknik propaganda name calling, testimonials, plain folk, using all forms of persuations, serta teknik propaganda gabungan.

This research talks about the propaganda as the form of mass communication used in the song lyrics of the punk band called Marjinal. This discussion included the propaganda description and the techniques applied in their lyrics. Based on the result of the analysis, it was found that not all techniques were used in the making process of the lyrics. From five albums that consist of 68 songs, there were only 32 songs which used the propaganda techniques namely name calling, testimonials, plain folk, using all forms of persuations, and mixed propaganda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11137
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Darmawan
"Punk adalah gerakan sosial budaya, yang diekspresikan melalui media musik. Nya Penampilan di Inggris dan Amerika Serikat ditandai oleh kehadiran band-band seperti Sex Pistols, The Clash, dan The Ramones pada 1970-an. Penampilan Punk di Jakarta ditandai dengan keberadaan band Vacant dan The Stupid di Jakarta akhir 1980-an. Musik punk di Jakarta terus berkembang karena mereka menjadikan musik sebagai media untuk mengkritik pemerintah. Ada satu band punk di Jakarta yang di awalnya
kelahiran dengan personil yang sama sering menggunakan nama Anti ABRI (AA) dan Anti Militer (SAYA). Pada tahun 2001 mereka mengubah nama band menjadi Marjinal. Dalam penelitian ini menggunakan metode Sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi menggunakan ilmu sosiologi pendukung dari Piotr Sztompka tentang sosiokultural gerakan dan Ilmu Hermeneutik dari Gadamer untuk menganalisis lagu dari Marjinal. Marjinal dengan Komunitas Taring Babi memiliki tiga karakteristik yang diidentifikasi sebagai punk, yaitu dari gaya berpakaian, musik, dan kegiatan kelompok. Dampak yang lebih luas dari Marjinals terlihat pada tahun 2008 dengan munculnya Komunitas Peccary di Kalibata, Jakarta Selatan dan dalam perkembangan selanjutnya mereka membentuk band punk bernama Crewsakan
di 2009.

Punk is a socio-cultural movement, which is expressed through music media. His performances in the United Kingdom and the United States were marked by the presence of bands such as Sex Pistols, The Clash, and The Ramones in the 1970s. Punk performances in Jakarta are marked by attracting the band Vacant and The Stupid in Jakarta the late 1980s. Punk music in Jakarta continues to grow because they make music as a medium to criticize the government. There was one punk band in Jakarta at the beginning births with the same member often use the names Anti ABRI (AA) and Anti Military (ME). In 2001 they changed the bands name to Marginal. In this research, the History method which consists of heuristic, criticism, interpretation, and historiography stages uses supporting sociology from Piotr Sztompka about the sociocultural movement and Hermeneutic Science from Gadamer to analyze songs from Marginal. Marginal with the Pig Taring Community has three characteristics that are preferred as punk, namely from the style of thinking, music, and group activities. The wider impact of the Marjinals was seen in 2008 with the change in the Peccary Community in Kalibata, South Jakarta and in subsequent developments they formed a punk band called Crewsakan in 2009"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muammar Gilbran
"Penelitian ini membahas mengenai jenis dan makna metafora yang terkandung dalam lirik lagu dari tujuh lagu yang dipilih dalam album “Kessoku Band” yang diputarkan dalam anime “Bocchi the Rock!”. Penelitian dengan metode penelitian kualitatif ini menggunakan teori dan metode analisis metafora Knowles dan Moon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis metafora, serta mengetahui dan menjelaskan makna metafora yang terdapat pada lirik lagu-lagu tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metafora kreatif merupakan metafora yang paling sering digunakan dari total 42 metafora yang ditemukan. Untuk dapat memahami sebagian besar makna metafora dalam lirik lagu ketujuh lagu tersebut diperlukan diperlukan pengetahuan konteks anime “Bocchi the Rock!”. Hal tersebut karena metafora kreatif lebih banyak digunakan dibandingkan metafora konvensional oleh penulis lirik untuk menyampaikan pesan/perasaan berdasarkan sudut pandang dan kejadian-kejadian yang dialami tokoh Bocchi dalam anime “Bocchi the Rock!”.

This study discusses the types and meanings of metaphors contained in the song lyrics of seven selected songs in the album “Kessoku Band” that are played in the anime “Bocchi the Rock!”. This qualitative research uses Knowles and Moon's metaphor theory and their metaphor analysis method. The purpose of this study is to identify the types of metaphors, as well as to know and explain the meaning of the metaphors contained in the lyrics of the songs. The results of this study show that creative metaphor is the most frequently used metaphor of a total of 42 metaphors found. To understand most of the metaphorical meanings in the lyrics of the seven songs, it is necessary to know the context of the anime "Bocchi the Rock!". This is because creative metaphors are used more than conventional metaphors by the lyricists to convey messages/feelings based on the point of view and events experienced by the character Bocchi in the anime "Bocchi the Rock!"."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, Amira
"Aliran Metalcore adalah sebuah subgenre dari Heavy Metal yang menggunakan teknik vokal yang berbeda dari sebelumnya, yaitu dengan berteriak atau yang seringkali disebut screaming. Ketika mendengarkan ataupun menyaksikan sebuah lagu dibawakan dengan cara nyanyi berteriak, muncul sebuah anggapan bahwa aliran Metalcore ini membawa dampak negatif karena menerapkan teknik vokal yang keras, intimidatif dan penuh emosi. Tidak jarang teknik vokal screaming ini dianggap meniru 'suara setan'. Pernyataan ini tidak mengherankan apabila mengetahui bahwa memang ada beberapa aliran musik yang sengaja menirukan 'suara setan' tersebut dan menerapkannya ke dalam lagu.
Metalcore tentunya bukan merupakan sebuah aliran musik yang berasal dari Indonesia, namun sudah banyak band yang mulai memainkan aliran ini dan banyak diantaranya yang sudah cukup terkenal. Cara bernyanyi dengan berteriak sudah bukan lagi hal yang baru, namun masih banyak yang menganggap bahwa Metalcore memicu hal-hal negatif kepada para pendengarnya. Masih ada stereotype yang melekat pada screaming. Oleh karena itu, para pelaku Metalcore tanah air melihat bahwa perlu dilakukannya transformasi makna teknik vokal screaming agar menyadarkan masyarakat bahwa apa yang mereka sampaikan melalui teriakan bukanlah bersifat negatif. Caranya adalah dengan menulis lyric lagu yang memiliki pesan positif sesuai dengan norma-norma sosiokultural yang berlaku di masyarakat. Dengan tetap mengacu pada ciri-khas screaming, para pelaku Metalcore tanah air berusaha menyampaikan sebuah pesan moral melalui lyric lagu yang mereka teriakkan.

Metalcore is one of the subgenres of Heavy Metal which uses a vocal technique which differs from many before it called screaming. When one hears or sees a song that is being sung by way of screaming, one tends to associate it with having a negative impact on its listeners because of the loud, intimidative and emotional lyrics. Also, it is not uncommon for screaming to be thought of as an act of trying to replicate Satanic voices. This statement comes at no surprise because as a matter of fact there are certain genres of music that deliberately try to sound Satanic and apply it to the songs that they play.
As we may know, Metalcore is not a genre of music that originates from Indonesia. Even so, there are many bands these days that are performing this genre and many of them are already quite well known. Singing by screaming is no longer considered something new in the music world, yet there are still people who believe that Metalcore triggers negativity towards its listeners. There is still a stereotype attached to the act of screaming. Therefore, they who are active in the Indonesian Metalcore scene realize that there has to be an act of transformation towards the meaning of the screaming vocal technique in order to make people aware that what they are conveying through these screams are not negative. They soon figured out that writing song lyrics that have a positive message in accordance with the sociocultural norms in the society was what had to be done. By continuing to refer to the essence of Metalcore with its screaming, Indonesian Metalcore musicians are trying to convey moral messages through the song lyrics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Melani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi relasi laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu grup band Dewa 19. Lirik lagu dapat menjadi media untuk melanggengkan pandangan-pandangan tertentu tentang perempuan dan laki-laki di masyarakat. Pandangan-pandangan yang sebenarnya memberi stigma buruk pada kaum perempuan menjadi tersamarkan oleh indahnya iringan aransemen musik, serta iramanya yang menghanyutkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis teks dengan pendekatan semiotika. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pengambilan sampel purposif yang terstratifikasi, dengan prosedur: (1) mengumpulkan seluruh album yang dihasilkan oleh Dewa 19, (2) memilih lirik lagu yang akan dianalisis, dan (3) melakukan analisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu grup band Dewa 19 masih memperlihatkan relasi gender yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Representasi laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu Dewa 19 tetap melanggengkan stereotipe yang telah terbentuk dalam budaya patriarki tentang laki-laki dan perempuan. Patriarki terbukti sebagai suatu sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai oleh laki-laki dengan bermacam-macam cara.
This research is aimed to understand the representation of man and woman relation within the song lyrics of Dewa 19 band. Song lyrics can be a medium through which certain views regarding woman and man in the society are perpetuated. These views which are giving bad stigmas towards woman are disguised under the beautiful music arrangement and drifting melodies. This research employs text analysis method with semiotics approach. Data collecting technique uses stratified purposive sample, which includes (1) collecting all albums produced by Dewa 19, (2) choosing the lyrics to be analyzed, and (3) text analyzing using semiotics approach. The result of this research shows that lyrics of Dewa 19 bands songs are still representing the unequal gender relation between man and woman. The representation of man and woman within Dewa 19?s song lyrics still perpetuates the stereotypes in the patriarchy culture about man and woman. Patriarchy is proven as a system which lets woman remains dominated by man in various ways."
2008
T24072
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Noviandini
"Skripsi ini membahas sifat naturalis orang Jepang yang tecermin dalam lirik-lirik laguJepang populer melalui penggunaan istilah sakura sebagai simbol. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan lirik-lirik lagu sebagai data utama dan data-data lain yang relevan terhadap penelitian dan kemudian dianalisis dengan teori. Sedangkan teori yang digunakan dalam bab analisis adalah teori yang dikemukakan oleh Nakamura Hajime dalam bukunya yang berjudul Nihonjin no Shiihōhō. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Jepang dewasa ini masih menanamkan sifat naturalis yang tecermin dalam lirik-lirik lagu Jepang populer.

The focus of this study is naturalism that is reflected in Japanese popular song lyrics through the term of sakura as the symbol. This research uses analytical descriptive method. Writer collects Japanese popular songs lyrics as the main data and other datas that are relevant to the research. These datas will be analyzed by the theory. Theory used for this analysis is the theory of naturalism stated by Nakamura Hajime in his book called Nihonjin no Shiihōhō. Conclusion of the analysis shows that Japanese naturalistic aspects nowadays are still reflected in Japanese popular song lyrics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13572
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlyana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk konstruksi hubungan antara lakilaki dan perempuan yang ditampilkan dalam lirik lagu kelompok musik Potret. Bentuk konstruksi hubungan laki-laki dan perempuan seperti apa yang ingin ditampilkan dalam lirik lagu kelompok musik Potret Bagaimana cara mereka menampilkan konstruksi tersebut dalam lirik lagu mereka Benarkah Potret melakukan dekonstruksi terhadap hubungan laki-perempuan yang patriarkis lewat lirik lagunya Dalam ilmu komunikasi, kajian ini termasuk dalam wilayah studi analisa wacana kritis (Critical Discourse Anatysis). Pendekatan analisa wacana {discourse anatysis) adalah sebuah pendekatan yang melihat bahasa sebagai medium untuk berinteraksi dan merepresentasikan gagasan dan ideologi. Salah satu cabang dalam pendekatan ini adalah analisa wacana kritis, atau critical discourse analysis. Pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasikan perspektif yang menekankan pada hubungan antara bahasa dan kekuasaan, dan peran discourse anatysis dalam kritik sosial dan budaya. Di tengah maraknya lagu-lagu Indonesia yang mendukung konstruksi hubungan laki-perempuan yang timpang, Potret dikenal menyajikan bentuk konstruksi hubungan lakilaki dan perempuan yang berbeda lewat lirik lagu-lagunya. Kelompok musik, yang terdiri dari Melly Goeslaw, Anto Hoed dan Arie Ayunir, ini cenderung mempunyai lirik yang menempatkan perempuan dalam posisi superior dan laki-laki dalam posisi inferior. Beberapa lagu yang dianggap peneliti mampu memberikan gambaran tentang perlawanan kelompok musik Potret adalah Terbujuk, Salah, Diam dan Ingin Di Cium. Untuk menganalisa keempat lagu ini digunakan pendekatan analisis tekstual dan intertekstual yang dikembangkan oleh Norman Fairclough. Analisa tekstual dibagi menjadi tiga unsur, yaitu representasi, relasi dan identitas, dengan tujuan mengetahui gagasan yang ditampilkan Potret dalam lirik lagunya. Sementara dalam analisa intertekstual, penelitian ini berusaha melihat hubungan antara kognisi sosial penulis lirik dan teks yang dibuat, didukung dengan kognisi sosial dari konsumen. Metode pengumpulan data primer dengan mengambil lirik lagu-lagu Potret karena penelitian ini mengutamakan analisa pada teks wacana. Metode pengumpulan data sekunder adalah dengan wawancara mendalam dengan penulis lirik, Melly Goeslaw dan beberapa konsumen yang dianggap dapat mewakili sisi anak muda dan tokoh feminis. Metode pengumpulan data sekunder kedua adalah dengan studi kepustakaan. Dari penelitian ini ditemukan sebagian besar dari lirik lagu Potret menggambarkan tokoh perempuan yang penuh percaya diri, menerima kondisi dirinya apa adanya, dan menjadikan itu sebagai kelebihannya untuk mendapatkan yang diinginkan. Sebagian besar lirik lagu Potret, sebaliknya, menggambarkan tokoh laki-laki dengan sifat-sifat yang buruk dan tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Keempat lagu Potret yang diteliti tampak mengangkat kenyataan yang ada dalam keseharian masyarakat Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Hanya saja kenyataan ini terkadang tidak muncul, karena adanya batasan-batasan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan pola penyampaian yang sederhana dan gamblang, Melly seakan memaksa publik untuk mengakui bahwa tema-tema yang diangkatnya fenomena perempuan materialistis, perempuan yang mendua, pemberontakan perempuan terhadap penindasan dan kegenitan perempuan masa kini, adalah sebuah realita. Kelebihan lainnya, adalah bahwa Potret menyampaikan melalui kacamata perempuan, sehingga lagu-lagu tersebut tampak mendukung gerakan feminis."
2001
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Hernawani
"Studi wacana dengan pendekatan kritikal yang `membongkar' wacana kritik dalam lirik lagu khususnya dalam musik dan komunitas underground, menjadi sebuah kajian menarik. Dalam berkambangnya musik rock atau underground ini, label kuat sebagai `anti kemapanan', pemberontakan, kritik sosial atau sejenisnya....menjadi dasar, apakah merupakan kondisi yang sesungguhnya terjadi. Penggunaan analisis wacana kritikal (CDA) dari Fairclough mencoba menganalisis teks (Erik lagu) dalam musik rock ini. Sedangkan paradigma kritis dari pemikiran Mahzab Frankrut oleh Adorno, Marcuse dan Benjamin menjadi dasar pemikiran la-Ms dari penelitaian ini. Ketika wacana kritik dalam link lagu dalam musik underground yang mereka tampilkan, bukanlah sebuah kritik yang sesungguhnya. Bahwa unsur pasar (market) mendominasi penciptaan link lagu tersebut. Sehingga kesan kritik dan identitas `anti kemapanan', `pemberontakan' menjadi kabur disamping lagu yang dinyanyikan juga `melemahkan' unsur pesan yang terkandung didalam lirik kritis tersebut.
Di awal tahun 1990-an kehadiran musik rock di warnai dengan kemunculan underground sebagai musik dan komunitas. Sebuah istilah atau aliran dalam musik yang mengakar pada aliran-aliran diatas. Yang sebenarnya pula dalam kesejarahan underground (bawah tanah) merupakan dasar dari musik rock ini. Selama perjalannya, identitas musik rock sebagai musik. `pemberontakan' dilihat dari berbagai sudut. Pemberontakan dan sisi musik, gaya berpakaian, life style dan juga lirik. Studi penelitian ini, melihat bagaimana musik rock yang identitasnya sebagai musik `pemberontakan' dilihat dari sudut lirik lagu. Lirik kritik yang ditampilkan dalam musik rock dan wacana kritik sebagai bentuk musik rock, merupakan wacana yang berkembang saat ini. Baik di media massa maupun masyarakat, benarkah lirik kritik dan wacana kritik dalam musik rock terjadi seperti itu...?
Kerangka berfikir dalam persoalan musik, secara global dapat dilihat dalam penyikapannya terhadap musik yang terkooptasi oleh sebuah industri. Industri yang menciptakan sebuah pola perubahan dan `pembohongan' terhadap realitas nilai dari sebuah kritik sosial. Seperti yang diungkapkan oleh pemikir semisal Adorno, Benjamin, Marcuse dan seterusnya. Rock (Underground) tidak melahirkan counter culture yang selama ini digemborkan. Namun merupakan `kamuflase' terhadap nilai kapitalisme yang sudah lekat dalam musik.
Penemuan penelitian ini, dapat dirasakan dalam sebuah kerangka lirik kritik rock (underground). Musik yang awalnya berjiwa kritik terhadap realitas sosial, namun dalam perkembangannya hanya sebagai kepentingan tangan para pemodal. Analisis wacana kritikal dalam penelitian ini menggunakan sebuah pola pemikiran Fairclough (CDA). Analisis wacana dalam Fairclough, menggambarkan dalam sebuah teks di media massa, namun penelitian ini menarik pada arena lirik lagu yang menusuk pada ruang-ruang kritik dalam musik rock (underground). Lirik musik underground yang bernada kritik bukanlah sebuah penggambaran realitas sesungguhnya, tapi penggambaran lirik kritik tersebut merupakan sebuah bahasa ringkasan tranci atau yang bisa dikenal dengan "bahasa pergaulan" yang bukan dari hasil sebuah penghayatan pribadi secara sepihak. Tapi sebuah perpaduan besar dalam kesepakatan dari aspek eksternal para pencipta.
Pemakaian wacana media dalam menulis lirk lagu, menjadi warna dominan menggambarkan kondisi yang sebenaranya bagi pencipta lagu, namun nyatanya tidaklah demikian. Lirik tersebut nyatanya hanya kepanjangan tangan kapitalisme masuk dalam proses penciptaan lirik kritik tersebut. Mereka para underground mania tanpa sadar telah dirasuki, terkooptasi, tereksploitasi dalam nilai-nilai kritik yang merupakan dasar dari kepentingan para kapitalisme."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zetty Karyati
"ABSTRAK
Citraan adalah sarana yang digunakan sastrawan untuk membentuk citra melalui media bahasa. Citraan yang terdapat dalam karya sastra dapat dibagi atas tujuh jenis, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan penciuman, citraan pencecapan, citraan perabaan, citraan gerak, dan citraan pikiran.
Dalam menuliskan lirik-lirik lagunya, EGA banyak menggunakan citraan gerak. Citraan gerak menjadikan gambaran lebih hidup dan dinamis. Dengan citraan jenis ini EGA mengajak pembaca untuk seakan-akan turut menyaksikan suatu gerakan. Selain citraan gerak, citraan yang juga banyak dipakai adalah citraan pikiran. Citraan pikiran merangsang pembaca untuk berpikir lebih dalam untuk menafsirkannya.
Lirik lagu-lagu yang dipilih penulis sebagai sampel adalah yang terhimpun dalam album Cinta Sebening Embun. Salah satu alasan pemilihan album tersebut adalah karena lirik lagu-lagu yang terdapat dalam album tersebut merupakan lirik lagu-lagu yang berasal dari ketiga belas album terdahulu. Dengan demikian, diharapkan dapat mewakili keseluruhan karya Ebiet G. Ade.

"
1995
S11338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>