Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19503 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meirissa Ramadhani
"Skripsi ini membahas tentang candrasengkala yang terdapat di keraton Yogyakarta. Candrasengkala bukan sekedar rangkaian kata-kata yang bermakna harfiah, tetapi merupakan pembahasaan dari suatu konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mencari ide gagasan yang terdapat pada candrasengkala di keraton Yogyakarta. Dengan menggunakan Teori Semantik, Analisis Komponen, Teori Pragmatik dan Unsur-unsur Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, candasengkala dalam keraton Yogyakarta merupakan sau kesatuan konsep tentang keraton.
This study focused on Candrasengkala which be found in Yogyakarta?s palace. Candrasengkala is not just a couple of series which have denotation meaning, but it also discussed from a concept. The aim of this study is to find the ideas of Candrasengkala in Yogyakarta?s palace. The study is applied descriptive analytical methods by using the Semantic, Pragmatics theory, Component Analysis and substances of cultures by Koenjaraningrat. The result of the study is Candrasengkala in Yogyakarta?s palace is a group of concept about the Palace it self."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11371
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tristanti Dyan Anggraini
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
"Wedhatama is one of the most famous javanese literary works. It was written in carly 19th century by K.G.P.A.A. Mangkunagara IV. Its influence in Javanese culture permeates not only the language but also the way of life. The focus of this research is on how, what form and why K.G.P.A.A Mangkunagara Iv conves his moral messages. The study argues that comperative referential technique is used to send a massage which is full of moral and life values, particularly in the concept of leadership, Furthermore, Wedhatama can be seen as a representation of Javanese way of life. This study is paramount in understanding why Wedhatama is still relevant for some elements of javanese society."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2002
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Bunga Fisandra
"Diskusi mengenai orkestra di Indonesia tak jauh dari perdebatan dan pencarian jawaban atas legitimasinya sebagai kesenian Indonesia dan identitas nasional. Sejumlah kajian lebih rinci mencoba untuk menemukan genre dan konstruksi karya musik yang sifatnya deterministik. Sehingga, representasi karya musik dapat dibaca sebagai simbol yang memanifestasi nilai-nilai ke-Indonesia-an. Hal ini banyak ditemukan khususnya pada karya-karya yang mengeksplorasi orkestra dengan musik tradisi Indonesia. Kerap disebut sebagai musik hybrid, sinkretisme, apropriasi dan cross-culture, jenis musik ini sekadar diletakkan sebagai objek dan cermin dari realita. Melalui antropologi kontemporer, tesis ini mencoba mencari jalan tengah ontologis dan epistemologis fenomena orkestra di Indonesia yang berbeda dari tradisi lama semiotika Saussurean dan filsafat Kantian. Gugatan atas dualisme subjek-objek dalam kajian ini membuka peluang pada penelusuran relasi yang terjalin antara aktor manusia dan non-manusia secara setara. Menggunakan paradigma teknologi dari Heidegger, musik akan dilihat sebagai rentetan proses yang bukan tanpa cela dan tak sekadar alat mencapai tujuan utopis. Melainkan, sebagai bagian dari jaringan dan asosiasi yang terus menerus bergerak sebagai peristiwa mediasi yang diliputi kemungkinan nilai dan peristiwa dapat terjadi secara indeterminate dan chaos. Melalui pendekatan Bruno Latour, penelitian ini menunjukkan bahwa ketidaksempurnaan musikal juga merupakan kebenaran realita, yang menjadi celah agar orkestra dapat dimaknai bukan sebagai keberhasilan maupun kegagalan. Melainkan, sebagai proses Menjadi dalam rangkaian eksplorasi musikal yang tak akan pernah selesai.

Discussions about orchestras in Indonesia are not far from debates and searching for answers to their legitimacy as Indonesian art and national identity. Recent studies try to find deterministic genres and the construction of musical works. Thus, the representation of orchestral works can be seen as symbols that manifest Indonesian values. It's often found especially in orchestral works that explore orchestras with Indonesian traditional music. Often referred to as hybrid, syncretism, appropriation, and cross-culture, this type of music is placed as an object and a mirror of reality. Through contemporary anthropology, this thesis tries to find a different ontological and epistemological ground for orchestral phenomena in Indonesia, which is different from the old tradition of Saussurean semiotics and the Kantian tradition of philosophy. The critics against subject-object dualism in this study open an opportunity for exploring relations between equal actants, human and non-human. Through the Heideggerian technological paradigm, music will be seen as a series of processes that are not flawless and not just a means to an end to achieve utopian goals. Rather, as part of networks and associations that are constantly moving as mediating events with the possibility of values and events that are indeterminate and chaos. Through Bruno Latour’s perspective, this research shows that musical imperfection is also the truth of reality, which is a chance where the orchestra can be interpreted not as success or failure. Rather, as a Being-in-the-world in a never-ending process of musical explorations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984
398.9 UNG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Dimas Adityo
"Kompleks Keraton Yogyakarta, adalah merupakan salah satu dari data arkeologi dari masa Kerajaan Islam yang keadaannya relatif masih utuh sampai dengan saat ini. Seper_ti halnya Keraton-keraton lainnya yang juga peninggalan dari masa Kerajaan Islam, sejarah pendiriannya juga tak lepas dari pengaruh pemerintahan kolonial, dalam hal ini adalah Belanda. Pengaruh tersebut adalah akibat dari adanya teka_nan-tekanan politik Pemerintah kolonial terhadap Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, seperti halnya yang terjadi pada Kasultanan Yogyakarta. Menurut sumber sejarah yang cukup representatif sebagai sumber sejarah asli Keraton Yogyakarta yaitu Babad Ngayogyakarta, telah menunjukkan adanya suatu pengaruh kehidupan pemerintahan kolonial Belanda, di dalam kehidupan sosial maupun seni-budaya Keraton Yogyakarta. Masuknya budaya barat seperti pesta-pesta, minum-minuman keras dan hiburan musik-musik barat, adalah sudah merupakan bagian dari suatu upacara protokoler penyambutan tamu-tamu barat dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda yang berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Hal tersebut, menurut Babad Ngayogya_karta terutama ditunjukkan pada masa pemerintahan Sultan HamengkuBuwono ke-V sampai dengan pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII. Akibat adanya tekanan politik pemerin_tah kolonial terhadap Kasultanan Yogyakarta tersebut, menga_kibatkan Kasultanan Yogyakarta harus selalu menjaga hubungan baik dengan pihak Belanda. Oleh sebab itu, penyelenggaraan suatu upacara protokoler dalam setiap menjamu tamu-tamu Belanda di Keraton Yogyakarta pada saat itu merupakan kebu_tuhan. Kebutuhan-kebutuhan untuk terselenggaranya suatu upacara protokoler tidak hanya dalam penyediaan pesta dan hiburan-hiburan bergaya barat raja, tetapi juga diperlu_kannya beberapa bangunan untuk melengkapi jalannya upacara protokoler tersebut. Bangunan-bangunan tersebut, antara lain Bangsal Marais untuk tempat perjamuan makan dan minum, Ged_hong Gangsa untuk tempat memainkan Gamelan, Gedhong sarang_baya untuk tempat menyediakan minum-minuman keras, Gedhoug Patehan untuk tempat membuat minuman teh, Bangsal Kothak untuk tempat wayang orang, dan Bangsal Mandalasana sebagai tempat pertunjukan musik-musik barat. Bangunan-bangunan tersebut didirikan untuk melengkapi bangunan inti atau utama dalam suatu jalannya upacara protokoler, yaitu bangunan Bangsal Kencana sebagai Singgasana Sultan dan tempat duduk para tamu. Bangunan keperluan upacara protokoler tersebut sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII, dan hanya beberapa yang sudah ada sejak masa sebelumnya. Bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan HB-VIII tersebut, diantaranya adalah Bangsal Mandalasana, sebagai bangunan untuk tempat pertunju_kan musik-musik barat di Keraton Yogyakarta. Bangunan Bang-sal Mandalasana ini memiliki beberapa kekhususan dan keisti_mewaan, karena bentuknya yang bukan merupakan bentuk bangu_nan tradisional Jawa, dan ornamen utamanya yang bergambar alat-alat musik barat yang menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertunjukan musik barat. Hal-hal mengenai arsitektur, ragam hias, dan terutama fungsi serta kaitannya terhadap aspek-aspek politik, dan sosial-budaya Keraton Yogyakarta inilah yang akan dibahas dalam suatu hasil penelitian dalam karya tulis ini."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aniesa N. Rachmadi
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebudayaan Jawa tidak terlepas dari kansep kosmologi dan kepercayaan pada kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat falsafah dan pandangan hidup Jawa yang menempatkan alam nyata berdampingan dengan alam gaib. Pada tulisan ini saya mencaba menganalisis nilai­ nilai yang ditimbulkan dari kaitan antara konsep arsitektur dalam tata letak bangunan dan tata ruang luar di Keraton Yogyakarta dangan kebudayaan Jawa yang dipangaruhi oleh pandangan hidup Jawa yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Adanya nilai-nilai daa makna simbolik membuat karya arsitektur menjadi lebih menarik dan mempunyai nilai tambah, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat tempat karya arsitektur itu diwujudkan. Latar belakang kebudayaan dan adat istiadat akan mempengaruhi cara menata dan mempersepsikan suatu ruang luar."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Athoillah
"Kehadiran orang orang Arab di Jawa dalam beberapa kajian disebutkan mulai terlihat pada abad XVIII sampai awal abad XIX. Sejak berdirinya Keraton Yogyakarta pada tahun 1755, beberapa orang Arab dari kalangan sayid Hadrami telah menjadi bagian dari keluarga Sultan Yogyakarta sebagai bukti hadirnya peran mereka di Keraton Yogyakarta pada abad XIX. Kajian ini membahas tentang proses dan bentuk patronase politik yang terjadi di antara kalangan Arab dengan keluarga bangsawan Jawa di Keraton Yogyakarta, khususnya pada paruh pertama abad ke 19. Ditemukan beberapa hal penting bahwa pertukaran jasa dan aliansi pernikahan antara para sayid dengan putri bangsawan Yogyakarta telah menempatkan posisi sayid sebagai elit politik dan kuatnya legitimasi keagamaan pada bangsawan Keraton Yogyakarta. Selain itu, juga ditemukan beberapa kasus bahwa para kalangan Arab juga membangun patronase politik yang justru menjadi lawan bagi Keraton Yogyakarta."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2019
959 PATRA 20:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Houben, Vincent J.H.
Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003
959.82 HOU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>