Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Auliya Husni
"Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serat rayon terikat silang
yang memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dan basa dengan gugus
fungsional Akrilamida (AAm) dan Glisidil Metakrilat-Asam Iminodiasetat
(GMA-IDA). Percobaan ini menggunakan teknik ozonasi dalam udara untuk menghasilkan gugus peroksida dan hidroperoksida yang dapat menginisiasi reaksi kopolimerisasi cangkok. Serat rayon terozonasi dicangkok dengan agen pengikat silang N,N?-Metilendiakrilamida (NBA) dalam media gas N2 dengan berbagai variasi laju alir ozon, lama ozonasi, konsentrasi monomer, dan suhu reaksi untuk mengetahui kondisi optimal pencangkokkan NBA pada serat selulosa. Serat yang telah terikat silang melalui pencangkokkan NBA kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Ozonasi selanjutnya pada serat yang telah terikat silang digunakan untuk mencangkokkan monomer. Pada pencangkokkan monomer AAm, didapatkan bahwa lama ozonasi pada pencangkokkan NBA untuk menghasilkan serat terikat silang,
berpengaruh pada kadar pencangkokkan AAm. Makin lama ozonasi untuk NBA, maka kadar pencangkokkan AAm menjadi berkurang. Pada
pencangkokkan GMA, didapatkan bahwa konsentrasi optimum GMA yang bisa tercangkok pada serat terikat silang adalah sebesar 30% GMA dengan suhu 60°C. Selanjutnya GMA yang sudah tercangkok pada serat terikat silang direaksikan dengan IDA menghasilkan R-co-NBA-g-(GMA-IDA). Spektrum FT-IR menunjukkan telah tercangkoknya monomer-monomer pada serat melalui pengamatan gugus fungsi yang ada.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30492
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie Hapsari
"Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan salah satu tanaman yang dianggap sebagai gulma yang dapat merusak ekosistem. Untuk mengurangi efek negatif dan meningkatkan nilai tambah dari eceng gondok, tanaman ini digunakan sebagai salah satu sumber alternatif dalam pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Proses pembuatan CMC meliputi beberapa tahapan yang dilakukan secara berurutan, yaitu alkalisasi, karboksimetilasi, netralisasi, purifikasi dan pengeringan. Dua tahap pertama dilakukan dengan mereaksikan serat selulosa eceng gondok yang telah diisolasi sebelumnya dengan NaOH dan ClCH2COOH dalam suatu media reaksi.
Pada penelitian ini digunakan campuran pelarut isobutil-isopropil alkohol. Kemudian, proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan asam asetat, purifikasi dengan ethanol 96%, dan pengeringan dilakukan dengan memanaskan dalam oven pada suhu 60°C. Variasi variabel yang dilakukan pada penelitian ini, diantaranya konsentrasi NaOH sebesar 5%, 10%, 20%, 30% dan 35%, serta perbandingan komposisi media reaksi isobutil-isopropil alkohol sebesar 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, dan 80 ml:20 ml.
Suhu reaksi karboksimetilasi yang ditetapkan ialah sebesar 55°C. CMC yang dihasilkan dikarakterisasi dengan pengukuran nilai Derajat Subtitusi (DS), kemurnian serta analisis gugus fungsional dengan menggunakan FTIR. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan CMC dengan nilai DS tertinggi sebesar 2,33 ada pada kondisi komposisi campuran isobutil-isopropil alkohol 20 ml:80 ml dan konsentrasi NaOH 10% serta rendemen 138,37%, dan kemurnian 94,02%.

Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is a plant that is considered as a weed that can damage ecosystems. In order to reduce the negative effects and to increase the added value of water hyacinth, this plant is used as one of the alternative sources in producing carboxymethyl cellulose (CMC) as it has fairly high cellulose content. CMC producing process includes several stages that are performed sequentially, i.e. alkalization, carboxymethylation, neutralization, purification and drying. The first two stages performed by reacting cellulose fibers that has been previously isolated by NaOH and sodium monochloroacetate (ClCH2COONa) in a solvent medium.
This research uses a mixture of isobutyl-isopropyl alcohol as solvent. Then, the neutralization process is done by using acetic acid, purified with 96% ethanol, and drying stage is done by heating in an oven at a temperature of 60°C. Variations variables in this research, including NaOH concentration of 5%, 10%, 20%, 30% and 35%, and the ratio of composition-isobutyl isopropyl alcohol solvent at 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, and 80 ml:20 ml.
Carboxymethylation reaction temperature is set at 55°C. CMC produced are characterized by measuring the value of (Degree of Substituion) DS, purity and functional group analysis using FTIR. Based on the results, the CMC with the highest DS value of 2.33 is at the condition of mixed composition isobutylisopropyl alcohol 20 ml: 80 ml and the concentration of NaOH 10%, yield of 138.37%, and purity of 94,02%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
"Bakteri Acetobacter.xylinum merupakan bakteri Gram negatif yang mampu menghasilkan senyawa selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan layak untuk dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya.
Selulosa bakteri diperoleh dengan cara memfermentasikan substrat cair yang mengandung gula dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Di negara asalnya, Filipina, fermentasi tersebut menggunakan limbah cair air kelapa dan dikenal sebagai produk nata de coco. Produk inipun dikenal di Indonesia dengan nama dagang sari kelapa.
Selain dikenal sebagai produk makanan seperti tersebut di atas, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pemanfaatan selulosa bakteri tersebut antara lain dalam bidang industri pembuatan kertas, membran akustik, obat-obatan, kosmetik dan produk makanan (Steinkraus 1983; Sudirjo 1985; Sanchez & Yoshida 1998).
Di Indonesia, produk makanan sari kelapa sudah cukup dikenal, terutama di kota-kota besar. Pembuatan produk tersebut, sebagian besar dilakukan secara industri skala rumah tangga, walaupun beberapa pabrik skala besar juga memproduksi sari kelapa. Pada umumnya, para pembuat sari kelapa kurang atau tidak melakukan proses produksi secara steril. Kendala yang muncul adalah, sering kualitas produk yang dihasilkan menurun atau bahkan kegagalan pada produksi. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat kontaminasi dari bibit yang digunakan. Oleh karenanya, isolasi dan pemurnian bakteri A. xylinum yang digunakan dalam industri lokal tersebut merupakan hal yang utama.
Pemanfaatan bakterial selulosa bagi berbagai bidang industri membutuhkan kualitas produk yang stabil. Salah satu kendala yang juga akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah bagi substrat fermentasi adalah kualitas substrat yang dapat sangat bervariasi. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan media fermentasi buatan yang komposisi dapat diatur dengan pasti."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Habibi
"Pregelatinisasi pati singkong (PPS) mempunyai kemampuan mengembang yang baik akan tetapi daya ikatnya rendah,sehingga menyebabkan tablet menjadi rapuh, khususnya pada tablet cepat hancur. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diantaranya adalah melalui modifikasi PPS dengan metode koproses. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat koprosesdari (PPS) dengan hidroksi propil metil selulosa(HPMC) yang selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur.
Pada penelitian ini eksipien koproses dibuat dengan menggabungkan suspensi PPS dalam air dengan suspensi HPMC dalam air pada perbandingan 6:1, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. Terhadap eksipien yang dihasilkan dilakukan evaluasi, selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur. Proses pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Tablet cepat hancur dibuat 4 formula (formula ABCD), tablet yang dihasilkan dievaluasi sifat fisiknya yang meliputi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan, waktu hancur sesuai dengan persyaratantablet cepat hancur yang baik.
Hasil evaluasi tablet yang dihasilkan menunjukkan hanya formula D yang dapat hancur sesuai dengan ketentuan Farmakope Eropa yaitu kurang dari 3 menit (88,16 ±10,61 detik), serta memiliki karakteristik sebagai berikut; kekerasan 1,73 kp ± 0,32, keregasan 0,69 ± 003,waktu pembasahan 142,66 ± 8,02 detik. Dapat disimpulkan bahwa hanya formula D memenuhi persyaratan tablet cepat hancur,baik sifat fisik maupun waktu hancur tablet.

Pragelatinized cassava starch (PCS) has a good ability to swelled but low binding capacity in tablet formulation, that causing the tablet to become brittle, especially in fast disintegrating tablets. To overcome the lack of them is through the modification of the PCS with the coprocess method. The purpose of this research was to create coprocess excipient from PCS with hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC), then it was used in fast disintegrating tablets formulations by wet granulation method.
In this study an excipient coprocess was made by combining of PPS suspension in water with of HPMC suspension in water at a ratio of 6: 1, then dried with drum dryer. The excipient product was characterized of physical properties. After that, it used in fast disintegrating tablets formulations. The process of making the tablets was by wet granulation method in 4 formula (ABCD formula). The fast disintegrating tablets product was evaluated physical properties which include hardness, friability, wetting time, disintegrating time, in accordance with the requirements of a good fast disintegrating tablets.
The results of the evaluation of the resulting tablets indicate only formula D that can be disintegrated in accordance with the European Pharmacopoeia, which is less than 3 minutes (88,16 ± 10,61second), beside that another properties were; hardness 1.73 ± 0.32 kp, friability ± 0.69 003, wetting time 142,66 ± 8.02 seconds. The conclusion is formula D eligible as fast disintegrating tablets, not only physical properties but also disintegrating time.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggunaan alkohol di seluruh dunia tiap tahun semakin meningkat dimana salah satu kebutuhannya sebagai altematif energi semakin menggantikan posisi bahan bakar fosil yang kian berkurang. Seiring semakin menipisnya persediaan bahan bakar fosil maka setiap negara berlomba untuk mencari bahan baku serta proses altematif yang prospektif untuk dikembangkan serta dikomersilkan. Selama ini bahan altematif itu merupakan bahan organik yang diperoleh dari alam seperti starch jagung, ampas tebu, kayu, kertas dan juga kulit pisang.[1] Komponen bahan utama yang dibutuhkan adalah selulosa, karbohidrat (pati), lignin, hemiselulosa, dan rantai gula panjang Iainnya yang potensial untuk dikonversi menjadi etanol.
Penelitian ini akan bertujuan untuk melakukan perancangan awal produksi etanol dari bahan baku kulit pisang kepok dengan mengunakan metode hidrolisis dengan mengunakan asam, membahas sedikit tentang jenis pisang kepok yang baik, serta mengetahui kondisi operasi optimal fementasi. Asam yang digunakan adalah asam HCI 10% untuk mengubah pati menjadi gula yang diberi sebanyak dua kali berat sampel. Kemudian dilanjutkan tahap fermentasi dengan menggunakan ragi Sacharromyces cereviceae sebagai penghasil enzim untuk mengkonversi gula menjadi etanol. Variasi yang dilakukan adalah variasi jumlah ragi sebanyak 1,5 g dan 3 g per 50 ml sampel serta variasi Iamanya ferrnentasi antara 3 hingga 10 hari. Setealah dilakukan penyaringan, kadar alkohol dianalisa dengan menggunakan Gas Chromatography.
Dari variasi yang dilakukan diperoleh kadar alkohol tertinggi 14,7 % pada jumlah ragi 3 g per 50 ml sampel selama 6 hari fermentasi. Untuk ragi sebanyak 1, 5 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan polinomial : Y=Y=0,0548X4-1,0867X3-11,029X R2=0,9286 Dan untuk ragi sebanyak 3 g per 50 ml sampel pisang kuning diperoleh persamaan : Y=-0,0686X5+2,3212X4-20,983X3+182,92X2-521,91X+561,81 R2=0,9712 Dengan Y=kadar alkohol dan X=waktu (hari) dengan rentang 3-10 hari."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lu'lu Mubarokah
"enelitian ini bertujuan untuk mencari pelarut yang sesuai untuk
pencangkokkan Glisidil metakrilat (GMA) pada serat rayon terikat silang N,N’-
metilendiakrilamida (NBA) melalui teknik ozonasi dalam udara, yang memiliki
karakter sebagai matriks penukar ion yang tahan ternadap kondisi asam dan
basa. Gugus peroksida dan nidroperoksida dibentuk terlebih dahulu pada
permukaan serat rayon melalui ozonasi. Selanjutnya, serat rayon di ikat
silang dengan pengikat silang NBA dalam media gas N2 pada berbagai
konsentrasi monomer, waktu ozonasi dan suhu reaksi. Serat yang telah
terikat silang ini kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Untuk
penoangkokkan GMA dilakukan ozonasi kembali pada serat terikat silang
selama 4 jam. Penoangkokkan GMA dilakukan pada beberapa pelarut
(metanol, metanol:air (4:6), etanol, aseton, n-neksan, N-metnyl-2-pirolidon,
dan 1,4-dioksan) Selanjutnya dengan menggunakan pelarut metanol dan
campuran metanol:air (416) dipelajari pengaruh konsentrasi, suhu dan waktu
pencangkokkan. Kemudian pada GMA tercangkok dilakukan modifikasi
dengan cara mereaksikannya dengan asam iminodiasetat (IDA) untuk
menghasilkan serat rayon-g-(GMA-IDA). Karakterisasi dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer FTIR, derajat pengembangan (% swelling)
dan penentuan kapasitas pertukaran ionnya. Ketahanan serat rayon
ternadap asam dan basa diperoleh pada ikat silang NBA dengan konsentrasi 5%, lame ozonasi 4 jam dan suhu reaksi 8O°C_ Kadar pencangkokkan (%G)
GMA tertinggi sebesar 56,6O%; 56,18%; dan 57,42% diperoleh dari hasil
pencangkokkan GMA 20% (%v/v), suhu reaksi 60°C dalam pelarut metanol,
metanol:air (416) dan 1,4-dioksan, waktu kopolimerisasi 2 jam. Hasil reaksi
GMA dengan IDA menghasilkan perbandingan mol 1:1. Pengamatan data
spektrum FTIR menunjukkan telah terjadi ikat silang NBA dan modifikasi
dengan GIVIA-IDA pada matriks serat rayon. Hasil uji pertukaran ion
diperoleh kapasitas pertukaran ion tertinggi sebesar 4,18 mek/g."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S30485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wuryanti
"Salah satu penerapan selulosa adalah untuk isolator kalor. Sudah banyak orang melakukan penelitian selulosa untuk isolator, karena merupakan issu populer penghematan energi dengan biaya penanganannya cukup murah. Untuk itu, peneliti membuat selulosa dari alang-alang jenis imperata cylindrica dengan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi berupa serat selulosa. Serat selulosa dibuat lembaran dengan menambahkan Na-CMC (Sodium Carboksil Metyl Cellulose) sebesar 3,5%. Pembuatan lembaran dengan cara, serat diblender selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit kemudian masing-masing dimasukkan kedalam oven pada suhu 40oC selama 36 jam. Selanjutnya, pembuatan komposit menggunakan cold-press. Pengujian dilakukan terhadap tujuh parameter yakni massa jenis, kapasitas panas, konduktivitas panas, morphologi, TGA, FTIR dan sifat-sifat mekanik yang diuji menggunakan piknometer, DSC Jade Perkin Elmer, Joulemetter, SEM, TGA Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR Alpha Bruker, dan UTM Model UCT-5T. Hasil pengujian diperoleh massa jenis minimal 109 kg/m3 dan maksimal 455,5 kg/m3; kapasitas panas minimal 0,304 kJ/kg K dan maksimal 0.945 kJ/kg K; konduktivitas panas minimal 0,074 W/m K dan maksimal 0,153 W/m K; morfologi diperoleh hasil material yang hampir homogen; ketahanan panas minimal 195oC dan maksimal 246oC, hasil dari spektrofotometer terjadi ikatan; kekuatan tarik rata-rata minimal 9,1 MPa dan maksimal 14,2 Mpa; kekuatan tarik spesifik minimal 0,002 MPa/(kg/m3) dan maksimal 0,013 MPa/(kg/m3).

One application of cellulose is for isolator of heat. Many researche on cellulose for isolator have been conducted due to a popular issue of energy saving with its fairly cheap treatment cost. Cellulose is produced from imperata cylindrica reed by an extraction process. The results of extraction were in a form of cellulose fibers. The cellulose fibers were made to form of sheets by adding 3.5 % Na-CMC (Sodium Carboxyl Methyl Cellulose). The sheets are produced by blending fibers for 30, 45, and 60 minutes and then put it into the oven with temperature of 40oC for 36 hours. Tests were conducted for seven parameters, namely, density, heat capacity, thermal conductivity, morphology, TGA, FTIR and Mechanical properties were evaluated by picnometer, DSC, Joulemetter, SEM, TGA from Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR from Alpha Bruker, UCT-5T Model UTM. The test showed : minimal and maximal of densities were 109 kg/m3 and 455.5 kg/m3, respectively; minimal and maximal of heat capacity were 0,304 kJ/kg K and 0.945 kJ/kg K; minimal and maximal of thermal conductivity were 0,074 W/m K and 0,153 W/m K; morphology produce material nearly homogeneous, minimal and maximal of degradation temperature were 195oC and 246oC; result from spectrophotometer was occur a bond; minimal and maximal tensile strength were 9.1 MPa dan 14.2 MPa, respectively; and minimal and maximal specific tensile strength were 0.002 MPa/(kg/m3) and 0.013 MPa/(kg/m3).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D1866
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizky Dirga Harya Putera
"ABSTRAK
Eceng gondok tergolong serat alam yang keberadaannya melimpah di Indonesia. Serat alam ini tersusun atas serat selulosa yang merupakan komponen struktural utama dinding sel tanaman hijau. Untuk mendapatkan serat selulosa dari eceng gondok, dilakukan beberapa perlakuan. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan pengekstrakkan serat selulosa secara kimiawi, antara lain proses dewaxing, penghilangan hemiselulosa, delignifikasi, tahap pendapatan selulosa murni, dan tahap pengeringan. Digunakan variasi pelarut, yakni Sodium Chlorite (NaClO2), Hydrocloric Acid (HCl), dan Hydrogen Peroxide (H2O2), yang bertujuan untuk mengetahui pelarut mana yang paling efektif dalam pengekstraksian serat selulosa tanaman eceng gondok. Didapatkan pada penelitian ini bahwa, pelarut NaClO2 dinilai paling efektif untuk ekstraksi serat selulosa. Hal ini berdasarkan dari gugus fungsi serat yang terbentuk pada analisis FTIR (Fourier Transform Infrared), karakteristik termal yang didapat dari analisis TGA (Thermogravimetric Analysis), dan dari kandungan hemiselulosa yang paling sedikit dibandingkan dengan pelarut lainnya dari analisis HPLC (High Pressure Liquid Chromatography).

ABSTRACT
Water hyacinth, classified as a natural fibres that is abundance in Indonesia. This natural fibre consists of cellulose fibres which is the main structural component of cell wall of green plant. To obtain cellulose fibers, chemical treatment such as dewaxing, removal of hemicelluloce component, delignification, until drying process of cellulose fibre have been made in this research. Variation of solvent is used, Sodium Chlorite (NaClO2), Hydrogen Peroxide (H2O2), and Hydrocloric Acid (HCl) Ammonia, with a purpose to determine which are the most effective solvent in this extraction. From this study, we obtained that the most effective solvent in the extraction of cellulose fibre from water hyacinth plant is NaClO2 solution. It is based on the functional group formed on the analysis of FTIR (Fourier Transform Infrared), thermal characteristic obtained from thermagravimetric analysis, and content of hemicellulose from high pressure liquid chromatography analysis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia L. Radiman
"Dalam penelitian ini telah dibuat membran selulosa asetat dengan teknik inversi fasa yang menggunakan 10 % (b/b) selulosa asetat, 10 % (b/b) formamida dan 80 % (b/b) aseton. Larutan cetak dikoagulasi dalam air atau 2-propanol pada berbagai temperatur antara 5 dan 25 oC. Membran yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menentukan fluks air dan rejeksi terhadap larutan dekstran dengan berbagai massa molekul, sedangkan morfologi membran diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran yang dikoagulasi oleh 2-propanol lebih rapat dibandingkan dengan membran yang dikoagulasi dalam air, sehingga rejeksi terhadap dekstran meningkat dan fluks air menurun. Koagulasi pada temperatur yang lebih rendah menurunkan kecepatan difusi antara pelarut dan non-pelarut yang mengakibatkan terbentuknya struktur membran yang lebih rapat.

Effects of type and temperature of coagulant on the morphology and characteristics of cellulose acetate membranes. Cellulose acetate membranes have been made in this work by phase inversion method using 10 wt. % of cellulose acetate, 10 wt. % of formamide and 80 wt. % of acetone. The dope was coagulated in water or 2-propanol at varied temperature ranging between 5 and 25 oC. The characteristics of the obtained membranes were measured by their water flux and rejection towards dextrans with varied molecular mass, while membrane morphology was observed by Scanning Electron Microscope (SEM).
The results showed that membranes coagulated in 2-propanol was denser than the ones coagulated in water resulting in higher rejection of dextrans and lower water permeability. Coagulation in lower temperatures decreased the diffusion rate between solvent and non-solvent and the membrane structure was less porous."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>