Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arum Setyowati
"Pada penelitian ini dilakukan perancangan konfigurasi perangkat optik untuk mengukur kandungan kadar air pada serbuk teh hijau. Konfigurasi perangkat tersebut bekerja dengan memanfaatkan fenomena reflektansi dan absorbansi, yang terdiri dari LED ( λ = 970 nm), wadah kaca, LED driver, pemisah berkas, dan fotodioda. Dari pengujian terhadap serbuk teh hijau diperoleh hubungan yang konsisten linier antara intensitas reflektansi pada rentang variasi kadar air 6% - 57 %, yaitu menurun seiring dengan peningkatan kadar air dengan gradien -18 x 10-3.

This preliminary research describe reflectance optical characterization results of four varieties of tea leaf, as a basis of optical device configuration designing to measure watercontent in green tea leaf. The device configuration works by utilizing reflectance andabsorbance phenomena, consisting of LED (λ = 970 nm), cuvette, LED driver, beam splitter and photodiode. From that results could be concluded that the range variances of water content 6% - 57%, of teas has consistent relationship with the output device. This relationship is showing trend of negative slope with gradien -18 x 10-3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26196
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Pramesti
"Pendahuluan : Disfungsi endotel merupakan awal timbutnya aterosklerosis yang pada kondisi lanjut akan menychabkan penyakit jantung koroner (PJK). Teh hijau dilaporkan mampu memperbaiki disfungsi endotel karena kandungan katekin yang ada di dalamnya. Penelitian menunjukkan teh hijau mampu meningkatkan produksi prostasiklin pada kultur sel aorta babi.
Tujuan penelitian : Untuk mcmbuktikan hahwa pemberian teh hijau sekali minum dapat memberi efek terhadap peningkatan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolic prostasiklin dan penurunan kadar tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 pada penderita PJK.
Metode : Penelitian dilakukan pada 25 penderita yang terhukti PJK dari pemeriksaan angiografi koroner. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 mendapat teh hijau terlebih dahulu dan Kelompok l1 mendapat plasebolair putih terlebih dahulu. Setelah masa wash-Put selama 1 minggu, dilakukan cross-over. Dihitung kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolit prostasiklin don tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 sebelum dan sesudah pemberian teh hijau dan plasebo. Dllakukan pemeriksaan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a dan tromboksan B2 pada 20 orang sehat usia 18-25 tabula sebagai acuan nilai normal.
Hasil : Didapatkan peningkatan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a yang bermakna pada kedua kelompok. Pada kelompok I sebeiuni pemberian tab hijau kadar 6-ketoprostaglandin Fl -a 5.126 (2.808-6.237) menjadi 6.575 (4.788-7.638) ng/ml (p= 0.012). Pada kelompok plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.328). Pada kelompok II kadar 6-ketoprostaglandin Fl-ct sebelum teh hijau 6.044 (2.804-11.693) menjadi 7.212 (4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). Pada plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.325). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 tidak didapatkan penurunan yang bermakna balk pada kelompok I maupun pada kelompok II. Pada kelompok I sebelum pemberian teh hijau 0.472 (0.122-0.630) menjadi 0.092 (0.056-0.135) ng/ml (p= 0.68). Pada kelompok l1 sebelum pemberian teh hijau 0.1 11 (0.029-0.630) meningkat menjadi 0.660 (0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). Hadar 6-ketoprostaglandin F1-u pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding orang sehat (p<0.001). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding prang sehat (p<0.001)
Kesimpulan : pemberian teh hijau sekali minum mampu meningkatkan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a yang merupakan metabolit aktif prostasiklin pada penderita penyakit jantung koroner, akan tctapi tidak memberikan efek penurunan kadar tromboksan B2 yang merupakan metabolit aktiFdari tromboksan A2.

Introduction : Endothelial dysfunction is an early process of atherosclerosis that in long term will cause coronary artery disease. Green tea has been reported to improve endothelial function because of catechin substance in green tea. Study had showed that green tea could increase the prostacyclin production in bovine aorta cell culture.
Objective :To gain evidence that one time consuming of green tea may increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as a metabolite of prostacyclin and decrease thromboxane B2 production as a metabolite of thromboxane A2 in coronary artery disease patients.
Method : Study has been conducted to 25 patients proven to have coronary artery disease by coronary angiography. Sample was grouped into two groups. Groups I firstly receive green tea and Group II firstly receive placebo (mineral water). After washout period for one week, sample was being cross-overed. The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a as a metabolite of prostacyclin and thromboxane B2 as a metabolite of thromboxane A2 were measured before and after green tea and water consumption. We also measure the level of 6-ketoprostaglandin Fl -a and thromboxane B2 in 20 healthy persons aged 18 -25 years old as a normal value.
Result : There were significant increasing level of 6-ketoprostaglandin Fl-a of both groups. In Group I, the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 5.126(2.808-6.237) and raised up to 6.575(4.788-7.638) ng/ml(p= 0.012). Meanwhile in placebo group there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin Fl-a (p= 0.328). In group II the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 6.044(2.804-11.693) and raised up to 7.212(4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). As for placebo group, there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin F l -a (p= 0.325). Thromboxane B2 measurement result shows no significant decrease both in group I and group H. In group I, thromboxan B2 level before green tea consumption was 0.472(0.122-0.630) and raised up to 0.092(0.056-0_l35) ng/ml(p= 0.68). As for group H, thromboxane B2 level before green tea consumption was 0.111(0.029-0.630) and raised up to 0.660(0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a in coronary artery disease patients was significantly bellow healthy persons (p<0.001). The level of thromboxane B2 in coronary atery disease patients were also significantly bellows healthy persons (p<0.001).
Conclusion : One time green tea consumption can increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as an active metabolite of prostacyclin in coronary artery disease patients but does not decrease thromboxan B2 level, an active metabolite of thromboxan A2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Budiman
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian teh hijau terhadap kadar NOx serum postprandial setelah mengonsumsi makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Penelitian ini merupakan uji klinis alokasi acak, cross over, tersamar tunggal. Sebanyak 20 subyek mengikuti penelitian ini namun hanya 19 subyek yang mengikuti penelitian ini sampai selesai. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama adalah kelompok subyek yang mendapatkan teh hijau, sedangkan kelompok kedua mendapatkan air putih. Satu minggu kemudian, kepada kedua kelompok dilakukan cross over. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, asupan energi dan lemak, asupan nitrat anorganik, serta laboratorium. Rerata persentase asupan lemak terhadap energi total subyek penelitian adalah 32,46 ± 1,19% melebihi asupan lemak total yang dianjurkan. Asupan kolesterol subyek penelitian sebesar 224,53 (125,83‒495,27) mg/hari, masih dalam batas rekomendasi untuk orang dewasa. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada asupan nitrat anorganik selama masa run in dan wash out. Perubahan kadar NOx serum pada kelompok teh hijau dan air putih masing-masing adalah 3,90 (0,80‒11,60) μmol/L dan 3,13 ± 0,33 μmol/L. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar NOx serum pada kedua kelompok dan peningkatan kadar NOx serum pada kelompok teh hijau lebih besar walaupun perbedaan peningkatan ini tidak bermakna secara statistik (p= 0,27).

The aim of this study is to investigate the effect of green tea on postprandial serum NOx level after consumption of high fat meal in healthy young adults. This study was a randomized, cross over, single-blind clinical trial. Twenty subjects participated in the study but only 19 subjects completed this study. The subjects were divided into two groups, first was the group who took green tea and the second was the group who took water. After one week apart, both groups were cross over. The data collected in this study included demographic characteristic, antropometric,dietary assessment of energy and fat intake, inorganic nitrate intake, andlaboratory test. Percentage of energy from fat of the subjects averaged 32.46±1.19% which was above the recommended value. Cholesterol intake of the subjects was 224.53 (125.83‒495.27) mg/day which was below recommended value for adults. There was no statistically significant difference on inorganic nitrate intake during run in and wash out period. The changes of serum NOx level in green tea and water group were 3.90 (0.80‒11.60)μmol/L dan 3.13± 0.33 μmol/L respectively. Serum NOx level was increased in both groups compared to baseline but the increase was higher in green tea group; however, it was not statistically significant (p = 0.27)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trismiyanti
"Kadar trigliserida (TG) darah postprandial yang tinggi merupakan satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Minuman teh hijau dapat membantu menurunkan peningkatan kadar TG darah postprandial melalui penghambatan absorpsi lemak di lumen usus. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan perubahan kadar TG darah postprandial antara kelompok perlakuan (KP) yang mendapat makanan tinggi lemak dan 200 mL minuman teh hijau (7328,29 mg katekin) dibandingkan dengan kelompok kontrol (KK) yang mendapatkan makanan tinggi lemak dan air putih (0 mg katekin), merupakan uji klinis dengan desain paralel, alokasi acak, tersamar tunggal, dilakukan terhadap 40 orang mahasiswi sehat. Data yang diperoleh meliputi karakteristik subjek serta kadar trigliserida darah puasa, dua, dan empat jam postprandial.
Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan. Rerata usia subjek penelitian adalah 20 tahun dengan rerata IMT subjek termasuk kategori normal untuk Asia Pasifik. Kadar TG darah empat jam postprandial pada KP didapatkan lebih rendah (88,26 ± 23,47 mg/dL) secara signifikan (p = 0,03) dibandingkan KK (107,84 ± 30,49 mg/dL). Perubahan kadar TG darah empat jam postprandial kedua kelompok juga terdapat perbedaan bermakna (p = 0,02), pada KP 18,26 ±12,75 mg/dL sedangkan KK 33,05 ± 22,86 mg/dL. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa peningkatan kadar TG darah empat jam postprandial didapatkan lebih rendah pada subjek yang mengonsumsi minuman teh hijau dibandingkan air putih.

The elevated level of postprandial blood triglycerides (TG) may be a risk factor for cardiovascular disease. Green tea catechins is believed to lower the postprandial blood TG level by inhibiting intestinal absorption of dietary fat. The aim of this study was to evaluate the changes of two and four hours postprandial blood TG levels after given high fat meal with green tea beverage (738,29 mg catechins) compared with water (0 mg catechins) in healthy college student girls. This is a clinical trial with a parallel design, randomized allocation, single blind study conducted on 40 healthy college student girls. Data obtained include subject characteristics, blood TG levels, that were assessed before treatment, two and four hours after.
The statistical analyses used independent t-test. The mean age of study subject is 20 years with a mean BMI of subjects fall in to normal category for the Asia Pacific region. Consentrations of four hours postprandial blood TG in green tea group (treatment) is 88,26 ± 23,47 mg/dL and in water group (control) is 107,84 ±30,49 mg/dL. There is significantly different in both groups (p = 0,03). Changes of four hours postprandial blood TG in both groups is also significantly different (p = 0,02) which is in treatment group is 18,26 ±12,75 mg/dL and 33,05 ± 22,86 mg/dL in control group. This study suggests that the increase in blood TG levels obtained four hours postprandial were lower in subjects who consumed tea beverage than plain water.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frisca
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian teh putih dengan teh hijau pasca konsumsi makanan tinggi lemak terhadap perubahan kadar malondialdehida MDA plasma pada subjek hipertrigliseridemia borderline. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain cross over, alokasi acak, tersamar ganda. Subjek yang diteliti sebanyak 18 orang adalah subjek pekerja kantor dengan hipertrigliseridemia borderline berusia 20-55 tahun di tiga perusahaan di Jakarta. Intervensi yang diberikan berupa minuman dengan 7,5 gram teh putih dan 7,5 gram teh hijau, masing-masing dalam 200 ml air dengan suhu 95-100oC dan penyeduhan selama 10 menit. Minuman teh putih maupun teh hijau dikonsumsi setelah subjek mengonsumsi makanan tinggi lemak. Kadar MDA plasma diukur sebelum dan 4 jam setelah intervensi. Usia rata-rata subjek adalah 33,94 tahun dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan memiliki status gizi obesitas I. Proporsi asupan lemak harian subjek melebih batas jumlah konsumsi yang dianjurkan yaitu 34 . Asupan karotenoid, vitamin C dan vitamin E subjek lebih rendah dari jumlah yang direkomendasikan.Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan kadar MDA plasma 4 jam setelah konsumsi makanan tinggi lemak pada pemberian 7,5 gram teh putih dalam 200 mL air dibandingkan dengan pemberian teh hijau p=0,01 .

ABSTRACT
Abstract The objective of this study was to compare the effect of white tea to green tea after high fat food consumption on malondialdehyde MDA plasma level in borderline hypertriglyceridemia subjects. This is a randomized, experimental, cross over design with random allocation, double blind trial. There are 18 subjects consist of 14 male office workers ranging from 20 55 years old with borderline hypertriglyceridemia from three companies. Intervention is provided in the form of 7.5 grams green tea and 7.5 grams white tea each in 200 ml of water with a temperature of 95 100 C and brewed after 10 minutes. White tea and green tea were given after subjects consumed high fat food. Blood samples were collected pre meal and 4 hours post meal and assayed for MDA. The results showed that 10 out of 18 people were obese type I. The proportion of subjects daily fat intake were 34 which exceeds the limit of consumption recommended. On the contrary, the intake of carotenoids, vitamin C and vitamin E subjects are lower than the amount recommended. There were significant differences in the changes of MDA plasma level four hours after the consumption of high fat food in the supplementation of white tea compared to green tea p 0.01 . "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Firza Kumala
"Green tea ( Camellia sinensis ) merupakan suatu jenis minuman teh yang banyak dikonsumsi orang dalam kesehariannya. Green tea memiliki khasiat dalam menghambat kerja dari reseptor reseptor - reseptor trombosit khususnya reseptor TxA2 untuk proses aggregasi. Didalam kandungan green tea terdapat komposisi flavonoid sebanyak 300/0 yang ternYata memiliki khasiat. Sehingga dapat mencegah terjadinya komp1ikasi, yaitu penyakit pada system kardiovaskularmisalnya MCI, pengentalan pembuluh darah, dan stroke. Peningkatan aktifitas trombosit ini juga dipengaruhi oieh beberapa faktor kebiasaan seseorang> terutama merokok, dapat menyebabkan kompJikasi seperti tersebut diatas. Rokok mengandung nikotin yang dapat meningkatan k.atekolamin didalam darah sehingga dapat meningkatkan lipoJisis dan peningkatan sintesis asam arakidonat sampai ke pembentukkan TxA2 dan sebagai hasii metabolitnya berupa TxB2. Mengetahui peran pemberian ekstrak green tea ( camellia sinensis )terhadap kadar TxB2 urin pada perokok. Duapuluh empal orang laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok selama 2 tahun terakhir dengan jumlah konsumsi rokok antara 12- 24 batang tiap harinya.Total jumlah sampel di bagi 2 kelompok, yaitu kelompok l diberikan perlakuan konsumsi green tea sebanyak 3 x 20 gr tiap harinya seiama 7 hari, dan kefornpok II diberikan plasebo 3 x 2 gr tiap harinya selama 7 hari. Sebelum dan sesudah pemberian green tea dan plasebo sampel di periksa kadar TxB2 dalam urin yang sudah ditampung 24 jam sebeiumnya, pemeriksaan kadar TxB2 dalam urin yang sudah ditampung 24 jam sebelumnya, pemeriksaan kadar TxB2 ini menggunakan tehnik ELISA Green tea (camellia sinensis) yang di berikan kepada kadar TxB2 urin pada perokok.

Green tea which is commonly consumed by the people has been thought to have the activity to inhibit the thrombocyte receptors particularly TxA2 receptor. The green tea contains 30% of flavoring which may prevent people from cardiovascular diseases such as MCI or stroke. This can be valuable for smokers with increased Tx:A2 due to nicotine-indeuxed catecholamine release in the blood. To examine the effect of green tea extract on thromboxane B2 production in the urine of smokers. Twenty four men of 20- 32 years old who had smoking habit for the last 2 years with average of 12-24 cigarettes every day were divided into two groups; one group was given 20 gram of green tea three times daily for 7 days while another group was given placebo containing green tea essence oil only. The respondents were checked for their levels ofTxB2 in the urine which were collected for 24 hours using ELISA technique before and after the treatment. The green tea treated group receiving the tea extract 3 times daily for 7 days shows a decrease ofTxB2 in the urine as compared to the placebo group (p= 0.028). Green tea (camellia sinensis) decreases the level of urinary TxB2."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Endang Setionowaty
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
daun teh hijau (Camellia sinensis) berpotensi memiliki aktivitas anti bakteri,
Staphylococcus aureus dan staphylococcus epidermidis sedangkan pada
Propionibacterium acne tidak ada potensi. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh sediaan gel yang mengandung ekstrak etanol 70% teh hijau
(Camellia sinensis) yang mempunyai aktivitas antibakteri stabil dan aman.
Metode yang digunakan adalah Metode difusi cakram (Kirby-Bauer) ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya. Uji stabilitas fisik terhadap sediaan gel
dilakukan selama 12 minggu pada suhu yang berbeda dan uji keamanan kepada
sukarelawan digunakan metode single aplication closed patch epicutaneus test
under occlusion. Hasil uji aktivitas anti bakteri menunjukkan adanya zona hambat
pada Staphylococcus aureus dengan ketiga konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, hasilnya
(11mm,16mm,13mm), dan Stapylococcus epidermidis (2,5%, 5%, 10%) hasilnya
(7mm,11mm,12 mm) sedangkan pada P.acne tidak ada. Hasil uji stabilitas fisik
12 minggu menunjukkan ketiga konsentrasi sediaan gel adalah stabil dan hasil uji
keamanan memperlihatkan tidak ada iritasi yang diamati selama uji keamanan
pada penggunaan secara topikal.

Previous studies reported that green tea leaf (Camellia sinensis) was a
potential anti bacteria againts Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. The aim of the study was to formulate gel
containing 70% ethanol extract of green tea leaf (Camellia sinensis) that have anti
bacteria activity which physically stable and safe. The method we used is disk
diffusion (Kirby-Bauer) determined by diameter of inhibition zone. The bigger
diameter shows the more growth inhibition. Physical stability test was done
against gel formulation during 12 weeks at different temperatures and safety test
against volunteer was done using method of single aplication closed patch
epicutaneus test under occlusion. Result of bacteria activity test showed that there
were inhibition zone on Staphylococcus aureus. Three concentrations of 2,5%,
5%, 10% resulting inhibition diameter of 11 mm,16 mm and 13 mm respectively,
and Staphylococcus epidermidis resulting 2,5%, 5% and 10% inhibition diameter
of 7 mm,11 mm and 12 mm. On P.acne did not show any activity. Results of the
physical stability tests during 12 weeks showed that the three concentration of gel
formulations were stable and no iritation showed during safety test on topical use.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanetha Inees Merdekawati
"Daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze merupakan salah satu bahan alam yang mudah ditemukan dan memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. EGCG epigalokatekingalat merupakan senyawa dengan kandungan terbesar dari daun teh hijau yang memiliki aktifitas antioksidan yang sangat poten untuk tubuh, namun memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit yang rendah karena sifatnya yang sangat hidrofilik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau dengan memformulasikannya kedalam sebuah sistem pembawa obat etosom yang selanjutnya dimasukkan kedalam formulasi sediaan krim. Etosom di formulasikan dengan konsentrasi etanol yang berbeda yaitu dengan kadar 25 F1 ; 30 F2 ; dan 35 F3 . Selanjutnya, formula etosom dengan karakterisasi terbaik diformulasikan ke dalam sediaan krim. Krim ekstrak daun teh hijau tanpa etosom dibuat sebagai kontrol. Setelah itu, dilakukan uji penetrasi krim etosom dan krim ekstrak tanpa etosom menggunakan sel difusi Franz untuk melihat profil penetrasi dari sediaan tersebut.
Berdasarkan hasil karakterisasi yang didapatkan, F3 memiliki karakteristik terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Z-Average 73,01 nm; indeks polidispersitas 0,255; potensial zeta -47,77 3,93 mV, dan efisiensi penjerapan obat yang paling tinggi 49,46 0,62 . Krim etosom yang dihasilkan memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 905,75 49,47 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 10 jam sebesar 25,22 12,68 g.cm-2/jam serta pada fase 2 10 ndash; 24 jam sebesar 40,96 5,56 g.cm-2/jam sedangkan krim ekstrak tanpa etosom memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 413,92 52,83 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 12 jam sebesar 19,05 1,57 g.cm-2/jam serta pada fase 2 12 ndash; 24 jam sebesar 12,66 1,45 g.cm-2/jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim etosom mempunyai penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan krim ekstrak biasa dan etosom dapat meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau.

Green tea leaves Camellia sinensis L. Kuntze is one of the natural ingredients that are easy to find and have many benefits for health. EGCG epigallocathechin gallat is the largest content of green tea leaves that have a potent antioxidant activity for the body, but has a low penetration capability in the skin due to its very hydrophilic characteristic. This study aimed to increase the skin penetration of EGCG in greentea leaves extract by incorporate it into ethosomal system as vehicle and generally applied into cream preparations. Ethosomes were formulated with different ethanol concentration that are 25 F1 30 F2 And 35 F3 . After that, ethosom with the best characteristic is formulated into cream preparations. Extract cream non ethosom was made as control. Thereafter, penetration test was performed using Franz diffusion cells to see the penetration profile of ethosomal cream and extract cream non ethosom.
Based on the result, F3 had the best characteristic with spherical morphology, Z Average value at 73.01 nm polydispersity index at 0,255 zeta potential at 47.77 3.93 mV, and the highest percentage of drug entrapped efficiency 49.46 0.62 . Total cumulative amount of EGCG penetrated from ethosomal cream was 905.75 49.47 g cm2 with flux value on 1st phase 0 10 hours was 25,22 12,68 g.cm 2 hour and 2nd phase 10 24 hours was 40,96 5,56 g.cm 2 hours while total cumulative amount of EGCG penetrated from extract cream was 413.92 52,83 g cm2 with flux value on 1st phase 0 12 hours was 19,05 1,57 g.cm 2 hour and 2nd phase 12 24 hours was 12,66 1,45 g.cm 2 hours. Based on these result, can be concluded that the ethosomal cream had better penetration compared with the extract cream and ethosomal system could increase the skin penetration capability of EGCG in greentea leaf extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Desviyanti Ardi
"Transetosom merupakan salah satu sistem vesikular lipid yang dapat memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Penggunaan transetosom dapat diformulakan untuk menjerap zat aktif kimia maupun herbal, salah satunya yaitu katekin pada ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze . Pada penelitian ini, epigalokatekin galat EGCG digunakan sebagai penanda analisis karena merupakan komponen utama dari katekin yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi serta diketahui memiliki penetrasi dan absorbsi yang rendah melalui kulit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formula krim transetosom yang mampu meningkatkan penetrasi zat aktif dari ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Pada pembuatan transetosom, digunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula dengan variasi konsentrasi Span 80 dan etanol yang digunakan. Transetosom selajutnya dikarakterisasi morfologinya menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM , ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analizer PSA , dan dilakukan pengujian efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan transetosom F2 yang mengandung ekstrak daun teh hijau setara 3 EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 dan etanol 95 30 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, ukuran partikel 35,35 nm, indeks polidispersitas 0,319, potensial zeta -29,97 3,05 dan efisiensi penjerapan 45,26 8,15 . Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley sebagai membran. Krim transetosom memiliki fluks sebesar 60,56 4,52 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 23,13 1,38 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Krim non transetosom memiliki laju penetrasi sebesar 25,69 0,83 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 7,36 1,59 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a lipid vesicle system that can enhance drug rsquo s penetration through the skin. Transethosome can be used to entrap the chemical compound or natural ingredients, one of the natural ingredients is catechin from green tea leaves extract Camellia sinensis L. Kuntze . In this study, epigallocatechin gallate EGCG used as a marker analysis because EGCG is one of the most dominant catechin compounds that has potent antioxidant activity and also has a weak penetration and absorption through the skin. The aim of this study were to formulate transethosome cream that can increase the penetration of green tea leaves extract through the skin. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulation with variation concentration of Span 80 and ethanol. Transethosome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM , particle size, polidispersity index and zeta potential by Particle Size Analizer PSA , and entrapment efficiency.
The result showed transethosome F2 that contains green tea extract equal to 3 of EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 and ethanol 95 30 had the best characteristic, which had a spherical shape, particle size 35,35 nm, polidispersity index 0,319, zeta potential 29,97 3,05 mV and entrapment efficiency 45,26 8,15 . Penetration test of creams performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats as a membrane. Transethosome cream had a flux of 60,56 4,52 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 23,13 1,38 g.cm 2.hour 1 at the second phase. Non transethosome cream had a flux of 25,69 0,83 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 7,36 1,59 g.cm 2.hour 1 at the second phase. The conclusion is transethosome can increase green tea leaves extract penetration through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Harme
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat terutama yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat EGCG sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan krim transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit. Transfersom diformulasikan dengan varian konsentrasi dari fosfolipid dan surfaktan. Perbandingan antara fosfolipid dan surfaktan yang digunakan yaitu 95 :5 F1 ; 90 :10 F2 ; dan 85 :15 F3 , sementara konsentrasi EGCG yang digunakan tetap yaitu 3. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Karakterisasi transfersom meliputi morfologi bentuk vesikel menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM, distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analyzer PSA, dan efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, ukuran partikel 80,6 nm, indeks polidispersitas 0,214, potensial zeta -41,1 7,06 mV, dan efisiensi penjerapan 49,36 4,03. Selanjutnya, transfersom F1 diformulasikan ke dalam sediaan krim dan dibuat krim tanpa transfersom sebagai kontrol. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Sprague Dawley. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi pada krim transfersom sebesar 1003,61 157,93 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 48,57 12,65 ?g/cm2.jam dan fase 2 sebesar 27,76 1,87 ?g/cm2.jam sedangkan jumlah kumulatif EGCG pada krim non transfersom yaitu sebesar 400,09 47,53 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 22,89 1,76 ?g/cm2.jam dan fluks fase 2 sebesar 8,37 0,78 ?g/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredients for health and cosmetics is green tea leaves extract Camellia sinesis L Kuntze that contained catechin as a potential antioxidant. Epigallocatechin gallate EGCG as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilicity so that it is difficult to penetrate through the skin. The aims of this study was to produce transfersomal cream with good characteristics that increases penetration through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations of phospholipid and surfactant. The concentration used between phospholipid and surfactant were 95 5 F1 90 10 F2 dan 85 15 F3, while the EGCG concentration used was constant at 3. The Transfersome were made by thin layer hydration method. Transfersome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM, particle size, polidispersity index and zeta potential using Particle Size Analyzer PSA, and entrapment efficiency.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, particle size 80.6 nm, polidispersity index 0.214, zeta potential 41.1 7.06 mV, and entrapment efficiency 49.36 4.03 . Furthermore, transfersome were formulated into a cream and a cream without transfersome as a control. Both creams were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom cream was 1003.61 157.93 g cm2 and fluxs at the first phase was 48,57 12,65 g cm2.hour and at the second phase was 27,76 1,87 g cm2.hour. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non transfersom cream was 22,89 1,76 g cm2 and fluxs at the first phase was 16.84 1.79 g cm2.hour and at the second phase was 8,37 0,78 g cm2.hour. Based on these result it can be concluded that transfersome green tea leaves extract cream can increase penetration EGCG through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>