Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Budi Andhini
"Tesis ini membahas analisis strategi kebijakan bidang telekomunikasi sebagai masukan dalam rangka penyusunan Rencana pembangunan jangka menengah nasional II 2010-2014 bidang komunikasi dan informatika. Lingkup penelitian menitikberatkan pada regulasi dan infrastruktur telekomunikasi nasional. Penelitian ini adalah menggunakan studi literature dari berbagai sumber, seperti presentasi para narasumber ahli dari pemerintah, Undang-undang terkait maupun bahan bacaan lainnya dari buku dan website, dengan menggunakan model analisis dari teori Fred R. Davis tentang perencanaan strategi. Hasil penelitian ini adalah berupa sasaran jangka panjang sebagai program dan kegiatan yang juga memuat target/sasaran setiap tahun maupun analisis strategi dengan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.

The focus of this research is telecommunication policy for designing Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional II 2010-2014 in ICT sector. The scope of this study are regulation and national telecommunication infrastructure. This research use literature study from many sources, such as presentation from regulator, the law which related with this study and also other sources from book, magazine and website, that using analyze model from Fred R. Davis theory about strategy planning. The result of this study is vision and mission of strategy planning for national telecommunication, long term objectives as program and activity which include target/objectives every year from 2010-2014 and also strategy analyze that attend many factors like strengths, weaknesses, opportunity and threats."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T 26199
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Trini Indrati Tamara
"Tesis ini membahas pengaruh infrastruktur telekomunikasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2000 ? 2009 melalui pertumbuhan teledensitas telekomunikasi di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan data sekunder yang didukung beberapa data primer. Hasil penelitian menyarankan agar pengembangan peningkatan infrastruktur telekomunikasi dapat ditingkatkan secara tepat sasaran dan diimbangi dengan pengembangan kualitas SDM melalui literasi masyarakat Indonesia terhadap pemanfaatan telekomunikasi. Selain itu peran infrastruktur telekomunikasi juga perlu lebih dioptimalkan penggunaannya agar dapat lebih mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor, baik primer, sekunder, maupun tersier. Pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi bagi kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan lebih meningkatkan pengaruh infrastruktur telekomunikasi terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dibandingkan hanya dipergunakan hanya untuk kebutuhan berkomunikasi saja.

In this research focus on The Influence of Telecommunication Infrastructure towards Economic Growth in Indonesia on 2000 - 2009 melalui pertumbuhan teledencity of Indonesia?s Telecommunication. This is a quantitative research with secunder data and supported by primer data. The results suggest that telecommunication infrastructure in Indonesia should be increase effectively and followed by Human Resources Development with increasing the telecommunication literacy of the citizen. The role of telecommunication infrastructure should be used optimally in every economic sector, including : primer,secunder, and tersier.Telecommunication infrastructure utilization fore conomic activity in every economic sector will give more influence for the economic growth compare with the utilization is only for communication purpose."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T28340
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nur Yulia
"Perkembangan transportasi di Jakarta semakin semarak dengan hadirnya Commuter Line (KRL), Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT). Kereta modern memiliki fitur-fitur yang lebih canggih dibandingkan dengan kereta konvensional, yaitu penggunaan teknologi yang didukung oleh sistem yang terintegrasi antar komponennya. Dengan perkembangan teknologi tersebut maka sumber daya manusia yang dibutuhkan diharapkan dapat mengembangkan teknologi, mengoperasikan, serta mencari solusi dari permasalahan yang akan ditemui dalam teknologi yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis konsep standar kompetensi sumber daya manusia pada bidang telekomunikasi dan infrastruktur perkeretaapian sesuai dengan regulasi saat ini; (2) menganalisis kebutuhan standar kompetensi sumber daya manusia pada bidang telekomunikasi dan infrastruktur kereta modern dan (3) menganalisis kesiapan regulator kereta modern terhadap standar kompetensi baru sumber daya manusia bidang telekomunikasi dan infrastruktur. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis gap, pendekatan Work Breakdown Structure (WBS), dan analisis SWOT. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) standar kompetensi sumber daya manusia perkeretaapian bidang telekomunikasi dan infrastruktur sudah sesuai dengan regulasi saat ini; (2) kebutuhan standar kompetensi sumber daya manusia bidang telekomunikasi dan infrastruktur perkeretaapian modern yang terdiri dari 3 (tiga) fungsi utama dengan penambahan setiap kompetensinya yang mencakup aspek keselamatan, aspek teknologi informasi dan komunikasi, aspek sistem yang terintegrasi, dan aspek budaya kerja dan (3) Kementerian Perhubungan dalam menyiapkan sumber daya manusia perkeretaapian modern bidang telekomunikasi dan infrastruktur masih berada pada posisi situasi bahwa memiliki kekuatan serta beberapa kelemahan dari pihak internal (diklat dan regulator) serta memiliki peluang dari pihak eksternal (operator kereta modern, lembaga swasta, kementerian lainnya dan industri). Peluang terbesar adalah adanya kebutuhan yang tinggi dari pihak industri maupun operator terhadap SDM tersertifikasi. Terdapat strategi dalam penyiapan sumber daya manusia perkeretaapian modern bidang telekomunikasi dan infrastruktur, di antaranya adalah: (1) meningkatkan anggaran diklat; (2) meningkatkan jumlah dan kompetensi tenaga diklat; (3) penyusunan kurikulum diklat perkeretaapian modern; (4) pelaksanaan diklat fungsional; (5) pembinaan terstruktur terhadap jabatan fungsional; (6) menyusun road map dan (7) percepatan penyusunan SKKNI.

The development of transportation in Jakarta is increasingly lively with the presence of the Commuter Line (KRL), Mass Rapid Transit (MRT) and Light Rail Transit (LRT). Modern trains have more sophisticated features than conventional trains, namely the use of technology that is supported by an integrated system between its components. With these technological developments, the human resources needed are expected to be able to develop technology, operate, and find solutions to problems that will be encountered in existing technology. The objectives of this study are: (1) to analyze the concept of standards competency of human resources in telecommunications and infrastructure modern railways by current regulations; (2) to analyze the need for competency standards of human resources in telecommunications and infrastructure modern railways and (3) analyze the readiness of modern railways regulators to the new standards competency of human resources in telecommunications and infrastructure. The research methods used include gap analysis, Work Breakdown Structure (WBS), and SWOT analysis. The results of this study are: (1) standards competency of human resources modern railway in telecommunications and infrastructure are by current regulations; (2) the need for competency standards for human resources in telecommunications and infrastructure modern railway which consists of 3 (three) main functions with the addition of each competency which includes safety aspects, information and communication technology aspects, integrated system aspects, and work culture aspects and (3) The Ministry of Transportation in preparing human resources for modern railways in telecommunications and infrastructure is still in a situation where it has strengths and weaknesses from internal parties (diklat and regulator) and has opportunities from external parties (modern train operators, private institutions, other ministries and industry). The biggest opportunity is the high demand from the industry and operators for certified human resources. There are strategies for preparing human resources for modern railways in the field of telecommunications and infrastructure, including: (1) increasing the education and training budget; (2) increasing the number and competence of training personnel; (3) preparation of the modern train training curriculum; (4) implementation of functional training; (5) structured development of functional positions; (6) compiling a road map and (7) accelerating the preparation of the SKKNI."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jati Kusworo
"Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berlangsung dengan sangat cepat serta tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat untuk bertelepon sekaligus akses internet tanpa ketinggalan informasi memicu adanya konvergensi TIK. Meskipun konvergensi akan menimbulkan implikasi, namun kehadiran konvergensi tidak dapat ditolak dan memang harus diadopsi. Sebagaimana tertuang dalam arah pembangunan jangka panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025, pembangunan telematika diarahkan pada antisipasi implikasi dari konvergensinya TIK baik mengenai kelembagaannya maupun peraturannya. Dari sekian banyak implikasi konvergensinya TIK yang berkembang di Indonesia, satu diantaranya adalah penyelenggaraan TIK dimana perijinan/penyelenggaraan merupakan salah satu instrumen pengaturan yang penting. Dari aspek hukum, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang komprehensif yang mengatur keberadaan TIK serta mengendalikan penggunaan TIK sehingga perlu diatur/direncanakan suatu strategi kebijakan pemerintah di bidang penyelenggaraan telekomunikasi untuk mengantisipasi implikasi konvergensi TIK tersebut. Dengan menggunakan analisis SWOT dan benchmarking negara lain diperoleh strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki yaitu peran pemerintah yang direpresentasikan dalam sebuah kebijakan dan regulasi yang tepat. Strategi kebijakan pemerintah di bidang penyelenggaraan TIK untuk mengantisipasi implikasi dari konvergensinya TIK adalah menciptakan sebuah Undang-Undang yang bersifat konvergen yang mencakup struktur penyelenggaraan telekomunikasi menjadi 4 penyedia/penyelenggara yaitu : penyedia layanan jaringan, penyedia layanan konten, penyedia layanan aplikasi dan penyedia fasilitas jaringan. Agar dalam implementasi Undang-Undang yang bersifat konvergen dan aturan turunannya berjalan tanpa hambatan maka implementasinya dapat dilakukan secara bertahap. Migrasi menuju konvergensi melalui tahapan sebagai berikut : Tahap ke-1 : masih menggunakan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik beserta aturan turunannya, Tahap ke-2 : perubahan Undang-Undang terkait TIK yang ada ke satu Undang-Undang yang bersifat konvergen beserta aturan turunannya dan Tahap ke-3 : tahap implementasi Undang-Undang yang bersifat konvergen beserta aturan turunannya.

The development of information communication and technologies (ICTs) which grow rapidly and people needs for both of telephone service and internet access without any information missed triggering the ICT convergence. Although the convergence will lead to the implication, but the presence of convergence cannot be denied and must be adopted. As stated in the direction of long-term development of the National Long Term Development Plan of 2005-2025, directed the development of telematics in anticipation of the implications of ICT convergence both of the institutions and rules. Of the many implications of ICT convergence that developed in Indonesia, one of which is the implementation of ICT where licensing / operation is one of the important regulatory instruments. From the legal aspect, Indonesia does not have legislation governing the existence of a comprehensive ICT as well as controlling the use of ICT so that should be set / planned a strategy of government policy in the telecommunications sector to anticipate the implications of ICT convergence. With SWOT analysis and benchmarking from other countries it was obtained that using the strategy of strength that the role of government is represented in a policy and appropriate regulation. Government strategic policy in ICT sector to anticipate the convergenge implication is to create the new convergent Act which includes telecommunication services into 4 (four) providers consist of : network service providers, content service providers, application service providers and network facilities provider. In order for the implementation of the Act which is convergent and its derivatives rule goes without a hindrance, the implementation should be done gradually. Migration towards convergence through the following stages: Stage-1: still using Law No. 36 of 1999 on Telecommunications, Law No. 32 of 2002 on Broadcasting and Law No.11 of 2008 concerning Electronic Transactions and Information derivative rules, Stage-2: changes the Act relating to an existing ICT Act which is convergent and its derivatives rules and Stage-3: The implementation phase of the Act which is convergent and its derivatives rules."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29338
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"This research examines empirically the relationship among the social capital variable set, entrepreneurial orientation variable set, organizational resource variable set, and the impact of these three variable sets towards entrepreneurial performances. data is collected by web survey questionnaire sent to the entrpreneurs who own IT new ventures starting from 2000 onward. The sampling method used in this study is purposive sampling. The results obtained in this research indicate that there are significant relationships among social capital variable set, entrepreneurial orientation variable set, , and organizational resource variable from the entrepreneurial orientation variable set and human capital variable set, innovation variable from the entrepreneurial orientation variable from the social capital variable from the organizational resources variable set have significant impact towards the profit index and the growth index from the entrepreneurial performance variable set with a 5% level of significance. "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Divisi regional II (Divre II) Jakarta dan sekitarnya, merupakan wilayah PT. Telkom yang mempunyai kontribusi produksi pulsa pelanggan yang terbesar, jika dibandingkan dengan divisi regional yang lainnya. Divre II Jakarta dan sekitarnya adalah meliputi wilayah, DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang, Karawang dan Purwakarta (Jabotabek - Sekapur) yang mempunyai penduduk sebesar 27.080.800 jiwa per Desember 1999, sehingga Divre II Jakarta dan sekitarnya mempunyai kepadatan telepon (teledensity) adalah : 8,5 sst per 100 penduduk, sedangkan untuk kepadatan telepon (teledensity) tingkat nasional adalah : 3 sst per 100 penduduk.
Pada akhir Pelita VI (199811999) Divisi Regional (Divre II) Jakarta dan sekitarnya mempunyai satuan sambungan telepon (sst) adalah 2.091.589 sst atau 36,32% dari 5.758.780 sst tingkat nasional. Dan fasilitas yang ada khususnya Divre II Jakarta dan sekitarnya, PT Telkom menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, akibat adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga terhambatnya pembangunan satuan sambungan telepon (sst). Akibat dari keterlambatan tersebut timbul permasalahan nasional, yang harus ditanggulangi oleh pemerintah (PT Telkom) dan KSO-nya. Adapun permasalahanya adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan (demand} yang lebih besar dan pada penawaran (supply).
2. Adanya mekanisme penentuan tarif yang salah.
3. Terbatasnya sumber dana dalam negeri.
4. Dampak regulasi terhadap investasi dan peran swasta.
Dari permasalahan tersebut di atas, Penulis mencoba untuk menetukan metodologi penelitian, dalam hal ini ada 3 (tiga) bagian yang perlu diteliti / dianalisis yaitu:
1. Cara menentukan variabel X dan variabel Z yang optimal, agar didapatkan tingkat perubahan tarif (OP) yang efisien, efektif, dan adil (optimal).
2. Cara penggunaan sumber dana dalam negeri dengan sistem obligasi.
3. Cara pendekatan regulasi (peraturan) pemerintah yang ada terhadap usaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan metodologi penelitian tersebut di atas, Penulis melakukan analisis/penelitian sebagai berikut :
1. Analisis penentuan tarif dengan menggunakan nilai variabel X dan variabel 1. yang optimal kedalam formula price cup ( ΔP < CPI - X + Z).
2. Analisis penggunaan sumber dana dalam negeri.
3. Analisis dampak regulasi (peraturan) pemerintah yang ada yaitu, UU no. 36 tahun 1999 dan PP no 8 tahun 1993 tentang telekomunikasi terhadap investasi dan peran swasta, di dalam pembangunan fasilitas jasa telekomunikasi.
Dari hasil ketiga analisis tersebut di atas didapatkan hasil yang optimal (efisien, efektif, dan adil) sesuai dengan konsep dasar penulis untuk memenuhi harapan masyarakat pelanggan (konsumen) maupun penyelenggara jasa telekomunikasi (PT Telkom) dan mitra KSO-nya. Dari hasil analisis tersebut diharapkan para investor atau pemodal dapat berperan serta/mengambil bagian di dalam pembangunan industri jasa telekomunikasi, khususnya di wilayah Divre II Jakarta dan sekitarnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Fithria
"Penggunaan internet di Indonesia diperkirakan akan didominasi oleh layanan Over The Top Internet OTT Video, atau juga disebut dengan Internet Video. Diperkirakan traffic Internet di Indonesia akan mencapai 2.1 Exabytes per bulan di tahun 2020, dengan 72 traffic internet atau 1.5 Exabytes per bulan, untuk Internet Video. Permasalahan yang muncul yaitu penggunaan layanan ini memakan bandwidth yang tinggi di jaringan telekomunikasi serta belum diregulasi, sehingga menimbulkan kompetisi tidak sehat dengan operator telekomunikasi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kebijakan kerjasama penyedia layanan OTT Video dengan operator telekomunikasi di Indonesia dengan menggunakan Regulatory Impact Analysis RIA . Proses analisis meliputi validasi dengan Forum Group Discussion, penentuan usulan kebijakan, dan penilaian usulan terbaik dengan Soft-Cost Benefit Analysis dan Multi Criteria Analysis MCA. Proses penilaian MCA berdasarkan survey ke berbagai stakeholder terkait.
Dari hasil analisis tersebut, didapatkan usulan 'tidak dikeluarkannya kebijakan' tidak dapat diterima, sedangkan untuk usulan lain 'penyedia Layanan OTT Video tidak harus bekerjasama dengan operator telekomunikasi namun harus memiliki izin tertentu yang khusus diterbitkan bagi penyedia layanan OTT Video untuk dapat beroperasi', usulan'penyedia layanan OTT Video harus bekerjasama dengan operator telekomunikasi', dan usulan tidak wajib ada kerjasama namun operator telekomunikasi diberikan izin untuk memberikan charging atau penyesuaian kecepatan atas layanan OTT Video' tetap dapat diterima dan diperbolehkan untuk diimplementasikan.

Internet usage in Indonesia is expected to be dominated by Over The Top Internet OTT Video, also known as Internet video. It is estimated that Internet traffic in Indonesia will reach 2.1 Exabytes per month in 2020, with 72 of Internet traffic or 1.5 Exabytes per month, will be used for Internet Video. The problems that arise are these services consume high bandwidth of telecommunication networks, and also not yet regulated, resulting in unfair competition with telecom operators.
This study analyzes policy of cooperation beetwen OTT video service provider and telecommunication operator in Indonesia by using Regulatory Impact Analysis RIA . The analysis process includes criteria validation through Forum Group Discussion, policy alternatives determination, and best policy alternative assessment with Soft Cost Benefit Analysis and Multi Criteria Analysis MCA . MCA assessment process based on survey to various stakeholders.
Based on the results of the policy analysis, alternative 'no policy to be released' must not be applied. Another policy alternatives such as 'OTT Video Service providers do not have to cooperate with telecom operators, but must obtain special permit issued for OTT video service providers to operate' , alternative 'OTT Service provicer should cooperate with telecom operator' , and alternative 'cooperation is not mandatory, but telecom operators are granted permission to charge or adjust user speed to OTT Video service' can be accepted and allowed to be implemented.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>