Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prima Heptayana
"Liposom merupakan salah satu produk nano yang sedang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas obat dan menurunkan efek sampingnya jika digunakan dalam jangka panjang. Sebagai pembawa obat, kini telah dikembangkan liposom formulasi baru yang mengandung lesitin/ fosfatidilkolin kuning telur (egg yolk phosphatidyl choline = EPC) dan TEL 2,5 mol % dari Thermoplasma acidophilum, dinamakan sebagai liposom EPC-TEL 2,5. Liposom EPCTEL 2,5 belum pernah diuji stabilitas kimianya dengan pemajanan larutan CaCl2 350 mOsmol pH 7 secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan menghitung jumlah liposom dengan pajanan larutan dan tanpa pajanan pada diameter ¡Ü 100 nm dan > 100 nm. Hasil penelitian menunjukkan liposom formulasi baru EPC-TEL 2,5 yang disonikasi dengan pajanan CaCl2 350 mOsmol pH 7 tidak stabil dari awal penelitian sampai akhir penelitian.
350 mOsmol pH 7 exposure.

Liposome is one of the nanotechnology products which is now being developed to increase drug effectivity and to decrease drug adverse effects in long term use. As a drug carrier, the new liposome combination was made from lecithin/ egg yolk phophatidyl choline (EPC) and TEL 2,5 mol% from Thermoplasma acidophilum, named EPC-TEL 2,5. This combination has never been tested before, especially its chemical stability after being exposed to CaCl2 350 mOsmol pH 7 in vitro. Chemical stability test for liposome EPC-TEL 2,5 was done by counting liposome particle (which diametre ¡Ü 100 nm and > 100 nm), with and without CaCl2 exposure. It is found that the new liposome combination EPCTEL 2,5 with CaCl2 exposure is not stable from beginning until the end of research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Florencia Deslivia
"Liposom adalah pembawa obat (drug carrier), yaitu sediaan yang berfungsi mempermudah obat mencapai reseptor sasaran pada suatu organ atau sel. Kombinasi beberapa lipid dapat digunakan untuk menambah kestabilan liposom, salah satunya adalah liposom formulasi baru yang dibuat dari kombinasi lesitin kuning telur (Eggyolk Phosphatidyl Choline / EPC) dan Tetraeter Lipid (TEL) 2,5 mol% dari Thermoplasma acidophilum yang kemudian dinamakan sebagai liposom EPC-TEL 2,5. Sebagai pembawa obat, liposom harus stabil secara fisik, kimia maupun biologi agar dapat mengantarkan obat sampai ke sasaran. Stabilitas liposom secara kimia dibuktikan dengan melakukan pemaparan garam-garam fisiologis yang merupakan komponen utama dalam tubuh, seperti Na+, Ca2+, dan Cl- dengan parameter stabilitas berupa tidak adanya pertambahan diameter liposom. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan diameter liposom EPC-TEL 2,5 setelah terpapar larutan NaCl dan CaCl2 150 mOsmol pH 5 selama 90 hari pada suhu 4o C. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran menggunakan program komputer Image Pro Plus terhadap diameter liposom EPC-TEL 2,5 hasil sonikasi dalam foto-foto yang diambil pada hari ke-1 dan hari ke-90 penyimpanan. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara diameter liposom pada hari ke-1 dan hari ke-90 penyimpanan dalam larutan NaCl 150 mOsmol pH 5 (p=0,003), ataupun dalam larutan CaCl2 150 mOsmol pH 5 (p=0,000). Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna pada diameter liposom hari ke-90 antara penyimpanan dalam larutan NaCl dengan larutan CaCl2 150 mOsmol pH 5 (p=0,967).

Liposome is a drug carrier, which is used to facilitate drug to reach organ or cell target,. Liposome can be made from many kinds of lipid. One of the lipid combinations which can be used to increase liposome?s stability is a new liposome formulation made from lecithin or Egg yolk Phosphatidyl Choline (EPC) and 2,5 mol% Tetraether Lipid (TEL) from Thermoplasma acidophilum, named liposome EPC-TEL 2,5. As a drug carrier, liposome must have physical, chemical, and biological stability. Chemical stability can be proved by exposing liposome to physiological salts which are the main components in the body, such as Na+, Ca2+ dan Cl-. The stability parameter is the absence of increase in liposome diameter measured with Image Pro Plus. The objective of this study is to compare the effect of solution of NaCl and CaCl2 150 mOsmol at the pH 5 on Liposom EPC-TEL 2,5 after Sonication during 90 days storage at temperature of 4o C. In this study, we measured the diameter of liposomes EPC-TEL 2,5 with sonication in photos taken in the first and the 90th day of storage using a computer programme, named Image Pro Plus. The results of these tests showed that there were significant differences of diameter of liposomes in the first and 90th day of storage in solution of NaCl (p=0,003) and CaCl2 150 mOsmol at pH 5 (p=0,000). On the other side, there was no significant difference of diameter of liposomes after exposed to solution of NaCl compared to CaCl2 150 mOsmol at pH 5 in the 90th day (p=0,967)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Felita Dwinugraheni
"Selulit merupakan salah satu masalah kulit yang dialami oleh 85% wanita. Salah satu cara untuk mengurangi selulit adalah dengan penggunaan kafein secara topikal. Kafein diklaim dapat menstimulasi lipolisis dan mencegah akumulsi lemak berlebihan di kulit. Kafein harus dapat berpenetrasi ke dalam kulit untuk mencapai adiposa sebagai sasarannya agar menghasilkan efek antiselulitnya. Sifat kafein yang hidrofilik akan mempersulit penetrasinya ke dalam kulit yang bersifat lipofilik sehingga dibutuhkan modifikasi bentuk kafein untuk meningkatkan penetrasinya ke dalam kulit. Pemanfaatan liposom sebagai pembawa dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penetrasi kafein ke dalam kulit. Struktur fosfolipid pada liposom dengan bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan bagian ekornya yang bersifat hidrofobik dapat digunakan sebagai pembawa obat, baik untuk molekul obat yang bersifat hidrofobik maupun hidrofilik seperti kafein. Review ini akan membahas tentang pemanfaatan liposom yang mengandung kafein sebagai antiselulit.

Cellulite is one of the skin problems experienced by 85% of women. One way to reduce cellulite is to use caffeine topically. Caffeine is claimed to stimulate lipolysis and prevent excessive fat accumulation in the skin. Caffeine must be able to penetrate into the skin to reach the target adipose to produce its anticellulite effect. The hydrophilic nature of caffeine will make it difficult for its penetration into the skin which is lipophilic, so it requires modification of the form of caffeine to increase its penetration into the skin. Utilization of liposomes as carriers is considered as one way to increase the penetration of caffeine into the skin. The phospholipid structure of liposomes with a hydrophilic head and a hydrophobic tail can be used as a drug carrier, both for hydrophobic and hydrophilic drug molecules such as caffeine. This review will discuss the use of liposomes containing caffeine as anticellulite."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husnun Amalia
"Mata adalah organ dengan aktivitas farmakokinetik yang spesifik karena memiliki sawar yang membuat obat sulit berpenetrasi ke dalam bola mata terutama kornea. Keratomikosis adalah infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur terutama terjadi pada daerah tropis dan membuat kerusakan kornea yang berakhir dengan kebutaan. Hal ini masih menjadi masalah di negara berkembang. Obat antijamur yang saat ini memiliki aktivitas yang sangat baik adalah Amfoterisin B dan bentuk liposom memiliki kemampuan efektivitas yang lebih tinggi dan menurunkan toksisitas obat. Penelitian terhadap tetes mata Amfoterisin B liposom (AmB-L) ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sehingga obat tetes ini dapat digunakan pada penderita keratomikosis. Penelitian ini menilai sejauh mana tetes mata AmBL dapat berpenetrasi di dalam bola mata, adakah efek toksik pada jaringan mata dan bagaimana efektivitasnya pada keratomikosis kelinci Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental Laboratorium dan animal study. Subyek penelitian adalah 11 ekor hewan kelinci New Zealand yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok uji kadar dan toksisitas AmB-L 0,15% dan 0,5% masing-masing 3 ekor, kelompok uji efektivitas AmB-L 0,15% dan 0,5% terhadap keratomikosis kelinci masing-masing 2 ekor, dan kelompok kontrol 1 ekor. Pengukuran kadar Amfoterisin B pada jaringan mata (kornea, akuos, lensa, vitreus, dan sklera) dilakukan setelah ditetes obat AmB-L 0,15% dan 0,5% setiap 1 jam selama 3 hari dengan cara menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Toksisitas tetes mata AmB-L 0,15% dan 0,5% pada jaringan mata (kornea, iris, sklera dan retina) dievaluasi dengan pemeriksaan klinid dan histopatologis (Haematoksilin Eosin). Pada uji efektivitas menilai waktu kesembuhan keratomikosis kelinci, hasil kultur kornea dan akuos pasca terapi dengan agar Sabouraud, kadar Amfoterisin B pada kornea dan akuos serta efek toksik. Hasil: Kadar Amfoterisin B pada AmB-L 0,5% terukur lebih tinggi dibandingkan AmB-L 0,15% dan kadar AmB-L pada setiap jaringan di kedua konsentrasi hasilnya lebih tinggi dari MIC. Tetes mata AmB-L 0,5% dan 0,15% tidak memperlihatkan efek toksik secara klinis maupun histopatologi pada jaringan mata kelinci. Tetes mata AmB-L 0,5% dan 0,15% adalah antijamur yang efektif untuk keratomikosis kelinci akibat Aspergillus sp. dan waktu kesembuhan pada kedua konsentrasi tidak berbeda bermakna (p=0,2) Kesimpulan : Liposom adalah drug carrier yang dapat membawa obat amfoterisin B mencapai bagian anterior dan posterior bola mata serta mampu berpenetrasi dengan baik, efektif, tidak toksik terhadap jaringan mata. Karena itu, penggunaan amfoterisin B liposom dapat menjadi terapi standar untuk keratomikosis

The eye has a specific pharmacokinetic because of its complex barrier to drug entry, especially the cornea. Keratomycosis is a fungal infection of the cornea in tropical areas and the cause of corneal morbidity and blindness. This remains a problem in developing countries. Amphotericin B (AmB) is still considered the treatment of choice for fungal infection. Liposomal formulation of AmB (L-AmB) has demonstrated promising results with higher efficacy and lower toxicity. The research of L-AmB eye drops still needs further studies before it can be used in humans. This study will evaluate L-AmB eye drop penetration, toxicity, and efficacy on keratomycosis of the rabbit eye. Methods: The study is using laboratory design and animal study. Eleven New Zealand rabbits were devided into five groups. Six rabbits were used for the pharmacokinetic and toxicological studies, four rabbits for studying the efficacy, and one served as normal and keratomycosis control. All treatment used two concentrations of L-AmB (0.15% and 0.5%) given as eye drops every hour for three days. The pharmacokinetic study measured AmB concentration in the tissues (cornea, aqueous, lens, vitreus, sclera) using high performance liquid chromatography (HPLC), and toxic reactions were evaluated in clinical signs and histopathological examination (cornea, iris, sclera, retina). Efficacy was evaluated by length of therapy, concentration of AmB in the tissues (cornea, aqueous), and toxic effects. Result: In all tissues, L-AmB 0.5% had higher concentrations of AmB than 0.15%, reached MIC in both concentrations and showed no toxic effects. L-AmB eye drops in both concentrations were effective for Aspergyllus sp. keratomycosis in rabbits. Length of therapy varied insignificantly between the two concentrations (p=0.2); both concentrations of AmB reached MIC and did not reveal toxic reactions. Conclusion: Liposomes are promising drug carriers for eye diseases that can penetrate to the anterior and posterior tissues of the eye. L-AMB can be successfully applie"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reski Lepong Bulan
"Liposom sebagai pembawa obat (drug carrier) merupakan salah satu produk teknologi nano yang sedang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas obat, menurunkan efek sampingnya serta meningkatkan keamanannya jika digunakan dalam jangka panjang. Liposom dapat dibuat dari berbagai komponen lipid, misalnya kombinasi lesitin dan tetraeter lipid (TEL). Kombinasi lesitin dan TEL merupakan komposisi yang belum pernah diuji tentang stabilitas secara kimia baik in vitro maupun in vivo. Liposom ini mengandung lesitin/fosfatidilkolin kuning telur (egg yolk phosphatidyl choline) dan TEL (tetra eter lipid) 2,5 mol % dari Thermoplasma acidophilum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas liposom EPC-TEL2,5 yang telah disonikasi dan diberikan larutan NaCl dan MgCl2. Parameter yang dilihat adalah ukuran diameter liposom ≤ 100 nm dan >100 nm. Liposom di katakan stabil bila ukuran diameter tidak berubah jumlahnya setelah pemaparan larutan NaCl dan MgCl2 dari waktu ke waktu. Hasil dan Kesimpulan : tidak stabilnya liposom EPC TEL 2,5 % berdiamer ≤ 100 dan > 100 yang telah disonikasi dan diberikan lautan NaCl PH7 dan MgCl2 PH7 dari waktu ke waktu.

In Vitro stability test of tetra eter lipid liposome (EPC-TEL 2,5) as new formulation drug carrier with sonication method and addition of NaCl PH 7 and MgCl2 PH 7 350 mOsmol. Liposome as a drug carrier is one of the nanotechnology products which is now being developed to increase drug effectivity, to decrease drug adverse effects, and to increase its safety in long term use. Liposome can be made from lipid components, such as combination between lecithin and tetraeter lipid (TEL) . The newest combination was made from egg yolk phosphatidylcholine and TEL 2,5 mol% from Thermoplasma acidophilum and named EPC-TEL 2,5. This combination has never been tested before, especially its chemical stability (in vitro and in vivo). This research main purpose is to test liposom EPC-TEL2,5 stability after it given sonication and exposed with Nacl and MgCl2. The Object to analyze is only liposome with ≤ 100 nm dan >100 nm diameter. It will be clasified as stable if the diameter doesn't change or change with specific scale after exposed with NaCl and MgCl2 from time to time. Conclusion: liposome that has > 100 nm and liposome that has ≤ 100 nm diameter after it given sonication and exposed with Nacl and MgCl2 is not stable from time to time."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"Telah dilakukan penelitian untuk menguji stabilitas fisik dan kimia secara in vitro dan stabilitas biologik secara in vivo terhadap formula terbaru liposom EPC-TEL2,5. Liposom sebagai pembawa berbagai obat (drug carrier) yang berukuran 50 - 200 nanometer, merupakan salah satu produk teknologi nano (nanotechnology). Liposom ini merupakan formulasi terbaru yang mengandung lesitin / fosfatidilkolin kuning telur (egg yolk phosphatidyl choline=EPC dan Tetra eter lipid (TEL) 2,5 mol % dari Sulfolobus acidocaldarius atau Thermoplasma acidophilum.yang kemudian dinamakan sebagai liposom EPC-TEL2,5, belum pernah diuji stabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan TEL dari Thermoplasma acidophilum. Kestabilan liposom dalam membawa obat hingga mencapai organ sasaran akan sangat menentukan dosis terapi obat. Uji kestabilan liposom EPC-TEL2,5 dilakukan pada liposom tanpa perlakuan (tanpa ekstrusi atau sonikasi), liposom hasil ekstrusi membran 200 nm, dan liposom hasil sonikasi. Secara fisik, uji dilakukan dengan cara mengukur jumlah dan diameter partikel liposom setelah penyimpanan pada suhu 4º C, suhu kamar, dan 37º C. Secara kimia dengan mengukur jumlah dan diameter partikel liposom setelah pemaparan garam NaCl; CaCl2; MgCl2 pada pH 5; 7; 9. Pengukuran jumlah dan diameter partikel liposom ke dua jenis uji stabilitas dilakukan pada hari I; hari VII; akhir bulan I; bulan II, dan bulan III. Secara biologik dilakukan pengukuran hasil degradasi TEL pada menit ke 0; 30; 60; jam ke 2; 4; dan 8 setelah penyuntikan liposom EPC-TEL2,5 secara IP, pada mencit. Hasil uji menunjukkan bahwa liposom tampak stabil hingga akhir bulan I pada suhu 4º C dan 37º C pada uji stabilitas fisik; tetap stabil hingga akhir bulan II pada uji stabilitas kimia pada larutan garam NaCl; CaCl2 pada pH 5 dan 7. Liposom EPC-TEL2,5 terdegradasi di hepar mencit pada uji stabilitas biologik.

The Physical, Chemical, and the Biological stability test on Liposome EPC-TEL 2.5 as the newest drug delivery systems (drug carrier), in vitro and in vivo. This experiment is carried out in order to improve the stability of the Liposome EPC-TEL 2.5 physically, chemically, and biologically. As a new formula, this liposome that has contained phosphatidylcholine from egg yolk=EPC and Tetra-ether Lipid (TEL) from membrane of Sulfolobus acidocaldarius or Thermoplasma acidophilum had never been tested on their stability. The stability of liposome to carry the drug into the targeted cells or organs is required for determining the therapeutic dose of the drugs. Physically, the test was done by measuring the amount and diameter of liposome after incubating at 4º C, at room temperature, and 37º C. Chemically, the test was also done using the same parameters after introduction of chemical solution of NaCl, CaCl2; MgCl2 at the pH of 5; 7; 9. The measurements was carried out on day 1; 7; and month 1; 2; and 3. Biologically, liposome EPC-TEL 2.5 was injected Intra-Peritoneally to mice to detect the degradation of TEL in their liver, at the minute of 0; 30 ; 60 ; the hour of 2; 4; and 8. The results of these tests were shown that liposome EPC-TEL 2.5 was stable until the last month of 1 at 4º C and 37º C on physical stability test; more stable at the chemical solution of NaCl and CaCl2 at the pH of 5 and 7 until two months; and TEL was degradable in liver of mice."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Listiarini
"Dalam formulasi obat, pembawa obat (drug carrier) memegang peranan penting karena diharapkan dapat meningkatkan efektivitas obat dan keamanan. Di lain pihak, dapat menurunkan efek samping bila digunakan dalam waktu lama. Salah satu bahan pembawa obat yang sedang dikembangkan akhir-akhir ini adalah liposom. Liposom dengan formulasi EPCTEL 2,5 yang berasal dari fosfatidilkolin kuning telur dan Tetra Eter Lipid 2,5 mol % telah terbukti menunjukkan distribusi dalam organ yang lebih baik.2 Akan tetapi, stabilitas liposom tersebut secara kimia belum pernah diuji. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas liposom EPC-TEL 2,5 yang telah disonikasi dan diberikan larutan MgCl2 350 mOsmol pH 7. Parameter yang dilihat adalah ukuran diameter liposom ≤100 nm dan >100 nm. Liposom dikatakan stabil bila ukuran diameter tidak berubah jumlahnya setelah pemaparan larutan MgCl2 dari waktu ke waktu. Hasil dan kesimpulan yang didapatkan pada uji ini adalah jumlah liposom sonikasi tidak stabil pada diameter ≤100 sampai akhir penelitian. Sedangkan jumlah liposom pada diameter >100 tidak dilakukan perhitungan analisis data karena data jumlah liposom diameter >100 pada hari ke-0 tidak ada.1-3

Stability Test of Sonication Liposome Tetra Eter Lipid (EPC-TEL 2,5) with MgCL2 350 mOsmol PH 7 Exposure at 40 Celcius. Drug delivery in drug formulation have an important role because it will increase drugs effectivity and safety. On the other side, also decrease drug’s side effect if it is used for a long time. Recently, one of drug carrier products which is developed is liposome. Liposome with EPC-TEL 2,5 formulation from egg-yolk phosphatidylcholine and Tetra Eter Lipid 2,5 mol % has been proved to show better distribution in organs.2 But, the stability of liposome is never tested chemically. This research main purpose is to test liposome EPC-TEL 2,5 stability after it given sonication and exposed with MgCL2 350 mOsmol pH 7. The object to analyze is only liposome with ≤ 100 nm and > 100 nm diameter. It will be clasified as stable if the diameter doesn’t change after exposed with MgCL2 from time to time. The result and conclusion from this test is the amounts of sonication liposome isn’t stable in diameter ≤ 100 until the end of researching. While, the amounts of sonication liposome in diameter > 100 wasn’t counted data analysis because there is nothing the amounts of liposome diameter >100 at the first researching.1-3"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nelfidayani
"Liposom merupakan vesikel membran berukuran sangat kecil, berbentuk bulat dan tersusun atas lipid amfifilik yang menyelubungi inti air. Vesikel ini dapat digunakan sebagai pembawa obat (drug carrier) dan diisi dengan berbagai jenis molekul seperti molekul obat kecil, protein, nukleotida dan bahkan plasmid. Liposom dikembangkan sebagai usaha untuk mengurangi dosis obat pada terapi jangka panjang. Dengan target langsung pada sel, liposom terbukti meningkatkan efektivitas obat sekaligus mengurangi efek samping sistemik yang ditimbulkan obat. Liposom dapat dibuat dari berbagai macam lipid, salah satunya dengan kombinasi fosfatidil kolin kuning telur (Egg yolk Phosphatidil Choline / EPC) dan TEL 2,5 mol % dari Archaebacterium Thermoplasma acidophilum yang kemudian dinamakan sebagai liposom EPC-TEL 2,5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh larutan CaCl2 150 mOsmol pH 7 terhadap stabilitas liposom EPC-TEL 2,5 yang telah disonikasi selama 60 menit dan disimpan pada suhu 40C. Parameter kestabilan yang diukur adalah tidak bertambahnya jumlah dan diameter liposom yang berukuran lebih dari 100 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter liposom yang berukuran lebih dari 100 nm dapat dinyatakan stabil karena pada analisis stabilitas tidak berbeda secara bermakna setelah pengamatan hari ke-0, 7, 30, 60, dan 90 pada semua perlakuan liposom dibandingkan dengan kontrol tanpa pemaparan larutan CaCl2 150 mOsmol pH 7.

The Effect of CaCl2 Solution 150 mOsmol pH 7 to Sonicated Liposome Tetraether Lipid (EPC-TEL 2,5) Stability. Liposome is very small round membrane vesicle and consists of amphiphilic lipid which sheaths the aqueous core. This vesicle can be used as drug carrier and filled with various molecules such as small drug molecules, proteins, nucleotides, and even plasmid. Liposome is developed as the way to reduce drug dosage in long time therapy. With direct target in the cell, liposome is proven in both increasing the drug efficacy and decreasing the drug systemic side effects. Liposome can be made from many kinds of lipids, which one is combination of Egg yolk Phosphatidil Choline / EPC and TEL 2,5 mol % from Archaebacterium Thermoplasma acidophilum which is then called as liposome EPC-TEL 2,5. This research aims to know the effect of CaCl2 aqueous 150mOsmol pH 7 to the liposome EPC-TEL 2,5 stability which has been sonicated for 60 minutes and kept at 4oC. The stability parameter is the state condition (not changing in diameter and amount larger than 100 nm) of liposome. There was no significant increase of amount of liposome which sizes were greater than 100 nm after observation at day 0, 7, 30, 60, 90 in all liposome condition in comparison with control without any addition of CaCl2 150 mOsmol pH 7."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09054fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Aditya Toga Sumondang
"Secara umum, obat yang digunakan pada pemberian sistemik dengan dosis tinggi untuk jangka panjang umumnya menyebabkan efek toksik. Salah satu upaya untuk menekan efek samping obat adalah dengan menginkorporasikan obat tersebut ke dalam pembawa obat (drug carriers) sehingga obat dapat langsung mencapai organ sasaran dengan dosis rendah. Salah satunya obat yang diteliti dan terbukti dapat menurunkan efek samping obat adalah liposom, yaitu liposom EPC-TEL2,5 yang belum teruji stabilitasnya secara fisik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan stabilitas liposom EPC-TEL2,5 dengan perlakuan ekstrusi dan sonikasi yang disimpan pada suhu kamar. Kestabilan liposom ditentukan dengan melihat perbandingan jumlah dan diameter liposom hari pertama sampai dengan akhir bulan ketiga. Dengan menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis didapatkan liposom yang berdiameter ≤ 100 nm dan > 100 nm masing-masing p = 0,001dan p = 0,031 yaitu terdapat perbedaan bermakna jumlah liposom. Hasil dilanjutkan dengan analisis post hoc dengan Mann-Whitney didapatkan liposom ekstrusi diameter < 100nm tidak stabil pada hari ke-1 (p = 0,016) dan ekstrusi diameter > 100 nm sampai hari ke-7 ( p=0,008). Hasil sonikasi berdiameter < 100 nm dan > 100 nm didapatkan p = 0,917 dan p = 0, 738 menunjukkan stabil hingga hari ke- 84.

In general, drugs that are used systemically in high dose and for a long time are very toxic. Incorporating the drugs to drug carriers so that it can directly reach its target organ is an effort to prevent the drug?s side effects. One of the drug carriers, which has been studied many times and proved to reduce drugs? side effects is liposome, especially EPC-TEL2,5 liposome. The purpose of this study is to compare the stability of EPC-TEL2,5 liposome after being extruded, sonicated and stored in room temperature in three month. Liposome stability is determined by comparing liposome level and diameter since the first day until the end of third months. Using Kruskal-Wallis nonparametric test, we found that liposome < 100 nm (p = 0,001) and liposome > 100 nm (p = 0,031). With post-hoc analysis Mann-Whitney, we found that liposome with extrusion < 100 nm was stable until day-1. Liposome with extrusion > 100 nm was stable until day-7. Liposom with sonication < 100 nm dan > 100 nm stable until day-84 (p = 0,917 and p = 0,738)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Wendy M.
"Obat yang digunakan pada pemberian sistemik dengan dosis tinggi untuk jangka panjang umumnya sangat toksik. salah satu upaya untuk menekan efek samping obat adalah dengan menginkorporasikan obat tersebut kedalam pembawa obat (drug carries) sehingga obat dapat langsung mencapai organ sasaran. Salah satu pembawa obat yang belum banyak diteliti karena merupakan formula liposom yang baru yaitu liposom EPC-TEL 2,5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas liposom EPC-TEL 2,5 dengan perlakuan ekstruksi pada dua suhu penyimpanan yang berbeda (4 derajat dan 37 derajat celcius) selama tiga bulan. Kestabilan liposom ditentukan dengan membandingkan jumlah dan diameter liposom."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09123fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>