Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Widiasih
"Berangkat dari fakta umum bahwa disparitas pidana merupakan salah satu masalah dalam sistem peradilan pidana, tingginya jumlah pelaporan kasus tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di Bandar Lampung yang memasuki ranah sistem peradilan pidana, tidak dapat terlepas dari masalah disparitas pemidanaan. Dari latar belakang tersebut, tesis ini membahas perbedaan pengenaan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dilengkapi dengan wawancara yang bertujuan untuk menjawab permasalahan:(l)Mengapa terjadi disparitas pidana terhadap tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung,(2)Dampak disparitas pidana terhadap terpidana dan korban kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung,(3) Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir masalah disparitas pidana dalam kasus tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukaiTpenyebab terjadinya disparitas pidana bersumber pada din hakim, hukumnya sendiri, serta karakteristik kasus yang bersangkutan. Dampak disparitas pidana terhadap terpidana, terpidana merasa menjadi korban ketidakadilan namun tidak mempengaruhi pembinaan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan dampak disparitas pidana terhadap korban adalah korban menjadi korban kejahatan kekerasan dan korban dari sistem peradilan pidana. Upaya meminimalisir dapat dilakukan dengan dibentuknya pedoman pemidanaan dan menyamakan visi dan misi antara subsistem dalam sistem peradilan pidana. Tesis ini menyarankan agar harus ada kontrol negatif dari jaksa kepada hakim, dibentuknya suatu pedoman pemidanaan, peran aktif hakim wasmat dan diadakannnya Refreshing Course yang diikuti oleh subsistem sistem peradilan pidana.

To start with general fact that disparity of sentencing is one of disturbing isssue of criminal justice system, The high value of number reported physical domestic violence crime at Bandar Lampung that entered to criminal justice system territory, can not realeas from disturbing isssue of criminal justice system. From that background, this thesis discuss the difference the imposition of penal sanction against the offender of physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory. This research is the normative research that is supplement with the interview aim at answering the problem:(l)Why disparity of sentencing happened on the physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory,(2) The impact of the disparity of sentencing on the convict and victim of physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory,(3) Effort that could be carri out to minimise the disparity of sentencing of physical domestic violence. Result of reseach showed the cause of the occurrence of the disparity of sentencing originat in himself the judge, his law personally, as well as the characteristics of the relevant case. The impact of the disparity of sentencing on the convict, the convict felt the accus became in justice victim how ever did not influence the management of the convict in the correctional institulion. Whereas the impact of the disparity of sentencing on the victim, the victim of victim of violence and victim of criminal justice system. Effort that could be carri out to minimise could form by him sentencing guidelines and compar the point of view and the mission between the criminal justice system subsystem. This thesis suggested must be negative control from prosecutor to the judge, form by him sentencing guidelines, the active role wasmat judge and the holding refreshing course that is follow by the criminal justice system subsystem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26108
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aldilla Ananta
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang disparitas pidana (disparity of
sentencing) dalam putusan pengadilan terhadap tindak pidana narkotika di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
masalah-masalah sebagai berikut: (1) Apakah telah terjadi disparitas pidana
(disparity of sentencing) dalam putusan pengadilan terhadap tindak pidana
narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (2) Faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan timbulnya disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam perkara
narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (3) Apakah tidak didampinginya
seorang terdakwa tindak pidana narkotika dengan seorang penasehat hukum dapat
berdampak pada penjatuhan hukuman yang tinggi yang dapat menyebabkan
timbulnya disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam perkara narkotika oleh
hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (4) Bagaimana dampak terjadinya
disparitas pidana (disparity of sentencing) terhadap kasus narkotika dalam
penegakan hukum dan asas kepastian hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
serta (5) Langkah-langkah apakah yang dapat ditempuh untuk mengurangi
terjadinya disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam perkara narkotika di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas
pidana (disparity of sentencing) terhadap pelaku tindak pidana narkotika di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memang benar terjadi.
Faktor-faktor yang menyebabkan disparitas pidana (disparity of sentencing) antara
lain yaitu bersumber pada hukum dan bersumber pada hakim. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa benar didampingi atau tidak para terdakwa dengan penasehat
hukum tidak mempengaruhi berat ringannya hukuman yang dijatuhkan oleh
hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jika kita kaitkan dengan aspek
penegakan hukum dan asas kepastian hukum berkaitan dengan adanya disparitas
pidana (disparity of sentencing) ini, terdapat dua pendapat yaitu: (1) Dengan
adanya disparitas pidana (disparity of sentencing) ini maka dapat menimbulkan
terjadinya ketidakpastian hukum, (2) Bahwa dalam hal ini hakim sudah
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan para hakim
dalam memutus perkara sudah sesuai dengan undang-undang.
Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi terjadinya
disparitas pidana (disparity of sentencing) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah sebagai berikut: (1) Menciptakan suatu pedoman pemberian pidana
(statutory guidelines for sentencing), (2) Pembentukan lembaga semacam yang
terdapat di Amerika Serikat, yakni di Eastern District of Michigan, yang disebut
“Sentencing Council”, (3) Melalui seleksi dan latihan para hakim.

ABSTRACT
This thesis is the research concerns disparity of sentencing in court verdict toward
narcotics offense in central Jakarta civil court. This study intends to answer
problems are: (1) Has disparity of sentencing occurred in court decision towards
narcotics offense in central Jakarta civil court. (2) What are the factors that caused
disparity of sentencing in narcotics case in central Jakarta civil court. (3) Does
defendant of narcotics offense who does not accompanied by law advisor will
impact on high sentencing that caused disparity of sentencing in narcotics case by
judge in central Jakarta civil court. (4) How the impact disparity of sentencing
towards narcotics case in law maintenance and principles of law assurance in
central Jakarta civil court (5) What are the steps to decrease disparity of
sentencing in narcotics case in central Jakarta civil court.
The study indicates that disparity of sentencing towards narcotics offense
certainly occurred in central Jakarta civil court. The factors that caused disparity
of sentencing are: sourced in law and sourced to judge. The study represents that it
is accompanied or not the defendant with law advisor does not affect the severity
of the sentence imposed by the judge in central Jakarta civil court.
There are two opinions regard disparity of sentencing associated with law
maintenance and principles of law assurance are: (1) Disparity of sentencing can
create law uncertainly. (2) from the case the judge has given law certainly to
society. It is because the judges decide to the matter based on the law. The steps
can reduce disparity of sentencing in central Jakarta civil court, are: (1) Creates a
statutory guidelines for sentencing, (2) Establishments of such an institution
located in the United States, it is the Eastern District of Michigan, and it is called
“Sentencing Council”, (3) Through the selection and training of judges."
2013
T35593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Nul Hakim
"Tujuan perkawinan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa namun demikian pada kenyataan perkawinan bukanlah tanpa masalah sehingga seringkali terjadi kekerasan dalam dalam rumah tangga untuk itulah pemerintah membentuk Undang Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga PKDRT dan tujuan dibentuknya undang undang ini adalah untuk menjaga keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia aman tenteram dan damai Namun adakalanya laporan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga di dasari rasa emosional sesaat yang kemudian melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak kepolisian namun tidak jarang juga terjadi ketika pada akhirnya permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga tersebut dapat diselesaikan ataupun karena didorong pertimbangan perkembangan anak pasangan suami istri tersebut akhirnya dapat kembali berdamai Dalam keadaan yang demikian maka korban cenderung menjadi tidak lagi berniat untuk melanjutkan perkaranya sampai ke tingkat persidangan yang jutsru akan memicu ketegangan dalam rumah tangga yang sudah kembali rukun tersebut Kesulitan yang timbul bagi aparatur di tingkat penyidikan dalam memilih untuk tidak melanjutkan perkara kekerasan dalam rumah tangga dimana antara pelaku dan korban telah tercapai perdamaian karena tidak semua delik yang diatur Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dirumuskan sebagai delik aduan karena dalam penanganan perkara KDRT hukum acara yang digunakan pada dasarnya mengacu pada KUHAP maka upaya penyidik dalam mencari kemungkinan penyelesaian diluar pengadilan hanya terbatas sebelum pelapor secara resmi memasukan laporannya mengingat setelah laporan diteruskan oleh kepolisian yang berwenang maka penanganan perkara tersebut akan mengikuti alur penanganan perkara pada umumnya sebagaimana yang diatur didalam KUHAP penuntutan tercapainya perdamaian antara pelaku dan korban juga tidak serta merta menghentikan proses penuntutan perkara tersebut hal ini berarti bahwa walaupun terjadi perdamaian antara pelaku dan korban penuntut umum pada dasarnya harus tetap melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan dan perdamaian merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh penuntut umum dalam menentukan berat ringannya pidana yang dituntut atas perbuiatan terdakwa Untuk itu diperlukan adanya konsep diversi terhadap perkara kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana tujuan Undang Undang PKDRT yaitu untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera

The purpose of marriage is to establish a happy and everlasting family or household based on the sole Almighty God however in reality marriage is not without problems as domestic violence often occurs Therefore the Law No 23 of the year 2004 on Elimination of Domestic Violence has been enacted by the government and its objective is to maintain the unity and the harmony of a happy safe calm and peaceful household Nevertheless occasionally the report on domestic violence happened due to temporary emotional turmoil and then this act was reported to the police However it often happened that the domestic violence occurring could be ended or it stopped because of the consideration of their children rsquo s development so that the couple finally could get back together again peacefully In such a condition the victim tends to no longer have the intention to proceed with the case to the court hearings since it will cause the tension to appear in the household which has calmed down Difficulties appear for the apparatus in the investigation phase in the cases where the victim chooses not to proceed with the case of domestic violence since the perpetrator and the victim have settled the matter The difficulties occur because not all misdemeanors governed by the Law Number 23 of the year 2004 on Elimination of Domestic Violence are formulated as offense In handling domestic violence cases the law of procedure applied basically refers to KUHAP Penal Code so the effort of the investigator to seek for the possibility of settlement outside court is limited to only before the person reporting officially submits his her report considering that after the report is followed up by the relevant police officers the handling of the case will comply with the case handling procedure in general as governed in KUHAP The accomplishment of settlement between the perpetrator and the victim cannot automatically put an end to the case prosecution process This means that even though there is settlement between the perpetrator and the victim the general prosecutor basically has to continue proceeding with the case to the court and the accomplishment of the settlement is the factor which is considered by the general prosecutor to determine the seriousness of the criminal act prosecuted based on what the accused has done Consequently it is necessary to have a diversion concept towards domestic violence cases as the objective of the Law on Elimination of Domestic Violence is to maintain the unity of the harmonious and prosperous household "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Unique Putrinda
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan dan perkembangan makna kekerasan di masyarakat, yang secara khusus membahas mengenai kekerasan fisik terhadap anak yang terjadi dalam keluarga dan juga penerapan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai permasalahan itu. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat perkembangan mengenai makna dari kekerasan itu yang awalnya hanya mencakup kekerasan fisik semata, namun sekarang menjadi lebih luas mencakup kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi serta penelantaran. Adanya lebih dari satu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur permasalahan kekerasan terhadap dalam keluarga yaitu Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga adanya perbedaan penerapan kedua peraturan perundang-undangan yang khusus tersebut dalam kasus yang sama.

Abstract This thesis discusses about the problems and developments in the meaning of violence in society, which specifically about the physical violence against children occurs within families and also the implementation of legislation that specifically regulates the issue. This thesis using normative juridical method in the manner of using secondary data and be done with data collection by means of literature study.
The result of this study concluded there was development of the meaning of the violence that initially only includes physical violence, but now becoming more widely include physical violence, sexual abuse, economic abuse as well as neglect. The existence of more than on legislation specifically addressing the issues of violence against the family, namely Law No. 35 of 2014 on the Amendment to Law No. 23 of 2002 about Protection of Children and Law No. 23 of 2004 about the Elimination of Domestic Violence, which the differences in the application of legislation that is specifically mentioned in the same case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Priyadi
"Tingkat kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia masih tergolong tinggi. Upaya penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga juga dilakukan dengan menggunakan restorative justice, konsep tersebut juga dilakukan di lingkungan Peradilan Militer. Penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga dinilai lebih baik diselesaikan melalui restorstive justice dari pada penggunaan pemidanaan, penyelesian menggunakan restorative justice dipandang mampu untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga. Namun ditemukan beberapa kasus pelanggaran kesepakatan restorative justice, dimana pelaku kembali melakukan kekerasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga di Peradilan Militer, mengetahui penerapan restorative justice pada perkara kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan Militer, mengetahui kedudukan pelanggaran kesepakatan restorative justice dan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara KDRT. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menemukan bahwa penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga di Peradilan Militer, setelah Ankum menerima laporan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga selanjutnya Ankum menyerahkan perkara tersebut ke polisi militer, kemudian Polisi Militer melakukan penyidikan, setelah berkas lengkap berkas perkara diserahkan ke Oditur Militer, Oditur Militer melengkapi berkas dan melimpakan ke Papera, Papera menyerahkan perkara ke Pengadilan, Pengadilan memeriksa dan mengadili perkara. Penerapan restorative justice pada perkara kekerasan dalam rumah tangga di Militer dilakukan oleh Ankum dalam hal perkara tersebut merupakan delik aduan, dan adanya kesediaan para pihak untuk menyelesikan perkara melalui mediasi. Pelanggaran kesepakatan restorative justice pada tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga berupa pengulangan tidak memiliki kedudukan yang sama dengan recidive, hal ini dikarenakan di Indonesia menganut recidive khusus. Hakim menilai bahwa apabila terjadi pelanggaran kesepakatan restorative justice berupa pengulangan kekerasan dalam rumah tangga dijadikan pertimbangan untuk dijadikan dasar pemberat sanksi pidana di luar Undang-Undang.

The level of domestic violence in Indonesia is still relatively high. Efforts to resolve cases of domestic violence are also carried out using restorative justice, this concept is also carried out within the Military Court environment. Settlement of cases of domestic violence is seen as better resolved through restorative justice than the use of punishment, settlement using restorative justice is seen as being able to maintain the integrity of the household. However, several cases of violations of restorative justice agreements were found, where the perpetrators returned to violence. The purpose of this research is to find out the process of resolving cases of domestic violence in the Military Court, to know the position of repetition of domestic violence, to know the application of restorative justice in cases of domestic violence in the Military environment and the Judge's considerations in deciding cases. The author conducted research using normative juridical methods. The results of the study found that the settlement of domestic violence cases was in the Military Court, after Ankum received reports of domestic violence then Ankum handed over the case to the military police, then the Military Police conducted an investigation, after the complete case files were submitted to the Military Prosecutor, the Military Prosecutor completed the file and handed it over to Papera, Papera submitted the case to the Court, the Court examined and tried the case. The application of restorative justice in cases of domestic violence in the military is carried out by Ankum in the event that the case is a complaint offense, and there is a willingness of the parties to resolve the case through mediation. Violation of restorative justice agreements on domestic violence crimes in the form of repetition does not have the same status as recidive, this is because Indonesia adheres to special recidive. The judge considers that if there is a violation of the restorative justice agreement in the form of repetition of domestic violence it is used as a consideration to be used as a basis for weighting criminal sanctions outside the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafrida
"Proses Peradilan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Anak, merupakan suatu Proses Peradilan Pidana dengan sifat-sifat khusus, sesuai dengan sifat-sifat khusus yang dimiliki seorang anak, terutama masalah kejiwaannya. Sifat-sifat khusus inilah yang membedakannya dengan proses Peradilan Pidana yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana dewasa. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan Proses Peradilan Pidana Anak dengan penerapan sifat-sifat khusus tersebut dan apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyongsong berlakunya Undang-undang Peradilan Anak.
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan secara "Yuridis-sosiologis". Penentuan sampel dilakukan dengan dua cara, yaitu untuk sampel dari aparat penegak hukum dilakukan secara ?Purposive Sampling" dan untuk para tersangka, terdakwa dan terpidana ditentukan secara "Random Sampling". Sampel wilayah/lokasi penelitian adalah "Propinsi Lampung khususnya Kota Madya Bandar Lampung". Sebagai alat pengumpul data dipergunakan kuessioner. Analisis data dilakukan secara "Deskriptif-kualitatif", sedangkan analisis kuantitatif digunakan hanya sebagai pendukung analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Proses Peradilan Pidana terhadap pelaku tindak pidana anak belum dapat dilaksanakan dengan memperhatikan sifat-sifat kekhususan tersebut secara semestinya, dikarenakan masih kurangnya peraturan-peraturan di bidang peradilan pidana anak, juga masih kurangnya infrastruktur yang akan menunjang pelaksanaan peraturan tersebut. Selain itu dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi seorang anak, maka kita harus melihat persoalan ini secara lebih luas. Tidak cukup melihatnya dari sudut "Kebijakan Hukum Pidana" tetapi jugs kita harus melihatnya dalam konteks yang lebih luas yaitu dari sudut "Kebijakan Sosial" yang hendaknya secara lebih luas lagi kebijakan tersebut terintegral dengan "Kebijakan Pembangunan Nasional".

The Process of Criminal Trials for Juvenile Offenders is a process with special characteristics, corresponding to the special characteristics owned by juveniles particularly their psychological problems. These are special characteristics differentiating it from the process of criminal trials for adult criminals. This research is intended to understand the performance in the process of Juvenile Criminal Trials with the application of these special characteristics and what obstacles are encountered in its application. This research is carried out in anticipation of the implementation of the Juvenile Trial Act.
This research is carried out with a "Legal-sociological". The sampling procedure is carried out by two methods, namely for the sample of judicial personnel by "Purposive Sampling" and for the defendants, accused and criminals by "Random Sampling". The sample of the region/location for research is the Lampung Province in especially in Bandar Lampung Municipality. Data collection is conducted by questionnaires. Data analysis is carried out though the "Descriptive-qualitatively Method", where as qualitative analysis is used only to support qualitative analysis.
The result of analysis indicates that the performance of the process of criminal trials for Juvenile offenders can not yet be performed to take properly into account the special the characteristics of the offenders, this is caused by the lact of rules in the field of juvenile criminal trials. Likewise there is still a lack of infrastructure to support the implementation of the existing rules. In addition, to take also into account the socio-economy background of the juveniles, we must look at the criminal law policy aspect. However, we must also try to look at it in a wider contexts, namely from a social policy, integrated to a wider "National Development Policy".
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiyarto Makmur
"Pada hakikatnya negara menjamin perlindungan, pribadi, keluarga dan masyarakat yang diwujudkan dengan pembangunan serta pembaharuan hukum yang konsisten serta responsif pada kondisi maupun kebutuhan masyarakat. Dalam pembaharuan hukum termasuk hukum pidana harus mempertimbangakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga memiliki karakteristik tersendiri, terletak pada subyek yang spesifiknya yaitu pelaku sekaligus korbannya berada dalam satu lingkup rumah tangga. Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana). Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientasi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi).
Tesis ini membahas tentang penerapan restorative justice sebagai upaya penyelesaian tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses penanganan tindak kekerasan dalam rumah tangga di Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana mekanisme penerapan restorative justice dalam menanganai perkara KDRT, serta mengetahui kendala penegak hukum khusunya penyidik dalam menyelesaiakan perkara KDRT terkait dengan penerapan restorative justice tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Polres Metro Jakarta Pusat, dimana warga kota Jakarta berada dalam berbagai suku dan budaya serta etnis yang beragam.
Hasil penelitian ini bahwa penerapan mediasi penal sebagai implementasi dari nilai-nilai restorative justice dalam kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah Polres Metro Jakarta Pusat oleh penyidik dilakukan mesikipun terdapat kendala hukum dalam penerapannya, hal ini dilakukan karena penyidik yang lebih mengedepankan keutuhan rumah tangga tersebut serta lebih memperhatikan faktor-faktor sosial dan psikologis anak dalam rumah tangga tersebut. Hingga penelitian ini selesai, pihak Polres Metro Jakarta Pusat follow up atau tindak lanjut perlindungan hukum terhadap korban sebagai upaya pencegahan dengan cara mewajibkan kepada pelaku kekerasan untuk wajib lapor. Selanjutnya dengan adanya delik aduan pada UU PKDRT menjadi dasar bagi penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat untuk membuat kebijakan untuk menyelesaikan perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan mediasi yang mendamaikan antara pihak korban dan pelaku serta keluarga dalam mencari solusi yang terbaik (win-win solution).

In principal, the country guarantees the protection of individual, family and community through the development of consistent and responsive law reform towards the conditions and needs of the community. In the law reform including criminal law, the values that exist in the community must be considered. Domestic Violence has its own characteristics in which the perpetrators and victims are within the same domestic sphere. Generally, the resolution of a criminal case employs the formal justice mechanisms (Criminal Justice System). In the development of criminal law, Restorative Justice which is restorationoriented justice is employed to restore a case into its normal state (restoration).
This thesis discusses the implementation of restorative justice as an attempt in adjudicating domestic violence. The purpose of this study is to investigate the handling of domestic violence in Central Jakarta Metro Police Resort, the mechanism of the implementation of restorative justice in domestic violence cases, and to find out the constraints that the investigating officers have in solving the cases of domestic violence associated with the implementation of restorative justice. This research uses descriptive qualitative method. The study was conducted at the Central Jakarta Metro Police Resort which in charge for residents coming from various cultures and ethnics living in the area.
The results of this study revealed that the application of penal mediation as an implementation of the values of restorative justice in the cases of domestic violence that occurred in the area of Central Jakarta Metro Police Resort conducted by the investigating officers is employed because the unity of the household is primarily put into attention by considering the social and psychological factors of children. Until the completion of this study, the Central Jakarta Metro Police Resort keeps on following up legal protection for victims as prevention by requiring the crime abuser to do compulsory report to the police office. Furthermore, with the abuse compliance on the Domestic Violence Law (UU PKDRT) as the base for the PPA Unit investigating officers at the Central Jakarta Metro Police Resort to make a policy to resolve domestic violence cases through mediation between parties both victims and perpetrators as well as families in finding the best solution (win-win solution).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rodliyatun Mardliyyah
"Tindak pidana korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Karena itu selain didakwa dengan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku tindak pidana korupsi juga didakwa dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur mengenai penyertaan melakukan tindak pidana. Namun para pelaku dalam kasus yang sama dihukum dengan hukuman yang berbeda-beda.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui terjadinya disparitas pemidanaan terhadap para pelaku turut serta melakukan (medeplegen) dalam putusan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia, pertimbangan hakim dalam kasus, dan untuk mengetahui pengaruh pemisahan atau penggabungan berkas dakwaan terhadap beratnya hukuman para peserta tindak pidana. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder berupa studi dokumen dan wawancara dengan narasumber.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa meskipun dilakukan secara bersama-sama, sangat dimungkinkan terjadi penghukuman yang berbeda di antara para peserta. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara didasarkan pada hukum yang berlaku, bersumber dari para Terdakwa sendiri, dan bergantung pada Majelis Hakim yang memutus perkara. Sementara tidak selalu penggabungan atau pemisahan berkas perkara punya pengaruh atau hubungan yang signifikan terhadap perbedaan penjatuhan sanksi pidana.

Corruption always involves more than one perpetrator. Therefore, not only charged with the Law on Corruption Eradication, perpetrators of corruption are also charged under Article 55 (1) Criminal Code (KUHP) regulating the inclusion of a criminal act. However, the perpetrators in the same case punished with different punishments.
This study aimed to determine the possible disparity of the sentencing for the perpetrators who take a direct part in the execution (medeplegen) corruption cases in Indonesia, consideration of the judge in the case, and to determine the effect of the separation or merger of the indictment against the severity of the punishment of the participant involved in criminal offense. Research conducted by the juridical-normative research methods using secondary data from the study documents and interviews with sources.
Based on the analysis in this study we concluded that although the criminal offense conducted jointly, it is possible that a different judgement occurs among each of the participants. Consideration of the judge in deciding the case based on the applicable law, derived from the defendant's own, and relies on the judges that deciding the case. Merging or splitting the case file does not always have influence or significant relationship to differences in criminal sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fania Putri Alifa
"Skripsi ini membahas mengenai fenomena disparitas pidana yang terjadi pada kasus kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif yang akan menjawab tiga rumusan masalah: pertama, faktor apa yang lebih dominan di antara faktor legal dan faktor ekstralegal sebagai penyebab disparitas pidana; kedua, hal-hal apa saja yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak; dan ketiga, bagaimana pengaruh dinaikkannya ancaman pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 terhadap disparitas pidana bagi para pelakunya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer berupa wawancara dengan tiga hakim dari tiga pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta dan data sekunder berupa studi kepustakaan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan dua puluh delapan putusan pengadilan negeri di Provinsi DKI Jakarta mengenai kasus kekerasan seksual terhadap anak; bahan hukum sekunder berupa RKUHP, buku-buku, dan hasil penelitian berupa skripsi, tesis, dan disertasi; dan bahan hukum tersier berupa kamus bahasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, faktor yang lebih dominan sebagai penyebab disparitas pidana adalah faktor ekstralegal, yaitu karakteristik kasus yang bersangkutan yang diikuti oleh subjektivitas hakim; kedua, hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak terdiri dari dua jenis, yakni pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan khusus; dan ketiga, dinaikkannya pidana penjara minimum khusus dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 nyatanya tidak berpengaruh pada disparitas pidana bagi para pelakunya.

This thesis discusses about the phenomenon of disparity of sentencing that occurs towards the perpetrators of child sexual abuse in DKI Jakarta Province. This thesis is a juridical normative study that will answer three main issues first, what factor that is more dominant between legal factors and extralegal factors as the cause of disparity of sentencing secondly, what points should the judge consider in imposing punishment for a perpetrators of child sexual abuse and third, how is the effect of the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 against disparity of sentencing towards the perpetrators.
Data used in this study includes primary data in the form of interviews with three judges from three district courts in DKI Jakarta Province and secondary data in the form of literature study. The legal substances used are primary legal materials in the form of statutory regulations and twenty eight decisions of the district courts in DKI Jakarta Province regarding cases of child sexual abuse secondary law materials in the form of RKUHP, books, and research results like thesis and dissertation and tertiary legal material is language dictionary.
The results of this study indicate that first, the more dominant factor as the cause of disparity of sentencing is the extralegal factor, that are characteristic of the case followed by the subjectivity of the judges secondly, the judges should consider two types of points in order to impose punishment a perpetrator of child sexual abuse, that are general consideration and special consideration and third, the raising of the threat prison punishment in Article 81 and Article 82 of Law Number 35 Year 2014 in fact does not affect the disparity of sentencing towards the perpetrators.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>