Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133905 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pandita
"Kebijakan SIPPT diterapkan oleh Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1971 awalnya sebagai suatu kebijakan pengendalian pembebasan tanah dan pengadaan infrastruktur FASOS FASUM di DKI Jakarta. Seiring dengan makin tertibnya bukti kepemilikan tanah, maka saat ini SIPPT lebih berperan sebagai kebijakan pengadaan infrastruktur FASOS FASUM.
Setelah kebijakan berjalan selama lebih dari 35 tahun dan telah menetapkan 2247 Pemegang SIPPT diseluruh Jakarta baru 11,9 % yang menyerahkan kewajiban sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SIPPT. Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu ; landasan filosofis, peraturan perundangan dan jenis, besaran dan standar FASOS FASUM. Pada bagian saran penyempurnaan, ketiga faktor utama diatas dirangkai dengan beberapa sub faktor turunannya, kemudian dilakukan wawancara kepada pakar yang menguasai permasalahan SIPPT, hasil dianalisis dengan metode Analythic Hierarchy Program.
Hasil akhir solusi didapat bahwa kebijakan SIPPT harus dirubah menjadi Keputusan Gubernur sehingga lebih kuat dalam menerapkan sanksi. Substansi jenis, besaran dan standar FASOS FASUM juga harus direview sehingga tidak menyebabkan multitafsir seperti selama ini terjadi. Pada masa yang akan datang, kebijakan SIPPT sebagai salah satu sarana pengadaan aset infrastruktur FASOS FASUM memegang peranan pentingtidak hanya bagi penghuni kawasan namun juga harus memberi dampak positif bagi semua stake holders. Berdasar hal ini, maka filosofi, peraturan perundangan dan jenis, besaran serta standar harus direview ulang guna mewujudkan kota Jakarta yang adil bagi segenap warganya.

Land Use Appointment Permit (SIPPT) policy was imposed in 1971 by Governor of Ali Sadikin, initially as land acquisition control policy and provision for Public Utility and Public Infrastructure (FASOS/FASUM) in DKI Jakarta. As land ownership documentation improving, SIPPT was used more on infrastructure provision for FASOS/FASUM.
After more than 35 years implementing SIPPT policy and issued 2247 SIPPT holder, only 11,9 % SIPPT holder handed over their obligation as stated in SIPPT. This underachievement was triggered by three main factors; philosophical, law and regulation, unit and standard of FASOM/FASUM. In ?Suggestion for Improvement? chapter, those three main factors were combined with sub factors, followed with interview with experts in SIPPT subject.
Result of interview then analyzed using ?Analytic Hierarchy Program?. Final conclusions suggested that SIPPT policy should be reinforced into Governor Decree to enable stringent law enforcement. Substance of type, units, and standard must be reviewed to avoid ambiguity. In future, SIPPT policy as means for provision of infrastructure asset for FASUM/FASOS will play important role not only for the residence in an area but also to bring positive impact for all stakeholders. Base on those facts, then philosophy, law and regulation, type, units, and standards of FASUM/FASOS must be reviewed to create Jakarta as egalitarian city for all residence."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Ridwan Maksum
"Sebagai wilayah terdepan penyangga DKI Jakarta, Kotamadya Dati II Tangerang mempunyai beberapa fungsi, dan salah satu fungsi terpentingnya adalah sebagai wilayah pemukiman guna menampung sebagian dan kelebihan penduduk DKI Jakarta yang diperkirakan pada tahun 2000 akan berjumlah 23 juta jiwa sedangkan kemampuan maksimalnya adalah 12 juta jiwa. Berdasarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam Daerah Tingkat I Jawa Barat maka wilayah yang diarahkan sebagai wilayah pemukiman di Kotamadya Dati II Tangerang adalah Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Cipondoh. Saat ini pada wilayah-wilayah tersebut telah terdapat beberapa lokasi perumahan. Salah satunya adalah Per umahan Modernland Cipondoh seluas 770 ha yang dibangun oleh pengembang swasta.
Permasalahannya adalah: apakah perumahan yang ada di wilayah Kotamadya Tangerang telah memiliki fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang memadai sesuai dengan yang diamanatkan dalam perundang-undangan yang mengatur penyediaan fasos dan fasum yang harus ada dalam suatu perumahan; apakah fasos dan fasum yang tersedia cukup memadai bagi masyarakat penghuni perumahan.
Untuk itu, penelitian ini berusaha menjawabnya dengan metodologi tertentu. Data dan informasi dikumpulkan dengan mempergunakan berbagai tehnik sekaligus. Penggalian data sekunder merupakan sumber utama dalam studi ini, dan data tersebut akan dianalisis dengan mengg unakan analisis isi (content analysis). Untuk mendukung keakuratan data yang dikumpulkan melalui analisis isi akan digunakan pula mekanisme cross check, melalui wawancara berstruktur dengan pejabat-pejabat daerah, para pemukim, para developer, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dan studi ini dapat disimpulkan beberapa hal tentang penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di Tangerang sebagai berikut: (1) Masih berorientasi tata ruang lama yang lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan kota Jakarta; (2) Tata ruang Tangerang kurang dapat menampung tuntutan dan perkembangan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warganya; (3) Integrasi tata ruang dengan hinterlandnya kurang menjadi orientasi utama; (4) Kurang mengutamakan kualitas dalam mengembangkan fasos dan fasum disaxnping masih sedikit dari sudut kuantitas; (5) Kurang adanya koordinasi antar instansi dalam mengembangkan fasos dan fasurn tersebut; (6) Lemahnya penganggaran mandiri dalam pengelolaan fasos dan fasum; (7) Rendahnya akses masyarakat andil dalam pengelolaan fasos dan fasum.
Adapun saran-sarannya adalah: (1) Pengembangan tata ruang baru ditindaklanjuti dengan action plan yang nyata dengan orientasi perkembangan internal kota Tangerang sendiri disamping hinterland-nya; (2) Integrasi tata ruang dengan Jakarta dilakukan sepanjang dilakukan dengan orientasi masa depan kota Tangerang sendiri; (3) Akomodasi tata ruang terhadap pegelolaan fasos dan fasum perlu ditingkatkan; (4) Kualitas dan kuantitas fasos dan fasum ditingkatkan; (5) Koordinasi antar intansi terkait dalam pengelolaan fasos dan fasum perlu ditingkatkan; (6) Pendanaan yang lebih mengutamakan visi dan mini pengelolaan fasos dan fasum; (7) Dibukanya akses masyarakat terhadap pengelolaan fasos dan fasum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwo Handhayani
"Dalam upaya untuk mencari sumber-sumber pembiayaan pembangunan, keberadaan Badan Usaha Milik Daerah {BUMD} bagi Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta (Pemda DKl Jakarta) menjadi penting sebagai salah satu altematif untuk sumber pemasukan pendapatan daerah. Namun, justru banyak BUMD mempunyai kinerja keuangan rendah sehingga fungsinya sebagai salah satu sumber pemasukan daerah tidak tercapai karena bagi hasil/ laba yang diberikan ke Pemda DK1 sangat kecil dan bahkan banyak yang merugi. Salah satu bentuk BUMD yang menunjukkan kinerja masih rendah adalah Perusahaan Daerah (PD). Bentuk perusahaan BUMD ini mempunyai tugas pengusahaan dan pelayanan sosial.
PD Sarana Jaya yang bergerak di bidang kepropertian telah lama menunjukkan kinerja keuangan yang rendah. Banyak faktor yang diidentifikasi mempengaruhi kinerja PD Sarana Jaya, salah satunya adalah bentuk badan hukumnya. Bertitik tolak dari pemahaman tersebut, penelitian ini mempunyai tiga tujuan, pertama, mengetahui permasalahan PD Sarana Jaya berkaitan dengan bentuk hukum perusahaannya, kedua, mengetahui pentingnya perubahan status badan hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT) guna meningkatkan kinerja usahanya, ketiga, merumuskan tahapan proses perubahan badan hukum PD Sarana Jaya mejadi PT. Untuk menjawab tujuan dimaksud, penelitian ini menggunakan alat bantu pendekatan yang dinamakan Soft System Methodology (SSM).
Penelitian ini menemukan beberapa aspek yang sangat mempengaruhi kinerja sebagai akibat dari bentuk badan hukum PD Sarana Jaya saat ini, Aspek-aspek tersebut menyangkut fungsi perusahaan, struktur dan bentuk organisasi, sumber daya manusia (SDM), serta manajemen yang terkait dengan satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Berdasarkan bentuk badan hukumnya, penelitian ini menemukan bahwa PD Sarana Jaya menjadi perusahaan yang sangat birokratis dan tidak fleksibel khususnya adanya peranan pejabat Pemda DKl Jakarta yang terlibat langsung dalam manajemen dan berperan sangat dominan dalam pengambilan keputusan, pengawasan, dan penentuan direksi perusahaan.
Dengan mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerjanya sebagai akibat dari bentuk badan hukumnya, penelitian ini mempertimbangkan bahwa perubahan bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas merupakan satu alternatif yang dianggap paling signifikan untuk menjawab tuntutan tersebut Dengan bentuk PT, perusahaan dapat menghilangkan pengaruh birokrasi dalam pengelolaannya, khususnya dalam proses pengambilan keputusan.
Beranjak dari temuan-temuan di atas, penelitian ini juga menyusun langkah-langkah yang harus dipersiapkan dan dilakukan guna perubahan bentuk badan hukum menjadi PT. Karena adanya perbedaan yang signifikan antara bentuk PD dengan PT, maka akan ada perubahan-perubahan yang menyangkut : fungsi, visi, dan misi serta strategi perusahaan ; bentuk dan struktur organisasi yang cocok ; manajemen dan proses pengambilan keputusan berdasarkan prosedur dan mekanisme kerja yang sesuai ; dan kebutuhan SDM menurut kualifikasi yang diperlukan sesuai bidang penugasannya. Perubahan-perubahan ini merupakan langkah minimal dan harus sudah siap sebelum proses perubahan bentuk badan hukum dilakukan untuk mendapatkan pengesahan sesuai aturan hukum dan perundangan yang berlaku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel ini merupakan hasil penelitian tentang musik rebana dan pengiringnya, yang merupakan salah satu bentuk kesenian dari berbagai budaya dan ragam hias yang ada di Jakarta...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R R Prihandari
"ABSTRAK
Sejak saat diundangkannya Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah
di seluruh Indonesia harus memiliki kemampuan untuk dapat
meningkatkan pembangunan di daerahnya masing-masing dengan
mengandalkan keuangan yang berasal dari kantong sendiri.
Dana yang dibutuhkan salah satunya bersumber dari Pajak
Daerah. Salah satu pungutan yang merupakan pemasukan dari
sektor Pajak Daerah adalah Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB), yaitu pajak yang dikenakan sebagai akibat
peralihan hak milik kendaraan bermotor.
BBNKB di DKI Jakarta diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 1998, tentang BBNKB. BBNKB sendiri ada dua, yakni BBN
I KB, mengenai peralihan hak milik kendaraan bermotor
pertama dan BBN II KB, mengenai peralihan hak milik
kendaraan bermotor bekas pakai.
Dalam administrasi perpajakan BBNKB dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dalam hal ini oleh Dinas
Pendapatan Daerah (Dipenda), bekerja sama dengan pihak
kepolisan DKI Jakarta (Polda Metro jaya) dan PT. Jasa
Raharja cabang Jakarta, untuk secara bersama-sama melaksanakan pelayanan balik nama kendaraan bermotor. Untuk
itu dibentuklah apa yang disebut dengan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap), berdasarkan Instruksi
Bersama tiga menteri terkait, Menteri Pertahanan Keamanan,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Pajak Daerah berupa BBNKB, khususnya BBN II KB, sangat
penting bagi pemasukan daerah, khususnya di DKI Jakarta,
maka perlu kiranya untuk ditinjau efektifitas balik nama
kendaraan bermotor tersebut di DKI Jakarta. Di mana dalam
mengukur efektifitas ini digunakan beberapa ukuran;
Pertama, berdasarkan administrasi perpajakannya; Kedua,
membandingkan antara rencana dan realisasi pemasukan dari
BBN II KB, dengan menggunakan Tax Performance Index (TPI);
Dan Ketiga, berdasarkan Law Enforcement-nya. Di samping itu
perlu pula dilihat apakah BBN II KB ini telah sesuai dengan
asas-asas perpajakan yang berlaku pada umumnya, seperti
Equality, Certanty, convenient, Economic of Collections."
2002
T36659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Purwanti
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap kinerja reksadana saham di Indonesia selama periode Agustus 2004 hingga Agustus 2007 dengan mempertimbangkan variabel popularitas reksadana, biaya reksadana., resiko reksadana, kemampuan manajer investasi dalam hal market timing dan portfolio selection Hal terakhir adalah mencoba untuk membangun suatu portfolio pasif dan mengukur kinerja reksadana saham berdaszu-kan Return Based Style Analjvsis. Penelitian ini membuktikan bahwa kinerja reksadana saham yang diteliti memiliki kinenja yang lebih baik dari kinerja pasar. Setelah memasukkan variabel popularitas reksadana, biaya neksadana, resiko reksadana, kemampuan manajer investasi dalam hal market timing dan portfolio selection, ada beberapa reksadana yang mampu menunjukkan kekonsistenan dalam kinmjanya. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan Return Based Style Analysis menunjukkan bahwa hanya sedikit dari reksadana yang diteliti yang dapat menggungguli kinezja portfolio pasif yang dibangun sebagai benchmark-nya. Selain itu dengan menggunakan Return Based Style Analysis mcnunjukkan bahwa sebagiau besar dari reksadana yang diteliti mengalokasikan asetnya pads scktor barang-barang konsumsi, sektor pertambangan dan sektor infrastruktur.

This stuaja aimed to examine mutual jitnd pedormance in Indonesia for August 2004 - August 2007 qier taking into consideration popularity, cost, risk and analyze market timing and porfolio selection of equityjiand manager. Finalbv, this study to build a style and measure fund pergnnmance based on that style used Return Based Style Analysis. This study evidence mutual jitnd in Indonesia for this periode outpeiarm to their benchmark. Then, this stuay indicates after taking factors popularity cost, riks, market timing ability and porgfolio selection there are several mutual fund have constlstentlyjbr their peizrmance. For Return Based Style Anabfsis show that stockjitnd in this study have their most asset alocation on consumer goods sector, mining sector and infasrruktur sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33621
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Idris Ramulyo
"Menurut Imam Abu Hanifah sebagai pendiri Madzhab Hanaf, WAKAF adalah penahanan pokok suatu harta benda dalam tangan pemilik wakaf (pemberi wakaf disebut WAKIF) dan penggunaan hasil barang itu dapat disebut Ariah (Commodate Loan) yang bertujuan amal saleh. Sedangkan menurut Adhi Abu Yusuf dan Imam Muhammad, WAKAF adalah penahanan pokok suatu harta benda di bawah hukum benda Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga hak pemilikan dari WAKIF berakhir dan berpindah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk sesuatu tujuan amal yang hasilnya dipergunakan untuk manfaat makhluk-Nya.
Dalam tiap-tiap wakaf didapati 3 (tiga) unsur, yaitu:
1. Pemilikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan oleh sebab itu sifatnya abadi dan tidak dapat dicabut;
2. Manfaatnya bagi kepentingan manusia;
3. Hapusnya hak pemilikan dari. WAKIF.
Sedangkan menurut Imam Syafi'i, WAKAF adalah: Suatu kontak yang hasil atau akibatnya merupakan penahanan asal (pokok) dari sesuatu benda dan membiarkan hasil-hasilnya untuk kepentingan umum.
Pokok-pokok yang penting dalam definisi menurut Imam Syafi'i tersebut ialah:
1. Pembekuan pemilikan dari WAKIF (Immobilization Corpus) oleh badan atau organisasi;
2. Pemakaian penghasilan atau keuntungan untuk tujuan amal tertentu.
Asaf A.A. Fyzee dalam bukunya Outlines of Mohammadan Law, Geoffrey Cumberlege Oxford University Press, London 1956 hal. 103 mengatakan bahwa WAKAF dapat diberikan kepada:
1. Imam Masjid kepentingan peribadatan);
2. Untuk sekolah-sekolah, dan keperluan bagi tenaga pengajarnya serta siswa-siswinya (kepentingan pendidikan);
3. Untuk saluran air, jembatan-jembatan, rumah penginapan kafilah, derma fakir dan miskin dan bantuan untuk kepentingan orang-orang miskin naik Haji.
Dengan alasan tersebut peneliti mencoba mengadakan penelitian di Wilayah DKI Jaya dengan permasalahan sebagai di bawah ini:
- apakah pelaksanaan WAKAF di Wilayah DKI Jaya dapat menunjang lajunya peningkatan pendidikan;
- sampai sejauh mana partisipasi fuqoha, ulama dan masyarakat khususnya umat Islam dalam mensukseskan pendidikan dengan dana/pembiayaan dari wakaf;
- sampai seberapa jauh secara sosiologis, juridis dan ekonomis pelaksanaan wakaf telah dapat mensukseskan pendidikan.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa telah ada 78.038,33 M2 tanah wakaf, 2251 orang/badan hukum yang telah berwakaf, 893 NADZIR (pengelola tanah/harta benda wakaf), 2307 buah rumah ibadat berasal dari wakaf, 432 Madrasah, 379 Yayasan Yatim Piatu, 41 Yayasan fakir miskin, 535.569 orang miskin dan 16.618 orang jompo dibiayai dari dana wakaf. Untuk pendidikan telah diasuh 74 buah sekolah Taman Kanak-kanak, 3019 murid TK, 153 buah SD dengan 6865 murid, 59 buah SLTP dengan 7637 siswa, 124 buah SLTA dengan 4973 siswa, 3 sekolah Kejuruan tingkat SLTA dengan 500 murid dan 3 buah Perguruan Tinggi dengan 1500 orang mahasiswa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sinambela, Ramli
"Persediaan tanahå terbatas sedang kebutuhannya meningkat secara linier sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan pembangunan di segala bidang. Di lain pihak, pembangunan sarana dan atau prasarana kepentingan umum tidak mungkin ditunda-tunda terutama pada kota Metropolitan seperti DKI Jakarta.
Masalah utama yang dihadapi Pemerintah adalah masalah kesediaan masyarakat melepaskan hak atas tanahnya dan besarnya ganti kerugian yang tidak sesuai. Pemegang hak atas tanah mengajukan ganti kerugian yang layak agar dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya atau setidak-tidaknya tidak menurun dibanding dengan sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana agar kebijakan pengadaan tanah yang ada dapat lebih dioperasionalkan dan diharapkan dapat diterima semua pihak. Semakin tinggi pencapaian target pengadaan tanah (luas tanah, penyerapan biaya dan penerimaan ganti kerugian) maka semakin baik kinerjanya dan sernakin mudah penerima ganti kerugian meningkatkan kesejahteraannya serta semakin demokratis pelaksanaan pengadaan tanah dimaksud.
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif dan analisis SWOT. Dari penelitian yang dilaksanakan di DKI Jakarta diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
1. Kepres RI No. 55 Tahun 1993 sebagai Kebijakan Publik pengadaan tanah untuk kepentingan umum ternyata lebih baik kinerjanya dan lebih kondusif menyerap biaya yang tersedia dalam APBD serta lebih demokratis pelaksanaannya dibanding Permendagri No. 15 Tabun 1975 yang berlaku sebelumnya.
2. Bahwa selain dengan ganti kerugian, ternyata di DKI Jakarta ditemukan suatu pengadaan tanah untuk lokasi pembangunan kepentingan umum tanpa ganti kerugian yaitu berupa kewajiban pengembang dan konpensasi palayanan Ketata Kotaan dari Pemda DKI Jakarta.
3. Dengan memberdayakan potensi dinamis masyarakat dan simultan dibebani kewajiban sosial menyediakan sarana dan atau prasarana kepentingan umum akan sangat membantu Pemda DKI Jakarta memperbaiki kualitas dan kuantitas pengadaan tanah dengan ganti kerugian.
Hasil analisis temuan dalam penelitian ini merekomendasikan bahwa kinerja Kepres RI No. 55 tahun 1993 masih dapat ditingkatkan dengan memberi batasanbatasan yang lebih jelas dan lebih konkrit mengenai ruang lingkup substansi, mekanisme musyawarah, penggunaan lembaga keberatan, dasar pertimbangan menetapkan besamya ganti kerugian dan mensosialisasikan RUTRD & RBWK. Selain itu pemberdayaan potensi dinamis masyarakat masih sangat relevan ditumbuh kembangkan. Untuk itu perlu ada pemikiran memperbaiki kebijakan publik yang mengatur kewajiban pengembang yang sekarang ini masih berbentuk Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta menjadi Undang-Undang atau Peraturan Daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto
"The present of social facilities and public utility at real estate housing is an important component. Basically, government has published the rule to control implementation of social facilities development. The rule makes the developers of housing concerning to social facilities and public utility, which is needed by society. The intention of this study is to find out and to identify the constraints that are happened in social facility and public utility development process at real estate housing for middle to lower class by the private developer inappropriate to the needs that appear on case study object.
To aim the purpose, this study identifies the factors that make social facility and public utility on study case object developed not following the rules; we also analyze social facilities and public utility development processes that are running. This analysis also touches the actors who have playing role in the development process that effect to the result housing social facilities and public utility development physically. The problems that happen in policy and control aspects can be known by comparing the rule with their implementation. To know perception, this study will explore dominant factors or issues in social facilities and public utility development process as the rule run.
This study finds out that there are some problems in government and developer that occur in every single step connected with policy, control and perceptions aspects in such process. This study find out too that social facility and public utility development process can be run well if it is dependant on government support by creating clear policy including any punishment for all mistakes. Also, it is important to make clear the role of all stakeholders such as government, developer and society participation to create positive synergy in providing social facilities and public utility. Basically this study has proven that there are some problems that do not make social facility and public utility development process run well especially in middle and lower housing class that caused negative implication to the society.

Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam lingkungan perumahan sangatlah penting. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Peraturan tersebut mengharuskan perusahaan pembangun perumahan dan pemda untuk menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibutuhkan warganya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengidentifikasi dan menemukan kendala-kendala yang timbul dalam proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang berkaitan dengan aspek kebijakan, pengawasan, dan pengendalian serta pandangan pengembang dalam pengadaannya.
Tujuan ini dapat dicapai dengan cara mengidentifikasi proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum dari mulai tahap perencanaan sampai tahapan pengelolaan dan pemeliharaan dan mengidentifikasi peranan para aktor/pelaku dalam setiap proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum pada perumahan. Kendala yang terjadi berkaitan dengan aspek kebijakan, penyerahan, pengawasan dan pengendalian diketahui dengan membandingkan proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum sesuai dengan tahapan pengadaannya melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak di Pemerintah DKI Jakarta yang terkait dalam proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum dengan peraturan proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di DKI Jakarta. Persepsi pengembang diketahui dengan meneliti faktor-faktor atau isu-isu dominan dalam pengadaan fasilitas sosial sesuai dengan prosedur peraturan yang berlaku.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai kendala yang dialami baik oleh pengembang dan pemerintah daerah sendiri dan terjadi pada tiap tahapan proses pengadaan tersebut dalam kaitannya dengan aspek kebijakan, pengawasan dan pandangan/persepsi dalam proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kelancaran proses pengadaan fasos sangat tergantung pada dukungan yang diberikan pemerintah melalui kebijakan, termasuk adanya sangsi yang tegas bagi tiap pelanggaran. Selain itu, penting sekali untuk memperjelas peran masing-masing pihak dan melaksanakannya secara konsisten dalam proses pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum baik itu pemda, pengembang dan partisipasi masyarakat sendiri sehingga dihasilkan sinergi yang bisa menciptakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang mencukupi baik kuantitas dan kualitasnya bagi kepentingan masyarakat banyak."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28756
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Nugrohadi
"Penagihan pajak dengan Sural Paksa sesuai UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, sebagai WUJUd dari penagihan aklif dapat digunakan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan penerimaan PBB di DKI Jakarta. Halini dimaksudkan sebagai wujud pengenaan sanksi secara tegas kepada penunggak pajak yang dari tahun ke tahun selalu meningkat baik jumlah nominal tunggakan maupun jumlah wajib pajak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metoda analisis deskriptif dan analisis empiris serta leknik pengolahan data secara manual untuk analisis Korelasi dan Koefisien Regresi Sederhana serta bantuan aplikasi Komputer Microsoft Excel Windows 97 untuk menghitung Koefisien Regresi dan Korelasi Sederhana. Teknik pengumpulan data dengan cara Studi Kepustakaan.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa penagihan secara aktif dengan menerbitkan STP dan Surat Teguran meskipun dengan volume dan jumlah yang masih kecil dibandingkan dengan tunggakan yang ada tetapi telah mampu meningkatkan realisasi penerimaan PBB, seperti Koefisien Regresi STP adalah sebesar + 4,51 dan Surat Teguran sebasar + 75,93 serta mempunyai korelasi sederhana atau hubungan yang sangat era!. Penagihan pajak secara aktif perlu ditingkalkan sebagai selah satu upaya terakhir dalam rangka meningkatkankan penerimaan PBB.
Penagihan aktif dilakukan dengan memperhatikan asas economy, asas kepastian hukum,, asas kegotongroyongan, asas kecukupan penerimaan tanpa mengabaikan kondisi perekonomian. Upaya penagihan aktif harus didahului dengan tindakan persuasive dan penyuluhan yang terus menerus serta implementasi hasil pajak secara nyata untuk pembangunan sehingga akhirnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak meningkat."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>