Ditemukan 139712 dokumen yang sesuai dengan query
"Kedudukan kekuasaan kehakiman dalam negara hukum Indonesia merupakan hasil perjuangan politik yg dipengaruhi berbagai variabel, baik itu variabel sosial, politik, budaya, agama, keamanan, pendidikan maupun hukum."
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI,
321 KBMK
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Kencana, 2020
343.072 NAD h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rizky Muhammad Ikhsan
"Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur pada Pasal 22D UUDNRI 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 serta Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 2009) menempatkan kedudukan DPD tidak setara dengan Presiden atau DPR dalam hal pembentukan undang-undang. Lahirnya, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 telah merubah kedudukan dan kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang undang yaitu dengan merumuskan bahwa DPD ikut terlibat sejak tahap pengajuan undang-undang sampai dengan sebelum diambil persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3 2014) yang tidak didasarkan pada putusan Makamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Sehingga, diajukannya pengujian formil dan materiil atas UU MD3 2014 yang kemudian melahirkan putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014, membuktikan bahwa UU MD3 2014 tidak dibentuk berdasarkan arahan dari putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 karena mengatur kembali hal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Terlebih lagi, terdapat beberapa aturan lainnya pada UU MD3 2014 yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang seharusnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada Putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014.
DPD authority in the formation of legislation have been regulated in Article 22D UUDNRI 1945, Law No. 27 of 2009 and Act No. 17 of 2014. Act No. 27 of 2009 (Act MD3 2009) locates the position of DPD is not equivalent to the President or the House of Representatives in the formation of legislation. The Constitutional Court decision No. 92 / PUU-X / 2012 has changed his position and authority of the DPD in the formation of the legislation is to formulate that DPD is involved since the submission stage of the legislation before it is taken up by mutual agreement by the Parliament and the President. Formation of Law No. 17 of 2014 (Act MD3 2014) that are not based on the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 resulted in obscurity authority of the DPD in the formation of legislation. Thus, the filing of formal review and substantive review of the Act MD3 2014 which gave birth to the decision of the Court number 79 / PUU-XII / 2014, proving that the Act MD3 2014 are not formed under the direction of the Constitutional Court decision number 92 / PUU-X / 2012 as set back the has been declared unconstitutional by the Constitutional Court in Constitutional Court Decision No. 92 / PUU-X / 2012. Moreover, there are several other rules on MD3 Act 2014 contrary to the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 that should have been declared unconstitutional by the Constitutional Court conditional on Court Decision number 79 / PUU-XII / 2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47101
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Moh. Mahfud MD
Jakarta: Rajawali, 2010
342.02 MOH k
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Moh. Mahfud MD
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012
342.02 MOH k
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Arianto W. Soegijo
"Penelitian yang dilakukan ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui secara jelas apakah jual beli yang dilaksanakan oleh FS atas harta tidak bergerak (tanah) yang dimilikinya sah atau tidak, karena terhadap hak atas tanah tersebut telah ada putusan pengadilan yaitu adanya Putusan Pengadilan Agama Kelas IA Palembang dengan No. 205/Pdt.G/1996/PA.Plg tanggal 22 Oktober 1996 yang dalam amarnya menyatakan membatalkan perkawinan FS denga H Serta mengabulkan sita jaminan yang dimohon oleh penggugat, akan tetapi FS dapat menjual hartanya yang nyata-nyata termasuk dalam sita jaminan tersebut tanpa hambatan, bahkan dapat dibalik nama oleh pembeli, sehingga pertanyaannya adalah kenapa hal tersebut dapat terjadi, inilah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini yang menggunakan metode untuk pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap perlu baik di dalam pemeriksaan persidangan maupun di luar persidangan seperti mendatangi Kantor Pertanahan Palembang, yang ternyata didapat keterangan atau penjelasan yang menyatakan bahwa dalam buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan Palembang, tidak pernah tercatat sita jaminan tersebut, sehingga sita jaminan berdasarkan putusan Pengadilan Agama Kelas IA Palembang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak maupun pihak ketiga lainnya dan dianggap tidak pernah ada, karena tidak pernah ada maka jual beli yang telah dilakukan oleh FS tidak melanggar hukum bahkan sebaliknya telah sah, hal ini dapat terjadi akibat keteledoran pihak Pengadilan Agama Kelas IA Palembang."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19386
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ratu Riftia Rizki
"Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama Pertama kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori kedaulatan Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan Kedua Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi Ketiga Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang undang Migas Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak menguasai negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang Undang dan Peraturan Pemerintah Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang undang Migas di Mahkamah Konstitusi Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pancasila Undang undang Dasar Politik keberpihakan Pemerintah serta penguataan kelembagaan negara dalam pengelolaan Hulu Migas Disamping itu penulis menyampaikan bahwa Rancangan perubahan Undang Undang Migas diharapkan dapat mengakomodir segala masalah yang selalu terjadi yang dikeluhkan oleh berbagai pihak baik dalam hal hak menguasai negara dan maupun kebijakan teknis guna mendukung berkembangnya industri Migas Nasional sebagai wujud kemandirian dan ketahanan energi.
The study was based on the Law of Political Management of Oil and Gas in Indonesia in accordance with the mandate of Article 33 of the Constitution of 1945 This study addresses three main issues First the relation of the Political Law of Oil and Gas Management Oil and Gas sovereignty theory in realizing the Welfare State Secondly Political Developments in Indonesia Oil and Gas Management Law of the Indies to the mass Mass Reformation Third Political Law of Oil and Gas Management after the Constitutional Court Decision on Testing Oil and Gas Act The method used in this study is a normative juridical using secondary data The results showed that the state over oil and gas resources are the bedrock before setting policy measures law of oil and gas management Countries should be able to manage natural resources for the greatest welfare of the people Political management of oil and gas law in Indonesia is the attitude or the attention of the government and the management of oil and gas in the form of policies that poured into the Law and Government Regulation Management and Operation of Oil and Gas Political management of oil and gas law in Indonesia has experienced turmoil and change both political Any Order changes in government or some underlying factors as well as the demands of the public to request a judicial review of Oil and Gas Law in the Constitutional Court On this basis the management of oil and gas law for political change must be implemented in accordance with Pancasila the Constitution the Government Political alignments as well as institutional Strengthening the state in the management of upstream oil and gas In addition the authors convey that the draft oil and gas law change is expected to accommodate any problems that always occur complained of by the various parties both in terms of rights and state control of the technical and policy to support the development of the National Oil and Gas industry as a form of self reliance and energy security."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39337
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Vania Digna Anggita
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli memiliki hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. Setelah dilakukannya PPJB yang telah dibayar lunas, sebagai pembeli yang beritikad baik berhak membuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT dan melakukan balik nama atas sertifikat. Namun, dalam hal penjual beritikad buruk dalam jual beli maka dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak pembeli tersebut yang menyebabkan pembeli tidak dapat melakukan proses balik nama. Penjual dalam kasus ini tidak jujur saat dikemudian hari ia digugat oleh pihak lain dalam kasus berbeda yang memohonkan diletakannya sita jaminan terhadap objek sengketa dan tidak menyatakan bahwa objek sengketa tersebut sebenarnya telah dijual dan dibayar lunas sehingga atas objek sengketa tersebut diletakan sita jaminan. Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang telah membuat PPJB lunas di hadapan Notaris dan telah menguasai objek sengketa namun kemudian kehilangan kepemilikannya karena belum melakukan Akta Jual Beli di hadapan PPAT dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 394 K/Pdt/2022. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi dokumen. Hasil analisis penelitian ini adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada pembeli yang beritikad baik dalam PPJB belum tercapai. Penjual seharusnya melindungi Objek Sengketa untuk tidak terkait dengan sengketa apa pun karena telah diikat dengan jual beli yang dibayar lunas. Pertimbangan yang dipaparkan majelis hakim dalam kasus ini juga belum tepat. Majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap pembeli yang sudah terikat dalam PPJB meskipun PPJB tersebut telah dibuat secara sah. Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan isi dari PPJB yang mengikat para pihak dan menyatakan bahwa perbuatan penjual yang dengan sengaja tidak memberitahukan bahwa objek sengketa telah dijual seharusnya dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.
The Sale and Purchase Agreement has rights and obligations that bind the parties. After it has been paid in full, as a buyer with good intentions, he has the right to make a Sale and Purchase Deed before the PPAT and transfer the name of the certificate. However, if the seller has bad intentions in buying and selling, it can cause losses to the buyer which causes the seller to be unable to process the transfer of names. The seller in this case was dishonest when he was later sued by another party in a different case who requested the placement of collateral for the disputed object and did not state that the disputed object had actually been sold and paid in full so that the collateral for the disputed object was placed. This research discusses legal protection for good-faith buyers who have paid off the PPJB before a Notary and have taken control of the object of the dispute but then lost their ownership because they have not carried out the Deed of Sale and Purchase before the PPAT in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 394 K/Pdt/2022. In answering these problems, normative juridical methods are used with descriptive analytical research types. The data in this study were obtained through a document study. The result of this research analysis is that the legal protection given to the good faith buyers in the PPJB has not been achieved. The seller should protect the object of the dispute not to be related to any dispute because it has been bound by a sale and purchase that have been paid in full. The considerations presented by the panel of judges in this case were also not correct. The panel of judges did not consider legal protection for buyers who were bound by the PPJB even though the PPJB had been made legally. The Panel of Judges should have considered the contents of the PPJB which are binding on the parties and stated that the actions of the seller who deliberately did not notify that the object of the dispute had been sold should be declared an unlawful act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"One of the important occurrences in Indonesia's demography is birth. Law Np. 23 of 2006 concering Demographic Administration reguires reporting of birth to be made no later than 60 ( sixty) days from the date of delivery, with a concessionary period pf up to 1 (one) year upon approval of the head of the relevant local implementing institution. Reporting after the one year period is governed by different rules in legislation. The reporting rules have been effectively revoked in 2012 by the Indonesia Contitutional Court. This article discusses the consequences of birth reporting before and after contitutional court no. 18/PUU-XI/2013 using normative research methods"
LRUPH 13:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library