Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krishna Sulaeman
"Fungsi notaris/PPAT dalam membuat perjanjian murabahah, pada hukum positif tidak diatur secara tegas, sementara dalam hukum Islam notaris/PPAT mempunyai peran penting. Sengketa perbankan syariah, dimungkinkan penyelesaiannya melalui peradilan umum, sehingga peradilan agama tidak mempunyai kewenangan absolut. Permasalahan yang akan dibahas adalah, kedudukan notaris dalam pembuatan akte murabahah dan ketentuannya menurut hukum positif, serta penyelesaian sengketa perbankan syariah. Penulisan dengan metode kepustakaan dan menggunakan sumber data sekunder ini menyimpulkan, al-Qur’an mengatur pentingnya suatu peijanjian dalam bentuk tertulis dan dituliskan oleh mereka yang memahami peijanjian. Penyelesaian sengketa dimungkinkan melalui peradilan umum namun tidak boleh melanggar prinsip syariah.

Role of Notary/PPAT in contriving murabahah agreement, does not explicitly stipulated on the positive law, while in the Islamic law notary/PPAT has an important role. Dispute in sharia banking is possible to be settle through general court, impacted religion court does not have any absolute authority. Issues to be discussed is, notary in contriving deed of murabahah, legality according to positive law and sharia banking settlement contention. Inscriptive with the method of literature by using secondary data source conclude that al-Qur’an has arrange the importance of writing and written agreement by those who understand the agreement. Disputes is possible to be settle through the public court but may not violate the principles of sharia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25994
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna Sulaeman
"Fungsi notaris/PPAT dalam membuat perjanjian murabahah, pada hukum positif tidak diatur secara tegas, sementara dalam hukum Islam notaris/PPAT mempunyai peran penting. Sengketa perbankan syariah, dimungkinkan penyelesaiannya melalui peradilan umum, sehingga peradilan agama tidak mempunyai kewenangan absolut. Permasalahan yang akan dibahas adalah, kedudukan notaris dalam pembuatan akte murabahah dan ketentuannya menurut hukum positif, serta penyelesaian sengketa perbankan syariah. Penulisan dengan metode kepustakaan dan menggunakan sumber data sekunder ini menyimpulkan, al-Qur’an mengatur pentingnya suatu peijanjian dalam bentuk tertulis dan dituliskan oleh mereka yang memahami peijanjian. Penyelesaian sengketa dimungkinkan melalui peradilan umum namun tidak boleh melanggar prinsip syariah.

Role of Notary/PPAT in contriving murabahah agreement, does not explicitly stipulated on the positive law, while in the Islamic law notary/PPAT has an important role. Dispute in sharia banking is possible to be settle through general court, impacted religion court does not have any absolute authority. Issues to be discussed is, notary in contriving deed of murabahah, legality according to positive law and sharia banking settlement contention. Inscriptive with the method of literature by using secondary data source conclude that al-Qur’an has arrange the importance of writing and written agreement by those who understand the agreement. Disputes is possible to be settle through the public court but may not violate the principles of sharia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Faisol
"Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merupakan tonggak awal dikenalkannya dual banking system di Indonesia. Dual banking syslem tersebut meliputi perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Perbankan syariah merupakan perbankan yang menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber pada ajaran IsIam. Pada dasarnya produk perbankan syariah dapal dibagi 3 ( tiga ) yaitu pendanaan, pembiayaan dan jasa.
Pembiayaan dapat dibagi menjadi 4 ( empai ) yaitu pembiayaan berdasarkan akad jual beli syariah ( bai' ), pembiayaan berdasarkan sewa ( Harsh ), pembiayaan berdasarkan bagi hasil dan pembiayaan Iainnya. Menurut Syafi'i Antonio bai' yang digunakan dalam perbankan syariah Indonesia adalah murabahah, salam dan isfishna.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Pasca Fatwa DSN-MUI tentang bunga haram, perbakan syariah mengalami pelumbuhan yang sangat pesat. Salah satu indikatomya adalah adanya pertumbuhan jumlah bank syariah baik yang berupa bank umum syariah, unit usaha syariah dan bank Perkreditan Rakyat Syariah. Pertumbuhan ini akan makin cepat seiring dengan adanya kebijakan office channelling dari Bank Indonesia yang memperbolehkan cabang bank konvensional memberikan Iayanan syariah.
Perkembangan perbankan syariah tersebut tidak diikuti dengan kebijakan perpajakan yang jelas terutama kebijakan Pajak Perlambahan Nilai. Pemerinlah memperlakukan transaksi perbankan syariah dengan Iandasan peraturan perpajakan yang masih bersifat umum. Salah satunya adalah Pernerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi dengan dasar akad jual beli syariah yailu murabahah, salam dan isfishna. Alasan Pemerintah adalah transaksi ini dianggap jual beli biasa sebagaimana perusahaan perdagangan. Kalangan Perbankan menganggap kebijakan tersebut tidak adil karena perbankan konvensional tidak dikenakan PPN.
Menurut mereka seharusnya Pemerintah memperlakukan murabahah, Salam dan istishna Sebagai salah salu produk perbankan sebagaimana ada dalam perbankan konvensional sehingga tidak ada pengenaan PPN. Latar belakang permasalahan inilah yang dijadikan acuan dalam penulisan tesis ini.
Dengan Iatar belakang permasalahan di atas, permasaIahan ulama yang diangkal dalam tesis ini adalah perlakuan PPN berdasarkan akad dan mekanisme yang terjadi di praktek perbankan syariah, permasaiahan pajak berganda pada perbankan syariah, upaya - upaya yang telah dilakukan DJP dalam menyelesaikan permasalahan dan upaya - upaya yang seharusnya dilakukan DJP dalam mengatasi permasaIahan.Tesis ini disusun dengan menggunakan banyak metode. Metode yang digunakan adalah studi pustaka , studi Iapangan dan wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap stakeholder di Iingkungan perbankan syariah yaitu Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia , Direktoral Jenderal Pajak dan kalangan praktisi perbankan syariah.
Menurut Stotsky pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa keuangan adalah hal yang sulit dilakukan karena sulit untuk mengukur value added yang berhubungan dengan jasa keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan , transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bila dilihat akad syariah yang digunakan dan mekanisme yang terjadi. Value added dari transaksi murabahah, salam dan istishna dapat dilakukan karena adanya marjin keuanlungan yang dapat diketahui secara jelas pada saat transaksi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada murabahah, salam dan istishna dapat menimbulkan permasalahan pengenaan pajak berganda pada perbankan syariah. Pajak berganda. ini terjadi pada saat penyerahan barang dari pemasok kepada nasabah dan penyerahan barang dari bank syariah kepada nasabah dimana nasabah harus menanggung PPN pada kedua waktu transaksi tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan di atas , perlu dilakukan upaya - upaya yang nyata dari Pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sejauh ini, DJP belum mengeluarkan peraturan yang berkailan Iangsung dengan perbankan syariah. Peraturan yang dipakai sebagai acuan DJP lerhadap transaksi syariah hanya aturan umum dalam peraturan Pajak Pertambahan Nilai. Produk yang dikeiuarkan hanya berupa surat unluk menanggapi pertanyaan Seputar problematika pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi syariah.
Unluk menyesuaikan dengan kelaziman perlakuan perpajakan atas transaksi perbankan syariah di negara - negara Iain , seharusnya Pemeriniah dapat memberikan kebijakan khusus terhadap perbankan syariah. Pemerintah melalui DJP seharusnya mengecualikan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai alas transaksi murabahah, safam dan istishna sebagaimana pemberian kredit dalam perbankan konvensional. Pengecualian ini dapat diluangkan dalam Undang - Undang Pajak Perlambahan Nilai di Pasal 4A atau Pasal 16B. Bila kebijakan ini diniatkan untuk jangka panjang, maka dapat dimasukkan dalam Pasal 4A. Bila kebiiakan ini diniatkan unluk jangka pendek maka dapat dimasukkan dalam Pasal 16B. Disamping itu, juga diperlukan peraturan - peraturan pelaksanaan terkait dengan praktek - praktek transaksi perbankan syariah.
Dalam penetapan peraturan perpajakan atas perbankan syariah, Pemerintah harus memperhatikan 2 ( dua ) faktor. Faktor pertama , Pemerintah hendaknya melibatkan pelaku - pelaku yang ada hubungan dengan perbankan syariah seperti Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan kalangan praktisi perbankan, Hal ini dilakukan agar ada persamaan interpretasi antara DJP dan kalangan perbankan syariah. Dengan kesamaan pandangan tersebut maka dapat meminimaiisir permasalahan perpajakan yang terjadi dalam perbankan syariah. Faktor kedua adalah Pemerinlah yang diwakili DJP hendaknya melakukan harmonisasi peraturan yang ditetapkan dengan peraturan - peraturan yang ditetapkan sehubungan dengan perbankan syariah.

Law number 10, 1998 concerning Banking is the first law to recognizing indonesia's dual banking system. Dual banking systems consist of conventional banking and islamic banking.
Islamic banking practices islamic's principles in their operational. There are so many products that offered by islamic banking. Basically , the products that islamic banking offer can be divided into three major types. Those are financing type , funding type dan service provision type. Financing type can he divided into four categories : financing Linder the principles of sale and purchase ( Bai' ) , financing under the principles of leasing ( ijarah ), financing under the principles ol` revenue sharing and financing under complementary contracts. Syafi'i Antonio said that bai' used at lndonesia's sharia banking consists of murabahah financing, salam financing and istishna financing.
Development of islamic banking in Indonesia was started by establishment Bank Muamalat Indonesia in 1991 Since the issuance of religious islamic opinion by DSN-MUI about haram interest, islamic banking grows very fast. One of indicator is sum of general islamic banking ( Bank Umum Syariah ), islamic work unit ( Unit Usaha Syariah ) and islamic public credit matters bank ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah ). The growth is faster because of office channelling policy permitting branchs of the conventional banks to provide sharia services.
Development of islamic banking isn't balanced with clear tax policy especially value added tax policy. General tax rules apply to islamic banking transaction. Among the rules is value added tax rule on transaction based on bai` ( akad jual beli ) that consists of murabahah, salam and istishna. The government argues that murabahah, salam and istishna do common sell - buy transaction in the name manner as ordinary trading companies do. About that policy, some banking practitioners see government not fair because conventional banking non value added taxable. They say that murabahah, salam and istishna is one of banking procucts, so not value added taxable This is became critical point of this thesis.
With critical point problem as mentioned in the previous paragraph, important topics in this thesis are treatments of value added tax based on islamic contract ( akad ) and islamic banking mechanism, double taxation problem that islamic banking bears and solution to the problem. The method used in this research is that of qualitative descriptive analysis by means of literature, which emphasize books as an object and field of study , of data collection by interview and of the use of secunder data. The research limited only on sources of data ini several general islamic bankings. Object is interviews more engaged with DSN - MUI, Bank Indonesia and DJP.
Stotsky said that in principle, it is possible to measure value added in the banking sector because there are difficulty compute value added that attribute to each transaction. Based on the result of the research, murabahah, salam and istislma can be Value Added Taxable based on islamic contract and nature of transaction. Value Added Tax on murabahah, salam and istishna affect double taxation problem at islamic banking. This double taxation is happened in transfer of goods from supplier to bank customer and in transfer of goods from bank to bank customer. Bank customer pays value added tax twice on the time of transfer of goods in islamic banking transaction.
To solve that problem, should be there are some real movements by government. Until now, DJP doesn?t regulate any Special treatment of value added tax on islamic banking. Rules that used to treat islamic banking are still general rules in value added taxation. Until now, DJP has just answered taxation problem about murabahah.
To be inherent with tax treatment on islamic banking transaction in another countries, government should give special policy to islamic banking. Government should regulate that murabahah, salam and istishna are not Value Added Taxable and are equally with credit allocation at conventional banking. Exception to murabahah, salam and istishna could be regulated in taxation act rule to value added at article 4A or article 16B. Beside that, rules under the act must be regulated to support the practice of islamic banking transaction.
To regulate tax on islamic banking, government should pay attention to two factors. First. government should involve stakeholder at islamic banking, like Bank Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia and islamic banking practitioner. This step must be done to inherent perception between DJP and islamic banking. The same perception can minintalize taxation problem in islamic banking. Second, government should harmonize taxation rules with islamic banking rules.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsiah
"ABSTRAK
Begitu pentingnya muslim memegang perjanjian yang telah diikrarkan untuk
memenuhinya. Hubungan hukum antara bank dan nasabah dilandasi adanya perjanjian
baik dalam penanaman dana maupun dalam penyaluran dana. Perbankan merupakan
lembaga kepercayaan yang sangat sensitif akan adanya sengketa dan keluhan serta
pemberitaan negatif yang dalam penyelesaiannya tidak dapat dilaksanakan dengan
segera oleh bank yang bersangkutan. Dalam penyelesaian sengketa dan perselisihan
maka Perbankan syariah selain harus patuh (comply) kepada prinsip kehati-hatian
yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia dan prinsip syariah dengan mengacu
pada fatwa Dewan Syariah Nasional. Perbankan syariah secara umum telah telah
memenuhi ketentuan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dan fatwa Dewan
Syariah Nasional dalam pencantuman klausula penyelesaian perselisihan dalam akad
penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan namun untuk penyelesaian
perselisihan melalui arbitrase belum diterapkan untuk semua akad penghimpunan
dana.

ABSTRACT
The legal relationship between the bank and the customer based on the good
agreement in funding and financing. Banking is the most sensitive institution of trust
that there is a dispute and complaints and negative coverage in the solution can not be
implemented immediately by the bank concerned. In dispute resolution the syariah
banks should be comply the prudential principles referring to Bank Indonesia and
syariah principles with reference to the National Fatwa Council of Syariah. Syariah
banking has generally meets the requirements in accordance with Bank Indonesia
Regulation and the National Fatwa Council of Syariah in the inclusion of a dispute
resolution clause in the funding and financing but the settlement of disputes through
arbitration agreement has not been applied to funding agreement."
2013
T32598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wahyu Meyta Kusumawati
"Salah satu produk penyaluran dana yang ditawarkan oleh Bank Syariah adalah pembiayaan kepemilikan rumah dimana objek rumahnya masih belum ada atau masih dalam proses pembangunan. Hal ini dimungkinkan karena seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumen terhadap perumahan dan adanya keterbatasan dari Developer/pengembang dalam membangun proyek perumahan secara cepat. Oleh karena itu transaksi jual beli rumah dapat dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu (indent) dimana rumahnya belum jadi dan masih berupa tanah kavling matang. Para pihak yang terlibat dalam transaksi pembiayaan pemilikan rumah (KPR iB) ini adalah Pembeli (konsumen/nasabah), Developer (pengembang) dan Bank (dalam hal ini Bank Syariah). Tahapan penjualan rumah yang masih dalam proses pembangunan memerlukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yaitu pengikatan awal yang dapat dibuat dengan akta notariil atau pun di bawah tangan, dan memiliki fungsi untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Tesis ini akan menganalisis mengenai hakikat bentuk PPJB menurut Hukum Perikatan Islam dan penerapannya dalam pembiayaan pemilikan rumah (KPR iB) di Bank Syariah. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Hasil penelitian ialah bahwa dalam PPJB yang dibuat para pihak sebagai perjanjian pendahuluan ditinjau dari Hukum Perikatan Islam adalah lebih dekat kepada Janji (wa?d), dan kebijakan penerapan proses pembiayaan kepemilikan rumah (PKR iB) yang menggunakan akad murabahah atas objek rumah yang sedang dibangun, yang dilakukan oleh Bank BRI Syariah perlu ada pengkajian ulang ditinjau dari segi Hukum Perikatan Islam.

One of the products the distribution of funds offered by Islamic Bank is financing house (mortgage iB) where the object of house is still under construction. This is possible because along with increasing consumer demand for housing and the limitations of Developer / developers in building housing projects quickly. Therefore, buying or selling a home can be done by ordering in advance (indent) where his house is not been finished and still form mature land plots. The parties involved in the transaction financing (mortgage iB) is the buyer (consumer / customer), Developer and the Bank (in this case the Islamic Bank). Stages of home sales is still in the development process requires a Sale and Purchase Agreement (SPA) with fixation start can be made with a notary deed or under the hand, and has a function to provide legal certainty and legal protection for the parties. This thesis will analyze the nature PPJB form according to Commitments of Islamic law and its application in the financing (mortgage iB) at Bank Syariah. The method used is a normative juridical or legal research literature. The research result is that in PPJB made by the parties as a preliminary agreement in terms of Islam Law, is closer to Promise (wa'd), and the policy implementation process of financing house (mortgage) that uses a murabaha contract on a house under construction objects , conducted by Bank Syariah BRI there needs to be a review of the terms of the Islamic law."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Dewi Damayanti
"Margin pembiayaan merupakan salah satu unsur yang diperjanjikan dan disepakati antara nasabah dan bank syariah dalam suatu akad murabahah. Dalam perikatan Islam, selain harus terpenuhinya rukun dan syarat sahnya akad, terdapat beberapa asas penting yang seharusnya juga terpenuhi, yaitu Asas Persamaan (kesetaraan), Asas Keseimbangan, Asas Keadilan, Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan), dan Asas Amanah. Margin pembiayaan syariah yang tinggi, dinilai sebagian masyarakat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah ketentuan margin dalam pembiayaan pemilikan rumah dengan akad murabahah di bank syariah ditinjau dari prinsip-prinsip syariah.
Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif serta didukung dengan hasil wawancara dengan nara sumber dari bank konvensional dan bank syariah. Berdasarkan penelitian didapat bahwa ketentuan margin dengan akad murabahah dalam pembiayaan pemilikan rumah di Bank Syariah X, beberapa ketentuannya belum memenuhi asas-asas dalam perikatan Islam dan prinsip-prinsip syariah serta belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus mengenai penentuan margin di bank syariah, sehingga pada umumnya masih mengacu kepada ketentuan bunga di bank konvensional.

Margin of financing is one element of the agreement and agreed upon between the customer and the Islamic bank in a murabaha contract. In Islamic agreement, in addition to the fulfillment of the requirements in harmony and legality of the contract, there are some important principles that should also be fullfiled, namely the Principle of Equality (equality), Principle of Balance, Principles of Justice, principle of the benefit (not to burden), and Principles Amanah. Islamic finance high margin, considered by some people is not in accordance with Islamic principles. The problem in this research is how the determination of margins in house ownership financing with Islamic Bank Akad Murabaha In terms of the Islamic principles.
The study was conducted by research literature that is normative and is supported by interviews with persons in charged for the matter from conventional banks and Islamic banks. Based on the research, some provision in the determination of margin with murabahah for house ownership financing in Bank Syariah X do not meet the principles of the Islamic agreement as well as the lack of regulations governing the particulars of the determination of margin in Islamic banks, so in the essence it still generally refers to the determination of interest in conventional banks
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Current islamic banking in Indonesia is experiencing a significant growth. Up to February, 2013 the number of Islamic banks is as much as 35 banks which consist of 11 islamic banks and 24 islamic business units. This indicates that public interest in islamic banks is quite large and is projected in coming years will continue to increase along with the increasing moslems’ awareness of and need for usury-free banks. In islamic banking activities, any product will not be released from its contract. This study aims to determine the concept of contract in islamic law, principles used in islamic banking operations as well as the implementation of the murabaha contract in Islamic banking."
AHKAM 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Enggar Siswoko
"Tesis ini membahas mengenai kepatuhan penerapan akad Istishna dalam penyaluran dana pada perbankan syariah ditinjau dari ketentuan terkait, yakni Fatwa DSN MUI No No 06/DSNMUI/ IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna dan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam praktek transaksi perbankan syariah, para pelaku perbankan syariah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat syariah dan ketentuan hukum positif yang ada. Adakalanya ketentuan-ketentuan tersebut masih belum ada keselarasan dalam penerapannya, sehingga seringkali transaksi-transaksi pada perbankan syariah menabrak ketentuan hukum syariah itu sendiri atau hukum positif yang ada. Penelitian ini bersifat normatifyuridis dengan meneliti berbagai ketentuan hukum positif terkait dan ketentuan-ketentuan syariah nya. Dengan membandingkan bagaimana praktek di perbankan syariah dan bagaimana ketentuan hukum dan syariah mengatur suatu transaksi, diharapkan dapat diketahui sejauh mana bank syariah comply dengan ketentuan-ketantuan tersebut. Karena beragamnya produk, akad dan transaksi syariah, maka penelitian akan memfokuskan pada akad Istishna, dalam kerangka penggunaan akad Istishna untuk penyaluran dana di perbankan syariah. Penerapan akad Istishna akan ditinjau melalui ketentuan syariahnya, yakni Fatwa DSN MUI No 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna dan dari sisi ketentuan perundang-undangan akan menggunakan Undang-undang No 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa ketidakpatuhan dalam transaksi yang menggunakan akad Istishna di perbankan syariah. Ketidakpatuhan tersebut antara lain karena sulitnya menjalan ketentuan yang bersifat syariah untuk dijalankan ke dalam ranah peraturan perundang-undangan dan praktek serta dari sisi bisnis perbankan syariah.

This thesis discusedd aboutCompliance Analisys Application of Istishna Agreement on Disbursement at syariah banking Under Fatwa DSN MUI No 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna and Law No 7 Year 1992 and Law No 10 Year 1998 About Banking. Practically on Syariah Banking, the practitioner tied to syariah regulation and positif law. Sometimes the regulation is no harmonic on the application, so many times transactions on Syariah Banking crash with syariah regulation and positif law. This research was conducted legal research library and researching any relevant regulation and any syariah regulation. With compare about practical and and how syariah regulation and positif law regulate the transaction, be expected we can know how far Syariah Banking comply with any regulation who regulate it. Because many kinds of product, agreement and syariah transaction, so this research will focus on Istishna Agreement, in the case of application of Istishna Agreement to disbursement fund at Syariah Banking. The application of Istishna Agreement will be reviewed under Fatwa DSN MUI No 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna and Law No 7 Year 1992 and Law No 10 Year 1998 About Banking. The research shown there some un-comply on transaction which use Istishna Agreement on Syariah Banking. The un-comply because difficulty to applied syariah regulation on positif law, practically, and business side of Syariah Banking.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliyanto
"Tesis ini bertujuan untuk memperoleh dan menemukan bukti empiris tentang kemungkinan masih terdapatnya sifat konvensional pada akad pembiayaan perbankan syariah ditinjau dari perspektif hukum Islam, dan apakah bentuk akad pada pembiayaan keperluan renovasi rumah telah menggunakan bentuk akad syariah yang tepat, sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Metode penelitian dilakukan dalam bentuk penelitian hukum normatif melalui pendekatan studi dokumen dan studi lapangan, dengan mengacu pada norma-norma hukum tentang akad syariah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dan Peraturan Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bentuk akad Bai’ Bitsaman Ajil atau disebut juga murabahah pada transaksi pembiayaan renovasi rumah adalah tidak tepat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T38150
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>