Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjandra Yoga Aditama
Jakarta: UI-Press, 2006
616.238 TJA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Zumartini
"Alergen menyebabkan penyakit alergi,. Alergen yang terpenting ialah tungau Dermatophag oides pteronyssinus. Masalah dalam penelitian ini ialah adanya penemuan bahwa kadar igE total dan IgG- total yang kontroversial, pada penderita alergi atopik dan orang yang tidak menderita alergi. Tujuan penelitian ini ialah untuk meneliti kadar IgE total dan IgG total penderita asma bronkial dan/atau rinitis atopik yang rentan terhadap D. pteronyssinxis, dan belum mendapat pengobatan secara disensibilisasi. Penentuan kadiar IgE total dilakukan dengan teknik ELISA ("Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay"), dan IgG total dengan teknik RID ("Radial Immuno Diffusion"). Dari u^i Mann-Whitney pada "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Victor Sahat
"Latar belakang
Teofilin merupakan bronkodilator yang efektif dalam pengobatan asma bronkial dan penggunaannya dalam bentuk garam etilendiamin sebagai bolus i.v. aminofilin merupakan terapi standar dalam penanggulangan penderita asma bronkial akut (1-3).
Dari beberapa hasil penelitian ditunjukkan bahwa baik efek terapi maupun efek toksik teofilin sangat berkaitan dengan kadar teofilin dalam serum. Untuk bronkodilatasi, lajak kadar teofilin serum terapetik adalah sempit yaitu 10 - 20 μg/ml (1,2,4-7). Disamping mempunyai efek terapetik yang rendah, variasi biotransformasi atau bersihan total teofilin, baik intraindividual maupun interindividual sangat berpengaruh pada kadar teofilin serum. Oleh karena itu pemantauan kadar teofilin serum dengan penerapan prinsip farmakokinetik sangat penting dalam optimasi penggunaan teofilin (1,8-12).
Dalam praktek, untuk menanggulangi serangan asma akut, seringkali penderita yang datang ke rumah sakit diberikan dosis awal bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB tanpa memperhitungkan apakah penderita ini telah mendapat teofilin dalam waktu sehari sebelumnya. Kemudian, apabila serangan dapat diatasi, penderita tidak mendapat infus aminofilin melainkan hanya mendapat resep dokter untuk membeli sediaan teofilin per oral di apotek sebagai kelanjutan terapi di rumah. Penatalaksanaan serangan asma bronkial akut yang dianjurkan dalam kepustakaan adalah pemberian bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB. Kemudian dosis awal ini harus dilanjutkan dengan pemberian infus aminofilin untuk mempertahankan kadar teofilin serum terapetik (1,2).
Interval waktu seteiah pemberian bolus i.v. aminofilin yang diberikan di rumah sakit sampai penderita minum sediaan teofilin per oral. di rumah diperkirakan 3 - 6 jam. Oleh karena itu kadar teofilin serum sebelum bolus injeksi aminofilin dan sesudahnya sampai 6 jam serta hubungannya dengan efek terapi dan efek sampingnya perlu diteLiti pada penderita asma bronkial akut yang hanya mendapat bolus i.v. aminofilin dengan dosis standar 5,6 mg/kg BB di rumah sakit?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-6734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maharani
"Penyakit asma telah dikenal secara luas namum belum pernah dijelaskan secara mendetil. Tomografi komputer resolusi tinggi (HRCT) dapat mendeteksi struktur tidak normal pada penderita asma. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik lesi asma dan hubungannya dengan data klinis pada hasil Tes kontrol asma (ACT).
Penelitian dilakukan secara prospektif dengan metode potong lintang terhadap penderita asma yang berobat ke poli asma RSUP Persahabatan Jakarta selama bulan Januari ? Februari 2014, mereka kemudia di rujuk untuk menjalani pemeriksaan HRCT setelah pemeriksaan awal dan mengisi ACT.
Dari 34 kasus, 33 (97%) mengalami penyempitan lumen bronkial, 21 (61,7%) mengalami penebalan dinding bronkial, 15 (44,1%) mengalami gambaran mosaik, 5(5,8%) mengalami bronkiektasis dan seluruhnya (100%) mengalami emfisema. Hasil ACT yang didapat adalah pasien terkontrol sebagian (35,2%) dan tidak terkontrol (64,7%). Ketika dihubungkan dengan hasil ACT, maka penyempitan lumen bronkial (p=0,970), penebalan dinding bronkus (p=0,488), gambaran mosaik (p=0,882), bronkiektasis (p=0,137) dan emfisema tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Lesi lainnya yang ditemukan dan berkaitan dengan ACT adalah tuberkulosis (11,8%; p=0,273), granuloma (2,9%; p=1,000), aspergiloma bronkopulmonari alergik (5,9%; p=0,529) dan bronkitis (5,9%; p=1,000).
Gambaran lesi karakteristik penderita asma bronkial pada HRCT merupakan hal yang penting, karena dapat memperlihatkan komplikasi lain yang menyertai asma, namun karakteristik lesi tersebut tidak berkaitan dengan hasil ACT.

The coexistence of asthma is widely recognized but has not been well described. High resolution computed tomography (HRCT) can detect the structural abnormalities in asthma. This study attempts describe the characteristic lesion of asthma and to correlate these abnormalities with clinical and asthma control test (ACT) data.
We perfomed a prospective cross sectional study of 34 asthma patients who were attending outpatient Persahabatan Hospital, Jakarta from January-February 2014, that were subjected to HRCT after initial evaluation and ACT.
Thirtythree subjects (97%) had narrowing of bronchial lumen, 21 (61.7%) had bronchial wall thickening, 15 (44.1%) had mosaic attenuation, 5 (5.8%) had bronchiectasis and 34 (100%) had emphysema. The ACT result were partial controlled patients (35.2%) and not controlled (64.7%). When correlated with ACT result, the narrowing of bronchial lumen (p=0.970), bronchial wall thickening (p=0.488), mosaic attenuation (p=0.882), bronchiectasis (p=0.137) and emphysema showed no significant association. Another HRCT findings that correlate with ACT were tuberculosis (11.8%; p=0.273), granuloma (2.9%; p=1.000), aspergilloma bronchopulmonary allergica (5.9%; p=0.529) and bronchitis (5.9%; p=1.000).
HRCT findings of characteristic lesion are important in bronchiale asthma patients, because they can describe other complication / comorbidity eventhough they were not correlate well with ACT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iris Rengganis
"Pada pengobatan asma bronkial diperlukan penilaian derajat berat asma. Hal tersebut
biasanya dilakukan dengan mengukur hiperreakfrfitas bronkus. Tetapi oleh karena sarana tersebut di rumah sakit tipe C belum tersedia, maka salah satu cara yang digunakan adalah menghitung jumlah eosinofil total darah tepi. Hal ini dilakukan atas dasar adanya hubungan antara eosinofil dan hiperreaktifitas bronkus. Arus Puncak Ekspirasi berhubungan dengan derajat berat asma. Oleh karena itu diteliti apakah eosinofil total darah tepi berhubungan dengan Arus Puncak Ekspirasi. Sebagai langkah pendahuluan
dilakukan penelitian pada 60 penderita asma bronkial untuk melihat apakah eosinofil total darah tepi dapat menjadi tolok ukur derajat berat asma. Penelitian ini bersifat cross-sectional, dilakukan pada 30 penderita asma daiam serangan
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo dan 30 penderita asma yang tidak dalam serangan yang berobat
jalan ke Poliklinik Alergi-lmunologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, untuk melihat hubungan antara eosinofil total darah tepi dan Arus
Puncak Ekspirasi. Pada kelompok penderita asma tidak dalam serangan dilakukan
pengamatan selama empat minggu dan pada kelompok penderita asma dalam serangan
hanya dilakukan satu kali pemeriksaan mengingat tingginya angka drop-out. Setiap
penderita diperiksa eosinofil total darah tepi dan Arus Puncak Ekspirasi. Jumlah eosinofil pada penderita asma dalam serangan berkisar antara 290-382/pl
(335,67+127,31) dan pada penderita asma tidak dalam serangan antara 162-182/pl
(172,65+27,79). Nilai Arus Puncak Ekspirasi pada penderita asma dalam serangan
berkisar antara 22-32% (27,35±13,18) dan pada penderita asma tidak dalam serangan
antara 68-71% (69,73±4,52). Terdapat hubungan terbalik antara eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi, tetapi korelasinya lemah (r=-0,53 , R2=0,28 dan p<0,001). Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meyakinkan hubungan eosinofil total darah tepi dengan Arus Puncak Ekspirasi pada asma bronkial dengan sampel yang lebih besar dan diikuti secara longitudinal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Arighi Suhandi
"ABSTRAK
Peningkatan populasi perkotaan membuat masyarakat perkotaan dihadapi dengan berbagai ancaman. Asma bronkial merupakan penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi tinggi pada masyarakat perkotaan. Alergen dan polusi udara di perkotaan dan masalah psikososial dapat memicu terjadinya asma. Ansietas merupakan masalah psikososial berupa perasaan tidak nyaman, khawatir, dan takut pada suatu ancaman atau situasi tertentu. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan ansietas antara lain edukasi terkait masalah penyakit dan ansietas, teknik relaksasi napas dalam, teknik distraksi, teknik hipnosis lima jari, dan kegiatan spiritual. Tindakan keperawatan ansietas bertujuan untuk mengontrol perasaan ansietas klien yang dapat memicu dan memperparah serangan asma bronkial. Selama empat hari perawatan, Ny.I mengalami penurunan skala Hamilton Anxiety Rating Scale HARS , dari 14 menjadi 6. Dalam perawatan klien, perawat perlu melibatkan keluarga agar tingkat ansietas saat ini dapat dipertahankan atau bahkan menurun.

ABSTRACT
Increased of urban population makes urban communities faced with various threats. Bronchial asthma is a non communicable disease that has a high prevalence in urban communities. Allergen, pollution, and psychosocial problems can cause asthma exacerbation. Anxiety is a psychosocial problem that makes individual feels discomfort, anxiety, and fear of a particular threat or situation. Nursing care that can be performed on clients with anxiety include educational issues related to illness and anxiety, deep breathing technique, distraction technique, five finger hypnosis technique, and spiritual activity. It aims to control anxiety that can trigger and aggravate bronchial asthma attacks. During four days of nursing care, Hamilton Anxiety Rating Scale HARS of Mrs. I decreased from 14 to 6. Family involvement needs to be done in client care so this score can be maintained or decreased. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Kami menganalisa kadar eosinofil sputum induksi dan eosinofil darah tepi pada 106 pasien asma bronkial dalam serangan di RSUP Persahabatan Jakarta, sejak bulan Januari sampai Juli 1996. Dari 17 penderita dalam serangan derajat ringan, rata-rata APE 89,48% nilai dugaan, persentase eosinofil sputum 12,56%, dan jumlah eosinofil darah tepi 429,77. Dari 31 penderita dalam serangan derajat sedang, rata-rata APE 72,86% nilai dugaan, persentase eosinofil sputum 14,31%, dan jumlah eosinofil darah tepi 544,60. Dari 58 penderita dalam serangan derajat berat, rata-rata APE 46,38%, persentase eosinofil sputum 16,66%, dan jumlah eosinofil darah tepi 304,04. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara persentase APE dengan persentase cosinofil sputum disaat serangan. Kami menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini belum dapat membuktikan hubungan antara persentase cosinofil sputum dengan derajat serangan asma bila hanya berdasarkan indikator APE saja.

We analyzed level of eosinophils in sputum induced and peripheral cosinophil in 106 asthmatic patients who experiencing exacerbation (asthma attack), in Persahabatan Hospital Jakarta from January to July 1996, In 17 of patients with mild asthma attack, the mean PEFR is 89,48% of predicted, mean percentage of sputum eosinophil is 12,56%, and the mean of peripheral cosinophils count is 429,77 respectively. In 31 of patients with moderate asthma attack, the mean PEFR is 72,86 % of predicted, mean percentage of sputum eosinophils is 14,31%, and the mean of peripheral eosinophils count is 544,60 respectively. In 58 of patients with severe asthma attack, the mean PEFR is 46,36% of predicted, mean percentage of sputum eosinophils is 16,66%, and the mean of peripheral eosinophils count is 304,04 respectively. The percentage of PEFR did not correlated with the mean percentage of sputum eosinophils in asthma attack. We conclude that this analysis did not improved correlation between percentage of sputum eosinophils with degree of asthma attack, if we used percentage of PEFR predicted only."
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Sundaru
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
616.238 HER a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Apriansyah
"Latar Belakang : Angka kejadian depresi tinggi pada individu yang menderita penyakit kronik, termasuk asma bronkial, dengan prevalensi depresi hampir 50% pada pasien yang berobat di pelayanan tertier klinik asma. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) telah diketahui sebagai sitokin pro-inflamasi yang berperan penting dalam mekanisme patogenesis sejumlah penyakit inflamasi kronik, termasuk asma bronkial dan depresi. Belum ada data penelitian mengenai hal tersebut di Indonesia.
Tujuan : Mengetahui korelasi depresi dengan kadar TNF-α pada penderita asma bronkial tidak terkontrol.
Metode : Penelitian ini merupakan studi cross sectional dilakukan pada 40 pasien asma bronkial tidak terkontrol di poliklinik alergi imunologi klinik unit rawat jalan RSUP Moh Hoesin Palembang selama kurun waktu mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014. Asma bronkial tidak terkontrol dinilai mempergunakan kuisioner Asthma Control Test (ACT), sedangkan gejala depresi dinilai dengan kuisioner Beck Depression Inventory (BDI), dan dikonfirmasi diagnosis depresi dengan kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual for Psychiatry-IV Text Revision (DSM-IV TR) / International Code Diagnose 10 (ICD-10). Kadar TNF-α serum diukur dengan metode kuantitatif enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil : Nilai median skor depresi dan kadar TNF-α serum pada penelitian ini adalah 16 (10 – 45) dan 4,09 (1,29 – 19,57) pg/mL. Tidak didapatkan korelasi bermakna antara depresi dan kadar TNF-α (r = -0,265, p = 0,098).
Kesimpulan : Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara depresi dengan kadar TNF-α pada penderita asma bronkial tidak terkontrol.

Background : Depression occurs at high rates in people with chronic diseases, including bronchial asthma, with the prevalence of depression approaching 50% in patients treated in tertiary care asthma clinic. Tumor necrosis factor alpha (TNF-α) is known to play a critical role in the pathogenic mechanism of a number of chronic inflammatory disease, including bronchial asthma and depression. There has not been any research data on the subject in Indonesia.
Aim : The objective of this study was to investigate the correlation between depression and TNF-α level in uncontrolled bronchial asthma.
Method : This study was a cross sectional study conducted in 40 patients with uncontrolled bronchial asthma at the allergy immunology clinic outpatient of Dr Moh Hoesin Hospital Palembang, during June 2014 until August 2014. Uncontrolled bronchial asthma assessed using the Asthma Control Test (ACT) questionnaire, whereas depressive symptoms assessed by Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire, and confirmed the diagnose of depression by the criteria of the Diagnostic and Statistical Manual for Psychiatry-IV Text Revision (DSM-IV TR) / International Code Diagnose 10 (ICD-10). Serum levels of TNF-α was measured by the method of quantitative enzyme-linked immunosorbent assay ( ELISA ).
Result : The median value of the score of depression and serum TNF- α level in this study were 16 (10 - 45) and 4.09 (1.29 - 19.57) pg/mL. There was no significant correlation between depression and TNF-α level (r = -0.265, p = 0.098).
Conclusion : There was no significant correlation between depression and TNF-α level in uncontrolled bronchial asthma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
616.238 ASM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>