Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5700 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siti Hajar Salawali
"Bencana alam tidak selamanya berdampak negatif tapi juga menimbulkan dampak positif. Posttraumatic growth adalah pertumbuhan pasca trauma sebagai hasil perjuangan individu melawan tarumatik. Remaja merupakan kelompok rentan yang mengalami masalah ketika terjadi bencana, namun dalam penelitian ini justru membuktikan bahwa remaja mampu untuk tumbuh ke arah positif melalui trauma yang disebabkan bencana. Tujuan penelitian untuk mengeksplorasi pengalaman PTG pada remaja penyintas bencana alam gempa bumi dan tsunami atau likuifaksi. Metode penelitian menggunakan studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian ini menggunakan 16 partisipan berdasarkan kriteria iklusi yaitu usia 12-18 tahun, penyintas bencana alam gempa bumi dan tsunami atau likuifaksi, merupakan penduduk yang berdomisili di lokasi bencana, dan memiliki minimal skor 3 dari total maksimal skor 6 pada salah satu domain yang terdapat dalam instrumen posttraumatic growth inventory for children (PTGI-CR). Dalam pengumpulan data menggunakan in-depth interview dan dianalisis dengan metode Colaizzi (1978).
Penelitian ini menghasilkan 4 tema utama yaitu (1) Trauma menjadi pijakan untuk menyadari makna kehidupan, (2) Lepas dari bencana sebagai kesempatan kedua untuk hidup lebih baik, (3) Keluarga dan teman dekat menjadi dukungan sosial utama untuk tumbuh setelah bencana, dan (4) Berdamai dengan trauma melalui pendekatan religius. Posttraumatic growth adalah sebuah proses tumbuh yang perlu diupayakan. Bentuk upaya yang mesti dilakukan dengan menemukan makna hidup, memanfaatkan kesempatan kedua dengan rasa syukur dan berbuat banyak kebaikan, memiliki dukungan sosial dari keluarga maupun teman dekat sekaligus menghadirkan kekuatan dari dalam diri untuk tumbuh, dan terakhir menggunakan doa dan keyakinan terhadap Tuhan sebagai bentuk berdamainya diri dengan trauma. Peran tenaga perawat jiwa komunitas juga diperlukan sebagai praktisi keperawatan yang paling dekat dengan remaja karena berada di lingkungan komunitas sebagai bentuk upaya untuk membantu remaja penyintas bencana alam gempa bumi dan tsunami atau likuifaksi dalam menumbuhkan PTG pada dirinya melalui terapi spesialis seperti cognitive therapy (CT), cognitive behavioral therapy (CBT) dan acceptance and commitment therapy (ACT).

Natural disasters do not always have a negative impact but also have a positive impact. Posttraumatic growth is posttraumatic growth as a result of individual struggles against people. Adolescents are vulnerable groups who experience problems when a disaster occurs, but in this study it actually proves that adolescents are able to grow in a positive direction through trauma caused by disasters. The purpose of the study is to explore the experience of PTG in adolescents who survived earthquakes and tsunamis or liquefaction. The research method uses qualitative studies with a descriptive phenomenology approach. This study uses 16 participants based on the criteria of illusion, namely ages 12-18 years, survivors of earthquake and tsunami natural disasters or liquefaction, are residents who live in disaster locations, and have a minimum score of 3 of a maximum score of 6 in one domain contained in posttraumatic growth inventory for children (PTGI-CR) instrument. In collecting data using in-depth interviews and analyzed by the Colaizzi method (1978).
This research produces 4 main themes, namely (1) Trauma becomes the basis for realizing the meaning of life, (2) Remove from disaster as a second opportunity to live better, (3) Family and close friends become the main social support to grow after a disaster, and (4) Make peace with trauma through a religious approach. Posttraumatic growth is a growing process that needs to be pursued. The form of effort that must be done by finding the meaning of life, utilizing the second opportunity with gratitude and doing a lot of kindness, having social support from family and close friends while presenting inner strength to grow, and finally using prayer and belief in God as a form of peace with trauma. The role of community soul nurses is also needed as a nursing practitioner who is closest to adolescents because they are in a community environment as a form of effort to help adolescents surviving earthquake and tsunami natural disasters or liquefaction in growing PTG on themselves through specialist therapies such as cognitive therapy (CT), cognitive behavioral therapy (CBT) and acceptance and commitment therapy (ACT).
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfie Herlinda Maellanie
"Tesis ini merupakan penelitian yang menganalisis permasalahan perubahan gaya pada seniman dengan gangguan mental. Penelitian ini menggunakan metode Depth Hermeneutics, yaitu Hermeneutika dalam yang memasukkan aspek-aspek Psikoanalisa dengan menggunakan data-data empiris berupa sejarah hidup Louis Wain sebagai penunjang untuk membahas bagian afektif dan skemata. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan kerangka analisis untuk menjawab pertanyaan "mengapa terjadi perubahan gaya pada kasus-kasus seniman yang mengalami gangguan mental serta bagaimana prosesnya". Hasil penelitian menemukan model analisis baru berupa kerangka pikir yang terdiri atas bagian input, kognitif, afektif, dan skemata. Kerangka pikir ini juga dapat digunakan untuk menganalisa pembentukan gaya pada karya seni dan karya lainnya.

This thesis is an analysis of the changing styles in artists with mental disorders. This thesis using Depth Hermeneutics as analysis method, a Hermeneutics which using Louis Wain’s history as empirical data to analyze affective and schemata parts. The purpose of this thesis is to provide analysis framework that can be used to answer "why the changing styles in artists with mental disorders could happen and how is the process". The outcome is novel model of analysis formed in thinking framework which consists of input, cognitive, affective, and schemata. This framework can also be used to analyze the forming styles in artwork and other works."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
"Latar Belakang: Jumlah orang dengan gangguan jiwa semakin meningkat, namun tidak diikuti dengan pelayanan psikiatrik yang optimal, baik perawatan secara informal maupun formal, jumlah petugas sosial yang berimbang dan kemampuan teknis keperawatan dalam memberikan pelayanan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil petugas, kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi petugas panti dan petugas kesehatan Panti Sosial BinaLaras Harapan Sentosa (PSBL) 2 Cipayung.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif melalui observasi dan pengisian kuesioner bagi seluruh petugas panti dan petugas kesehatan PSBL Harapan Sentosa 2 Cipayung pada periode April-Mei 2014.
Hasil: Didapatkan PNS (50%) dengan tugas sebagai staf administrasi yang memiliki latar belakang pendidikan terbanyak SMA (58,5%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai kesehatan (73,91%). Pengetahuan yang dibutuhkan: pengertian mengenai gangguan jiwa yang memahami hanya (13%), faktor yang menjadi penyebab munculnya ganggguan jiwa yang memahami (45,6%), gejala yang paling sering muncul terbanyak yang memahami (54,4%), masalah yang sering muncul terbanyak tidak mau merawat diri (54,4%), kebutuhan yang dibutuhkan terbanyak pengertian dan dukungan dari orang yang merawat (72,2%), kesulitan terbanyak menentukan diagnosis dan kriteria gangguan jiwa (50%), kendala terbanyak berkaitan dengan fisik (61%) dan hal yang dapat terjadi jika tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup adalah risiko kekerasan (65,5%). Prioritas pengetahuan yang dibutuhkan: deteksi gangguan jiwa, gangguan jiwa, dan manajemen keperawatan. Prioritas keterampilan: perawatan gangguan jiwa, dan cara mengatasi gaduh gelisah. Dari (95,6%) membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dengan metode yang dipilih pelatihan dan pendampingan perawat yang sudah berpengalaman. Sebanyak (73,9%) menyatakan sudah ada ketersediaan sarana. Sarana tersebut adalah Rumah Sakit (81,5%) dan (100%) bersedia untuk mengikutinya.
Simpulan: Profil petugas panti dan petugas kesehatan di PSBL 2 Harapan Sentosa memiliki tingkat pendidikan terbanyak bukan dengan latar belakang kesehatan dan hanya sedikit petugas panti dan petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai gangguan jiwa. Petugas panti dan petugas kesehatan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan jiwa mengenai gangguan jiwa, perawatan dan kendala dan kesulitan yang dihadapi dengan metode pelatihan dan pendampingan.

Background: People with mental disorder is increasing nowadays. Unfurtunately it is not followed with optimal mental health services, number of institution officers and technical nursing capability for those officers. The aim of this research is to identified profile, knowledge, and still requirements of intitutions officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta.
Method: The design of this research was qualitative-quantitative through observation and filling up questioner for institution officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta on April-May 2014.
Result: From 46 participants, 50% was administration staff with high school educational background. About 73,91% had never have medical training before. Requirements of knowledge are: knowledge of mental disorder 13% understanding, factors that contribute to the onset of mental disorder 45,6%, symptoms that often appears 54,4%, most encountered problems lack of self caring about 54,4%, crucial needs supoort from caregiver for about 72,2%, difficulties in handling people with mental disorder diagnosis and criteria of mental disorder for about 50%, obstacle in disease for about 61% and things to except with lack of knowledge and skill risk for asssault for about 65,5%. Priority of knowledge needed are detection of mental disorder, mental disorder, and nursing management. Priority of skill are nursing for mental disorder and handling of agitation. About 95,6% officers require knowledge and skill to taking care of people with mental disorder. They prefer training and supporting methods from experienced capable nurse.About 73,9% officers affimerd that there is already hospital 81,5% to help improve, knowledge, skill amd all of the, are willing to participate.
Conclusion:Most of intitutional officers and medical staff in PSBL 2 dont have medical educational back ground. Among them only few have a tarining about mental disorder. Institutional officer and medical staff need knowledge and skill about mental disorder, nursing management and also difficulties in applying methods of training and supporting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetia Nursih Widiastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah di Indonesia. Menggunakan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016, gangguan mental emosional diukur berdasarkan rincian pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan Self Reporting Questionnaire SRQ-20.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa persentase gangguan mental emosional tertinggi pada wanita tinggal di perdesaan, pendidikan SD kebawah, tidak bekerja, indeks kekayaan rendah, durasi perkawinan 21-30 tahun, suami melakukan kegiatan selain bekerja, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, usia perkawinan pertama kurang dari 18 tahun, jumlah anak lahir hidup lebih dari enam, dan status kesehatan buruk.
Hasil analisis inferensial menggunakan regresi logistik biner menunjukkan bahwa faktor sosio-ekonomi dan faktor gender dan perkawinan berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional. Faktor sosio-ekonomi yang yang berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional adalah tingkat pendidikan dan indeks kekayaan. Sedangkan status pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah. Faktor gender dan perkawinan yang berpengaruh signifikan terhadap gangguan mental emosional wanita menikah adalah durasi perkawinan, kegiatan suami dan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami. Sedangkan usia kawin pertama secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap gangguan mental emosional.

This study aims to determine the influence of socio economic factors and gender and marital factors to common mental disorders among married women in Indonesia. Using the 2016 National Women 39 s Life Experience Survey, common mental disorders were measured on Self Reporting Questionnaire 20 SRQ 20.
The result of descriptive analysis show that the highest percentage of common mental disorder in women living in rural areas, elementary school education, unemployment, low wealth index, duration of marriage 21 30 years, husband doing activities other than work, experiencing domestic violence, age at first marriage less from 18 years, the number of live birth children is more than six, and the health status is bad.
The results of inferential analysis uses binary logistic reggression show that socio economic factors and gender and marital factors significantly influence common mental disorders. The socio economic factors that significantly influence common mental disorders are the level of education and wealth index. While the status of work does not significantly influence the common mental disorders among married women. Gender and marital factors that significantly influence the common mental disorders among married women are the duration of marriage, husbands 39 activities and domestic violence by husbands. While age at the first marriage is not statistically significant effect on common mental disorders.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keliat, Makmur
Jakarta: FIK-WHO, 2006
362.2 MOD
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dery Abdurrachim Iskandar
"Ditinjau dari pendekatan Model kognitif, secara umum orang dengan Gangguan Depresi Mayor mengalami lima buah simtom Depresi yaitu simtom afektif, simtom, simtom kognitif, simtom motivasional, simtom fisik, dan simtom Behavioral. Model kognitif juga mengungkapkan tingginya kemungkinan terjadinya dependency pada orang dengan gangguan depresi sebagai salah satu bentuk nyata simtom behavioral Depresi Tingginya kemungkinan orang dengan gangguan depresi untuk mengalami dependency cenderung meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami interpersonal dependency, yaitu sebuah bentuk ketergantungan yang dialami oleh seseorang dengan menjadikan orang lain sebagai objek ketergantungan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan wawancara yang dilengkapi oleh metode observasi. Populasinya adalah orang-orang yang telah didiagnosis depresi mayor oleh psikolog maupun psikiater. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan theory based/operation construct sampling, di mana sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional depresi yang termuat dalam DSM IV TR.
Diperoleh beragam gambaran interpersonal dependency pada orang dengan gangguan depresi yang dikelompokan dalam empat dimensi, yaitu kognitif, motivasional, afektif, dan behavioral di mana ditemukan peranan yang lebih dominan pada dimensi kognitif dan afektif. Selain itu diperoleh juga faktor-faktor ekstrinsik pada orang dengan gangguan depresi mayor berupa dalam proses terjadinya interpersonal dependency pada orang dengan gangguan depresi Mayor ,berupa peranan pola asuh orang tua.

Being analyze from The Cognitive Model approach, people who has major depression disorder are generally deliver through five depression symptoms. Those symptoms are affective symptom, cognitive symptom, motivational symptom, physical symptom and behavioral symptom. The Cognitive Model also elaborates the high possibility of dependency that could happen to people who has depression disorder as a frank appearance of behavioral symptom. This high possibility of dependency experienced by the ones who have major depression disorder tends to risen the possibility of interpersonal dependency, a form of dependency happened to certain people by making someone else as the object of the dependency.
This research process was using qualitative method with interview approach and observation method. The population of this research was those people diagnosed having major depression disorder by psychologist and or psychiatrist. The samples has chosen by using the theory based/operation construct sampling, where those samples picked out with certain criteria, based on the theories or depression operational construct stated in DSM IV TR.
During this research, various interpersonal dependency appearances are found in person who has diagnosed with major depression disorder, which could be classified to four dimensions: cognitive, motivational, affective and behavioral. We can also find the dimensions that have more dominant and stronger influence, which are cognitive dimension and affective dimension. Moreover, external factors could also be found occur to person with major depression disorder along with the forming of the interpersonal dependency, like parenting pattern role.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi yang parah (Nevid, Rathus & Greene, 2003). Para penderita gangguan bipolar tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga menyebabkan kualitas hidup mereka rusak (Goodwin & Jamison, 1990). Mereka sulit mempertahankan suatu hubungan, memiliki kinerja kerja yang buruk, dan sulit menjalankan fungsi sosial dengan baik.
Walaupun tidak bisa kembali normal, seorang penderita bipolar mampu mengusahakan agar dapat pulih. Coleman (1999, dalam Straughan & Buckenham, 2006) mengatakan pulih berarti kemampuan seseorang untuk mempertahankan kondisi stabil agar tidak terlalu 'tinggi' ketika manik atau terlalu 'rendah' ketika memasuki episode depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung pemulihan pada penderita bipolar dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sampel penelitian ini adalah tiga orang penderita bipolar yang telah mendapat diagnosis dari psikolog atau psikiater.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemulihan yang dialami setiap subjek telah melalui beberapa kali peristiwa kambuh dan usaha bunuh diri. Dari peristiwa-peristiwa tersebut para subjek belajar untuk mengenali gejala-gejala gangguan bipolar sehingga mampu melakukan usaha pencegahan atau meminimalisir tingkat keparahan saat kambuh. Terdapat beberapa faktor pendukung proses pemulihan pada mereka yaitu nilai agama, dukungan keluarga, kehadiran teman dan obat-obatan.

Bipolar disorder is a symptom that is indicated by changing in mood extremely between manic and acute depression (Nevid, Rathus & Greene, 2003). The bipolar disorder sufferer do not have ability to control their emotion and it affects their life (Goodwin & Jamison, 1990). They will find difficulties in making relationship, having bad working habbits, and hard to carry out their social function.
Although the sufferer cannot back to the previous condition, but they can make an effort to be recovered. Coleman (1999, in Straughan & Buckenham, 2006) said that recovered here means condition that make someone can maintain the stability of their emotional condition.
The aim of this research is knowing supporting factors of recovery in bipolar disorder sufferer using intensive interview method. Objects of this research are three bipolar disorder sufferers who have been diagnosed by the psychiatrist.
The result indicate that during recovery process, the sufferers recurrenced from their illness for several times and even tried to commit suicide. From that experience, the sufferer learned how to analyst the bipolar disorder symptom so they can do preventive action against it. There are severals suppporting factors that can help recovery process, they are religion moral, family support, friends, and medicines."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
616.89 FAU f
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syafwani
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross
sectional. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan beban keluarga dalam merawat klien dengan perilaku menarik
diri. Populasinya adalah seluruh keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan
perilaku menarik diri di Poliklinik Rumah Sakit Dr. HM. Ansari Saleh Banjarmasin.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 responden yang diambil dengan
menggunakan teknik purposive sampiing. Pada analisis bivariat, untuk menguji masing-
masing variabel dependen (beban ekonomi, beban perawatan dan beban psikososial)
dengan masing-masing variabel independen karakteristik klien (tingkat ketergantungan
klien, frekuensi kambuh dan lama klien menarik diri) dan karakteristik keluarga
(penghasilan keluarga, pengetahuan keluarga, nilai keluarga dan dukungan sosial)
digunakan uji regresi linier sederhana. Sedangkan untuk menguji masing-masing
variabel dependen (beban ekonomi, beban perawatan dan beban psikososial) dengan
variabel independen karakterisitik keluarga (pendidikan keluarga) digunakan uji T
independen. Analisis multivariat menggunakan uji regresi linier ganda. Hasil penelilian
menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga berhubungan secara signifikan dengan
beban perawatan (p=0,001) dan pengetahuan keluarga juga berhubungan secara
signifikan dengan beban psikososial (p=0,007). Nilai keluarga secara signifikan
berhubungan dengan beban perawatan (p=0,000) dan nilai keluarga juga berhubungan
sccara signifikam dcngan beban psikososial (p=0,000). Ada perbedaan yang signifikan
rata-rata beban perawatan antara keluarga yang berpendidikan rendah dengan keluarga
yang berpendidikan tinggi (p=0,004) dan juga ada perbedaan yang signifikan rata-rata
beban psikososial antara keluarga yang berpendidikan rendah dengan keluarga yang
berpendidikan tinggi (p=0,002). Kesimpulannya adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan beban perawatan dan beban psikososial adalah pengetahuan keluarga,
pendidikan keluarga dan nilai keluarga. Faktor yang paling berhubungan dengan beban
keluarga adalah nilai keluarga. Untuk itu diperlukan penyelenggaraan pendidikan
kesehatan secara terencana, terstruktur dan kontinyu pada keluarga dengan
memperhatikan nilai keluarga; diperlukan perluasan jangkauan lingkup pelayanan
program asuransi kesehatan keluarga miskin secara kualitas dan kuantitas."
2007
T22883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Amin
"Skizofrenia merupakan salah satu contoh gangguan jiwa berat dan merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personalitas terbesar yang tidak mempunyai kontak dengan realita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran daerah tempat tinggal terhadap kejadian penyakit skizofrenia pada penderita gangguan jiwa yang dirawat inap di RS.Dr.Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007.
Hasil penelitian menemukan bahwa responden yang tinggal di perkotaan yang menderita penyakit skizofrenia sebanyak 155 orang (82.4%). Berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukan bahwa penderita yang tinggal di perkotaan mempunyai resiko 3,22 kali untuk mengalami penyakit skizofrenia dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan, setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, yaitu dengan OR= 3,22 (CI; 1,99 - 5,46 ).

Schizophrenia is one of example of serious mental disorder and the most serious functional psychosis form and cause severest disorganization of personality which does not have any contact to reality.
This study aim to find out the role of residence area for schizophrenia disease to inpatient of mental disorder treated in Dr.Ernaldi Bahar Hospital South Sumatera Province year 2007.
Study result founds that respondent who live in the city area suffering schizophrenia as much as 155 people (82.4%). Based on multivariate analysis, it showed that sufferers who lived in city area have 3,22 times of risks to suffer schizophrenia disease compared with their counterparts in the village, after controlled by education level, with OR = 3,22 (CI; 1,99 - 5,46).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T28809
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>