Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ginandjar Kartasasmita
Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1996
338.959 8 GIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Alwi Dahlan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Alwi Dahlan
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0478
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agus Supriadi
"Penelitian ini difokuskan kepada faktor-faktor apa yang menyebabkan di laksanakannya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan, dan melihat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten dan setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten. Untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang penyebab di laksanakannya pemekaran kabupaten, serta membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran dan setelah pemekaran dan kabupaten Mandailing Natal serta kaitannya dengan ketahanan wilayah di kedua daerah kabupaten.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian analisa data sekunder. Data sekunder yang di peroleh merupakan jenis data time series, data yang dikumpulkan dari beberapa kantor atau pelaku ekonomi di daerah lokasi penelitian ini, terutama data-data kegiatan ekonomi yang telah dilakukan di Tapanuli selatan sebelum dimekarkan dan data-data ekonomi setelah dimekarkan sebagai pembanding dari waktu sebelum dimekarkan setelah dimekarkan menjadi dua kabupaten.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan di sebabkan oleh faktor-faktor seperti pertama faktor latar belakang sejarah, dalam hal ini sejarah di kabupaten Tapanuli Selatan mencatat bahwa perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa kuria yaitu : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing dan Kuria Natal tentang terminologi suku Batak. Faktor Politik etnis, dengan perbedaan pandangan terminologi batak,dengan demikian keempat kuria menganggap sudah berbeda dari segi etnik. Faktor luas wilayah, dalam hal ini kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di mekarkan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Sumatera Utara (seperempat dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara). Ketiga faktor tersebut yang mendorong lahirnya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan.Namun sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten kinerja ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan yang di lihat dari pertumbuhan ekonomi semakin turun dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan semakin senjang. Setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan tidak menunjukkan hasil yang baik di mana pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan sangat lambat perkembangannya namun yang lebih parah lagi adalah pemerataan pendapatan kabupaten Tapanuli Selatan semakin buruk atau semakin senjang. Kondisi perekonomi kabupaten Tapanuli Selatan setelah pemekaran kabupaten berbeda dengan kabupaten Mandailing Natal (pecahan kabupaten Tapanuli Selatan). Pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal bergerak naik cukup cepat dan pemerataan pendapatan di kabupaten Mandailing Natal menunjukkan semakin baik. Dengan perbedaan ini maka hasil pembinaan wilayah dalam mewujudkan ketahanan wilayah di kedua kabupaten sangat berbeda.
Kesimpulan, bahwa kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan tidak di manfaatkan sunguh-sungguh oleh pimpinan pemerintahan di kabupaten Tapanuli Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah. Namun pimpinan pemerintah kabupaten Mandaling Natal benar-benar memanfaatkan peluang pemekaran kabupaten ini untuk mempercepat pembangunan di kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian kedua daerah memiliki strategi pembangunan yang berbeda dan dukungan masyarakat dalam mendukung pembangunan daerah juga berbeda. Walaupun kedua kabupaten ini pemah menjadi satu wilayah dalam administrasi pemerintahan.

This study focus on factors that cause the implementation of rising policy of South Tapanuli regency, and to see the economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before the implementation of rising regency and after the rising regency has been done. Trying to answer the question about why the rising regency is being implemented. And comparing the regional economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before rising and after rising, to the Mandailing Natal regency and its relationship with the regional endurance within those two regencies.
This study was using descriptive method with the type of study on secondary data analysis. The obtained secondary data were data time series type; the data that has been collected from some office or economic agent in this study location region, especially about the data of economic activity that has been done in South Tapanuli before rising and after rising as a comparison at the time before being rise and after being rise into two regencies.
The result of this study is about the rising of South Tapanuli regency that are caused by several factors such as first, the factor of historical background, in this context the history in South Tapanuli regency note very different point of view from some Kuria that are : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing and Kuria Natal about the term of Batak ethnic. The factor of ethnical politic, with different point of view in batak term, hence those four kurias are regarded as different in ethnical view. The factor of territorial capacity, in this context, the South Tapanuli regency before rising was the widest regency in North Sumatera Province (a quarter of the territorial capacity in North Sumatera Province). Those three factors enhance the emerging of rising policy of South Tapanuli regency. But before it has being implemented, the economic performance of South Tapanuli regency - that being viewed from the economic growth, was declining and the even income distribution of the people in South Tapanuli regency was getting imbalance. After the regency rising has been done, the economic growth in South Tapanuli regency has not showed good result, where the economic growth of South Tapanuli regency is very slow in its development, but the worse is that the even income distribution of South Tapanuli regency is getting worse and far more imbalance.
The economic condition in South Tapanuli regency after rising was different from the Manadiling Natal regency (the split part of South Tapanuli regency). The economic growth of Mandailing Natal is rising quite fast and the even income distribution in this regency is getting better. With these differences, then the territorial establishment results in realizing the endurance at the two regencies were very different.
In conclusion, that the rising policy of South Tapanuli regency was not sincerely used by the chief government in the south Tapanuli regency in accelerating the regional development. But the chief government in Mandailing Natal regency was truly benefit the opportunity of this rising regency to accelerate the development in Mandailing Natal regency. Consequently, those two regions have a different development strategy and different society support in supporting the different regional development. Even when these two regencies have been being one territory of government administration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arndt, Heinz Wolfgang, 1915-2002
Jakarta : LP3ES , 1987
338.95 ARN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Prof. Dr. Moestopo (beragama) , 1993
351.845 UNI r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arndt, Heinz Wolfgang, 1915-2002
Jakarta: LP3ES, 1983
338.09 ARN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Departemen Koperasi dan WIraswasta DPP Golkar,
363.5 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Efrizon Marzuki
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) adalah suatu bentuk pusat pertumbuhan yang merupakan salah satu strategi dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ini mengasumsikan bahwa kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai melalui peningkatan ekonomi makro yang selanjutnya akan membawa perbaikan ekonomi di tingkat mikro, serta kemajuan pada bidang-bidang lain, melalui efek `menetes ke bawah' (trickle down effect).
Namun kenyataan menunjukkan bahwa selama ini, khususnya di Indonesia, teori trickle down effect tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kemacetan mekanisme trickel down effect memunculkan kondisi dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf, kondisi ini disebut distorsi pembangunan. Pembangunan terdistorsi (distorted development) tidak hanya berwujud dalam bentuk kemiskinan, kemerosotan, status kesehatan rendah, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat, melainkan juga dalam bentuk; ketidaksetaraan lapisan-lapisan masyarakat dalam pembangunan, penindasan terhadap wanita, eksploitasi tenaga kerja anak, kerusakan lingkungan, dan juga penggunaan kekerasan (militerisme) dalam mengatasi berbagai persoalan.
Atas dasar kenyataan tersebut, sudah selayaknya kebijakan pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhatikan pemerataan harus ditinjau kembali. Pertumbuhan ekonomi memang penting bagi kesejahteraan rakyat tetapi bukan yang utama.
Perhatian pada peningkatan kapasitas individu dan institusi masyarakat lebih penting dilakukan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat disebar-merata dan ikut dinikmati oleh masyarakat, untuk selanjutnya dapat meningkatkan kemajuan pada bidang-bidang lainnya.
KAPET Sabang, yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 171 tahun 1998, memang direncanakan sebagai pemicu dan pemacu bagi pertumbuhan ekonomi agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sabang dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang sangat ironis dan tidak dikehendaki jika pada akhirnya kebijakan tersebut akan memunculkan distorsi pembangunan di kawasan tersebut.
Untuk itu, perlu dipertanyakan apakah kebijakan KAPET Sabang telah memungkinkan untuk terjadinya pemerataan. Selanjutnya, kebijakan antisipatif apa yang harus dilakukan, khususnya oleh Pemerintah Kota Sabang dan Badan Pengelola KAPET Sabang, untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan. Oleh karena, pemerataan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, ia memerlukan kondisi kondusif yang mendukung.
Penelitian ini setidaknya berusaha mengungkapkan dan menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode penelitian sintesis terfokus. Metode ini mensintesakan antara telaahan pustaka, pengalaman penelitian dan diskusi dengan subyek yang berkompeten (stake holder, study user, advisor, dan tenaga ahli). Berdasarkan sintesa ketiga komponen tersebut permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas akan dibahas dan dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran bagi pelaksanaan kebijakan tersebut di masa yang akan datang.
Dari data dan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang akan dikembangkan dalam KAPET Sabang untuk mencapai pemerataan adalah pohon industri dan pola kemitraan. Para advisor dan tenaga ahli menanggapi bahwa kedua kebijakan tersebut mungkin saja diterapkan untuk menciptakan pemerataan. Namun kebijakan itu harus berlangsung dalam suasana persuasif, dalam arti tidak dipaksakan agar tidak terjadi inefisiensi. Suasana demikian diharapkan akan terjadi baik melalui tindakan langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung; tidak hanya berupa ketentuan-ketentuan, tetapi juga mekanisme dan insentif serta pemberdayaan masyarakat (pengusaha kecil/menengah). Sedangkan tindakan tidak langsung dilakukan melalui himbauan serta pemberian kesempatan dan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berkembang. Sementara itu penciptaaan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan, diupayakan antara lain melalui; kebijakan di bidang kependudukan, sosial, ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, serta kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah menyebabkan tiga masalah utama,yaitu depresi ekonomi,meningkatnya jumlah pengangguran dan memburuknya distribusi pendapatan....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>