Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Bureaucracy can be perceived as personification of government be cause who undertakes the daylly tasks of government in order to realize national objectves is bureaucracy plays the key role to bring into reality the concept of good governance in the implementation of government tasks...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Bureaucracy,inside which the civil servants are,is one of important political structure in democratizion process.Tendency which has happened,during the period of New Order Government was that bureaucracy became political power machine in order to justify all government policies...."
JUILPEM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafuan Rozi Soebhan
"Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami keadaan bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi birokrasi. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai lapis tengah dan aktor public services yang netral dan adil, kenyataannya dalam beberapa kasus birokrasi malah menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi. Bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik dan melakukan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara untuk kepentingan "partai tertentu".
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa, bagaimana dan mengapa muncul gerakan yang menginginkan birokrasi di Indonesia menuju birokrasi yang netral dari afiliasi politik. Untuk itu data dikumpulkan lewat analisis dokumen berbagai media yang sudah beredar di masyarakat yang merekam aktivitas dan pendapat pelaku-pelaku gerakan tersebut. Kemudian dilakukan langkah deduksi yaitu menarik penalaran tema permasalahan dari umum ke khusus, berupa analisa terhadap perubahan paradigma dan reposisi birokrasi, serta memikirkan beberapa indikator yang bisa dipergunakan dalam membangun kondisi netralitas politik birokrasi.
Kerangka pemikiran yang melandasi tesis ini antara lain dari pemikiran legal rasional Max Weber, bureaumania Baron de Grimm, bureaucratic polity Karl D. Jackson, kepolitikan birokrasi Harold Crouch, korporatisme negara Dwight Y. King dan Manuel Kaiseipo, mobilisasi birokrasi William D. Lidlle, krisis partisipasi politik Myron Weiner, ketidakpuasan birokrasi akibat berpolitik dari Hans Antlov dan Cederroth, serta reinventing Government dan David Osborn dan Ted Gaebler.
Ada beragam bentuk gerakan netralitas politik birokrasi antara tahun 1998-1999 yang menentang politisasi birokrasi. Ada yang moderat menyatakan unitnya keluar dan KORPRI, menyatakan unitnya tidak berafiliasi dengan Golkar, ada yang menginginkan perubahan posisi birokrasi di lingkungan eksekutif dan di legislatif, Ada pernyataan kritis dari tokoh oposisi yang ingin pembubaran organisasi birokrasi (KORPRI), ada pernyataan bersikap netral dan objektif dari lembaga ilmiah non departemen. Solusi dari gerakan ini adalah pentingnya untuk membuat kebijakan dan sanksi yang mengharuskan PNS bertindak netral, disebabkan Partai Golkar dan partai yang lain akan terus berupaya untuk menggunakan jalur birokrasi untuk kemenangannya dalam pemilihan umum.
Temuan tesis ini antara lain kasus-kasus keterlibatan birokrasi di sejumlah daerah dalam pemilihan umum 1999 menunjukkan gerakan netralitas birokrasi belum mampu meminimalkan tingkat keikutsertean birokrasi dalam aktifitas mendukung partai politik tertentu. Dari 27 daerah pemilihan, hanya ada 2 daerah pemilihan yang birokrasi bertindak relatif netral. Hal ini menjadi semacam indikasi bahwa masih berlangsungnya secara terus-menerus keadaan politisasi birokrasi di Indonesia, seperti yang diramalkan teori korporatisme negara. Birokrasi di awal era reformasi masih seperti yang dulu. Keadaan Cita-cita gerakan netralitas politik birokrasi belum menjadi kenyataan pada tahun pertama reformasi di Indonesia.
Agaknya berlaku seperti apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik birokrasi di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan pegawai negeri itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1998
352.6 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Reformasi birokrasi diharapkan dapat menciptakan pembenahan pada aspek regulasi, prosedur, dan penataan regulasi diharapkan akan mengatasi permasalahan yang terjadi seperti hyper regulation, tumpang tindih regulasi, berorientasi pada kualitas, ketidak sesuaian dengan perencanaan dan arah pembangunan, lemahnya peran kelembagaan, serta minimnya koordinasi antar kementerian/lembaga. diharapkan dengan danya reformasi regulasi terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar fungsi pemerintahan yang pada akhirnya dapat mengarahkan pembentukan regulasi sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta dapat meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional. "
Jakarta : Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi , 2019
320 JPAN 9 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Beetham, David
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
302.35 BEE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Human being is unique as both an individual and social creature. This uniqueness then encourages people to behave dynamically and multi-dimension as well. This paper discusses the meaning , dimension, and reflection of the people behavior in term of organizational life in the public sector, the , the phenomenon that later is so called bureaucracy bahavior."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mas`ud Said
Malang: UMM Press, 2010
302.35 MAS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Slamet Wibowo
"Tesis ini tentang Corak Birokrasi Dalam Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Industri dan Perdagangan Oleh Sat Indag Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya. Perhatian utama tesis ini adalah pada corak birokrasi yang terdapat dalam kegiatan penyidikan yang tergambar dalam hubungan antara penyidik dengan saksi, penyidik dengan tersangka, dan di antara penyidik itu sendiri. Fokus penelitian tentang corak birokrasi dalam Sat Indag Dit Reskrimsus sehubungan kegiatan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang industri dan perdagangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tehnik pengumpulan data melalui pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara berpedoman untuk mengungkapkan corak birokrasi yang terdapat di Sat Indag tersebut.
Tesis ini menunjukkan bahwa corak birokrasi yang terjadi di dalam kegiatan penyidikan oleh Sat Indag, terjadi sebagai suatu bentuk birokrasi dan patologi dalam birokrasi, dan dilakukan dengan cara berhubungan, berkomunikasi, dan dalam berinteraksi sosial antara saksi, tersangka, dan penyidik Sat Indag. Corak birokrasi ini terbentuk dalam hierarki otoritas, adanya spesialisasi dan sistem peraturan, serta impersonalitas. Implikasinya, corak birokrasi yang ada seperti, pertama, tugas-tugas dibagi ke dalam berbagai posisi sebagai tugas resmi. Kedua, petugas diorganisir secara hierarkis dengan rantai ketat perintah dari atas ke bawah. Ketiga, diciptakan pembagian kerja secara detail. Keempat, aturan mengatur semua perilaku dalam rangka pelaksanaan tugas. Kelima, personil dipilih atas dasar kompetensi. Dan keenam, jabatan kantor cenderung menjadi pekerja seumur hidup. Kejahatan yang dilakukan itu berkaitan dengan kemiskinan dan minimnya kesempatan kerja dalam kehidupan mereka. Birokrasi ini diperparah lagi dengan reward dan punishment yang belum dioperasionalkan dalam Sat Indag, sehingga jalinan emosional yang terbentuk sangat tinggi.

The thesis discusses bureaucratic patterns in investigating criminal act in industry and trade conducted by Sat Indag Dit Rekrim Sus (Industrial and Trade Section, Special Crime and Detective Directorate) Jakarta Metropolitan Regional Police. The main focus of the thesis is the bureaucratic patterns of investigation activities which drawn in the relationship between investigator and witness; investigator and suspect; and among investigators themselves. The writer employs ethnography method and collects data by conducting observation, involved-observation, and guided-interview in order to uncover the bureaucratic patterns in Sat Indag above.
The result of the thesis reveals that the bureaucratic patterns in investigation activities conducted by Sat Indag happen as a form of bureaucracy and pathology in bureaucracy. They are conducted by establishing relationship, communication and social interaction among witnesses, suspects and investigators of Sat Indag. The bureaucratic pattern is formed in the hierarchy of authority and there are specialization, system of rule and impersonality. There are some implications of such bureaucratic patterns. First, duties are divided into various positions as official duty. Second, personnel are hierarchically organized with a tight chain of command in a top-down way. Third, job distribution is created in a detail way. Fourth, regulations regulate all behavior in carrying out duties. Fifth, personnel are selected based upon their competence. And sixth, position in the office tends to be a position for life.
The bureaucracy is aggravated by the system of reward and punishment that has not been operationalized in Sat Indag Dit Reskrimsus resulting in higher emotional relationship among the personnel.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan dan kedudukan tokoh agama dalam birokrasi kerajaan Islam Banten abad 16 - 18, melalui data-data sejarah masa lalu, dan bukti-bukti arkeologis. Beberapa kasus dan peristiwa dari sumber lokal memperlihatkan bahwa kedudukan dan peran dari tokoh agama ini cukup penting dan diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh agama dalam sumber lokal itu dapat diidentifikasikan melalui penelusuran terhadap sejumlah nama-nama yang disebutkan dalam sumber lokal. Diantaranya adalah Sunan Gunung Jati, Molana Hasanuddin, Molana Yusup, Molana Muhammad, Kiyahi Dukuh, Surasaji, Senapati Pontang, Dipati Jayanegara, Ki Waduaji, dan Ki Wijamanggala, Ki Amar, Lebe Panji, Tisnajaya, Wangsaraja, Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, Ki Pekih, Nyai Mas Eyang, Entol Kawista, Santri betot, Sayid Alli, Abulnabi, Haji Salim, dan Ki Haji Abbas. Di samping itu ada juga tokoh lain di dalam sejarah Banten yang tidak terekam di dalam sumber lokal, tetapi peran dan kedudukannya sebagai tokoh agama cukup penting yaitu adalah Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji, Syekh Yusuf, dan Kyai Tapa. Peranan para tokoh agama tersebut dapat terbagi kepada tokoh yang bertindak dan berperilaku sebagai tokoh agama layaknya sekaligus berperan dalam kehidupan politik pemerintahan sebagai penguasa atau pejabat kerajaan Islam, dan tokoh agama yang benar-benar berkecimpung dalam kegiatan keagamaan saja seperti memberi pelajaran Al qur'an kepada anak didiknya, memberi pelajaran keagamaan kepada masyarakat serta melakukan da'wah agama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>