Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135783 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The republic of Indonesia Constitution Year of 1945 has guaranteed democratically the relation between state and civil society. State is conducted by the politicians as a result of election and sovereignty...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shirley Doornik
"Dengan bergantinya sistem politik, maka jumlah partai di Indonesia pun semakin menjamur. Tidak disangkal secara nasional Indonesia mengalami krisis kepemimpinan yang cukup akut, yang pada gilirannya mempengaruhi kepemimpinan di dalam partai itu sendiri.
Untuk itu penelitian ini mencoba untuk menjawab seberapa besar keterkaitan kepemimpinan terhadap proses pengambilan keputusan dan seberapa besar keterkaitan kemajemukan di dalam partai itu terhadap proses pengambilan keputusan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengerti lebih jauh keterkaitan kesemuanya itu dengan proses pengambilan keputusan.
Masalah kepemimpinan dikupas oleh White dan Lippitt yang membagi tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut: autocratic leadership, yang kepemimpinan yang cenderung menyelesaikan seluruh masalah secara sendiri; democratic leadership, yang mengambil keputusan melalui proses diskusi kelompok dan laissez-faire, dimana pemimpinnya cenderung untuk menghindar dari tanggung jawabnya.
Penelitian ini memakai metode deskriptif, dimana yang menjadi objek penelitiannya adalah DPP PDI Perjuangan. Dari hasil penelitian didapat keterangan bahwa ada keterkaitan antara tipe kepemimpinan yang otokratik dengan kecenderungan pengambilan keputusan secara otokratik juga. Di samping itu ada keterkaitan antara kemajemukan anggota DPP dengan proses pengambilan keputusan. Dimana keterkaitan itu melahirkan kecenderungan keputusan yang mengabaikan aspirasi lembaga lain, tetapi ada kesempatan dimana proses aktualisasi diri terjadi.
Dari penelitian ini diharapkan PDT Perjuangan khususnya DPP mampu untuk merubah tipe kepemimpinan agar kontroversi seputar keputusan DPP dapat diredam. Hal ini juga nantinya akan berdampak pada image partai sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Ary Savitri
"Konflik internal dalam partai politik sesungguhnya tidak banyak terjadi pada masa Orde Baru, akan tetapi ketika Orde Baru runtuh kemudian muncul yang dinamakan sistem multi partai maka konflik internal dalam tubuh partai-partai politik di Indonesia mulai banyak terjadi. Konflik internal dalam partai politik paling banyak dialami oleh partai-partai politik Islam, salah satunya adalah PPP. PPP adalah partai politik yang telah ada sejak jaman Orde Baru, dan hingga kini masih tetap eksis. Selanjutnya adalah bagaimana konflik internal PPP digambarkan dalam suatu surat kabar. Ketika suatu surat kabar menonjolkan mengenai seorang tokoh atau suatu isu, maka dapat dikatakan bahwa tokoh atau isu tersebut adalah sesuatu yang dianggap penting oleh surat kabar tersebut, yang pada gilirannya para pembaca surat kabar tersebut juga dapat memiliki anggapan yang lama mengenai hal tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi. Analisis isi adalah suatu penelitian yang sifatnya membahas secara mendalam isi suatu infonnasi yang tertulis atau tercetak dalam media massa, khususnya surat kabar. Karena sifat dan analisis isi adalah pembahasan secara mendalam maka, akan kurang makna interpretasinya apabila tidak dikaitkan dengan situasi lingkungan pada saat terjadinya suatu peristiwa atau dengan kata lain sumber analisisnya tidak hanya berdasarkan apa yang tertulis atau tercetak dalam surat kabar tetapi juga dikaitkan dengan kondisi pada saat peristiwa terjadi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pemberitaan dan apa yang tersirat di dalamnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 3 surat kabar, yaitu surat kabar Kompas, Media Indonesia, dan Republika. Dengan waktu penelitian selama 4 bulan, yaitu selama bulan Oktober 2001 sampai dengan bulan Januari 2002 (tepatnya 16 Oktober 2001 sampai dengan 21 Januari 2002).
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut; surat kabar Kompas selama periode penelitian menampilkan berita yang relevan dengan konflik internal PPP sebanyak 17 berita (yang terdiri dari liputan berita, artikel dan tajuk), surat kabar Media Indonesia menampilkan 22 berita (yang terdiri dan liputan berita dan artikel), sedangkan surat kabar Republika menampilkan 22 berita yang relevan dengan konflik internal PPP (yang terdiri dari liputan berita dan tajuk).
Dari ketiga surat kabar yang ada, surat kabar Republika adalah surat kabar yang paling banyak menampilkan berita yang relevan dengan konflik internal PPP. Hal ini disebabkan karena surat kabar Republika adalah surat kabar yang memiliki latar belakang berbasis Islam dan surat kabar yang banyak menyuarakan aspirasi Islam.
Umumnya ketiga surat kabar yang ada sangat berhati-hati dan mencoba netral ketika membahas mengenai seorang tokoh atau mengenai suatu isu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firmanzah
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia , 2011
324.2 FIR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syaroful Umam
"ABSTRAK
Penggunaan Twitter sebagai ruang komunikasi politik pada pemasaran politik menyebabkan terjadinya pergeseran balance of power antara partai politik dan publik. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana strategi pemasaran politik dalam perspektif strukturasi adaptif di media sosial Twitter terjadi. Penelitian dilakukan dengan mengambil Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Indonesia tahun 2019 sebagai contoh kasus. Contoh kasus Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Indonesia diambil berdasarkan pertimbangan perbedaan strategi kampanye dari partai politik yang sama-sama baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah strukturasi adaptif sebagai variabel independen dan strategi pemasaran politik partai sebagai variabel dependen. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dan sekunder yang diambil secara langsung dari media sosial partai politik terkait. Dampak dari pergeseran kekuatan tersebut adalah perubahan strategi pemasaran dari partai politik yang berubah karena melihat feedback dari aktivitas pengguna di Twitter. Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Persatuan Indonesia memiliki strategi yang sangat kontras dalam memasarkan partai politiknya karena mereka memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang pengguna Twitter.
Kata kunci: Pergeseran keseimbangan, Twitter, ruang komunikasi politik, pemasaran politik, media sosial

ABSTRACT
The use of Twitter as a political communication space in political marketing causes a shift in the balance of power between political parties and the public. This study explains how political party marketing strategies changed in the adaptive structuring perspective on Twitter social media. The research was conducted by taking the Partai Solidaritas Indonesia and Partai Persatuan Indonesia in 2019 as a case study. The case study was taken based on the difference between PSI and Perindo political campaign strategies, as we know that they are new political parties with different view on Twitter user. The method used in this study is a qualitative research method. The variables examined in this study are adaptive structuring as an independent variable and party political marketing strategy as the dependent variable. The data used are primary data in the form of interviews and secondary data taken directly from social media related political parties. The impact of this shift in power is an adjustment in the marketing strategies of political parties that change caused by Twitter users feedback. The Indonesian Solidarity Party and the Indonesian Unity Party have a strong contrast strategy in their political marketing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Perkembangan perdebatan sistem kepartaian di Indonesia, adalah antara yang ingin mempertahankan sistem multipartai banyak partai saat ini dengan pihak yang ingin memiliki jumlah partai politik (parpol) yang lebih sederhana. Ini adalah perdebatan lama, sejak pendirian Republik Indonesia antara Presiden Soekarno yang menginginkan sistem partai tunggal dengan Wapres Bung Hatta yang ingin sistem banyak partai dengan mengeluarkan Maklumat No.X Tahun 1945. Akan tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bentuk sistem kepartaian di Indonesia saat ini, apakah sistem kepartaian saat ini sudah benar dan efektif, bagaimana derajat keterbelahannya (fragmentasi). Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menganalisis pengukuran sistem kepartaian yang efektif. Perspektif teori yang digunakan adalah model Laakso-Taagepera (1979) dan Indeks Rae (1970) beserta klasifikasi model Coppedge (1999), Duverger (1954) dan Sartori (1976).
Tujuan penelitian ini adalah berusaha mengetahui sistem kepartaian yang lebih menjamin efektivitas kepartaian, sehingga tidak terperangkap pada jumlah parpol yang hanya bersifat formal legal atau aspek jumlah (numerologi) riil parpol yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan meneliti hasil pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan : (1) berdasarakan hasil pemilu 1999 bercorak multipartai moderat (nilai ENPP 4.72) dan derajat fragmentasi 0.79, sedangkan berdasarkan hasil pemilu 2004 berubah menjadi multipartai ekstrim (ENPP 7.07) dengan fragmentasi makin buruk menjadi 0,86. (2) terjadi paradoks, walaupun jumlah parpol menurun dari 48 parpol di 1999 menjadi 24 parpol di 2004 namun jumlah partai yang efektif naik dari sistem lima parpol di 1999 menjadi sistem tujuh parpol di 2004. (3) bahwa sedikit atau banyaknya jumlah partai, belum merupakan indikator baik buruknya suatu sistem kepartaian, yang terlebih penting berapa jumlah partai yang efektif dan seberapa luas derajat fragmentasinya. (4) semakin efektifnya suatu sistem kepartaian akan menunjang penerapan sistem presidensial dan semakin memperkokoh ketahanan nasional dan semakin rendah fragmentasinya maka semakin rendah potensi ancaman terhadap ketahanan nasional, model pengukuran tersebut dapat berperan sebagai sistem peringatan dini dalam mengatasi AGHT dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif, stabil dan demokratis

The debate on Party Systems has become classic as has long been argued since the formation of The Republic of Indonesia in 1945. The former President Soekarno favoured Single Party System, whereby Vice Prsident Moh Hatta more inclined towards Multyparty Systems. The current debate is still between those favour multyparty systems and those favour simple party systems. But the fundamental questions that should be asked, regardless of the number of party, what is the current party systems in Indonesia, what is the real systems that is appropriate and needed by the Indonesian democracy and what is the degree of fragmentation of the current systems. Effective party systems that work well can serve multi functions in democracies.
This research attempts to examine aspect of the party systems and to provide the appropriate answers. For that purpose the theoretical approach was implementing the Laakso-Taagepera Model and Rae Index. This model has become the most well known used among researchers to measure party systems or to specify the ?effective? number of political parties in a party systems where parties vary substantially in their vote and/or seat shares This research applying quantitative methods and purposively research the results of the 1999 general election and the 2004 general election in Indonesia. This research revealed that the party systems after the 1999 election was the moderate multiparty systems with the ENPP value at 4.72 with the degree of fragmentation of 0.79. It was categorized as the five effective-party systems. And the party systems after the 2004 election was the extreme multiparty systems with the ENPP value at 7.07 with the degree of fragmentation of 0.86. It was categorized as the seven effective-party systems. The real number of political parties doesnot related directly with the effectiveness of party systems. The more effective the party systems would contribute to the effective implementation of the presidential systems and to reinforce the national resilience. The model of Laakso-Taagepera and Rae Index could serve or function as an early warning systems to the implementation of the national resilience and toward the development of effective, stable and democratic government."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Ammelia
"ABSTRAK
Tulisan ini mendiskusikan tentang perilaku partai politik dan kandidat wakil gubernur terpilih pada Pemilihan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017 dengan menggunakan pendekatan pilihan rasional (rational choice). Keputusan DPRD Provinsi Kepri terkait keterpilihan Isdianto sebagai wakil gubernur cenderung kontroversial, karena terkait dengan persaingan dua koalisi yang berpartisipasi pada Pemilihan Gubernur 2015. Studi ini berargumen bahwa motif kekuasaan dalam hubungan antar partai di tingkat lokal, khususnya yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Kepulauan Riau, cenderung mempengaruhi keputusan DPRD tersebut. Upaya penguatan partai politik di tingkat lokal melalui perubahan mekanisme pemilihan lebih diwarnai oleh pragmatisme partai politik. Partai yang kalah pada Pilgub 2015 justru mengambil keuntungan pada Pilwagub 2017. Temuan dari studi ini adalah adanya transaksi politik antara wakil gubernur terpilih dengan PDIP. Implikasinya, pendekatan rasional cenderung lebih dapat digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk transaksi politik pada Pemilihan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau 2017. Metode Penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif melalui data-data hasil wawancara mendalam, tinjauan pustaka, dan dokumentasi.

ABSTRACT
This paper discusses behaviour of political party and elected vice governor candidate in the election of the Vice Governatorial (Pilwagub) of the Riau Archipelago Province (Kepri) in 2017 from rational choice approach. Plenary decision of Riau Archipelago's parliament (DPRD Provinsi Kepri) have chosen Isdianto as elected vice governor, requires controversy over domination of one coalition over the other in the 2015 Governatorial Election. This study argues that the motive for power in inter-party relations at the local level, especially those who have member in parliament (DPRD Kepri) tends to influence parliament's decision. Effort of political parties at the local level through electoral changes are characterized by the pragmatism of political parties. The party that lost in the 2015 Governatorial Election actually took advantadge in the 2017 Deputy Governatorial Election. The findings of this study are political transaction between the candidate of Deputy Governor and political party non-coalition (PDIP) pointed us to the lack of regulation (Pasal 176 UU No.10/2016) in process of Pilwagub Kepri 2017. Although the data shows tendency towards commitment and loyalty to coalition both of them (Isdianto and PDIP) during the 2017 Deputy Governatorial Election indicates the applicability of rational choice approach. This study employed qualitative analysis on interview and documentation."
2019
T55309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi
"ABSTRAK
Latar belakang berdirinya Partai Sosialis Indonesia (PSI) karena perbedaan kebijakan politik di dalam Partai Sosialis (PS) antara kelompok Amir Sjarifuddin yang lebih cenderung memihak blok komunis dengan kelompok Sutan Sjahrir yang menentang politik memihak tersebut. Sosialisme PSI disebut juga dengan sosialisme kerakyatan. Masyarakat yang dicita-citakan oleh PSI adalah masyarakat Sosialis, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Sejak mulai berdirinya bentuk organisasi PSI adalah partai kader, akan tetapi karena kebutuhan untuk pemilihan umum sifat partai kader PSI makin lama makin bergeser ke arah partai massa. Namun demikian PSI tetap mengalami kekalahan dalam pemilihan umum 1955. Penyebab utama kekalahan partai PSI dalam pemilihan umum karena kelemahan partainya sebagai partai kader, penyebab lain karena terjadinya kecurangan-kecurangan dalam proses pemilihan umum oleh partai-partai yang berkuasa.
Peranan kepolitikan PSI selama masa revolusi sampai pemilihan mumun pertama (1948-1955) dapat dilihat di pemerintahan dan di Lembaga Perwakilan Rakyat. Di pemerintahan PSI mewakili dalam empat Kabinet dari enam Kabinet yang pernah terbentuk pada masa itu. Di Lembaga Perwakilan Rakyat, mulai dari KNIP sampai DPRS PSI menjadi partai terkemuka, jumlah kursinya dalam lembaga tersebut menduduki posisi ketiga di bawwh POI dan Masyumi. Peranan kepolitikan PSI yang lebih konkret terlibat dari sikap PSI terhadap perundingan-perundingan yang dilangsungkan antara Indonesia-Belanda, seperti terhadap Persetujuan Renville, Pernyataan Roem-Royen, dan Konperensi Meja Bundar. Mengenai tuduhan PKI terhadap PSI yang menyatakan bahwa PSI terlibat dalam Peristiwa 17 Oktober 1952, tidak diketemukan bukti-bukti yang kuat tentang tuduhan tersebut. Oleh karena itu tuduhan tersebut tidak lain hanyalah strategi PKI untuk memojokkan PSI dalam percaturan kepolitikan nasional. Peranan politik PSI pada periode {1948-1955) selain di tingkat nasional juga di daerah-daerah. Peranan tewreebut dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh cabang-cabang PSI di daerah-daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya.
Peranan kepolitikan PSI pasta pemilihan umum (1955-1960) dapat dilihat dari perjuangannya di DPR dan di Konstituante. Selain itu peran politik PSI yang tidak kalah pentingnya adalah peranan politik luar negeri yang dimainkannya, karena kebijakan politik luar negeri PSI pada dasarnya juga mencerminkan kebijakan politik luar negeri Pemerintah dan bangsa Indonesia. Peristiwa PRRIPermesta di awal tahun 1958 telah mempercepat berakhirnya peran kepolitikan PSI. Pembubaran PSI oleh Pemerintah tahun 1960 dihubungkan dengan keterlibatan beberapa pemimpin PSI dalam peristiwa PRRI-Permesta tersebut. Akan tetapi penyebab utama dibubarkannya PSI karena partai PSI selalu mengkririk dengan keras konsepsi Presiden dengan sistem Demokrasi Terpimpinnya. Setelah PSI dibubarkan, PSI masih memperlihatkan peranan kepolitikannya dengan membentuk Liga Demokrasi bersamasama dengan partai-partai politik lainnya. Para tokoh-tokoh PSI bersama-sama dengan politisi partai lainnya dalam Liga Demokrasi memperjuangkan dan menyuarakan tuntutan demokrasi terhadap Pemerintah. Liga demokrasi pun dibubarkan oleh Pemerintah karena dianggap bertentangan dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Dengan berakhirnya Liga Demokrasi maka berakhir pulalah peranan kepolitikan PSI di pentas kepolitikan nasional karena tidak mempunyai wadah lagi.
PSI ternyata tidak hanya dibubarkan,, tetapi para pemimpinnyapun ditahan dan dlasingkan oleh penguasa pada awal athun 1962. Penahanan dan pengasingan para pemimpin PSI dihubungan dengan tuduhan mengadakan rapat rahasia di Bali yang bertujuan untuk menggulingkan Pemerintah, dan tuduhan terlibat dalam usaha percobaan pembunuhan Presiden Soekarno di Ujung Pandang. Akan tetapi semua tuduhan tersebut harsyalah skenario yang dibuat oleh PKI untuk melenyaikan pengaruh PSI dalam kehidupan politik Indonesia, karena setelah diadakan pemeriksaan tuduhan tersebut tidak terbukti kebenarannya.
Selama memainkan peranan kepolitikannya, hubungan PSI dengan partai-partai lainnya seperti dengan PNI, Masjumi, NU, dan partai-partai lainnya cukup baik. Kendatipun pada masa-masa tertentu dan pada masalah-masalah tertentu terjadi perbedaan pandangan antara PSI dengan partai-partai tersebut, namun masih dalam taraf yang wajar dan tidak sampai menimbulkan konflik seperti yang terjadi antara PSI dengan PHI. Suatu kesimpulan yang dapat ditarik dari tesis ini adalah bahwa PSI telah memainkan peranan kepolitikannya yang cukup penting dan berarti di pentas percaturan kepolitikan nasional selama periode 1048-1960. Dalam memainkan peran kepolitikannya itu terjadi konfllk antara PSI dengan PKI, dan PKI berhasil mendekati dan mempengaruhi Presiden Soekarno. Nampaknya Presiden Soekarno terlalu percaya pada fitnahan yang dilakukan oleh PKI terhadap PSI, dan selanjutnya PKI dan Presiden Soekarno berhasil menyingkirkan PSI dari percaturan kepolitikan nasional.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
324.2 PAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
324.204 PAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>