Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan (PUSLITSOSEK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Departemen Kehutanan, 2003
330 ISOSEK
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Departemen Kehutanan, 2003
JSOSEK 6:1 (2009)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, Salemba Raya 4, Jak-Pus/ Kampus Baru, Depok, 1978
UI-ECO 24 (1991)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Harsanto Nursadi
"Berdasarkan UUD 1945 Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang artinya adalah ketika negara ini diproklamasikan bentuknya adalah suatu kesatuan utuh negara yang kemudian wilayahnya dibagi-bagi menjadi daerah-daerah. Pembagian daerah-daerah tersebut didasarkan pada suatu undang-undang tertentu yang disebut undang-undang tentang pembentukan Daerah. Pembentukan daerah tersebut disertai dengan penyerahan kewenangan pangkal dan kemudian kewenangan tambahan pasca pembentukan daerah otonom.
Penyerahan kewenangan tersebut lazim disebut dengan desentralisasi. Penyerahan kewewenangan tersebut pada kenyataannya selama ini (sebelum UU 22 Tahun 1999) sangat sulit untuk dilakukan secara penuh, karena yang terjadi adalah pelaksanaan pemerintahan yang tersentralisasi. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 mulai memberikan harapan kepada Daerah untuk merencanakan, menggali, menata dan mengelola kembali daerahnya sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat hukum di daerahnya.
Urusan kehutanan merupakan salah satu urusan pemerintahan teknis yang menemui sejumlah hambatan pada proses pelaksanaan pasca undang-undang pemerintahan daerah tersebut. Pada undang-undang tersebut urusan kehutanan terbagi kedalam beberapa pengaturan, yaitu bila termasuk kelompok sumber daya alam dan konservasi, Pemerintah Pusat berwenang untuk melakukan pendayagunaan, tetapi bila masuk kedalam kelompok sumber daya nasional, maka Daerah berwenang mengelolanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini akan mencoba menjawab Bagaimanakah Persepsi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap pembagian kewenangan urusan kehutanan dilihat dari pelaku, tujuan dan strategi. Kemudian bagaimanakah pembagian kewenangan urusan kehutanan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terakhir Apakah pembagian kewenangan urusan kehutanan tersebut akan berdampak pada revealed comparative advantage (RCA) kehutanan di Sumatera Selatan.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, dipergunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan cara mencari persepsi ahli menggunakan kuesioner. Pertanyaan kedua dijawab dengan mempergunakan content analysis terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan pembagian kewenangan urusan kehutanan. Terakhir, dipergunakan analisa potensi perekonomian dengan cara menghitung RCA terhadap total ekspor pertanian dan RCA terhadap total ekspor kehutanan bagi Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan analisis tersebut didapatkan jawaban pelaku adalah Pemerintah Daerah, kemudian tujuan adalah mengefektifkan pelaksanaan kebijakan hutan nasional dan dengan strategi penetapan. Kriteria dan standar yang jelas bagi pelaksanaan pemerintahan urusan kehutanan pada Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat berwenang pada pengelolaan dan pemanfaatan hutan pads tataran kebijakan dan juga pelaksanaan terutama bagi kawasan yang lintas Provinsi. Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan pengelolaan dan sebagian pemanfaatan hutan, terutama yang melintasi kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang lebih bersifat lokalitas terhadap kawasan yang berada pada Kabupaten/Kota.
Terakhir, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan masih memiliki peluang untuk meningkatkan RCA. Sebagai dasarnya adalah luas sisa hutan secara de jure 41,61% dan kebijakan nasional untuk melarang ekspor kayu gelondongan dan bahan baku serpih akan kembali mendorong peningkatan produksi produk kayu di Daerah dan nilai tambah dari kayu terutama untuk ekspor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T5207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ira Puspadewi
"Disertasi ini dimaksudkan untuk meneliti kompleksitas kognitif (cognitive complexity) para pemimpin perusahaan sosial yang mungkin berpengaruh pada kompleksitas perilaku (behavior complexity), berupa paradoks perilaku komersial (commercial behavior) dan perilaku sosial (pro-social behavior). Paradoks ini dapat mempengaruhi performa keberlanjutan (sustainability performance) usaha. Adapun kompleksitas kognitif adalah kemampuan mengelola informasi secara multi dimensi dan/atau situasi bertolak belakang. Secara alamiah paradoks merupakan bagian dari perusahaan sosial. Yakni paradoks tujuan ekonomi dan tujuan sosial. Pemimpin berkompleksitas kognitif tinggi akan memiliki kompetensi tinggi mengelola paradoks tersebut, dipengaruhi kompleksitas lingkungan (environmental complexity) serta motivasi kognitif (cognitive motivation). Motivasi kognitif terdiri atas persepsi diri (self efficacy) kebutuhan atas tantangan (needs for cognition) serta penguasaan diri (personal mastery). Studi dilakukan pada seluruh koperasi masyarakat kehutanan di bawah program pemberdayaan Perhutani yang telah berdiri lebih dari 3 tahun. Yakni sebanyak 189 koperasi di 4 provinsi di Jawa, dengan 561 pemimpinnya sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleksitas kognitif berpengaruh positif pada perilaku komersial dan perilaku pro-sosial. Kedua elemen tersebut juga berpengaruh positif pada performa keberlanjutan. Kompleksitas kognitf dipengaruhi oleh kompleksitas lingkungan. Adapun dari tiga elemen motivasi kognitif, hanya kebutuhan atas tantangan (needs for cognition) yang berpengaruh positif pada kompleksitas kognitif. Dia aspek lain, yakni persepsi diri (self efficacy) dan penguasaan diri (personal mastery) tidak berpengaruh nyata.

This dissertation examines how cognitive complexity of leaders in social enterprises may affect their paradoxical behaviors needed in managing social enterprises, namely commercial and pro-social behaviors. Cognitive complexity is one's ability to construe information in a multidimensional way, including paradoxical situations. The nature of social enterprise is paradoxical in that it needs to deliver both economic and social purposes. The level of leaders' cognitive complexity is associated with ability to demonstrate both commercial and pro-social behaviors. The higher their cognitive complexity is, the higher their commercial and pro-social behaviors are. Furthermore, higher commercial and pro-social behaviors of the leadership team lead to higher sustainability performance of social enterprises. Leaders under this study are leaders of forestry community cooperatives. These cooperatives may be classified as a simple firms in that the role of their leaders may affect the firm's outcomes. Hence, examining the cognitive complexity of the social enterprises' leaders and relating it to the organizational sustainability performance is considered necessary. There are 567 leaders of 189 cooperatives in the study, which represent all cooperatives who have been working for 3 years or more during the research. The result of the study indicate that the cognitive complexity of cooperatives leaders is positively related to both commercial and pro-social behaviors. In addition, it suggests that the higher leadership's team of forestry cooperatives leads to higher sustainability performance of the cooperatives. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D2573
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: B2P3KS Departemen Sosial, 2008
307.14 DIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Pembangunan Perpustakaan Manggala Wanabakti, 1989
R 634.9 ABS
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Pungky Widiaryanto
"ABSTRAK
After 70 years of Indonesias independence, the development of Indonesias forestry remains complex and complicated. Forests, that have contributed significant economic growth, nowadays are facing some challenges. Many issues come across, such as deforestation, forest concessions bankrupt, and land conflicts. Many experts claim that the underlying cause of these problems is related to the uncertainty of forest area and forest tenure. These problems do not only bring negative effects to society but also hinder other development agendas. Thus, Indonesia needs to reform its forest area and forest tenure. This idea is knowing as forest reform or agrarian reform or forest tenure reform. This article explains the facts of forest unfair tenure, the fact of forest cover in Indonesia, pros and cons about forest tenure reform, using strategic environmental assessment to evaluate forest tenure reform, and also proposal policy framework. Currently, the government is preparing the mid term development plan, later we call it as RPJMN, 2020 until 2024. As forest tenure reform is important as an enabling condition for the development in the forestry sector, thus the forest tenure reform should be included as national project priority in RPJMN 2020 until 2024."
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2019
330 BAP 2:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>