Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216269 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Susianawati
"Dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional salah satu tugas pemerintah adalah melindungi sektor usaha kecil yang banyak muncul di masyarakat, namun kenyataannya banyak usaha kecil yang dijalankan khususnya oleh perempuan pada tahap permulaan usaha ataupun dalam tahap pengembangan usahanya sering mengalami berbagai hambatan. Adapun hambatan yang dihadapi oleh UKM perempuan, yaitu kurangnya permodalan, kesulitan dalam pemasaran, persaingan usaha ketat, kesulitan bahan baku, kurangnya teknis produksi dan keahlian, kurangnya keterampilan manajerial, kurangnya pengetahuan manajemen keuangan dan iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan). Berdasarkan hal tersebut pemerintah harus mampu memberdayakan UKM Perempuan dalam upaya meningkatkan tingkat perekonomian keluarga dan masyarakat sekitar. Apalagi sebelumnya pemerintah sudah memiliki landasan hukum dan operasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Economic, Social And Cultural Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya), Keputusan Presiden RI (Keppres) Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah Atau Besar Dengan Syarat Kemitraan, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (2004-2009) dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.l4/Per/M.KUKM/VII/2006 tanggal 27 Juli 2006 tentang Petunjuk Teknis Dana Penjaminan Kredit dan Pembiayaan untuk KUKM. Hambatan-hambatan untuk memperoleh akses terhadap pembiayaan tersebut, terbukti berdampak buruk bagi pemberdayaan kegiatan usaha kecil yang dijalankan oleh perempuan. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Penulisan dibuat dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu suatu penelitian terhadap norma atau hukum, antara lain tentang peraturan perundang-undangan yang terkait. Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup peraturan perundang-undangan terkait, dan pendapat para ahli hukum. Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan data studi pustaka, dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif.
Adanya peraturan perundang-undangan tersebut, diharapkan dapat memberikan pedoman dalam memberdayakan UKM Perempuan antara lain dengan diberikan suatu skim penjaminan yang dapat menjadi alternatif dalam penyelesaian kredit untuk usaha kecil. Untuk itu harus didukung dengan adanya Undang-Undang yang mengatur penjaminan kredit, peningkatan kapasitas modal perusahaan penjaminan kredit, perluasan jaringan kantor dan lain sebagainya.

To increase economic national, one task the government should given more protection to the interest of small enterprises that emerge plenty in the society, however as matter of fact, there some small business which is run by, in particularly, women at the first stage of their business and at the phase of starting to develop their business. The difficulties are experienced by the women on small and business middle enterprises, among others, lack of Capital, have difficulties to sell their product in marketplace, tight business competition, have problem in obtaining raw materials, lack of production technique and skill. Lack of managerial skills, lack of financial management knowledge and less conducive climate (licensing, roles/regulations). Based on those factors above, the government in point of fact, could empower women on small and business middle enterprises in its attempt to augment the economic of households and people surroundings. Most of all, previously, the government has already had the legal and operational foundation and in the form of law and regulations, that is, Law Number 9 of 1995 on Small Business and Law Number 11 Of 2005 on the ratification of International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights, Presidential Decree Number 127 of 2001 on the types/kinds of business which open to middle or big business with partnership requirement, Government regulation number 7 of 2005 on National Middle Development Plan (2004-2009), and the regulation of State Minister for Cooperative Small and Medium Enterprises Number 14/per/M.KUKM/VII/2006 dated 27 July 2006 on Technical Manual for Funds of Credit Guarantee and Financing the Cooperative Small and Medium Enterprises. The barrier to get access for financing the Cooperatives Small and Medium Enterprises have provided an evidence to have bad impact for empowering the small business running by especially women. Of course, we cannot allow this happen continuously. For that reason, the writer makes an effort to conduct research in the field. This paper will be written by using the normative jurisdiction law research method, that is a research toward norms and law, among others, related law and regulations. Data needed for this research include, related law and regulations, and the opinion of law experts. The data will be collected qualitatively by library research and will be analyzed quantitatively. It is hoped with the existence of up Corning law and regulation, could give a guidance in empowerment women on cooperatives small and medium enterprises among others by given a scheme of guarantee which could be alternative regarding credit resolution for the small business. This action should be supported by law which regulates credit collateral, enhancing the financial capacity of the credit assurance companies, and the extended of office branches etc."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25720
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Susianawati
"Dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional salah satu tugas pemerintah adalah melindungi sektor usaha kecil yang banyak muncul di masyarakat, namun kenyataannya banyak usaha kecil yang dijalankan khususnya oleh perempuan pada tahap permulaan usaha ataupun dalam tahap pengembangan usahanya sering mengalami berbagai hambatan. Adapun hambatan yang dihadapi oleh UKM perempuan, yaitu kurangnya permodalan, kesulitan dalam pemasaran, persaingan usaha ketat, kesulitan bahan baku, kurangnya teknis produksi dan keahlian, kurangnya keterampilan manajerial, kurangnya pengetahuan manajemen keuangan dan iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan). Berdasarkan hal tersebut pemerintah harus mampu memberdayakan UKM Perempuan dalam upaya meningkatkan tingkat perekonomian keluarga dan masyarakat sekitar. Apalagi sebelumnya pemerintah sudah memiliki landasan hukum dan operasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Economic, Social And Cultural Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya), Keputusan Presiden RI (Keppres) Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah Atau Besar Dengan Syarat Kemitraan, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (2004-2009) dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.14/Per/M.KUKM/VII/2006 tanggal 27 Juli 2006 tentang Petunjuk Teknis Dana Penjaminan Kredit dan Pembiayaan untuk KUKM. Hambatan-hambatan untuk memperoleh akses terhadap pembiayaan tersebut, terbukti berdampak buruk bagi pemberdayaan kegiatan usaha kecil yang dijalankan oleh perempuan. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Penulisan dibuat dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu suatu penelitian terhadap norma atau hukum, antara lain tentang peraturan perundang-undangan yang terkait. Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup peraturan perundang-undangan terkait, dan pendapat para ahli hukum. Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan data studi pustaka, dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Adanya peraturan perundang-undangan tersebut, diharapkan dapat memberikan pedoman dalam memberdayakan UKM Perempuan antara lain dengan diberikan suatu skim penjaminan yang dapat menjadi alternatif dalam penyelesaian kredit untuk usaha kecil. Untuk itu harus didukung dengan adanya Undang-Undang yang mengatur penjaminan kredit, peningkatan kapasitas modal perusahaan penjaminan kredit, perluasan jaringan kantor dan lain sebagainya.

To increase economic national, one task the government should given more protection to the interest of small enterprises that emerge plenty in the society, however as matter of fact, there some small business which is run by, in particularly, women at the first stage of their business and at the phase of starting to develop their business. The difficulties are experienced by the women on small and business middle enterprises, among others, lack of capital, have difficulties to sell their product in marketplace, tight business competition, have problem in obtaining raw materials, lack of production technique and skill. Lack of managerial skills, lack of financial management knowledge and less conducive climate (licensing, roles/regulations). Based on those factors above, the government in point of fact, could empower women on small and business middle enterprises in its attempt to augment the economic of households and people surroundings. Most of all, previously, the government has already had the legal and operational foundation and in the form of law and regulations, that is, Law Number 9 of 1995 on Small Business and Law Number 11 0f 2005 on the ratification of International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights, Presidential Decree Number 127 of 2001 on the types/kinds of business which open to middle or big business with partnership requirement, Government regulation number 7 of 2005 on National Middle Development Plan (2004-2009), and the regulation of State Minister for Cooperative Small and Medium Enterprises Number 14/per/M.KUKM/VII/2006 dated 27 July 2006 on Technical Manual for Funds of Credit Guarantee and Financing the Cooperative Small and Medium Enterprises. The barrier to get access for financing the Cooperatives Small and Medium Enterprises have provided an evidence to have bad impact for empowering the small business running by especially women. Of course, we cannot allow this happen continuously. For that reason, the writer makes an effort to conduct research in the field. This paper will be written by using the normative jurisdiction law research method, that is a research toward norms and law, among others, related law and regulations. Data needed for this research include, related law and regulations, and the opinion of law experts. The data will be collected qualitatively by library research and will be analyzed quantitatively. It is hoped with the existence of up coming law and regulation, could give a guidance in empowerment women on cooperatives small and medium enterprises among others by given a scheme of guarantee which could be alternative regarding credit resolution for the small business. This action should be supported by law which regulates credit collateral, enhancing the financial capacity of the credit assurance companies, and the extended of office branches etc."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37382
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Fatah Prawiraningrum
"Bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam alinea ke N Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), adalah: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka diselenggarakanlah pembangunan disegala bidang aspek kehidupan yang sekaligus juga membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Soerjono Soekanto pengertian pembangunan secara sederhana dapat dikatakan merupakan suatu proses yang dialami oleh suatu masyarakat yang menuju kepada keadaan hidup yang lebih baik, proses mana pada umumnya direncanakan serta dilakukan dengan sengaja.
Dari rumusan tersebut diatas, dapat dikatakan dengan kalimat yang lain, bahwa untuk menuju keadaan hidup yang lebih baik mau tidak mau, suka tidak suka pembangunan yang dilaksanakan haruslah pembangunan yang memajukan perekonomian disamping memajukan juga bidang-bidang yang lain.
Menurut rencana pembangunan nasional transisi yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangnan Nasional untuk tahun 2005 setelah tidak ada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), bahwa tujuan pembangunan bidang ekonomi diarahkan untuk mengembangkan perekonomian yang berdaya saing melalui percepatan kebangkitan sektor rill dengan penggerak sektor industri yang didukung oleh pemanfaatan potensi sumber daya alam (SDA). Menggerakan sektor industri ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan meningkatkan produktivitas usaha kecil menengah melalui penciptaan iklim kondusif, peningkatan akses kepada sumber daya produktif serta pengembangan keunggulan kompetitif dan pembukaan mitra usaha baru yang berorientasi pada pertumbuhan dan jenis-jenis usaha inovatif, serta memanfaatkan sumber daya lokal.
Dengan demikian kedudukan usaha kecil dalam hiruk pilcuknya proses pembangunan perekonomian di Indonesia sangatlah strategis. Kedudukan strategis tersebut disebabkan karena usaha kecil diperkirakan dapat banyak menyerap tenaga kerja, ikut melancarkan peredaran perekonomian dan mampu mendukung perkembangan perusahaan besar."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Kurniawan
"Potensi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia sangat menarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil membuka kesempatan penanaman modal asing di pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dengan persyaratan tertentu dan izin Menteri Kelautan dan Perikanan. Tesis ini membahas kepastian hukum penanaman modal asing di pulau-pulau kecil berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini, menyimpulkan bahwa, dibukanya kesempatan penanaman modal asing di pulau-pulau kecil berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 perlu dukungan aturan pelaksana undangundang tersebut khususnya terkait perizinan, karena implementasi perizinan PMA di pulau-pulau kecil belum optimal. Sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 2014, sudah terdapat investor asing yang menjalankan usahan pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan hanya memiliki izin prinsip dan izin usaha, ataupun perjanjian dengan pemerintah daerah. Di sisi lain, adanya calon-calon investor asing yang berminat berinvestasi di pulau-pulau kecil, memerlukan kepastian hukum untuk melaksanakan ketentuan penanaman modal asing di pulau-pulau kecil sebagaimana dipersyaratkan dalam UU No. 1 Tahun 2014.

Indonesian coastal areas and small islands are very potential assets to attract foreign investors to make investment in Indonesia. Law of The Republic of Indonesia Number 1 of 2014 about The Changes to The Law Number 27 of 2007 on Management of Coastal Areas and Small Islands gives opportunities to foreign direct investment on small islands and their surrounding waters, with certain requirements and permits from the Minister of Marine Affairs and Fisheries. This Thesis elaborates the legal certainty of foreign direct investment on small islands governed by Law of The Republic of Indonesia Number 1 of 2014. The study which used a normative juridical method suggested that the emerging opportunities of foreign direct investment on small islands governed by Act 1 of 2014 needs to be supported by the implementing rules of the Law, particularly those related to the licensing, since the implementation of foreign direct investment licensing on small islands is not yet optimal. Prior to the enactment of The Law of The Republic of Indonesia Number 1 of 2014, there had already been foreign investors doing their business on the utilization of small islands using only "principle licenses" and "business licenses", or agreements with local governments. On the other hand, the emerging interest of prospective foreign investors to invest on small islands needs a legal certainty for their continuing process to comply with the provisions of foreign direct investment on small islands as required by the Law Number 1 of 2014.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, David
"Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan industri yang berkembang dengan sangat cepat dan besar di Indonesia. Industri UMKM menjadi salah satu pilar perekonomian yang menggerakkan roda perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu keberadaan UMKM tidak dapat dihapuskan maupun dihindarkan dari kenyataan masyarakat bangsa saat ini. Fakta menunjukkan bahwa keberadaan UMKM sangat bermanfaat dalam hal pendistribusian pendapatan masyarakat. Namun rendahnya inovasi, riset pasar, dan keterbatasan modal serta kendala layanan perizinan menjalankan usaha menjadi masalah klasik pertumbuhan sektor usaha UMKM di Indonesia. Pemberian izin usaha yang cepat, transparan, murah, dan pasti merupakan aspek kunci berikutnya yang harus ada dalam setiap pengembangan UMKM. Sebagai upaya membantu pengembangan UMKM, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan sebutan Omnibus Law terkait ketentuan mengenai jumlah pemilik saham dalam pendirian Perseroan Terbatas untuk usaha mikro dan kecil. Pada Pasal 111 angka 1 Bagian Keempat mengenai Perseroan Terbatas dalam Undang- Undang Cipta Kerja, dilakukan perubahan dan/atau penambahan ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengenai ketentuan jumlah pemilik saham dalam mendirikan Perseroan usaha mikro dan kecil. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa kewajiban Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Dengan kata lain, kini Perseroan Terbatas untuk badan usaha yang memenuhi kriteria Usaha mikro dan kecil telah dapat didirikan dengan 1 orang saja. Perubahan tersebut merupakan terobosan pemerintah melalui Undang- Undang Cipta kerja yang bertujuan untuk memudahkan iklim berusaha di Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia di dunia.

Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) are industries that are growing very fast and large in Indonesia. The UMKM industry is one of the economic pillars that drives the economy in Indonesia. Therefore, the existence of UMKM cannot be eliminated or avoided from the reality of the nation's society today. The facts show that the existence of MSMEs is very beneficial in terms of distributing people's income. However, the low level of innovation, market research, limited capital and constraints on licensing services for running a business are classic growth problems for the MSME business sector in Indonesia. The issuance of a business license that is fast, transparent, cheap, and sure is the next key aspect that must be present in every MSME development. In an effort to assist the development of MSMEs, the government issued Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation or better known as the Omnibus Law regarding the provisions regarding the number of shareholders in the establishment of Limited Liability Companies for micro and small businesses. In Article 111 number 1 Part Four regarding Limited Liability Companies in the Job Creation Law, changes and / or additions to the provisions previously regulated in Article 7 of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies regarding the number of shareholders in establishing a micro business and small. This provision states that the obligation of the Company to be established by 2 (two) or more persons does not apply to companies that meet the criteria for micro and small businesses. In other words, now a Limited Liability Company for business entities that meet the criteria for micro and small enterprises can be established with only 1 person. This change is a breakthrough by the government through the Job Creation Law which aims to facilitate the business climate in Indonesia and is expected to increase the ranking of Indonesia's ease of doing business in the world."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
"Anak merupakan anugrah tuhan yang Maha Esa. Anak merupakan penerus dan generasi bangsa. Dalam perkembangan zaman yang makin maju ini, anak tidak lagi merupakan sosok yang lucu dan menggemaskan. Beberapa anak dalam masyarakat tumbuh menjadi anak yang nakal, kejam yang melanggar aturan hukum. Anak yang bermasalah dengan hukum merupakan persoalan yang mengkhawatirkan, dimana apabila anak dihadapkan pada peradilan maka akan timbul stigma negatif bagi anak tersebut, sehingga anak bukan menjadi lebih baik setelah dipidanakan akan tetapi menjadi penjahat yang lebih profesional. Sebab anak-anak yang bermasalah tersebut dikumpulkan dengan anak-anak lain yang bermasalah sehingga ilmu-ilmu kejahatan akan mereka pertajam lagi. Pemidanaan bukan merupakan solusi yang terbaik bagi anak. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengenal istilah penyelesaian perkara anak bermasalah dengan hukum menggunakan mekanisme diversi. Diversi merupakan penyelesaian perkara anak dengan mengenyampingkan atau meniadakan pidana terhadap anak tersebut. Diversi merupakan penyelesaian suatu perkara pidana oleh anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Landasan hukum diversi baru lahir setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana anak diupayakan penyelesaian secara restorative justice dimana dalam tiap tingkat proses peradilan baik ditingkat penyidikan, penuntutan hingga pengadilan diupayakan dahulu dilakukan diversi. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baru berlaku setelah 2 tahun diundangkan, hal ini dikarenakan pelaksanaan diversi yang merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif merupakan barang baru bagi aparat penegak hukum. Sehingga terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara pidana oleh anak. Untuk itu dalam penulisan ini akan dilakukan penelitian tantang perbandingan hukum pelaksanaan diversi diberbagai negara, guna mengetahui pelaksanaan diversi dan mengambil pelaksanaannya yang sekira dapat diterapkan dilaksanakan di Indonesia. Serta guna memantapkan pelaksanaan diversi dicari faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi guna mencari jalan keluar agar pelaksanaan diversi dapat berjalan dengan baik.

Children are the gift of God Almighty Son is successorand the future generation In the development of a more advanced age the child is notagain a figure that is funny and adorable. Some children incommunity grew into a naughty child in violation of the rule of law cruel. Children in conflict with the law is a matter of concern which if children are exposed to justice will arise negative stigmafor the child so the child is not getting better after criminalized willbut become more professional criminals. For the people with problems.The gathered with other children with problems so that the sciencescrime will they sharpen again. Punishment is not a solution best for the child. In Act No 3 of 1997 on Judicial Children do not know the term settlement with the troubled child law divesi mechanisms. Diversion is a child settlement with mengemyampingkan or negate the crime against children. Diversion represents the completion of a criminal case by the child using the restorative justice approach. The legal basis diversion newborn after the enactment of Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal child. In Act attempted child Criminal Justice System completion of the restorative justice where judicial process in each levelboth in the investigation prosecution until the court first soughtcarried diversion Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal Children take up to 2 years of enactment this is because implementation of diversion which is a translation of the values of restorative justice is new to law enforcement officials. So there hambatan-hambatan encountered in the implementation of diversion in settlement crime by children. Therefore in this study will be conducted the research challenge comparative law versioned implementation in different countries in order to know implementation of diversion and take approximately implementation that can be applied implemented in Indonesia And in order to strengthen the implementation of the factors inhibiting the implementation of diversion sought diversion in order to find a way out so that the implementation diversion can run well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy, Michael
"Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) merupakan kesepakatan antar beberapa produsen kelapa sawit yang terbesar di Indonesia yang dibuat pada UN Climate Summit tahun 2014. IPOP lahir sebagai reaksi atas stigma negatif yang disematkan pada industri kelapa sawit Indonesia terutama dalam hal pengrusakan lingkungan. Kesepakatan IPOP bertujuan untuk merevolusi industri kelapa sawit dengan menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di seluruh lini produksi. Meski berniat baik, kesepakatan IPOP ini banyak ditentang salah satunya karena menyebabkan banyak petani kelapa sawit yang tidak dapat memasok ke perusahaan yang tergabung dalam IPOP karena tidak dapat memenuhi standar IPOP yang tinggi. Puncaknya yaitu pada tanggal 22 Desember 2015, KPPU mengirim surat ke Ikatan Dagang Indonesia (KADIN) yang isinya menyatakan bahwa IPOP terindikasi dijadikan sebagai sarana kartel sehingga dapat menyebabkan monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Penelitian ini bermaksud untuk menguji hipotesa (raison d?etre) dan analisa KPPU atas kesepakatan IPOP dan apakah pembuatan berikut implementasi IPOP merupakan bentuk perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.

Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) is an agreement between some of Indonesia biggest palm oil producer made during the 2014 UN Climate Summit. IPOP exist as a response towards negative stigma pinned against Indonesia's palm-oil industry especially in terms of environmental damage. IPOP agreement aims to revolutionize the whole palm-oil industry by creating a sustainable and environmentally friendly palm oil industry in every production line. Although intends to serve good purposes, IPOP agreement face many opposition due to the impact it causes to many palm oil farmers who were unable to meet the IPOP high standard (i.e. not being able to supply to IPOP member). The culmination of event occurs on 22 December 2015 when Indonesian Anti Monopoly Supervisory Board (Komisi Pengawas Persaingan Usaha - KPPU) sent a letter Indonesian Trade Association (Ikatan Dagang Indonesia - KADIN) stipulating that IPOP is indicated as a cartel which may cause anti monopoly and/or unfair business competition.
This research attempts to test KPPU's raison d'etre and analysis over IPOP and whether the IPOP arrangement constitute as an illegal aggreement as stipulated under Article 11 of Law Number 5 Year 1999 regarding Prohibition of Anti Monpoly and Unfair Business Competition This research is normative and descriptive in nature. The data used in this is derived from primary, secondary and tertiary data collected using library research technique. The data is then analyzed in a normative and qualitative manner.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferny Melissa
"Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan jaminan terhadap hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam pemenuhan dan penjaminan atas hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, telah di atur sebuah sistem berupa prinsip keadilan restoratif atau restorative justice yang merupakan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan di luar dari proses peradilan di persidangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diatur sebuah proses yang disebut diversi. Penulis ingin memberikan penjelasan dan melakukan penelitian sejauh mana peran Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelesaian perkara pidana anak diterapkan berdasarkan Undang-undang SPPA yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penulis melihat bahwa di dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang masih terus berproses mempelajari upaya keadilan restoratif dan justru masih banyak orang atau masyarakat yang tidak tahu hak-hak anak di dalam sebuah proses hukum yang dijaminkan pada undang-undang tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya penguatan keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan dinilai sangat penting di dalam menjamin hak-hak anak berhadapan dengan hukum.

The Bill Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System has provided guarantees for the rights of children in conflict with the law. In fulfilling and guaranteeing the rights of children in conflict with the law, a system has been set up in the form of the principle of restorative justice, which is a law enforcement effort in resolving cases that can be used as an instrument of recovery outside of the judicial process at trial. Based on this law, a process called diversion has been regulated. The author wants to provide an explanation and conduct research to what extent the role of Probation and Parole Officer in assisting and supervising the process of resolving children's criminal cases is implemented based on the SPPA Law which provides a guarantee of legal certainty for children in conflict with the law.
The author sees that in practice, there are still many law enforcement officers who are still in the process of studying restorative justice efforts and in fact there are still many people or communities who do not know about children's rights in the legal process guaranteed by this law. Therefore, strengthening the existence of Probation and Parole Officer is considered very important in ensuring children's rights in dealing with the law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Anzani
"ABSTRAK
Dalam rangka mencapai program Pemerintah Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diwujudkan melalui penyelenggaraan pembangunan perekonomian nasional atas dasar demokrasi ekonomi, dan mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional, serta untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional maka perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus merupakan salah satu strategi Indonesia dalam mendorong investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa hal-hal penting yang harus diatur pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus dalam rangka menjamin pembangunan dan pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus, serta untuk mengidentifikasi bentuk penerapan sanksi terhadap Badan Usaha Pengelola dalam hal keterlambatan pembangunan dan pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus.

ABSTRACT
In accordance to achieve the Government of Indonesia programme under Pancasila and Constitution of Republic of Indonesia 1945 that realized through the management of national economic development under economic democration, and the acceleration of economic development strategically in certain areas for national economic development, also to maintain the equallity of civilization in a national economic area, therefore the Special Economic Zones must be developed as stipulated under Law Number 39 of 2009 on Special Economic Zones. The development of Special Economic Zones is one of the strategy for Indonesia to support the investment in Indonesia and improve the competitiveness in Indonesia. The purpose of this research is to analyze the important things that shall be regulated under Law Number 39 of 2009 on Special Economic Zones in accordance with the development and operation of Special Economic Zones, also to identify the sanctions for the Administrator in accordance with the delay of development and operation of Special Economic Zones. "
2017
T48264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>