Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasnita Yasin
"Tesis ini membahas bagaimana sekolah dapat menjadi ruang akulturasi budaya sebagai hasil studi terhadap adaptasi antarbudaya yang dilakukan oleh guru yang berasal dari etnik Batak di lingkungan etnik Cina di SMPK 4 BPK Penabur Jakarta. Guru yang berasal dari etnik Batak di sekolah ini menjadi pendatang dan etnik Cina sebagai tuan rumah. Kajian mengenai adaptasi antarbudaya ini merujuk pada model sistem Young Yun Kim yang di elaborasi oleh Ruben, yaitu keterkaitan antara komunikasi personal dan komunikasi sosial yang meliputi komunikasi interpersonal dan komunikasi massa yang tidak terlepas dari lingkungan komunikasi untuk memotret kompetensi komunikasi guru yang berasal dari etnik Batak di lingkungan etnik Cina.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan model analisis mengalir (flow model of analisis).
Hasil penelitian menunjukan bahwa jika selama ini etnik Batak dikenal dengan karakternya yang keras dan tidak mudah terpengaruh, namun dapat beradaptasi dan mengalami akulturasi budaya yang di dukung oleh adanya potensi akulturasi etnik Batak terhadap etnik Cina, diantaranya adalah kemiripan nilai-nilai budaya dan persamaan agama, serta yang terpenting adalah dukungan dari lingkungan sekolah yang sangat kondusif serta mendukung terjadinya adaptasi antarbudaya, karena bagaimanapun akulturasi tidak akan terjadi tanpa adanya penerimaan dari lingkungan tuan rumah. Hasil penelitian juga menunjukan kompetensi komunikasi masing-masing informan di lingkungan etnik Cina. Yang lebih menarik adalah bahwa mereka telah menyerap nilai dari etnik Batak namun tetap berusaha mempertahankan identitas budaya mereka. Akhirnya penelitian ini memperlihatkan bagaimana sekolah dapat menjadi ruang akulturasi budaya untuk membentuk pribadi antarbudaya.

This thesis discusses about how the school be able to become cultural acculturation places as the result of the study upon the intercultural adaptation conducted by the teachers coming from Bataknese in the environment of Chinese in SMPK 4 BPK Penabur Jakarta. The Bataknese teachers in this school become the comers and the Chinese as the host. The study about this intercultural adaptation relates to Young Yun Kim’s systm model elaborated by Ruben, that is interrelation betwecn personal communication and social communication that covers interpersonal communication and mass communication that are not free from communication environment to draw communication competency of the Bataknese teachers in the environment of Chinese. The approach used in this research in qualitative approach with flow model of analysis.
The result of the research show that for such long time Bataknese known by its hard character and is not easy to the influenced, but they may adapt and experience with cultural acculturation supported by the existence of the Balanese’s acculturation poteney upon the Chinese, among (hem are the similarities of cultural values and religions, and the most importanl is the support from the school environtment of the host. The result of the research also shows the communication competency of each informant in the environment of Chinese. More interesting is that they have absorbed Batknese values but they remain defend their cultural identities. Finally, this research shows how the school are able to become cultural acculturation place to build intercultural personal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25741
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Kusuma Sugiono
"Batik Lasem merupakan tetesan budaya masyarakat Cina peranakan yang tinggal di Lasem Jawa Tengah Keunikan batik Lasem terletak pada corak dan pewarnaannya yang memadukan budaya Cina dan Jawa Melalui batik Lasem kita dapat melihat percampuran budaya Cina dan Jawa yang berkolaborasi dengan indah Corak binatang binatang Cina yamg megah dan penuh dengan falsafah hidup khas Cina dipadukan dengan bunga bunga lokal Jawa yang cantik dan mempesona ditambah dengan warna khas Lasem yang cerah dan menawan menjadikan batik Lasem sebagai suatu karya seni bernilai tinggi Batik Lasem merupakan warisan budaya yang telah dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Lasem selama ratusan tahun lamanya Hingga saat ini apabila kita melihat batik Lasem kita dapat menyaksikan bukti nyata percampuran budaya Cina dan Jawa yang tertoreh dalam selembar kain batik yang indah
Batik Lasem is a cultural heritage of the Peranakan Chinese whom resides in Lasem Central Java The uniqueness of Batik Lasem lies in its patterns and coloring which incorporates Chinese and Javanese culture Through Batik Lasem we are able to see a mix of Chinese and Javanese influences in unified beauty Majestic patterns of animals which epitomizes a distinct philosophy of the Chinese merged together with the allure and charm possessed only by a local Javanese flower added with the prominent and vibrant color of Lasem is what attributes to the high value of this work of art Batik Lasem is a cultural heritage that has been preserved by the people of Lasem for decades To this day whenever Batik Lasem is sighted its striking merge of Chinese and Javanese cultures is perpetually embedded on a length of batik garment "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Amelinda
"Makalah ini membahas eksistensi tari Cokek sebagai warisan budaya Betawi yang juga merupakan hasil akulturasi dengan budaya masyarakat Tionghoa. Dalam penelitian ini akan dipaparkan bagaimana kebudayaan masyarakat Tionghoa memperngaruhi tari Cokek. Di samping itu, penelitian ini juga memaparkan pandangan kedua masyarakat ini terhadap tari Cokek, serta usaha-usaha pelestarian yang telah dilakukan maupun yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah agar eksistensi tari ini tetap terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh budaya Tionghoa pada tari Cokek dan juga menjelaskan keberadaan tari Cokek dari masa awal perkembangannya oleh masyarakat Tionghoa dan masyarakat Betawi. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan ketertarikan pembaca untuk mengenal tari ini. Hingga kini, tari Cokek masih dapat bertahan, meskipun keberadaannya hanya sebatas pada daerah kelahirannya, yakni Tangerang.

The Existence of Cokek Dance as The Acculturation of Chinese and Betawi Culture discusses the existence of Cokek dance as one of Betawi cultural heritages and an acculturation with Tionghoa culture. This paper will explain how far Chinese culture influences this dance. In addition, this paper also explains the overview of these two communities, Betawi and Tionghoa, to Cokek dance and preservation efforts that have been done and should be done by the public and government to maintain the existence of this dance. The purposes of this research are to explain Chinese culture influences that affected Cokek dance and to explain the existence of Cokek dance from the beginning of its developments by Chinese and Betawi society. This research aims to gain readers’ interest about Cokek dance. Now, Cokek dance can still survive up, eventhough its presence merely in the area where it was developed first, Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Candrika Putri
"ABSTRAK
Balbek adalah sebuah kota kuno yang terletak di lembah Beqaa di sebelah utara kota Beirut di Lebanon, yang terkenal dengan peninggalan-peninggalan bangunan kuno berupa kuil-kuil yang dahulu antara sekitar 1200 SM hingga 1500 SM digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap Dewa Baal atau dewa Matahari oleh bangsa Fenisia. Di bawah pemerintahan bangsa Fenisia pada waktu itu, Balbek pernah diperebutkan dan bahkan dikuasai oleh imperium besar dunia yaitu Romawi dan Arab secara bergantian. Adanya ekspansi tersebut menyebabkan Balbek menjadi pusat tumbuh dan berkembangnya berbagai budaya akulturatif. Skripsi ini akan membahas peninggalan bangsa Fenisia khususnya kota Balbek di Lebanon yang mencerminkan terjadinya akulturasi antara budaya Romawi dan budaya Arab. Tujuannya untuk mengetahui lebih jauh mengenai proses akulturasi dan wujud kebudayaan baru hasil dari proses tersebut. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode kualitatif dengan menerapkan teori unsur-unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem sosial dan sistem material menurut Koentjaraningrat.

ABSTRACT
Balbek is an old city that located at Beqaa valley in the north of Beyrout, that known of ancients as temples about 1220 BC 1500 BC used to idolatry place of Baal or known as The Sun God by Phoenician. Under reign of Phoenician, Balbek was conquered and expand by the great dynasty in the world that is Romans and Arabs as periodically. Because of its expansion made Balbek as a center of grew and increase of various acculturative cultures. This script will explain ancient of Phoenician specifically Balbek city in Lebanon that proved acculturation process between cultures of Romans and Arabs. The purposes is to know more about acculturation process and new culture rsquo s changes as a result of those process.The methods of this script is qualitative based on unsures culture theory and result of the cultures as value system, social system, and material system by Koentjaraningrat."
2017
S69079
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Amanda
"Jurnal ini membahas tentang asal-usul bakcang dan kue cang secara lebih mendalam, juga bakcang dan kue cang di Indonesia sebagai hasil dari akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia. Bakcang dan kue cang ini biasanya disajikan dalam Perayaan Peh Cun yang merupakan salah satu perayaan yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa setiap tahun, tepatnya pada tanggal 5 - bulan 5 penanggalan Imlek. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa munculnya bakcang dan kue cang dalam perayaan Peh Cun didasari oleh cerita Wu Zixu seorang tokoh dari zaman Musim Semi ndash; Musim Gugur dan tokoh Qu Yuan dari zaman Negara Berperang. Bagi masyarakat Tionghoa, bakcang dan kue cang ini menjadi salah satu simbol untuk mengenang jasa dan kematian Wu Zixu dan Qu Yuan yang kemudian simbol ini dijadikan salah satu simbol terpenting dalam perayaan Peh Cun. Seiring dengan berjalannya waktu, karena berkembangnya zaman dan terjadinya akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia, lambat laun bakcang dan kue cang mengalami perkembangan dalam segi makna, fungsi, serta bentuk fisik maupun variasi isi bakcang yang disesuaikan dengan bahan makanan yang ada di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kualitatif berbasis studi kepustakaan.

This journal discusses the origin of bakcang and kue cang more deeply, also bakcang and kue cang in Indonesia as a result of acculturation between Chinese culture and Indonesian. Bakcang and kue cang is usually presented in Peh Cun Celebration which is one of the celebrations that celebrated by Chinese people every year, precisely on the fifth day of the fifth lunar month. The Chinese people believe that the emergence of bakcang and kue cang in the Peh Cun Celebration based on the story of Wu Zixu, a figure from the Spring ndash; Autumn era and Qu Yuan, from the Warring States era. For Chinese society, bakcang and kue cang become one of the symbols to commemorate the kindness and the death of Wu Zixu and Qu Yuan which later become one of the most important symbols in the Peh Cun celebration. As time goes by because of the current development and the occurrence of acculturation between Chinese culture and Indonesian, bakcang and kue cang gradually go through development in terms of meaning, function, as well as physical form and variations of bakcang contents which be adjusted with foodstuff in Indonesia. The research method that were used in this journal is a qualitative method based on literature study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Al Hakim
"ABSTRAK
Suku Han dan suku Miao adalah salah satu suku tertua yang terdapat di dataran Cina. Suku Han merupakan satu-satunya suku mayoritas, sedangkan suku Miao adalah salah satu dari suku minoritas. Meskipun berasal dari dua leluhur yang berbeda, kedua suku ini terus mengalami interaksi sejak zaman Kuno. Interaksi ini pun mempengaruhi kedua suku, baik dalam sisi ekonomi, sosial, maupun budaya. Jurnal ini terutama membahas tentang pengaruh suku Han terhadap suku Miao dalam segi budaya. Hasil akhir dari penelitian ini adalah hampir setiap aspek kebudayaan suku Miao menerima pengaruh dari kebudayaan suku Han.

ABSTRACT
The Han tribe and the Miao tribe are one of the oldest tribes in mainland China. The Han tribe is the only majority tribe, while the Miao tribe is one of the minority tribes. Though originating from two distinct ancestors, these two tribes have been interacting since ancient times. This interaction also affects both tribes, in the economic, social, even cultural aspects. This journal mainly discuss the influence of the Han tribe on the Miao tribe in cultural terms. Describes in which field the acculturation of the Han tribe influenced the Miao tribe culture. This Journal has found that almost every aspects of Miao tribe rsquo s culture is affected by Han tribe rsquo s culture."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marsha Huwaidaa
"Corak kebudayaan Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah kolonialisme Belanda. Bentuk interaksi dalam waktu yang lama mempengaruhi budaya Belanda dan Indonesia, sehingga menghasilkan bentuk budaya baru tanpa menghilangkan budaya aslinya atau yang disebut sebagai akulturasi. Proses ini khususnya tercermin dalam aspek bahasa, kuliner, dan arsitektur Belanda di Indonesia. Untuk meninjau proses tersebut, rumusan masalah penelitian adalah bagaimana akulturasi budaya Belanda dan Indonesia di restoran Huize Trivelli. Metode penelitian kualitatif diterapkan dengan landasan teori akulturasi dari Redfield, Linton, Herskovits, dan Koentjaraningrat, serta teori kebudayaan terbuka oleh Ralph Linton. Data dianalisis melalui hasil observasi dan wawancara yang terkumpul selama kunjungan ke restoran Huize Trivelli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa restoran Huize Trivelli mengimplementasikan akulturasi budaya Belanda dan Indonesia dan menciptakan pengalaman dalam aspek bahasa, kuliner, dan arsitektur yang harmonis. Restoran ini dapat menjadi sebuah simbol dari interaksi kedua budaya yang saling terintegrasi.

The cultural landscape of Indonesia is deeply intertwined with the legacy of Dutch colonialism. The prolonged interaction between the two societies has significantly influenced both Dutch and Indonesian cultures, giving rise to a unique hybrid culture through a process known as acculturation. This phenomenon is particularly evident in the Dutch influences on the Indonesian language, cuisine, and architecture. This study aims to explore the acculturation process between Dutch and Indonesian cultures as exemplified by Huize Trivelli restaurant. Employing a qualitative research methodology, this study is grounded in acculturation theories articulated by Redfield, Linton, Herskovits, and Koentjaraningrat, as well as Ralph Linton's open culture theory. Data were meticulously gathered through observations and interviews conducted during an onsite visit to Huize Trivelli restaurant. The findings reveal that Huize Trivelli restaurant successfully integrates Dutch and Indonesian cultural elements, creating a harmonious blend in terms of language, culinary offerings, and architectural design. The restaurant serves as a significant emblem of the cultural interplay between Dutch and Indonesian traditions, demonstrating a seamless fusion that respects and preserves the essence of both cultures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Salsabil Kusumaditya
"Restoran Ajwad merupakan salah satu restoran Arab yang berlokasi di daerah Condet, Jakarta Timur. Sebagai upaya menyebarkan budaya kuliner Arab di Indonesia, restoran Ajwad melakukan beberapa penyesuaian budaya kuliner yang dilakukan dengan teknik akulturasi. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang apa yang dilakukan restoran Ajwad dalam menyesuaikan budaya kuliner Arab dan Indonesia? Bagaimana respon konsumen terhadap penyesuaian budaya yang dilakukan oleh restoran Ajwad? Penelitian ini bertujuan untuk memahami penyesuaian budaya yang dilakukan dan memahami respon konsumen terhadap penyesuaian budaya yang terjadi di restoran Ajwad. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan teknik kajian pustaka, analisis media sosial, obrservasi, dan wawancara dengan koki dan pemilik restoran. Hasil dari penelitian ini adalah akulturasi yang dilakukan restoran Ajwad mencakup berbagai aspek seperti menu makanan, rasa makanan, peralatan makan, dan suasana tempat makan. Selain itu, upaya akulturasi yang dilakukan mendapat banyak respon positif dengan kepuasan dari konsumen restoran Ajwad.

Ajwad Restaurant is an Arabic restaurant located in the Condet area, East Jakarta. To spread the Arab culinary culture in Indonesia, Ajwad restaurant made several adjustments to the culinary culture made with acculturation techniques. This research raise the problem of what Ajwad restaurant does in adjusting the Arab and Indonesian culinary culture? How do consumers respond to the cultural adjustments made by Ajwad restaurants? This research aims to understand the cultural adjustments made and to understand the response of consumers to cultural adjustments that occur at Ajwad restaurants. This research used qualitative methods with literature review techniques, social media analysis, observation, and interviews with chef and restaurant owner. The result of this research is the acculturation carried out by Ajwad restaurant covering various aspects such as food menu, food taste, tableware, and dining atmosphere. Also, the acculturation efforts carried out received a positive response with satisfaction from Ajwad restaurant consumers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihanto Rahim
"Mayoritas penduduk Bali merupakan pemeluk agama Hindu. Nuansa Hindu teramat sangat kental dirasakan ketika mengunjungi pulau Bali yang juga dinamakan pulau seribu Pura ini, namun dibalik kentalnya nuansa tersebut, terdapat beberapa kampung Islam yang berkembang di Pulau Seribu Pura ini, meskipun hanya menjadi penduduk mayoritas kedua, namun keberadaan umat Islam di Bali dapat menghadirkan keragaman bagi pulau Dewata ini. Penelitian ini dilaksanakan Di Kampung Kecicang Kecamatan Bebandem karangasem Bali bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Proses Akulturasi Budaya dan Modal Sosial antara masyarakat minoritas muslim dengan masyarakat mayoritas Hindu di kampung Kecicang Islam dalam mengantisipasi dan meredam potensi-potensi konflik yang kerap muncul di kedua belah pihak sehingga tidak menjadi konflik terbuka serta apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam proses Akulturasi Budaya dan Modal Sosial ini, Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dalam Akulturasi budaya dan modal sosial antara masyarakat Muslim dan Hindu di Kampung Kecicang sudah terbentuk dengan baik dan kuat dan telah memiliki landasan yang kuat, baik secara historis maupun empiris atas dasar ini segala potensi-potensi konflik dapat diatasi bersama sebelum menjadi konflik terbuka.

The majority of the population of Bali is Hindu. Nuance Hindu is very thick felt when visiting the island of Bali which is also called the island of a thousand temples, but behind these nuances, there are several Muslim villages that developed in the Island of Thousand Temples, although only the second majority population, but the presence of Muslims in Bali bring diversity to the resort island. This research was conducted in the village of Kecicang District of Bebandem Karangasem Bali aims to determine the extent of Acculturation Process Cultural and Social Capital among Muslim minority communities with the majority Hindu community in the village Kecicang Islam in anticipating and mitigating potential conflicts that often arise on both sides so it does not into open conflict as well as any supporting factors and obstacles in the process of Acculturation Culture and Social Capital, the research was conducted using qualitative methods with a phenomenological approach, in acculturation and social capital between Muslim and Hindu in the village is well established Kecicang and strong and has a solid foundation, both historically and empirically on the basis of these all potential conflicts can be resolved before an open conflict with.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>