Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Incidences of pancreatic cancer worldwide have been known to be increased. It is the fifth leading cause of death in United State of America.Seventy percent accourts in the head of the pancreas...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Karsinoma Hepatoseluer (KHS) masih menjadi masalah kesehatan di dunia, selain karena insidensnya yang tinggi terkait dengan angka infeksi HBV dan HCV, penatalaksanaanya sangat tergantung pada kondisi penderita dan ekstensi tumor. Pembedahan, berupa reseksi hati maupun transplantasi hati adalah pilihan utama untuk mencapai survival yang baik. Namun demikian, reseksi hati mensyaratkan kondisi hati yang sehat dan ukuran tumor yang kecil sedangkan transplantasi hati belum dikerjakan di Indonesia. Kedua hal ini mendorong pemanfaatan modalitas lain dalam penatalaksanaan KHS, antara lain Ablasi tumor per kutan, Trans Arterial Chemo Embolization (TACE), Kemoterapi dan Radioterapi. Radiasi selama ini ditakuti karena efek samping hepatitis radiasi-nya, akan tetapi dengan berkembangnya teknik radiasi konformal, efek samping tersebut dapat diminimalkan. Makalah ini memaparkan satu kasus KHS tipe ikterik yang mendapat radiasi eksterna di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan hasil yang memuaskan berupa hilangnya gejala dan penurunan kadar bilirubin. Penderita direncanakan untuk menjalani reseksi hati.

Abstract
Hepatocellular Carcinoma (HCC) is still a leading health problem worldwide, due to its correlation with HBV and HCV infection and its management which is strongly dependent on patient?s condition and tumor extension. Surgery, with liver resection or liver transplantation offer a good survival rate as a primary management of such cancer. But since liver resection must consider some aspect of liver function and tumor size, and liver transplantation was not a choice in Indonesia, many treatment modalities has been developed which can be used to overcome this problem, such as tumor ablation, transarterial chemo embolization (TACE), chemotherapy and radiotherapy. With the development of conformal radiotherapy, the hepatitis induced radiation therapy could be minimized. This paper present a case of conformal radiation therapy utilization in icteric type HCC in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Hepatic resection was planned for this patient."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suryo Adityo Pribadi
"Skripsi ini bertujuan untuk merancang, fabrikasi dan menganalisis rangkaian generator sinyal frekuensi radio yang digunakan untuk terapi kanker hepatocellular carcinoma (HCC) dengan menggunakan prinsip bioresonansi. Rangkaian yang dirancang terdiri dari osilator, modulator, dan amplifier. Pada modulator, sinyal yang dihasilkan merupakan sinyal yang berasal dari rangkaian osilator gelombang pembawa dan pemodulasi. Kemudian, output dari modulator akan dikuatkan melalui amplifier agar menghasilkan daya yang lebih besar. Adapun spesifikasi dari rangkaian generator sinyal adalah menghasilkan keluaran dengan tegangan efektif sebesar 125 mV dan 3 Volt setelah hasil penguatan serta frekuensi sebesar 27,12 MHz. Pada simulasi, sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Kemudian, pada tahap fabrikasi, rangkaian generator sinyal menggunakan dua PCB, yaitu untuk rangkaian osilator gelombang pembawa dan komponen generator lainnya (power supply, osilator gelombang modulasi, modulator, dan amplifier). Setelah itu, pengujian generator sinyal menghasilkan keluaran dengan tegangan efektif sebesar 28,28 mV dan 763,56 mV setelah hasil penguatan serta frekuensi sebesar 27,10 MHz. Perbedaan hasil antara hasil simulasi dan fabrikasi disebabkan oleh tidak terintegrasinya rangkaian generator sinyal. Hal ini mengakibatkan adanya penghubung yang digunakan sehingga terjadinya penurunan tegangan dan frekuensi. Selain itu, penggunaan komponen yang tidak sesuai dengan simulasi juga menyebabkan terjadinya penurunan tegangan dan frekuensi.

This research aims to design, fabricate and analyze the circuit of radio frequency signal generator that is used for hepatocellular carcinoma (HCC) with bioresonancy method. The circuit consists of an oscillator, modulator, and amplifier. On the modulator, the resulted signal is a signal derived from both carrier wave oscillator and modulation wave oscillator. Then, the output will be amplified in order to generate greater power. After that, the specification of signal generator is a circuit that can be producing an output voltage of 125 mV and 3 V after amplification at 27.12 MHz. Then, simulation has been approved. In its implementation, the generator circuit consists of two circuits which combines the oscillator circuit and a modulation of the carrier wave. From the test shows that the modulator circuit produces output voltage of 28.28 mV and 763.56 mV after amplification at 27.10 MHz. The difference between simulation and fabrication is caused by separated part of the generator so needing a connector which produces losses. Besides that, there is a changing component which is caused a decrement output voltage and frequency."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivolay Walasi Margret Dachi
"Latar belakang: Kanker serviks merupakan kanker terbanyak ketiga diderita oleh perempuan dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Tatalaksana kanker serviks stadium lanjut dengan radiasi baik itu radiasi saja maupun kemoradiasi. Overall survival (OS)dan disease free survival (DFS) pada kanker serviks stadium lanjut dengan histologi karsinoma sel skuamosa (KSS) dan adenokarsinoma (AK) berbeda pada beberapa penelitian. Begitu juga dengan terjadinya kekambuhan
Tujuan: (1) Mengetahui OS pada jenis histologi KSS dan AK kanker serviks stadium lanjut (2) Mengetahui DFS kanker serviks stadium lanjut
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien kanker serviks stadium IIB hingga IVA dengan histologi KSS dan AK pada tahun 2008 hingga 2013. Pengamatan dilakukan saat subjek pertama kali didiagnosis kanker ovarium hingga terjadi peristiwa hidup, meninggal, atau hilang dari pengamatan dalam waktu 120 bulan.
Hasil: Dari 518 pasien yang memenuhi kriteria, 426 pasien dengan jenis histologi KSS, 92 pasien dengan jenis AK. Hasil dari uji log rank p value=0,07 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna OS KSS dan AK dengan probabilitas kumulatif 42% pada bulan ke 120 Uji chi square didapati perbedaan bermakna p=0,042 terjadinya relaps pada AK dan KSS sbesar 26,1% dan 16,4%.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna antara karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma secara overall survival pada kanker serviks stadium lanjut dan terdapat perbedaan bermakna disease free survival pada kedua jenis histologi tersebut.

Background: Cervical cancer is the third most common cancer among women with high morbidity and mortality. Management of advanced stage cervical cancer with radiation be it radiation alone or chemoradiation. Overall survival (OS) and disease free survival (DFS) in advanced cervical cancer with histology of squamous cell carcinoma (KSS) and adenocarcinoma (AK) differ in several studies. Likewise with recurrence Objectives: (1) Knowing OS in the type of histology of SCC and AK in advanced cervical cancer (2) Knowing DFS in advanced cervical cancer
Method: This study used a retrospective cohort using data from medical records of stage IIB to IVA cervical cancer patients with histology of SCC and AK in 2008 to 2013. Observations were made when the subject was first diagnosed with ovarian cancer until a life event, death, or disappear from observation in time 120 months
Results: Of the 518 patients who met the criteria, 426 patients with type of KSS histology, 92 patients with type AK. The results of the log rank test p value = 0.07 showed no significant difference in OS KSS and AK with a cumulative probability of 42% in the 120th month 16.4%.
Conclusion: There was no significant difference OS between SCC and AC in advanced stage of cervical cancer and there were significant differences in disease free survival in the two types of histology"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Muhammad Prodjokusumo
"Latar Belakang: Kanker hati adalah penyebab paling umum kedua kematian akibat kanker di seluruh dunia, dan kejadian keganasan hati 'primer' telah meningkat secara signifikan, terutama Hepatocellular Carcinoma/ HCC. Karakteristik jaringan pada keganasan biasanya lebih padat/ kaku dibandingkan jaringan normal. Ultrasonografi dengan teknologi shear wave (gelombang geser) adalah metode perhitungan kekakuan jaringan, saat ini terdapat dua tipe; elastografi gelombang geser titik (pSWE) dan elastografi gelombang geser dua dimensi (2D-SWE). Belum ada studi yang menggunakan dua tipe gelombang geser tersebut pada lesi HCC yang sama untuk melihat kesesuaian antara nilai keduanya.
Tujuan: Mengetahui derajat korelasi antara nilai USG pSWE dan nilai USG 2D-SWE pada HCC.
Metode: Sebanyak 17 subjek penelitian dengan diagnosis HCC dilakukan pemeriksaan USG pSWE dan dilanjutkan dengan 2D-SWE (pada hari yang sama atau maksimal tujuh hari setelahnya) pada lesi HCC untuk menentukan nilai kekakuan jaringan (dalam satuan kPa dan m/s). Setelah itu dilakukan analisis korelasi antara nilai USG pSWE dengan USG 2D-SWE, dan dilanjutkan dengan mencari formula regresi di antara kedua nilai tersebut.
Hasil: Pada lesi HCC terdapat korelasi positif kuat yang signifikan antara hasil USG pSWE dengan 2D-SWE pada perhitungan dengan kPa (R = 0,882 / p < 0,01) dan m/s (R = 0,875 / p < 0,01) , didapatkan pula formula regresi nilai kPa pSWE = 2,99 + 0,75 x kPa 2D-SWE dan nilai m/s pSWE = 0,31 + 0,82 x m/s 2D-SWE.
Kesimpulan: Pada lesi HCC, dapat dilakukan pemeriksaan nilai kekakuan jaringan menggunakan pSWE maupun 2D-SWE, baik menggunakan satuan kPa maupun m/s dengan hasil yang setara.

Background: Liver cancer is the second most common cause of cancer death worldwide, and the incidence of 'primary' liver malignancies has increased significantly, particularly Hepatocellular Carcinoma / HCC. Characteristics of tissue in malignancy are usually denser / stiffer than normal tissue. Ultrasound with shear wave technology is a method of calculating tissue stiffness, currently there are two types; point shear wave elastography (pSWE) and two-dimensional shear wave elastography (2D-SWE). There have not been studies using these two types of shear waves in the same HCC lesions to see the congruence between the two values.
Objective: To determine the degree of correlation between the USG pSWE value and the 2D-SWE USG value on HCC.
Methods: A total of 17 study subjects with a diagnosis of HCC were subjected to pSWE ultrasound examination and followed by 2D-SWE (on the same day or a maximum of seven days thereafter) on HCC lesions to determine the value of tissue stiffness (in kPa and m/s units). After that, a correlation analysis was carried out between the USG pSWE and USG 2D-SWE values, and continued by looking for the regression formula between the two values.
Results: In HCC lesions, there was a significant positive correlation between pSWE ultrasound results and 2D-SWE in the calculation with kPa (R = 0.882 / p <0.01) and m / s (R ​​= 0.875 / p <0.01), also obtained the regression formula for the kPa pSWE value = 2.99 + 0.75 x kPa 2D-SWE and the m/s pSWE value = 0.31 + 0.82 xm / s 2D-SWE.
Conclusion: In HCC lesions, tissue stiffness values ​​can be examined using pSWE and 2D-SWE, using either kPa or m / s units with equivalent results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Loho, Imelda Maria
"Latar Belakang: Pada tahun 1998-1999, kesintasan pasien karsinoma hepatoselular (KHS) yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sangat rendah karena sebagian besar datang dalam stadium lanjut dan hanya sedikit pasien yang dapat memperoleh terapi paliatif atau kuratif. Dalam tiga tahun terakhir, RSCM telah memiliki fasilitas tatalaksana KHS yang lebih baik, namun dampaknya terhadap perbaikan kesintasan pasien KHS belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kesintasan satu tahun pasien KHS yang berobat di RSCM pada periode 2013-2014 dengan periode 1998-1999.
Metode: Data 114 pasien KHS yang berobat di RSCM pada periode 2013-2014 dan data sekunder penelitian 77 pasien KHS di RSCM pada tahun 1998-1999 dikumpulkan secara retrospektif lalu dilakukan penilaian karakteristik dan perbandingan kurva kesintasan dengan menggunakan metode Kaplan-Meier yang dilanjutkan dengan uji log-rank.
Hasil: Terdapat peningkatan hepatitis B sebagai etiologi KHS dari 32,5% pada 1998-1999 menjadi 67,5% pada 2013-2014. Insidens pasien yang meninggal selama pengamatan adalah 57% (95% interval kepercayaan (IK) = 48-66%) pada periode 2013-2014 dan 61% (95% IK = 49-73%) pada periode 1998-1999. Median kesintasan secara keseluruhan adalah 141 hari. Meskipun terdapat perbaikan dalam fasilitas tatalaksana KHS, angka kesintasan satu tahun pada kedua periode tidak berbeda secara signifikan (29,4% pada 2013-2014 dan 24,1% pada 1998-1999, p=0,913). Hal ini tampaknya disebabkan karena surveilans KHS pada populasi risiko tinggi masih rendah.
Simpulan: Tidak ada perbedaan kesintasan satu tahun pasien KHS pada periode 2013-2014 dengan periode 1998-1999.

Background: In 1998-1999, the survival of hepatocellular carcinoma (HCC) patients in Cipto Mangunkusumo Hospital was very poor because most patients came in advanced stage and only few patients could receive palliative or curative treatment. In the last three years, Cipto Mangunkusumo Hospital has improved its facilities for HCC treatment. It is unclear whether this effort has resulted in improvement of patients? survival.
Objectives: To compare one-year survival rate of HCC patients between two periods (2013-2014 and 1998-1999).
Method: We analyzed retrospectively 114 HCC patients who came to our department in 2013-2014 and 77 patients in 1998-1999. We compare the clinical characteristics and treatment between two periods and then we analyze the survival of both groups using Kaplan-Meier method and compare them using log-rank test.
Results: There was an increase in hepatitis B prevalence as the etiology of HCC from 32,5% in 1998-1999 to 67,5% in 2013-2014, causing hepatitis B as the main etiology of HCC in 2013-2014. Incidence rate of patients who died in 2013-2014 was 57% (95% confidence interval (CI) = 48-66%) and in 1998-1999 was 61% (95% CI = 49-73%). Overall median survival was 141 days. Despite improvement in treatment facilities, no significant difference was found in one-year survival rate (29,4% in 2013-2014 versus 24,1% in 1998-1999, p=0,913). It seems that this result was caused by low level of surveillance in high-risk population.
Conclusion: No improvement was seen in one-year survival rate of HCC patients between 2013-2014 and 1998-1999.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Inno Luminta
"Latar Belakang: Karsinoma sel sebasea adalah keganasan yang cukup sering ditemukan pada populasi Asia dan bersifat agresif dengan tingkat rekurensi lokal dan metastasis jauh yang tinggi. Peningkatan ekspresi pulasan imunohistokimia (IHK) tumor suppressor gene p53 dan Ki-67 sebagai penanda aktifitas proliferasi pada tumor kepala dan leher menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas proliferasi dengan buruknya prognosis.
Tujuan: Menilai ekspresi p53 dan Ki-67 pada karsinoma sel sebasea yang dihubungkan dengan faktor prognostik klinis dan histopatologi pada karsinoma sel sebasea yaitu ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), metastasis jauh, diferensiasi, penyebaran pagetoid, dan invasi perineural.
Metode: Pulasan IHK menggunakan antibodi p53 dan Ki-67 dilakukan pada jaringan karsinoma sel sebasea di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2017 – Juni 2022 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 1 lapang pandang dengan minimal jumlah sel sebanyak 500 sel dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya.
Hasil: Total 34 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi p53 dan Ki-67. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi p53 pada hasil penelitian menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu adanya metastasis, invasi perineural, dan penyebaran pagetoid. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi Ki-67 pada penelitian ini menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu ukuran tumor yang lebih besar, metastasis, diferensiasi buruk, dan invasi perineural.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi buruk pada karsinoma sel sebasea. Terdapat proporsi sampel dengan ekspresi Ki-67 tinggi yang lebih banyak dan nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor, metastasis, berdiferensiasi buruk, serta invasi perineural, meskipun hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dan secara statistik tidak bermakna. Pada pulasan p53 terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal proporsi pulasan dengan ekspresi tinggi serta nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor.

Sebaceous cell carcinoma is a relatively common malignancy in the Asian population, characterized by aggressive behavior with high rates of local recurrence and distant metastasis. Increased expression of immunohistochemical marker such as tumor suppressor gene p53 and Ki-67, a proliferation marker, in head and neck tumors suggests a correlation between proliferation activity and poor prognosis.
Objective: This study aims to evaluate the expression of p53 and Ki-67 in sebaceous cell carcinoma and its association with clinical and histopathological prognostic factors, including tumor size, lymph node involvement, distant metastasis, cell differentiation, pagetoid spread, and perineural invasion.
Methods: Immunohistochemical staining using p53 and Ki-67 antibodies was performed on paraffin-embedded sebaceous cell carcinoma tissues obtained from medical records between June 2017 and June 2022 at RSCM. Expression assessment was conducted on nuclei using manual and semi-quantitative methods on 500 cells per field processed with Qupath software. The results were cross-checked with patients' clinical data recorded in a master table and statistically analyzed to determine their relationship.
Results: A total of 34 patients were analyzed based on clinical data and p53 and Ki-67 expression. There was no statistically significant association between p53 expression and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). However, high p53 expression was associated with a higher proportion of poor prognostic factors, such as metastasis, perineural invasion, and pagetoid spread. Similarly, there was no statistically significant association between Ki-67 expression categories and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). High Ki-67 expression was more frequently observed in cases with larger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion.
Conclusion: This study found no significant statistical association between Ki-67 and p53 expression with poor prognostic factors in sebaceous cell carcinoma. Nonetheless, a higher proportion of samples with high Ki-67 expression and higher median values were observed in cases with bigger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion, although these differences were not statistically significant. For p53 expression, significant differences were found in terms of proportion and median values concerning tumor size prognostic factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Noor Muhammad
"Latar Belakang: Kanker nasofaring (KNF) adalah keganasan yang terjadi pada epitel mukosa daerah nasofaring dengan angka kejadian di dunia sekitar 1,2 per 100.000 penduduk. Perkembangan mekanisme penanda molekuler yang berhubungan dengan proliferasi, apoptosis, dan invasi tumor yaitu Ki-67 dan p16, dapat memberikan indikasi tentang tingkat proliferasi sel dan status penghambatan siklus sel.
Metode: Penelitian ini menggunakan disain kohort retrospektif dengan subjek pasien KNF stadium local lanjut yang berobat di RSCM pada periode 2015-2020. Penelusuran data klinis dilakukan bersamaan dengan pewarnaan imunohistokimia p16 dan Ki-67 menggunakan antibodi monoklonal. Ekspresi dihitung secara manual menggunakan piranti imageJ. Analisis hubungan p16 dan Ki-67 terhadap progression-free survival (PFS) 3 tahun menggunakan kurva Kaplan Meier dan uji log rank dengan batas kemaknaan p<0,05.
Hasil: Angka PFS 3 tahun pada subjek sebesar 44% dengan median 29 bulan. Ekspresi p16-negatif dideteksi pada 56 (56,0%) sampel, dan peningkatan ekspresi Ki-67 pada 53 (53,0%) sampel. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan PFS 3 tahun untuk p16-negatif yaitu 8,9% (p<0,0001). PFS untuk peningkatan ekspresi Ki-67 11,3% (p<0,0001).
Simpulan: Penelitian ini menunjukkan pasien KNF stadium ocal lanjut dengan peningkatan ekspresi Ki-67 dan p16-negatif memiliki progression-free survival 3 tahun yang lebih rendah.

Background: Nasopharyngeal cancer (NPC) is a malignancy that occurs in the mucosal epithelium of the nasopharyngeal area with a worldwide incidence of around 1.2 per 100,000 population. To date, the development of molecular marker mechanisms, including Ki-67 and p16 which are related to proliferation, apoptosis, and tumor invasion can indicate the level of cell proliferation and status of cell cycle inhibition.
Methods: A retrospective cohort study was conducted in subjects of NPC patients at RSCM from 2015 until 2020. Clinical data was collected from hospital registries, and immunohistochemistry staining of Ki-67 and p16 was perfomed by using monoclonal antibody. The expression of Ki-67 and p16 were calculated manually using the imageJ tool. Association of Ki-67 and p16 expression with 3 years- progression-free survival (PFS) was analyzed using Kaplan Meier with log-rank test p<0.05.
Results: The 3-years PFS in subjects was 44% with a median of 29 months. p16-negative expression was detected in 56 (56,0%) samples, and Ki-67 overexpression in 53 (53,0%) samples. The Kaplan-Meier curve shown the 3-years PFS for p16-negative was 8,9 (p<0,0001). PFS for Ki-67 overexpression was 11,3%, (p<0,0001).
Conclusion: This study shows that locally advanced NPC patients with Ki-67 overexpression and p16-negative have lower 3-year progression-free survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Irawati
"ABSTRAK Karsinoma sel skuamosa kepala leher (KSSKL) menempati peringkat ke-6  kanker tersering di seluruh dunia.  Perkembangan  dalam  hal  terapi yang menggunakan  beragam modalitas untuk mengontrol  lokal dan  regional masih belum dapat meningkatkan angka survival lima tahun yang hanya sekitar 50% selama tiga dekade terakhir.  Metastasis jauh  menjadi penyebab utama  morbiditas dan  mortalitas pada KSSKL.  Sebagian besar pasien dengan metastasis jauh tidak terdeteksi secara klinis dan  radiologi.  Hingga saat ini sistem staging dan radiologi konvensional tidak mampu mendeteksi metastasis sejak dini . Mikrometastasis  merupakan proses awal dari suatu makrometastasis, sehingga sel tumor yang bersirkulasi dianggap sebagai silent predictor. Deteksi  CTC dianggap sebagai metode yang inovatif, sensitif, dan spesifik untuk dapat memprediksi kemungkinan terjadinya metastasis pada pasien-pasien  KSSKL. Penelitian ini menggunakan 90 sampel darah pasien penderita KSSKL stadium I-IV yang berobat di poli Bedah Onkologi dan THT RSUPNCM  pada periode Januari hingga Desember 2018.  Sampel darah  sebanyak 8 ml dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik FKUI/RSUPNCM untuk dianalisa jumlah CTC -nya dengan  menggunakan flow cytometry, penanda epitel EpCAM dan CK19 serta penanda lekosit CD45. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya asosiasi antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC. Flow cytometry mampu  mendeteksi CTC positif sebanyak 28 dari 90 sampel darah (31.1%). Dari analisa bivariat dan multivariat, tidak didapatkan adanya asosiasi yang bermakna antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC (p>0.05).    Pasien dengan stadium lanjut  memiliki kecenderungan 4.192 kali untuk mendapatkan CTC positif dibandingkan dengan stadium awal. Begitu pula pasien  yang memiliki sublokasi  tumor di daerah  faring  dan  laring   memiliki  kecenderungan 2.634 kali  untuk mendapatkan CTC positif bila dibandingkan dengan sublokasi anatomi bibir, rongga mulut, hidung dan sinus paranasal. Flow cytometry mampu mendeteksi CTC pada KSSKL dengan presentase 31.1%  bila menggunakan dua penanda epitel. Tidak terdapat asosiasi yang bermakna antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC. Diperlukan studi lanjutan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas serta mengkonfirmasi dapat tidaknya CTC dipakai sebagai prediktor dan prognostikator di bidang KSSKL.
ABSTRACT
HNSCC is the sixth most common cancer worldwide. The therapy of choice for newly diagnosed patients consists of combined modality treatment for locoregional control. Despite of improvement in treatment, for all stages combined, the 5-year survival rate is approximately 50% and this rate has not changed significantly in the last 3 decades. As distant metastases develop, the chance for cure becomes low and survival decreases. Tumor metastasis is an important contributor to mortality in cancer patients. Mostly distant metastases are not seen by clinical examination and/ or conventional imaging. To date, TNM staging  system and  the existing image technology are not sufficient to detect tumor metastasis in early stages. The concept of the development of metastasis involves a tumor cell that dissociates from the primary tumor (micrometastasis) and circulates within lymphatic or vascular channels. The true utility of a circulating tumor cell (CTC) is that it acts as a silent predictor of metastatic disease. Detection of CTCs serves as an innovative, sensitive and specific marker and providing early and definitive evidence of metastatic disease. In this study, peripheral blood samples from 90 patients with SCCHN stage I-IV from Surgical Oncology and ENT OPD were taken. CTCs were quantified using flow cytometry of anti-EpCAM, CK19 and CD45. Their detection was correlated with clinicohistopathologic characteristics. CTCs were identified in 28 (31.1%) patients at any time point with a mean + standard deviation of  0.9 + 3.2 CTCs. In bivariate and  multivariate analysis, we observed no significant correlation between the presence of CTCs and clinicohistopathologic characteristics (p>0.05). However the odds for the patients with advanced stages to have positive CTCs  is 4.192 times higher than early stage. Moreover, patients with pharynx and larynx cancer have the odds 2.634 times higher than those with lips, oral cavity and paranasal sinuses cancer. The rate of CTCs detection in HNSCC by flow cytometry was 31.1%. Detection of CTCs does not correlate with any clinicohistopathological characteristics. Further studies is needed to increase the sensitivity and specificity  and  also to confirm the potential of CTC to serve as a predictor and prognosticator in patients with HNSCC.
"
[Depok, Depok, Depok]: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Aulia
"Adenoid cystic carcinoma is an extremely rare case of the esophagus. We present a female patient, aged 76 years who present with dysphagia and weight loss for tire last three month. On endoscopy there was a luminal narrowing in the middle third of the esophagus. Diagnosis was challenging due to the stenosis and the tumor size. Histopathological confirmation was obtained by subcarinal fine-needle aspiration biopsy. This type of cancer is very aggressive with short survival time. Further studies are needed to define optimal treatment."
Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2006
IJGH-7-2-Agt2006-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>