Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tamunan
"Pengelolaan risiko dan kecukupan modal merupakan salah satu aktifitas manajemen risiko yang dilakukan oleh bank pada masa kini. Bank harus menyediakan modal yang cukup untuk menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya. Pada karya akhir ini akan diperlihatkan bahwa metode pendekatan Basel II akan menghasilkan rasio kebutuhan modal yang berbeda dibandingkan rasio ketentuan Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode Standardised Approach Basel II maka rasio kecukupan modal PT. Bank ABC Tbk akan lebih kecil.

To manage of risks and minimum capital is one of risk management activities in this era by banks. Banks have to have minimum capital to facing risks in their business. In this thesis was described Basel II approach method will result different minimum capital rasio from Bank Indonesia regulation. By applying standardised approach method of Basel II, the minimum capital rasio PT. Bank ABC Tbk will be lower."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25590
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setyo Wibowo
"Perkembangan industri perbankan yang begitu pesat menimbulkan implikasi risiko yang kompleks pada kegiatan usaha bank. Kecenderungan tersebut menempatkan fungsi dan peranan manajemen risiko, khususnya risiko kredit, pada posisi yang strategis dan amat penting, sehingga keberadaan manajemen risiko pada organisasi perbankan merupakan keharusan yang tidak dapat dihindari. Fungsi dan peranan manajemen risiko di bank menjadi semakin penting dengan adanya berbagai kejadian yang dapat mengakibatkan kerugian. Oleh karena itu, Bank Indonesia selaku pengawas perbankan, ingin menerapkan standar perbankan internasional, yaitu Basel II, kepada setiap perbankan yang ada di Indonesia dengan tujuan Meningkatkan stabilitas dan kesehatan sistem perbankan melalui ketersediaan dan kecukupan permodalan perbankan. Salah satu indikator utama yang digunakan secara internasional untuk mengukur kondisi suatu bank, khususnya kemampuan bank mengcover risiko yang dihadapi, adalah besarnya rasio kecukupan modal (CAR). Rasio CAR yang merupakan hasil pembagian modal atas aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) secara tegas menunjukkan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi suatu bank, semakin besar pula modal yang harus disediakan. Disamping itu dengan memperhitungkan komponen inherent risk dan kontrol kebijakan manajemen yang dibuat, akan diketahui profil risiko yang dimiliki oleh bank tersebut.

Rapidly growing banking industry implicates the complicated risks for overall bank activity. The tendency places risk management's function and role, especially for credit risk, in strategic and significant position. So the existence of risk management in banking organization is the necessity that can not be avoided. Management's function and role in banking become very important because there are some things that implicate losing. Therefore, central bank of Indonesia, as a supervisory review process, want to apply international banking standard, Basel II, to all banking in Indonesia in order to improve banking system's wealth and stability through capital adequacy ratio. One of main indicator that is admitted internationally to measure the condition of bank, especially the capability of bank to cover risk, is amount of capital adequacy ratio (CAR). The CAR ratio, as a result of capital shared to risk weighted asset (ATMR), explicitly shows that the higher risks the banks meet, the more capital they need. Besides, by calculating risk inherent component and management control made, risk profile of the bank could be identified."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azimul Irsyadi
"Korelasi antara tingkat kematangan manajemen proyek dengan kinerja proyek telah ditunjukkan dalam berbagai jurnal dan riset yang membuktikan bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat kematangan dengan hasil kinerja proyek.
Di dalam penelitian ini, penulis ingin menganalisa praktik manajemen proyek Bank ABC yang ditunjukkan di dalam proyek Validasi Basel II dan ERM menggunakan Project Management Maturity Model dalam rangka tidak hanya mengukur tingkat kematangan praktik manajemen proyek di dalam perusahaan tapi juga memberikan rekomendasi mengenai bagaimana praktik manajemen proyek di dalam perusahaan dapat ditingkatkan. Sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah personil dari tim manajemen proyek Validasi Basel II dan ERM.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa area di dalam praktik manajemen proyek yang dilakukan oleh Bank ABC yang perlu ditingkatkan. Sehingga, beberapa rekomendasi juga dikembangkan di penelitian ini terkait dengan temuan-temuan tersebut.

The correlation between project management maturity and project performance has been evidenced in various research and journal, indicated that there is a positive correlation between maturity level and project performance.
In this research the author wants to analyze the project management implementation during the Basel II and ERM project implementation project at Bank ABC using Project Management Maturity Model in order not only to measure the maturity of project management but also give the insight and recommendation to improve the project management practice within the company. The samples used in this research are the project management team of the Basel II and ERM Validation project.
The results of this research show several rooms for improvement that the Bank ABC need to consider in order to improved its project management practice. Therefore several recommendations also developed in this research in accordance with the findings discovered.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Assagaf
"Skripsi ini membahas mengenai ketentuan yang diatur dalam Basel Capital Accord II yang menjadi rujukan Bank Indonesia dalam penerapan kebijakan terkait dengan Manajemen Risiko, yaitu mengenai persyaratan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. Penelitian ini bersifat yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menyarankan agar Bank Indonesia dan bank-bank di Indonesia dapat terus bekerjasama dalam menerapkan Basel Capital Accord II ataupun pedoman yang kelak dikeluarkan oleh Komite Basel. Proses tersebut tentunya didahului dengan adanya proses kajian yang lebih menyeluruh dan berhasil merepresentasikan seluruh bank sehingga dapat mengakomodir kebutuhan perekonomian Indonesia dan mampu meningkatkan kualitas bank-bank di Indonesia sesuai dengan standar internasional.

This paper discusses the provisions of the Basel Capital Accord II as the reference for Bank Indonesia on implementing the Risk Management about the minimum capital requirements of a bank. This study is juridical normative.
The study suggest that Bank Indonesia and banks in Indonesia shall continue to cooperate on implementing the Basel Capital Accord II and the other guidelines will be issued later by Basel Committee. The implementation process must be preceded by a comprehensive review in order to accommodate the banks? and Indonesian economics need, besides improving the quality of banks in Indonesia in accordance with international standards.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1823
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Tandiono
"[ABSTRAK
Penting bagi perusahaan asuransi untuk memastikan kecukupan modalnya untuk menanggung risiko yang ada. Salah satu risiko yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah risiko munculnya kewajiban klaim dimasa yang akan datang.
Peraturan yang saat ini berlaku untuk mengukur kecukupan modal perusahaan adalah Modal Minimum Berbasis Risiko yang diatur oleh OJK. Dalam ketentuan ini, diatur risiko investasi, risiko mata uang, risiko underwriting, dan beberapa risiko lainnya. Risiko underwriting diukur dalam Risiko Liabilitas Asuransi dengan mempertimbangkan premi dan klaim.
Dalam ketentuan Solvency II, risiko pasar, risiko kredit, dan risiko underwriting juga diukur oleh perusahaan asuransi untuk memastikan kecukupan modal dengan mengukur tingkat kerugian maksimum pada tingkat kepercayaan tertentu. Faktor-faktor di dalam risiko underwriting yang perlu diperhitungkan adalah risiko premi, risiko cadangan, dan risiko katastropik. Formula standar sesuai solvency II dapat dijadikan patokan untuk mengukur risiko underwriting dan melihat kecukupan modal perusahaan.

ABSTRACT
It is vital for insurance companies to ensure the adequacy of its capital to cover potential risks. One of the risks that need to be considered by the company is the risk of claims liability in the future.
Regulation currently in force for measuring capital adequacy of the company is the Risk-Based Capital Adequacy regulated by the Financial Services Authority (OJK). In this provision, it takes into consideration regulated investment risk, currency risk, underwriting risk, and other risks.
While stated in Solvency II provisions, market risk, credit risk and underwriting risk is also need to be measured by the insurance company to ensure capital adequacy. This is done by calculating the maximum level of loss at certain level of confidence. Factors in the underwriting risk which need to be taken into account is premium risk, reserve risk and catastrophic risk. Appropriate standard formula solvency II can be used as a benchmark to measure its underwriting risk and ensure capital adequacy.
, It is vital for insurance companies to ensure the adequacy of its capital to cover potential risks. One of the risks that need to be considered by the company is the risk of claims liability in the future.
Regulation currently in force for measuring capital adequacy of the company is the Risk-Based Capital Adequacy regulated by the Financial Services Authority (OJK). In this provision, it takes into consideration regulated investment risk, currency risk, underwriting risk, and other risks.
While stated in Solvency II provisions, market risk, credit risk and underwriting risk is also need to be measured by the insurance company to ensure capital adequacy. This is done by calculating the maximum level of loss at certain level of confidence. Factors in the underwriting risk which need to be taken into account is premium risk, reserve risk and catastrophic risk. Appropriate standard formula solvency II can be used as a benchmark to measure its underwriting risk and ensure capital adequacy.
]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Endrianto
"Tesis ini membahas pengaruh penerapan Basel dan Good Corporate Governance terhadap Manajemen Risiko pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, dengan melakukan survei menggunakan kuesioner dan wawancara untuk mengumpulkan data dan informasi dari responden. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Basel dan Good Corporate Governance mempengaruhi Manajemen Risiko dan memiliki hubungan yang positif secara simultan.

The focus of this study is Basel and Good Corporate Governance, and how they affect Risk Management in PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. This is an analytical descriptive research, by survey method using questionnaires to collect prime data and information from respondents. The result of hypothesis test shows that Basel and Good Corporate Governance positively and significantly related to implementation of Risk Management."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Chaidir
"[ABSTRAK
Kelemahan dari pendekatan Basic Indicator Approach (BIA), Standardised Approach (SA), & Alternative Standardised Approach (ASA) terutama dari penggunaan gross income yang digunakan sebagai proxy untuk eksposur risiko operasional, kemudian tidak memperhitungkan fakta bahwa eksposur risiko operasional meningkat dengan ukuran bank secara non-linear. Penulis mencoba menganalisa pendekatan New Standardised Approach (NSA) yang baru saja diperkenalkan oleh BCBS291 (Oktober 2014) dengan dua strategi yang terdiri dari penyempurnaan perhitungan SA dengan menggunakan business indicators (BI) sebagai proxy perhitungan modal risiko operasional dan meningkatkan kalibrasi dari koefisien perhitungan modal risiko operasional berdasarkan range gross income tanpa melihat lagi faktor β (beta) dari 8 (delapan) business lines. BI menggunakan 3 (tiga) makro komponen, yaitu interest component, services component, dan financial. Pendekatan NSA terlihat cukup konservatif didalam mengalokasikan Operational Capital at Risk (OpCaR) dengan nilai pencadangan yang lebih besar dibandingkan dengan BIA & SA. Kemudian untuk melihat efisiensi alokasi OpCaR dalam penelitian ini dianalisa pendekatan AMA dengan metode Actuarial Loss Distribution Approach menggunakan matriks dimensi 8 (delapan) business lines (BL) dan 7 (tujuh) event type (ET). Dengan mencari distribusi yang paling fit untuk mengestimasi frekuensi dan severitas dari kerugian operasional, dari matriks [ ] hanya dapat mengisi 21 data pada matriks [ ] yang seluruhnya berjumlah 56. Pada Akhirnya hasil OpCaR dengan LDA jauh lebih efisien dan mendekati nilai real losses bank ABC dibandingkan dengan NSA.

ABSTRACT
One of the weaknesses from Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), and Alternative Standardized Approach (ASA) is the use of gross income as proxy for operational risk exposure. Moreover, it does not take into account the fact that operational risk exposure increases non-linearly with the size of the bank. The Author tries to analyze the New Standardized Approach (NSA) that recently introduced by BCBS291 (October 2014) with two strategies consisting of, improvement of the SA calculations using business indicators (BI) as a proxy for operational risk capital calculation and improve calibration of coefficient in the measurement of operational risk capital based on range of gross income without seeing another β (beta) factor of 8 (eight) business lines. BI using three (3) macro components, there are interest component, services component, and financial component. NSA looks fair and more conservative in allocating Operational Capital at Risk (OpCaR) with higher number than BIA and SA. Moreover, we want to see the efficiency of OpCaR allocation in this study by analyzing AMA with Actuarial Loss Distribution Approach using dimensional matrix between 8 (eight) business lines (BL) and 7 (seven) event types (ET) as comparison. By searching for the most fit distribution to estimate the frequency and severity of operational losses of the matrix [ ], we get 21 instead of 56 data of matrix [ ]. At the end of analysis, OpCaR result from LDA is much more efficient and closer to the real value of the ABC bank losses compared to NSA., One of the weaknesses from Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), and Alternative Standardized Approach (ASA) is the use of gross income as proxy for operational risk exposure. Moreover, it does not take into account the fact that operational risk exposure increases non-linearly with the size of the bank. The Author tries to analyze the New Standardized Approach (NSA) that recently introduced by BCBS291 (October 2014) with two strategies consisting of, improvement of the SA calculations using business indicators (BI) as a proxy for operational risk capital calculation and improve calibration of coefficient in the measurement of operational risk capital based on range of gross income without seeing another β (beta) factor of 8 (eight) business lines. BI using three (3) macro components, there are interest component, services component, and financial component. NSA looks fair and more conservative in allocating Operational Capital at Risk (OpCaR) with higher number than BIA and SA. Moreover, we want to see the efficiency of OpCaR allocation in this study by analyzing AMA with Actuarial Loss Distribution Approach using dimensional matrix between 8 (eight) business lines (BL) and 7 (seven) event types (ET) as comparison. By searching for the most fit distribution to estimate the frequency and severity of operational losses of the matrix [ ], we get 21 instead of 56 data of matrix [ ]. At the end of analysis, OpCaR result from LDA is much more efficient and closer to the real value of the ABC bank losses compared to NSA.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Setiawan Aliwinoto
"ABSTRAK
Bank memiliki fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Untuk menghimpun dana masyarakat, maka diperlukan rekening sebagai sarana penampungan dana tersebut. Proses pembukaan rekening di Bank ABC menuai banyak keluhan dari customer terkait dengan lamanya proses pembukaan rekening tersebut. Apabila hal ini tidak diperbaiki, maka akan berdampak terhadap bisnis Bank ABC secara keseluruhan. Untuk mendapatkan proses pembukaan rekening yang lebih cepat, akurat dan dengan biaya yang lebih murah, maka diperlukan perubahan proses bisnis secara radikal. Dalam penelitian ini, dilakukanlah analisis perubahan proses bisnis dengan menggunakan metode DMAIC. Setelah diperoleh akar permasalahan, maka bisnis proses yang baru dirancang dengan perubahan mendasar yang berbasis teknologi informasi, yaitu dengan menggunakan teknologi e-KTP sebagai solusi dalam proses pembukaan rekening. Setelah dilakukan Business Process Reengineering dengan Berbasis teknologi Informasi, maka diperoleh proses pembukaan rekening yang lebih cepat, akurat serta dengan biaya yang lebih murah.

ABSTRACT
The Bank has a function to collect and disburse public funds. To collect public funds, an account is required as a means of holding these funds. The opening account process at Bank ABC reap many complaints from customers related to the duration of the opening account process. If this process is not improved, it will have a bad impact to the whole business on the ABC Bank. To get a faster, more accurate and cost effective account opening process, radical business process changes are needed. In this research, an analysis of business process changes is done using DMAIC method. Having obtained the root of the problem, the new business process is designed with fundamental changes based on information technology, namely by using e KTP technology as a solution in the opening account process. After doing Business Process Reengineering with Information Technology based, then we have the opening account process which more quickly, accurate and with cheaper cost. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feriyanti Nalora
"Risiko operasional adalah salah satu risiko yang cenderung sulit untuk diantisipasi dan dampaknya seringkali di luar perkiraan bank. Pengukuran Value at Risk (VaR) menjadi penting agar bank dapat menghitung beban modal untuk risiko operasional sesuai dengan profil risikonya. Tesis ini membandingkan perhitungan VaR risiko operasional pada PT Bank ABC dengan dua metode yaitu Monte Carlo Simulation dan Extreme Value Theory. Berdasarkan backtesting terhadap kedua metode tersebut, pengukuran risiko operasional pada Bank ABC lebih realistis jika menggunakan Monte Carlo Simulation.

Operational risk in banking is one of the most difficult risk to anticipate and its impact to bank?s losses sometimes unpredictable. Measuring Value at Risk (VaR) then become important to enable bank to calculate capital charges for operational risk in accordance with its risk profile. This research attempts to compare between Extreme Value Theory method and Monte Carlo Simulation to calculate operational risk capital charge in PT Bank ABC. Based on backtesting procedures, it reveals that Monte Carlo Simulation is more suitable for Bank ABC's risk profile."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32194
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pristiwanto Bani
"PT. Asuransi Ramayana Tbk adalah perusahaan asuransi umum (general insurance) yang memiliki pendapatan dari premi asuransi dan hasil investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Agar perusahaan dapat membayar kiaim asuransi dari nasabahnya tepat waktu dan jumlah , perusahaan harus memiliki tingkat solvabilitas yang balk. Tingkat solvabilitas perusahaan asuransi di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 481/KMK.017/1999 dihitung dengan rnenggunakan metode Risk Based Capital (RBC). Penerapari metode Risk Based Capital (RBC) dapat membatasi kegiatan investasi dan pola penggunaan dana perusahaan asuransi, karena dalam perhitungan tingkat solvabilitas menggolongkan assets dalam dua kategori yaitu non-admitted assets dan admitted assets dimana jenis dan jumlahnya dibatasi.
Analisa tingkat solvabilitas dilakukan dengan melihat kinerja perusahaan secara umum, apakah tingkat solvabilitasnya sudah baik atan belum, untuk itu ditentukan tingkat solvabilitas perusahaan kemudian dibandingkan dengan tingkat solvabilitas minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan dalam hal penilaian portofolio , penulis menggunakan perhitungan portofolio yang efisien dengan menggunakan Portfolio Theory ?Capital Allocation Between The Risky Asset and the Risk-Free Asset ?. Perusahaan dapat memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan tingkat utiliti sehingga diperoleh portofollo yang optimal yaitu pada persinggungan dan garis Capital Allocation Line (CAI) dengan indifference curve yang menggambarkan tingkat utiliti perusahaan.
Dengan menggunakan data perusahaan selama 2 tahun yaitu tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, perusahaan telah mampu memenuhi batas tingkat solvabilitas minimum yang ditetapkan oleh pemenintah. Tingkat solvabilitas perusahaan sampai dengan akhir tahun 2000 sebesar 67% sedangkan ketentuan pemerintah minimum 15%. Batas tingkat solvabilitas yang ideal bagi pemisahaan asuransi adaÌah 120% dan batas tingkat solvabilitas minimum dan ini hams dipenuhi oleh perusahaan asuransi sampal akhir tahun 2004, jika tidak akan dikenakan sanksi berupa pembekuan kegiatan usaha.
Portofolio perusahaan saat ini sangat dominan pada deposito berjangka dimana hasilnya hampir setiap tahun dibawah rata ? rata tingkat bunga deposito jangka waktu tiga bulan. Pada tahun 2000 hasilnya sebesar 11.07% padahal rata-rata tingkat suku bunga deposito jangka waktu tiga bulan pada bank pernerintah sebesar 12.66%. Dengan menggunakan perhitungan portofolio yang efisien , maka portofolio perusahaan tahun 2000 dapat dioptimalkan dengan perkiraan hasil sebesar 77,59% per tahun dengan standar deviasi sebesar 11.03% dengan komposisi 67.50% pada risky assets dan 32.50% risk-free assets.
Dari anialisis tingkat solvabilitas dan kebijakan investasi perusahaan tersebut saran yang dapat penulis sampaikan antara lain : (1). perusahaan mnasih harus meningkatkan tingkat solvabilitas sampai dengan 120% dan tingkat solvabilitas minimum dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan, menambah modal secara perlahan - lahan dan menghilangkan non - admitted assets menjadi admitted assets ; (2). perlu dipikirkan menambah jenis investasi lain selain deposito berjangka , saham yang diperdagangkan di bursa efek dan penyertaan langsung yang masuk dalam admited assets seperti : Sertifikasi Bank Indonesia (SBI), Obligasi, Surat Berharga Yang Dijamin Oleh Pemerintah dan Unit Penyertaan Reksa Dana; (3). terhadap portofolio yang ada hendaknya senantiasa dilakukan penilaian secara berkala dan dilakukan revisi sesuai dengan hasil analisa atas perubahan tingkat suku bunga perbankan dan fluktuasi harga saham di bursa efek; (4). meningkatkan kemampuan SDM perusahaan untuk mengolah investasi yang dilakukan perusahaan sehingga pendapatan investasi perusahaan dapat dioptimalkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>