Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fikra Yudha
"Dewasa ini kesadaran mengenai pentingnya peranan budaya dalam sebuah perusahaan makin mengemuka. Studi mengenai budaya perusahaan telah banyak yang dilakukan para ahli manajemen. Budaya perusahaan memiliki peranan strategis dalam suatu perusahaan karena keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat hard-side seperti struktur dan strategi, namun juga oleh faktor soft-side yaitu faktor budaya. Budaya perusahaan dianggap sebagai jiwa yang memberi hidup dan mendukung strategi. Keberhasilan implementasi strategi ditentukan oleh keselarasan antara budaya dengan strategi perusahaan. Meskipun disadari bahwa mengubah budaya membutuhkan proses dan waktu yang rumit dan panjang, tetap disarankan agar budaya perusahaanlah yang sebaiknya diselaraskan dengan strategi. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan dewasa ini semakin ketat dan kompleks, dengan derajat ketidak-pastian yang tinggi. Diperlukan budaya perusahaan yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Budaya sebagai suatu pola pikir dan pola perilaku, memiliki nilai-nilai utama dan nilai-nilai dasar yang dianut secara kolektif oleh karyawan suatu perusahaan.
Hofstede (1980) membedakan dimensi budaya masyarakat dan budaya organisasi. Karakteristik utama yang membedakan keduanya adalah pada tingkat kedalamannya. Budaya perusahaan lebih bersifat superfisial dan tampak pada ekspresi perilaku karyawan, sedangkan budaya masyarakat bersifat lebih dalam dan tertuju pada nilai-nilai yang mendasari suatu budaya. Budaya masyarakat dibedakan dalam dimensi power distance, uncertainty avoidance, indivdualism, dan femininity-masculinity. Sedangkan dimensi budaya perusahaan terdiri dari process vs. result oriented, job vs. people oriented, parochial vs. professional, tighly vs. loosely controled, open vs. closed system, dan pragmatic vs. normative oriented. Kecenderungan dari tiap dimensi budaya dapat dinilai efektif atau tidak bila telah dikaitkan dengan pilihan strategi perusahaan. Dimensi budaya yang selaras dengan strategi terpilih perusahaan, tentu bernilai baik, karena akan mendukung keberhasilan implementasi strategi. Penelitian ini dilakukan di PT Pos Indonesia sebagai subyek penenlitian. Pertimbangan utama adalah karena Pos Indonesia yang lahir jauh sebelum kemerdekaan tahun 1945 -bahkan praktek kegiatan jasa pos telah ada sejak jaman kerajaan- namun juga karena dalam perkembangannya Pos Indonesia telah menerapkan konsep manajemen strategi yang terencana.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik budaya Pos Indonesia bersifat kolektif yang dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan nilai yang signifikan antara masing-masing kelompok responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja, unit kerja, maupun jabatan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa budaya Pos Indonesia cukup homogen. Tidak terlihat sub budaya tertentu yang menonjol dikalangan karyawan Pos Indonesia. Meskipun tingkat homogenitas budaya perusahaan dapat dijadikan kriteria untuk menyatakan kuat atau lemahnya suatu budaya perusahaan, namun demikian dimensi dan nilainilai budaya yang dianut mencerminkan masih lemahnya budaya perusahaan Pos Indonesia. Dimensi dan nilai-nilai budaya yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya Pos Indonesia belum mampu berperan sebagai alat kontrol sosial yang efektif dalam kehidupan perusahaan. Hal itu juga tercermin dari panjang dan berbelitnya birokrasi di Pos Indonesia. Perusahaan terlalu rinci mengandalkan ketentuan-ketentuan detail yang bertujuan untuk mengontrol perilaku karyawannya. Budaya perusahaan yang lemah tidak mendorong karyawan Pos Indonesia untuk menjadikan budaya perusahaan sebagai acuan berprestasi. Akibatnya budaya perusahaan belum mampu berfungsi sebagai motivator yang kuat bagi karyawannya sendiri. Budaya perusahaan Pos Indonesia juga belum mampu membangun identitas karyawan. Citra Pos Indonesia yang masih rendah di mata masyarakat menyebabkan budaya perusahaan tidak membantu karyawan dalam membangun komunikasi dengan pelanggan.
Dalam kaitannya dengan strategi, ditemui bahwa pemahaman visi dan misi Pos Indonesia dari karyawan masih rendah. Sasaran strategik Pos Indonesia ditekankan pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, peningkatan mutu layanan, serta pertumbuhan pendapatan. Strategi terpilih perusahaan tahun 2007-2008 adalah turn around dengan kontraksi dan konsolidasi. Namun demikian dimensi dan sistem nilai-nilai budaya yang dianut menunjukkan bahwa budaya Pos Indonesia belum mampu mendukung strategi yang dipilih. Dimensi dan nilai-nilai budaya yang berkembang di Pos Indonesia cenderung job oriented, power distance tinggi, uncertainty avoidance yang tinggi, individualism yang rendah, cenderung femininity, cenderung process oriented, cenderung parochial, close system, tighly controlled, dan lebih berorientasi normative. Penelitian ini mengajukan beberapa saran yang ditujukan pada manajemen Pos Indonesia. Saran utama adalah agar manajemen Pos Indonesia mulai secara terstruktur dan terencana melakukan manajemen budaya perusahaan. Hal ini penting agar perusahaan secara proaktif mampu menjaga keselarasan budaya dengan strategi perusahaan.

Nowadays, awareness on the importance of culture's role in a firm become more increased. There were huge of study about corporate culture done by management scholar. Corporate culture holds a strategic role in a firm because the success of the firm is not only defined by hard side Indonesia's independence in 1945. Furthermore, indeed the practice of postal services actually has been done to some extend since kingdom era. And during its journey, Pos Indonesia has tried to implement a planned strategic management concept. This research concluded that the culture of Pos Indonesia characterised by collectivism. It's proved by the absence of significant differences between each groups of respondent divided by gender, age, level of education, duration of employment, working unit, and management position.
So, it can be concluded that Pos Indonesia's culture is homogen. There weren't any particular subculture existed among employees. Eventhouh the level of culture homogenity can be used as criteria to examine the strength of corporate culture, the dimension and culture values held clearly indicated the weakness of Pos Indonesia's corporate culture. Dimension and culture values found in this research shown that the firm's culture couldn't serve as an effective social control tool. It was indicated from the long and complex of bureachracy exist in the firm. The firm was too detailed in controlling the behavior of its employee. That's why the corporate culture couldn't serve as a strong motivator for its own employees. The firm's corporate culture also couldn't build employee identity. The company's image that still low from customer standpoint has caused the corporate culture couldn't help its employee to build a good communication with customer.
In relation with strategy, it's found that employee's understanding of company's vision and mission still low. Strategic objective of the firm stressed on human resources development, improvement of service quality and revenue growth. Choosen strategy for the period of 2007 - 2008 was turnaround strategy with contraction and consolidation as the main program. At the other side, dimensions and culture values held by the employees as discovered in this research indicated that the firm's culture still couldn't support the strategy choosed. Dimensions and culture values existed at Pos Indonesia tend to be job oriented, high power distance, low individualism, feminity, process oriented, parochial, close system, tigjhly controlled and normative oriented.factors such as structure and strategy, but also by the soft one, that is culture factor. Ther successful of strategy implementation is primarily defined by alignment between culture and the strategy itself. Eventhough it was known that cultural change involve a complex process and should be done in a long period of time, but in order to succeed, it is crucial to align culture with the strategy. This alignment required by the complexity and high competitive situations today that come with high degree of uncertainty. As a framework and also as a set of behavior, culture has main values as well as the basic one that collectively held by employees in a firm.
Hofstede (1980) differentiated societal culture from organizational culture in term of its depth. Organizational culture is superficial and can be observed from employees daily behavior, while societal culture has a more deep characteristic and served as an underlying values for the culture. Societal culture can be defined in term of its dimension, such as power distance, uncertainty avoidance, indivdualism, and femininitymasculinity. While dimensions of corporate culture can be defined as: process vs. result oriented, job vs. people oriented, parochial vs. professional, tighly vs. loosely controled, open vs. closed system, and pragmatic vs. normative oriented Tendency of culture dimensions can be examined as efective or not if it linked with the strategy choosed by the firm. Dimension of the culture that was aligned with choosen strategy would have a good score because it will support the successful of strategy implementation. The subject of this research was PT.Pos Indonesia. The main consideration was because Pos Indonesia has been existed long before Based on the result of this research, the author propose some suggestion for management of Pos Indonesia. The main suggestion is to start managing corporate culture with a well-structured and well-planned program. This initiative is important in order to increase the firm's ability to maintain alignment between its culture and strategy choosen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25523
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Roosandyaningtyas
"Skripsi ini membahas mengenai budaya perusahaan dalam kegiatan pelayanan santunan yang dilakukan pegawai PT. Jasa Raharja (Persero) studi kasus Perwakilan Jakarta Selatan dan Bogor. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan teknik penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam, pengamatan dan participant observation.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan PT. Jasa Raharja ( Persero) secara teori tidak tersosialisasikan dengan baik. Namun secara praktik dalam kegiatan pelayanan santunan yang dilakukan pegawai sudah mengimplementasikan sebagian nilai budaya perusahaan khususnya dalam kegiatan pelayanan yang dilakukan di lapangan seperti survey dan jemput bola.
Budaya perusahaan bukan sebatas konsep tiga T, yaitu Tanggap, Tangkas dan Tangguh seperti yang telah dirumuskan namun segala bentuk aktifitas yang terjadi di Kantor Perwakilan serta yang dilakukan oleh pimpinan dan pegawai merupakan bagian dari budaya perusahaan. Pelayanan disini bukan hanya menjadi tugas Front Office melainkan tugas semua bagian yang berada di belakang proses pelayanan yang terjadi.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perusahaan seharusnya lebih mensosialisasikan budaya perusahaan secara berjenjang ke semua level jabatan dan mengevaluasi efektifitas budaya perusahaan secara periodik khususnya dalam kegiatan pelayanan.

This undergraduate thesis discusses the corporate culture in compensation payment service activity by the employees of PT. Jasa Raharja (Persero), a case study of South Jakarta and Bogor representatives. The research methodology used in this undergraduate thesis is a qualitative descriptive research, and the technique used is an in-depth interview, observation, and participant observation.
The result of this research shows that the corporate culture of PT. Jasa Raharja (Persero) is theoretically not socialized well. However, practically, the compensation payment service activity by the employees has partially implemented the corporate culture, especially during the service activity in the field, such as survey and jemput bola activities.
The corporate culture discussed is not limited to the three Ts (Tiga T) concept which are Tanggap (Responsive), Tangkas (Agile), and Tangguh (Strong) like what has been defined, but it includes all activities in the Representative Office and also the activities by the management and employees as parts of corporate culture. The service discussed here is not only the duty of Front Office but also the duty for all divisions behind the process of service.
The result of this research suggests that corporate should socialize the corporate culture gradually to all position level and evaluate the effectiveness of corporate culture periodically, especially in the service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Taufan
"Data resmi Pemerintah Republik Indonesia menunjukkan ketidakseimbangan antara laju penurunan jumlah tenaga kerja asing profesional, penyelia dan teknisi / operator sebesar 2,75% per tahun dengan laju peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia sebesar 3,88% per tahun. Kendati bukan satu-satunya penyebab masalah ketidak-seimbangan tersebut di atas, namun perusahaan penanaman modal asing di Indonesia mempunyai andil terhadapnya.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan penanaman modal asing yang beroperasi dalam bisnis manufaktur-manufaktur kimia, makanan, tekstil, logam, mineral, farmasi, elektronika dan aneka serta jasa pariwisata, sedangkan bidang yang diteliti adalah administrasi & keuangan, pemeliharaan, sistem informasi, produksi, riset & mutu dan penjualan & pemasaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur keterkaitan antara faktor-faktor motif investasi, budaya perusahaan dan profil sumber daya manusia dengan pengurangan tenaga kerja asing pada perusahaan penanaman modal asing di Indonesia dengan metode analisis deskriptif. Metode perbandingan antara hasil penelitian dengan teori-teori dasar yang dipakai ini mempelajari kesesuaian data hasil penelitian dengan teori-teori dasar yang dipakai. Teori-teori dasar yang dipakai adalah teori bisnis internasional yang antara lain mengingatkan bahwa perusahaan penanaman modal asing dalam menentukan kebijakan pelatihan karyawan mendasarkan pada motif investasinya. Teori manajemen teknologi yang antara lain memastikan bahwa perusahaan penanaman modal asing adalah wahana yang baik untuk pembelajaran karyawan. Teori budaya organisasi yang antara lain menyatakan bahwa budaya nasional karyawan adalah satu faktor yang turut menentukan kesiapannya untuk menggantikan fungsi / posisi / jabatan tenaga kerja asing.
Hasil penelitian terhadap 17 (tujuh belas) sampel pemisahaan menunjukkan motif investasi yang dominan adalah faktor-faktor pasar dan biaya setinggi 85,5%. Gaya dan Sara berbisnis yang khas, sosialisasi nilai-nilai perusahaan yang teratur dan kebijakan jangka panjang yang mantap merupakan 86,2% budaya perusahaan. Karyawan yang dikelompokkan berdasar latar belakang pendidikannya telah disiapkan untuk menggantikan tenaga kerja asing rata-rata 24,9%. Kebanyakan perusahaan penanaman modal asing menyediakan anggaran tahunan untuk pelatihan karyawannya yang terpilih sebesar 41,8% dalam bidang keahlian/ketrampilan/teknologi produksi dan pemeliharaan. Rata-rata perusahaan penanaman modal asing yang diteliti telah beroperasi sejak 8,4 tahun yang lalu. Penelitian ini menyimpulkan bahwasanya pengurangan tenaga kerja asing pada perusahaan penanaman modal asing di Indonesia terutama pada bidang keahlian / ketrampilan / teknologi produksi dan pemeliharaan sebesar 46,7%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wijaya Prasetyo
"Pengaruh perubahan lingkungan yang cepat dan perkembangan perusahaan yang pesat mendesak PT. Paramitra Media Perkasa untuk mengkaji ulang sumber daya perusahaan. Salah satu sumber daya yang dikaji adalah budaya perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran profil budaya yang ada di PT. Paramitra Media Perkasa Group serta membandingkan budaya - budaya tersebut pada unit kerja dan tempat kerja yang berbeda.
Sampel yang diambil dari seluruh populasi dengan menggunakan metode Sensus sebanyak 600 karyawan dari empat unit kerja di PT. Paramitra Media Perkasa Group kemudian dari seluruh kuesioner yang kembali diolah dengan menggunakan Analisis Komponen Utama, Analisis Faktor dan Analisis Median.
Dari hasil penelitian ini diperoleh 15 budaya kinerja yang berkembang saat ini di PT. Paramitra Media Perkasa Group terdiri dari budaya kinerja etos kerja,budaya kinerja melayani, budaya kinerja profesional melalui penggunaan perangkat lunak komputer, budaya kinerja tinggi, budaya kinerja berorientasi bisnis, budaya kinerja berorientasi pelanggan, budaya kinerja bertanggung jawab pada teknologi, budaya kinerja berorientasi kemakmuran, budaya kinerja berjiwa dagang, budaya kinerja penggunaan perlengkapan dan peralatan, budaya kinerja berorientasi penggajian, budaya kinerja setempat berorientasi kepuasan kerja dan gaji, budaya kinerja CRM berkemampuan memperbaiki perlengkapan dan peralatan, budaya kinerja presisi (perfek), dan budaya kinerja unggul bersaing. Dari keseluruhan budaya tersebut terdapat 3 kategori besar antara lain budaya kinerja berorientasi penggajian dan presisi (perfek), budaya kinerja pengembangan SDM demi masa depan perusahaan dan budaya kinerja teknologi informasi.
Dari budaya perusahaan yang terbentuk, terdapat perbedaan budaya berdasarkan unit kerja dan tempat bekerja. Terdapat 4 budaya kinerja yang berbeda berdasarkan unit kerja yaitu bertanggung jawab pada teknologi, penggunaan perlengkapan dan peralatan, presisi, dan unggul bersaing. Sedangkan pada sub budaya kinerja, ditemukan adanya 10 sub budaya kinerja yang berbeda. Selanjutnya analisis budaya pada 8 tempat bekerja yang berbeda menyimpulkan bahwa terdapat 6 budaya yang berbeda antara lain, pada budaya kinerja tinggi, bertanggung jawab pada teknologi, berjiwa dagang, penggunaan perlengkapan dan peralatan, presisi (perfek), dan unggul bersaing. Selain itu juga ditemukan adanya 18 sub budaya kinerja yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Made Gunawan
"ABSTRAK
Dunia Perbankan Indonesia sesudah deregulasi perbankan dan keuangan Oktober 1988 menunjukkan perubahan dan perkembangan yang sangat mendasar. Orientasi bankir dari product oriented berubah menjadi customer oriented. Jaringan perbankan menjadi sangat luas sampai ke pelosok tanah air, dengan dampak positif masyarakat menjadi bank-minded serta dana perbankan menjadi melimpah. Dampak negatifnya terjadi persaingan tidak sehat antara bank-bank, bajak membajak tenaga profesional dan meningkatnya jumlah kredit macet serta peristiwa pembobolan bank oleh orang dalam bekerjasama dengan oknum luar.
Bank Sentral mencoba untuk menanggulangi hal ini dengan mengeluarkan peraturan mengenai prinsip ke hati-hatian (prudential regulation), peraturan mengenai orang-orang yang tidak boleh menjadi pemegang saham bank dan beberapa peraturan preventif lainnya.
Disamping ketentuan-ketentuan yang berlaku dunia perbankan juga mencoba memagari diri dengan membentuk apa yang disebut budaya perusahaan (budaya kerja).
Untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai budaya perusahaan, maka perlu dilakukan penelitian di lingkungan perbankan sendiri.
Metodologi penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif, sumber datanya diperoleh dari PT. Bank Antardaerah di Surabaya serta teknik pengumpulan datanya dipergunakan daftar pertanyaan setengah terbuka.
Hasil temuan menunjukkan bahwa PT. Bank Antardaerah secara diam-diam pada dasarnya telah mempunyai budaya perusahaan.
Penulis menyarankan kepada pimpinan bank tersebut agar budaya perusahaan yang telah berjalan selama ini terus dibina dan diarahkan agar dapat menjadi alat yang ampuh dalam meningkatkan produktivitas dan pelayanan serta mampu menangkal dampak negatif daripada deregulasi."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susy D. Hermanses
"Budaya perusahaan merupakan pedoman perusahaan yang bersifat abstrak, namun dapat dipahami, dimengerti dan dilaksanakan oleh para anggotanya. Sebagai bank yang pernah menjadi pelopor dalam hal teknologi ATM, Bank Niaga sedang memansuki babakan baru dalam kehidupannya. Siring dengan terjadinya perubahan kepemilikan, maka komposisi manajemen puncak juga mengalami perubahan pada bank yang didirikan oleh para pejuang, pengusaha dan kaum intelektual ini.
Kini, Bank Niaga berstatus sebagai bank take over (BTO) atau bank yang berada dalam pengawasan pemerintah c.q. BPPN dalam rangka penyehatan perbankan. Status ini membawa berbagai konsekuensi yang satu diantaranya adalah adanya perubahan nilaa-nilai budaya perusahaan. Adanya perubahan nilai-nilai tersebut, merupakan suatu keadaan yang tidak terelakkan. Yang patut disadari adalah bahwa jangan sampai perubahan itu berkembang kea rah yang negative.
Untuk itu, pemimpin tetap memegang peranan penting sebagai pemersatu perusahaan. Pemimpin, selain diharapkan jadi suri tauladan juga diharapkan dapat bersosialisasi atau berkomunikasi hingga ke jajaran paling bawah. Hal ini penting dilakukan agar setiap karyawan dapat mengerti dan memahami sasaran dan tujuan perusahaan, serta yang paling penting adalah kalangan bawah itu tetap merasa bahwa mereka ikut diajakn bertanggungjawab atas keberlangsungan perusahaan.
Disadari pula ada beberapa hal yang tidak dapat diterapkan oleh manajemen baru saat ini, karena focus utama tertuju pada hidup dan matinya Bank Niaga. Namun di tengah-tengah upaya memfokuskan diri, tetap diharapkan nilai-nilai budaya perusahaan yang sudah tertanam dapat dijadikan sebagai bekal dalam melewati berbagai aral melintang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T38346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anis
"Lazada adalah sebuah perusahaan retail yang mempunyai kebudayaan perusahaan yang cenderung untuk mewujudkan Work Hard/Play Hard sebagai tipe budaya perusahaan dalam kegiatan bisnisnya. Perusahaan ini memiliki perangkat aturan tertulis dan peraturan tidak tertulis yang melingkupi hampir seluruh bisnisnya. Oleh karena itu, para pegawai dibagi menjadi 13 kelompok kerja yang memiliki kepala kelompok yang membuat peraturan tidak tertulis untuk kelompoknya masing-masing dan berfungsi sebagai mekanisme kontrol. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan menerapkan metode kualitatif yang mencakup wawancara mendalam dan observasi partisipasi.

Lazada is a retail online company which has corporate culture that tends to realize Work Hard/Play Hard`s type of culture in its daily business activities. This company has set of written rules as well as unwritten rules which cover most of their business. Therefore, the employees are devided into 13 work teams which have head of team who create the unwritten rules for their own team and function as control mechanism. The field research is carried out by applying qualitative methods which include technique of depth interview and participation observation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desideria Lumongga Dwihadiah
"ABSTRAK
Era Globalisasi melanda dunia, batas antar negara semakin tidak terasa.Tiap negara bebas berhubungan dengan negara lain. Kerjasama dalam berbagai bidang terbuka lebar termasuk dalam dunia bisnis. Perusahaan berskala internasional membuka cabangnya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dalam satu perusahaanpun terjadi. Komunikasi seperti ini memberikan peluang besar terjadinya salah paham akibat berbedanya persepsi, cara berpikir maupun cara kerjanya karena berbeda budaya.
Penelitian ini ingin menggali nilai-nilai budaya kerja Indonesia dan budaya kerja Ekspatriat yang berasal dari Barat itu. Budaya kerja memiliki sifat-sifat tersendiri tetapi memiliki pula persamaan dengan budaya induknya. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara mendalam (depth interview) dan pengamatan tak berperanserta (non participant interview) pada para pemimpin suatu perusahaan multinasionai di Jakarta.
Kerangka penelitian yang dipakai menggunakan daftar nilai budaya kerja yang telah dilakukan oleh seorang ahli komunikasi & manajemen multikultural. Ia telah membuat 20 daftar nilai budaya yang ada di hampir semua budaya di dunia, meliputi hubungan, kerjasama, keamanan keluarga dsb. Para responden diminta untuk memberikan rangking terhadap ke 20 nilai tsb. Berdasarkan rangking-rangking yang dibuat oleh para responden maka kemudian dicari bagaimana praktek sehari-hari dari nilai-nilai tersebut dalam dunia kerja mereka.. Apakah ada perubahan-perubahan setelah orang-orang yang berbeda budaya ini bekerjasama dalam satu perusahaan. Masing-masing mungkin mengalami perubahan-pembahan yang mendorong terjadinya suatu bentuk baru yang disebut budaya kerja alternative.
Budaya kerja alternatif ini merupakan hasil dari perubahan budaya kerja orang-orang dalam perusahaan itu. Perubahannya tidak selalu drastis, terkadang hanya terjadi perubahan sedikit. Pada penelitian baik orang Indonesia maupun ekspatriat mengalami perubahan dari budaya kerja asal mereka. Para ekspatriat mengalami perubahan yang lebih besar dari dibanding orang-orang Indonesia dalam perusahaan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pranti Sayekti
"Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi, nilai-nilai, falsafah, norma, tradisi atau kebiasaan dan keyakinan bersama menjadi pedoman berpikir, berperilaku dan bertindak seluruh anggota organisasi dalam mencapai tujuan tertentu serta memecahkan masalah adaptasi eksternal dan interaksi internal (Deal dan Kennedy, 1982; Senge, 1990; Hofstede, 1991; Schein, 1992; Robbins, 1994). Budaya organisasi merupakan produk dari interaksi antara fungsi-fungsi manajerial yaitu perilaku, struktur, dan proses organisasi dan dengan lingkungan yang lebih luas dimana organisasi itu berada. Budaya yang hidup dalam setiap organisasi mencerminkan keadaan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan kegiatan pengendalian manajerial. Dalam beberapa kenyataan menunjukkan bahwa budaya organisasi mempunyai peran signifikan terhadap kinerja perusahaan terutama yang bergerak di bidang jasa periklanan seperti JWT AdForce. Namun yang menjadi permasalahan pokok di sini adalah apakah JWT AdForce memiliki budaya yang kuat, budaya yang secara strategis cocok dan budaya yang adaptif?
Teori yang penulis gunakan sebagai landasan awal penelitian ini adalah menggunakan tiga pendekatan budaya organisasi yaitu teori I, teori 11, teori III (Kotter dan Heskett). Teori ini memfokuskan pada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan yang terefleksi dalam perilaku organisasi, struktur organisasi dan proses organisasi.
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, karena penulis ingin mendeskripsikan tentang bagaimana budaya organisasi JWT AdForce sebagai sebuah perusahaan periklanan global yang berkinerja solid, mendeskripsikan tentang bagaimana karakteristik budayanya dan bagaimana hubungan sosial diantara anggota organisasi mampu memberikan dorongan kepada karyawan untuk melakukan suatu hubungan kerja. Temuan lapangan menunjukkan bahwa ada dua bentuk hubungan yang terjadi dalam manajemen yaitu hubungan kerja dan hubungan non kerja (hubungan sosial). Kedua pola hubungan ini sangat berbeda namun hubungan sosial mampu memberikan dorongan kepada para karyawan dalam melakukan suatu hubungan kerja. Hubungan sosial yang terjalin dengan baik ini akan mampu menciptakan suasana kerja yang kondusif. Dengan demikian hubungan sosial tidak dapat terlepas dari hubungan kerja antar anggota organisasi, tanpa adanya hubungan sosial yang terjalin secara baik dapat mengganggu kekompakan para karyawan dalam bekerja, masing-masing karyawan akan cenderung lebih bersifat individual sehingga akan berpengaruh pada kekuatan tim work dalam bekerja.
Kesimpulan didasarkan atas hasil analisis pada budaya organisasi JWT AdForce yang terefleksi pada perilaku organisasi, struktur organisasi dan proses organisasi dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik observasi partisipatif, dan dengan metode wawancara tak berstruktur, wawancara mendalam, data statistik, media masa yang mempunyai keterkaitan, dokumentasi yang relevan, literatur dan hasil penelitian yang terkait. Untuk mendapatkan data yang valid, peneliti menggunakan trianggulasi dan pendekatan emik-etik. Analisis didasarkan pada reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan yang kemudian disusun menjadi laporan penelitian berdasarkan pemahaman antara peneliti dan subjek yang diteliti.
Temuan lapangan menghasilkan implikasi teoritik terhadap teori yang peneliti gunakan. Kondisi budaya JWT AdForce relevan dengan teori budaya organisasi Kotter dan Haskell, hal ini dapat dijelaskan dari sifat karakteristik budaya yang dimiliki JWT AdForce, pertama, 3WT AdForce memiliki budaya yang kuat karena adanya konsistensi anggota organisasi dalam menganut nilai-nilai yang ada dalam manajemen. Nilai-nilai tersebut dihayati dan dirasakan secara luas oleh semua anggota organisasi dan memberikan tekanan kuat untuk diikuti oleh anggota organisasinya.
Budaya yang dimiliki oleh JWT AdForce mampu menyelaraskan dan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih unggul. Kedua, karakteristik budaya JWT AdForce relevan dengan teori kedua Kotter dan Haskell bahwa JWT AdForce memiliki budaya yang secara strategis cocok. Budaya JWT AdForce berhasil memperoleh kecocokan strategi baik secara internal (memiliki strategi yang cocok untuk diterapkan dalam tubuh organisasi) maupun eksternal (strategi yang diterapkan mampu memberikan peningkatan kinerja perusahaan).
Ketiga, teori budaya organisasi III Kotter dan Heskett relevan untuk memahami keadaptifan budaya 3WT AdForce, dimana dalam budaya yang adaptif para pimpinan sangat mempedulikan konstituensi kunci yakni pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Hal ini juga tercermin dalam budaya yang dimiliki JWT AdForce. Selain para pimpinan peduli terhadap konstituensi kuncinya juga sangat menghargai orang dan proses dalam menciptakan perubahan yang bermanfaat dan para pimpinan juga memberikan perhatian secara cermat kepada mereka terutama kepada pelanggan dan melakukan perubahan jika diperlukan walaupun harus mengambil resiko."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Nurharini
"Penulisan tesis ini bertujuan untuk memperlihatkan beroperasinya nilai budaya persamaan dan nilai budaya kejujuran di dalam proses pengalihan kemampuan dari pekerja asing kepada pekerja lokal terutama karyawan lokal PT Freeport Indonesia. Penelitian ini mencoba untuk menelaah apakah budaya korporasi yang diproduksi dan direproduksi oleh pekerja asing dan pekerja lokal itu, berpengaruh terhadap implementasi. dari program counterpart yang dicanangkan oleh PT Freeport Indonesia. Walaupun dipahami bahwa kebudayaan bukanlah merupakan faktor penentu dari keberhasilan pengalihan kemampuan, tetapi budaya korporasi tidak bisa diabaikan sebagai kebudayaan dalam arti konteks, yaitu sebagai acuan atau menawarkan sejumlah konsepsi yang menjadi bahan pertimbangan bagi para pekerja dalam menentukan tindakannya. Hai ini dikarenakan nilai budaya meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi para pekerja, selain itu nilai budaya memiliki kemampuan untuk mernpengaruhi persepsi kita.
Pembahasan dalam tesis ini bertumpu pada teori kebudayaan mencakup budaya korporasi, dan teori hubungan internasional, dengan menggunakan pendekatan poststructuralist atau constructivist, yang menekankan pemahaman kebudayaan pada: (I) Norma-norma, nilai-nilai, dan pranata-pranata dikonstruksikan oleh praksis-praksis dari para pekerja yang tentu saja bermuatan kepentingan-kepentingan dan kekuasaan yang mereka miliki; (2) Pranata dipahami sebagai kumpulan praksis yang merefleksikan pengamatan pada pandangan subyektif di antara para pekerja; (3) Para pekerja tidak terpisah dengan pekerja lainnya, atau dari pranata yang ada, sebaliknya tujuan dan perilaku mereka dikondisikan oleh keduanya. Jadi, para pekerja merupakan pengendali dalam mengkonstruksikan, memelihara dan merubah budaya korporasi, dan melalui praksispraksis mereka, para pekerja diberdayakan sekaligus dibatasi oleh struktur sosial di dalam lingkungan kerja PT Freeport Indonesia. Pendek kata, kebudayaan dalam teori ini didekati sebagai suatu praksis termasuk praksis kewacanaan, suatu proses, dan suatu konsep.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan mengandalkan data kepustakaan yang didukung oleh data dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh Tim URGE LTI Penelitian lapangan dilakukan secara acak dan kualitatif melalui `in-depth interview' dengan sejumlah responden para eksekutif dan manajemen menengah, yang diambil dari para pekerja asing dan lokal yang terpilih, di PT Freeport Indonesia. Pengupasan gejala memakai metoda interpretatif dan metoda verstehen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, perbedaan intensitas kadar nilai persamaan dan kejujuran yang digunakan sebagai acuan bertindak dari praksis-praksis para pekerja, memiliki kecenderungan menghambat proses program counterpart di PT Freeport Indonesia; kedua, komitmen positif dari manajemen puncak yang didukung oleh manajemen menengah, memberi pengaruh penting dan menentukan bagi pengalihan teknologi dari para pekerja asing kepada para pekerja lokal.

Corporate Culture and Transfer of Technology in American Transnational Companies: A Case Study of Counterpart System in PT Freeport Indonesia, 1997 period. The object of this theses is to explore equality and honesty values in operation during the process of disembodied technology transfer between expatriates and local workers at PT Freeport Indonesia. This research tries to answer whether corporate culture which is produced and reproduced by both expatriates and local employees, impact the implementation of counterpart program in PT Freeport Indonesia. Although culture is certainly not a determining factor in the disembodied technology transfer process, but it can not be disregarded as a context. Because it lays the foundation for the understanding of attitudes and motivation and also influences our perceptions.
This study relies on the poststructuralist or constructivist approach of both corporate culture and international relations theory, which emphasizes the following: (1) Norms, values and institutions are constructed by the practices of the workers in which involved their interests and powers; (2) The conception of institutions as "sets of practices," reflects this focus on intersubjectivity: (3) Workers are not divorced by other employees or from its institutional setting, conversely their goals and behavior are conditioned by both. So, workers are centrally involved in the construction, maintenance, and change of corporate culture, and through their practices they are enabled as well as constrained by social structure in PT Freeport Indonesia environment. Shortly, culture is approached as practice including discursive practice, as a process, and as a context.
It is an investigation which uses qualitative research methodology, based on an intensive literature review combined with the result of in-depth interview of the executives and middle management of selected expatriates and local workers in PT Freeport Indonesia. The narrative highlights the importance of the verstehen and interpretative method.
The conclusion of this study indicated that: firstly, the various degree of intensity of particular values such as equality and honesty as a context of employee's practices, tend to inhibit the process of counterpart program in PT Freeport Indonesia; and secondly, the commitment of top management combined with middle management support, has an important and a determined impact on the disembodied technology transfer between expatriates and local employees.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>