Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44841 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diani Indramaya
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan pidana mati dalam aturan pidananya. Padahal, hingga Juni 2008, lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek pidana mati baik secara de jure atau de facto. Di tengah kecenderungan global akan moratorium pidana mati, praktek ini justru makin lazim di terapkan di Indonesia. Paling tidak selama empat tahun berturut-turut telah dilaksanakan eksekusi mati terhadap 9 orang narapidana. Pro-kontra penerapan pidana mati ini semakin menguat, karena tampak tak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tunduk kepada kesepakatan internasional yang tertuang dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Permasalahan yang muncul adalah mengapa ada pihak yang menjadi pro atau kontra terhadap pidana mati. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: memberikan penjelasan yang bersifat teoritis mengenai pro dan kontra peranan sanksi yang dalam hal ini adalah pidana mati, sehingga dapat memberikan pandangan dan informasi yang akurat dalam bidang pemberantasan, pencegahan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba dalam mewujudkan ASEAN bebas narkoba pada tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan sosioyuridis, dimana peneliti mengadakan penelaahan dokumen dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan (keterangan ahli pemerintah, ahli hukum, tokoh masyarakat, dan terpidana mati) untuk mengetahui tanggapantanggapan mereka terhadap implementasi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba dan apa kendala yang dihadapi sehubungan dengan wacana adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mengambil lokasi di Jakarta pada bulan November 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya pro dan kontra terhadap pelaksanaan eksekusi mati dalam masyarakat luas, dikarenakan adanya isu pelanggaran hak asasi manusia, munculnya Undang-Undang bernuansa HAM, antara lain UU No.39 tahun 1999 tentang HAM yang semakin menegaskan kesenjangan yang terjadi dengan produk-produk perundang-undangan Indonesia yang mengatur hukuman mati dan pidana mati untuk kasus narkoba masih dapat dipertahankan khusus untuk para produsen dan pengedar narkoba. Untuk meminimalisir perdebatan pro & kontra dalam masyarakat, saran yang diajukan adalah baik tim perumus RUU KUHP maupun tim perumus Undang-Undang bernuansa HAM, perlu duduk bersama untuk memutuskan dari 3 pilihan, yaitu: (i) Indonesia tetap memasukkan pidana mati dalam KUHP dan non-KUHP dan konsisten dalam pelaksanaannya; (ii) Indonesia melaksanakan moratorium (de facto tidak menerapkan) praktek hukuman mati; atau (iii) Indonesia melakukan abolisi (penghapusan) hukuman mati dalam semua produk hukumnya baik dalam KUHP maupun di luar KUHP, perlu adanya peninjauan kembali terhadap pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia oleh para pembuat hukum dan pengambil kebijakan di negeri ini dan untuk para tim perumus RUU Narkotika dan Psikotropika (dimana Badan Narkotika Nasional adalah salah satu anggotanya), perlu mengkaji prosedur pelaksanaan pidana mati agar tidak terlalu lama jeda yang terjadi antara jatuhnya vonis dengan eksekusi.

Indonesia is one of the countries that still applies the death penalty. Whereas, until June 2008, more than half of the nations in the world have revoked capital punishment de jure as well as de facto. Amidst the global tendency of a moratorium, this practice is precisely becoming customary in Indonesia. At least in four subsequent years 9 convicted prisoners have been executed. The pro?s and con?s are increasingly becoming stronger, since it seems not in line with Indonesia?s commitment to follow the international agreement in the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and the International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). The problems that arise are the reasons why there are some parties become pro or contra of the death penalty. This study is aimed to provide theoretical clarification on the pro?s and con?s of sanctions, in particular capital punishment, for accurate views and information in the field of prevention and eradication on drug abuse and illicit drug trafficking toward ASEAN Drug Free on 2015.
This reasearch applies the qualitative method with socio-yuridis approach, through document research and in depth interviews on informants from government and legal experts, community leader as well the convicts in order to understand their perceptions on the implementation of the death penalty on convicts of drug cases, and the constraints encountered viewed from the Human Rights perspective. The research is took place in Jakarta area on November 2008. The outcomes of this research conclude that: the existence of the pro?s and con?s to the death penalty in Indonesia is caused of the human rights issue, the existence of Human Rights Legislation, that is Law Number 39 of 1999 is clearly define the gap with the legislation that consist of the death penalty and the persistence to keep the death penalty in Narcotics and Psychotropics Laws in particular aimed to the producers and the traffickers.To minimize the controversy of the death penalty, this reasearch suggests that the formulator team of Criminal Law Legislation Draft and the formulator team of Human Rights Legislation Draft have to discuss and choose one of the three options, that is: (i) Indonesia still put the death penalty on its Criminal Law Legislation and Civil Law Legislation and being consistent on its xecution; (ii) Indonesia implement moratorium (de facto not apply) on the death penalty; or (iii) Indonesia implement abolition (eliminate) on the death penalty in all Laws and regulations both in Criminal Law and Civil Law, need to be reviewed the death penalty execution in Indonesia by the law maker, the policy maker and the formulator team of Narcotics and Psychotropics Legislation Draft (where Badan Narkotika Nasional is one of its members) in this country."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hardika Aji Drajatsatria
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukuman mati di Indonesia ditinjau dari aspek politik hukum pidana. Permasalahan yang diangkat ialah pertama, apa dasar politik hukum pidana oleh para pembuat kebijakan memasukan hukuman mati dalam jenis hukuman pidana. Kedua, jenis tindak pidana apa saja yang dapat diancamkan dengan hukuman mati ditinjau dari frasa kejahatan paling serius, dimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) dasar politik hukum pidana diaturnya hukuman mati dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ialah berdasarkan tujuan pemidanaan baik tujuan pembalasan ataupun pemidaan sebagai sebuah tujuan. (2) jenis tindak pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan paling serius didasarkan oleh instrument hukum internasional yang terkait dan dibandingkan dengan kejahatan yang di Indonesia dianncamkan dengan hukuman mati.

This main of this study is the arrangements about the death penalty in Indonesian in terms of aspect criminal legal policy. The problem is, first, what political policy makers criminal legal policy include the death penalty as a criminal punishment. Second, what are types of crime that can be threatened with the death penalty in terms of the most serious crime. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The results of this study stated that, (1) criminal legal policy in the regulation of the death penalty in Indonesia regulatory purpose of retribution and utilitarian theory. (2) Types of offenses classified as the most serious crime to compare International human right instrument with Indonesian law regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalene Victoria Lorenzo
"Indonesia dikritik masyarakat internasional ketika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan eksekusi. Hampir setiap kasus terpidana mati tidak didasarkan pada standar peradilan yang adil. Pihak yang bertentangan dengan hukuman mati mengungkapkan bahwa otoritas secara sewenang-wenang menolak hak-hak dasar dalam sistem peradilan pidana yang jelas melanggar hukum internasional. Hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas peradilan yang adil dan hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diwujudkan hanya secara prinsip dalam perundang-undangan. Dalam melaksanakan undang-undang perdebatan bermunculan terkait apakah kemampuan penyandang intelektual dan mental dapat dipertanggungjawaban secara sempurna dalam hukum pidana. Tantangan muncul terlebih lagi di tingkat kemampuan mereka untuk membela hak yang melekat pada diri manusia dengan menggunakan standar peradilan yang adil. Penelitian ini menyimpulkan komponen sistem peradilan pidana yang diamanatkan dalam setiap tahap sistem peradilan pidana menjalankan kewenangan dengan obyektif masing-masing secara terpisah. Untuk memberikan perspektif yang berbeda, penelitian membandingkan putusan pengadilan di India, Amerika Serikat dan Malawi yang mengidentifikasi gangguan jiwa sebagai alasan pemaaf pidana. Penelitian juga memperlihatkan dua studi kasus yang membandingkan keadaan seseorang didiagnosis dengan gangguan jiwa sebelum dan sesudah vonis.

Indonesia generated international criticisms over the last few years when the government decides to resume executions. Most, if not all, of these cases had not been based on the fair trial standards. Oppositions reported the rights fundamental to the criminal justice system were arbitrarily denied in a deliberate violation of international law. These rights encompass the right to life, right to liberty and security, right to a fair trial and right to freedom from torture and ill treatment embodied only in principle within national laws and regulations. The legislative implementation prompts an active debate as to whether a person with intellectual disability and mental illness has the normal minimum culpability required for criminal liability. Challenges arise even more so in the extent of their ability to a defence by means of their inherent right to the fair trial standards. The thesis has produced a round of critiques which concludes individual objectives in institutions mandated in each stages of the criminal justice system. To provide different perspectives, it compares judicial decisions in India, United States of America and Malawi identifying the insanity defence. In addition, the research made two case studies comparing the circumstances of a person diagnosed with mental illness prior to and after conviction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Maulida Haekal Sani
"Relevansi hukuman mati masih menjadi pertanyaan besar dan masih menjadi kontroversi hingga saat ini, perkara ini memiliki pendukung dan penentang baik di kalangan ahli hukum pidana maupun para pendukung Hak Asasi Manusia dengan argumentasinya masing-masing. Tugas karya akhir ilmiah ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan membahas konsep kekuasaan yang digagas Michel Foucault. Bagaimana kekuasaan bekerja dalam masyarakat, keterikatan antara relasi kuasa dan hukuman. Menganalisis proses evolusi terjadinya penghukuman hingga sampai pada penghukuman mati. Proses kognisi manusia menciptakan hukum melalui pelaksanaan hukuman, hingga sampai pada kesimpulan non-hukuman mati. Hukuman mati tidak memperkecil efek kriminalitas di masyarakat. Negara tidak layak dan tidak berhak untuk menghukum mati seseorang, hukuman seharusnya tidak menggunakan penderitaan sebagai tujuan sosial. Sebaliknya, hukuman seharusnya sebagai cara untuk memberi manfaat bagi mereka yang mengalaminya, sebagai cara untuk membantunya memperoleh pengetahuan moral.

The relevance of the death penalty is still a big question and is still controversial to this day, this case has supporters and opponents from both criminal law experts and human rights advocates with their respective arguments. This scientific final project uses descriptive analysis method by discussing the concept of power which was initiated by Michel Foucault. How power works in society, the relationship between power relations and punishment. Analyzing the evolutionary process of punishment to the death penalty. The process of human cognition creates law through the implementation of punishment, until it comes to a non-death penalty. The death penalty does not reduce the effect of crime on society. The state does not deserve and does not have the right to sentence someone to death, punishment must not use suffering as a social goal. Rather, punishment should be a way to benefit those who experience it, as a way to help them acquire moral knowledge."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Wilayah Indonesia yang luas terdiri dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan jumlah populasi Indonesia yang besar sekitar 250 juta orang, bagi para pengedar narkorba adalah pasar yang luar biasa menjajikan. Selain itu posisi strategi Indonesia yang diapit oleh 2 benua dan 2 samudera merupakan pasar yang menjajikan bagi peredaran narkorba. Filosofi hukuman mati pada pelaku kejahatan perdagangan narkotika perlu diterapkan untuk memberikan efek psikologis kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana narkotika. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan dengan exremely grave conserguences, akibat buruk yang dahsyat. Hukuman mati merupakan salah satu bentuk hukuman (pidana) terberat yang diberikan kepada pelaku tindak pidana dan dijatuhkan terhadap mereka yang telah melakukan tindakan pidana yang amat berat. Adanya ancaman hukuman mati terhadap tindak pidana menimbulkan efek jera bagi orang lain serta memberikan ketenangan terhadap korban ataupun keluarga korban"
JIP 1:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Death sentence is one of some main criminal sentences regulated in article 10 of penal code and President Decree No.2 of 1969 on process of execution of death sentence. Death sentence regulated in Penal code is the hardest compared with other main sentences. But in the draft of National penal code, death sentences is excluded from the group of main sentences, and regulated in a special paragraph as a specific penalty."
JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pensra
"Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri.
Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah :
- Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila.
Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia

The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system.
The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth.
The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally.
The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, A. R Adelany
2001
S3041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Nelvita
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015
364.66 NEL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dwiranti Azzahra
"Tulisan ini membahas tentang penerapan prinsip fair trial terhadap kasus terpidana hukuman mati kejahatan narkotika. Studi ini melakukan analisis data sekunder dari 10 kasus terpidana hukuman mati narkotika. Analisis dilakukan dengan sistem coding yang memperlihatkan variabel demografi pelaku dan penerapan prinsip fair trial dalam setiap kasus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa prinsip fair trial yang dilanggar pada kasus terpidana hukuman mati narkotika, diantaranya: (1) hak atas kedudukan yang sama di hadapan hukum; (2) hak atas waktu dan fasilitas memadai untuk mempersiapkan pembelaan; (3) hak untuk dianggap tidak bersalah sebelum dibuktikan oleh hukum; (4) hak untuk membela diri secara langsung atau melalui pembela yang dipilih sendiri; (5) hak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan atau dipaksa mengaku bersalah; (6) hak untuk memeriksa saksi-saksi yang memberatkan ataupun meringankan; (7) hak untuk diberitahukan secepatnya dan secara rinci tentang sifat dan alasan tuduhan; (8) hak atas bantuan secara cuma-cuma dari penerjemah; dan (9) hak untuk diadili tanpa penundaan. Temuan ini mencerminkan bahwa sistem peradilan pidana bukan hanya tidak berkeadilan, akan tetapi melakukan bentuk pembiaran terhadap praktik pelanggaran hak asasi manusia secara berulang yang merupakan state crime.

This paper discusses the implementation of the fair trial principle in the case of people that faced the death penalty for drugs crimes. This study analyzes 10 cases of people who are sentenced to be executed for drugs crimes. The analysis is made with coding system that shows the demographic variables of the convicted person and the implementation of the fair trial principles in each case. The results of this study found that the fair trial principles were violated in the case of people who faced the death penalty for drugs crimes, including: (1) equality before the law; (2) the right to have reasonable time and facilities to prepare a proper defense; (3) the right to be presumed innocent until proven guilty by law; (4) the right to defend themselves directly or through a chosen defense counsel; (5) the right not to be forced to give incriminating testimony or to plead guilty; (6) the right to examine both incriminating and mitigating witnesses; (7) the right to be informed promptly and in detail of the charges; (8) the right to the free assistance of an interpreter; and (9) the right to receive adequate trial without delays. This findings reflects that the criminal justice system is not only unfair, but has also neglected the practice of repetitive human rights violations that are referred as state crimes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>