Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP013
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 1999
910SINP032
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
"This essay is a research on President SBY's policy on acceleration of development in the provinces of Papua and West Papua as stated in Presidential regulation No. 66/2011, which regulated the existence and function of the unit for acceleration of development in Papua and West Papua (UP4B), and its implementation and further follow-up. The qualitative method reveals in its conclusions that amid complex-problems the provinces facing, working contributions of UP4B has been seen in the both provinces, particularly by native Papuan in the last two years of its existence. This essay recommends that UP4B should be further supported, especially in its role in giving assistances and capacity building in helping the provinces in forming clean, transparent, and accountable governance."
POL 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Saparni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peran kepemimpinan Majelis Rakyat Papua MRP Provinsi Papua Barat dalam penyelesaian konflik di Papua Barat sepanjang tahun 2011 sampai 2016. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, MRP Papua Barat memiliki peran dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Papua Barat diantaranya konflik hak ulayat tanah adat Marga Anny, Konflik Ibukota Kabupaten Maybrat, kasus LNG Tangguh dan kasus Genting Oil. Kedua, MRP memiliki kendala dalam penyelesaian konflik diantaranya; belum ada Perdasus mengenai dana bagi hasil pengelolaan SDA, Belum ada Perdasus mengenai jaminan iklim investasi, dan terbatasnya kewenangan Majelis Rakyat Papua.

ABSTRACT
This Thesis discuss about The Role Of Papuan People rsquo s Assembly Of West Papua Province In The Context Of Conflict Resolution In West Papua Period 2011 2016. This research using descriptive method with qualitative approach. The conclusions are. Firstly, MRP West Papua had a role to settle up the problems in West Papua including Anny rsquo s customary land, Genting Oil and many more. Secondly, MRP had an obstacles to finish the conflict, there is no Perdasus to regulate investmenst in West Papua and limitary of authority of MRP to solve the conflicts."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assyifa Gita Firdaus
"Indonesia adalah negara endemisitas filariasis yang tinggi (13.032 kasus pada tahun 2015) dan Papua Barat adalah provinsi tertinggi ketiga dengan filariasis (1.244 kasus). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat global yang harus dihilangkan melalui pemberian obat massal (MDA) dengan memberikan diethylcarbamazine citrate (DEC) dan albendazole, dosis tunggal, setahun sekali dalam lima tahun berturut-turut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi cakupan MDA di Papua Barat pada 2015 dan untuk menganalisis hubungan antara tingkat endemisitas filariasis dan cakupan MDA. Sebuah studi cross-sectional dilakukan dengan menggunakan data peserta MDA yang telah direkam oleh Dinas Kesehatan Papua Barat (total sampling) pada tahun 2015. Data tersebut mencakup jumlah total populasi yang mengonsumsi obat MDA, populasi target dan total populasi di setiap kabupaten Papua Barat. Target cakupan MDA yang ditentukan oleh WHO adalah> 65% dari total populasi dan> 85% dari populasi yang ditargetkan. Hasil menunjukkan bahwa cakupan MDA di Papua Barat pada 2015 per total populasi adalah 35% dan per populasi target adalah 45,2%, tidak mencapai target WHO. Tingkat endemisitas filariasis dikaitkan dengan cakupan MDA; per total populasi (chi-square p <0,001) dan per populasi yang ditargetkan (chi-square p <0,001). Area dengan tingkat endemisitas filariasis yang lebih rendah memiliki persentase cakupan MDA yang lebih rendah daripada area dengan tingkat endemisitas filariasis yang lebih tinggi.

Indonesia is a country of high filariasis endemicity (13,032 cases in 2015) and West Papua is the third highest province with filariasis (1,244 cases). The World Health Organization (WHO) states filariasis as a global public health problem that must be eliminated through mass drug administration (MDA) by giving diethylcarbamazine citrate (DEC) and albendazole, a single dose, once a year in five consecutive years. This study aims to evaluate the scope of MDA in West Papua in 2015 and to analyze the relationship between the degree of endemicity of filariasis and MDA coverage. A cross-sectional study was conducted using MDA participant data that was recorded by the West Papua Health Office (total sampling) in 2015. The data includes the total population taking MDA drugs, the target population and the total population in each district of West Papua. The MDA coverage target determined by WHO is> 65% of the total population and> 85% of the targeted population. The results show that MDA coverage in West Papua in 2015 per total population was 35% and per target population was 45.2%, not reaching the WHO target. The degree of filariasis endemicity is associated with MDA coverage; per total population (chi-square p <0.001) and per targeted population (chi-square p <0.001). Areas with lower levels of filariasis endemicity have lower MDA coverage percentages than areas with higher levels of filariasis endemicity."
Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chinta Novianti Mufara
"Provinsi Papua Barat menempati urutan ketiga kasus tertinggi malaria di Indonesia. Jumlah kasus malaria positif malaria tahun 2020 berjumlah 254.050 kasus, yang meningkat pada tahun 2021 dengan 304.607 kasus. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya malaria seperti sosio demografi, factor lingkungan, maupun perilaku individu dalam pencegahan penularan penyakit malaria. Penelitian ini bertujuan untuk menilai determinan kejadian malaria di Provinsi Papua Barat, menggunakan sumber data Riskesdas Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan uji statistik cox regresi terhadap 2.602 sampel di provinsi Papua Barat, dengan signifikansi statistik berdasarkan interval kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria di Provinsi Papua Barat sebesar 37,2%. Proporsi kejadian malaria paling banyak pada laki-laki 42,5%, usia ³ 5 tahun 37,4%, pendidikan terakhir £SMP/SLTP 37,5%, pekerjaan tidak berisiko 37,8%, tidak tidur menggunakan kelambu berinsektisida 41,2%, tidak menggunakan repelen, tidak menggunakan obat nyamuk 38,0%, menggunakan kasa pada ventilasi rumah 42,7%, memusnahkan barang-barang bekas berwadah 39,5%, tinggal di daerah perkotaan 46,5%, jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan masak, kebersihan pribadi dan mencuci yang tidak berisiko 38,3% dan jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan minum yang tidak berisiko 38,7%. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (PR 1,295; 95% CI 1,141-1,469) dan tipe daerah (PR 0,746; 95% CI 0,650-0,855). Serta faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria yaitu tidur menggunakan kelambu berinsektisida PR 1,102;95% CI 0,965-1,258). Faktor jenis kelamin menjadi faktor yang paling mempengaruhi kejadian malaria yang memberikan resiko sebesar 1,295 terjadinya malaria pada laki-laki dibandingkan pada perempuan setelah dikontrol oleh faktor tipe daerah dan tidur menggunakan kelambu berinsektisida. Perlunya promosi, edukasi dan monitoring evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida terutama pada masyarakat perkotaan dan kelompok berisiko (laki-laki)

West Papua Province ranks third in the highest cases of malaria in Indonesia. The number of positive malaria cases in 2020 totaled 254,050 cases, which increased in 2021 with 304,607 cases. There are several risk factors for the occurrence of malaria such as socio-demographic, environmental factors, and individual behavior in preventing the transmission of malaria. This study aims to assess the determinants of malaria incidence in West Papua Province, using the 2018 West Papua Province Riskesdas data source with a cross-sectional study design. This study used the cox regression statistical test on 2,602 samples in the province of West Papua, with statistical significance based on 95% confidence intervals. The results showed that the prevalence of malaria in West Papua Province was 37.2%. the highest proportion of malaria incidence was in males 42.5%, age ³ 5 tahun 37.4%, last education £ SMP/SLTP 37.5%, work not at risk 37.8%, did not sleep using insecticide treated nets 41.2 %, not using repellents, not using mosquito coils 38.0%, using gauze on house ventilation 42.7%, destroying used containerized 39.5%, living in urban areas 46.5%, the type of main water facility used used for cooking, personal hygiene and washing purposes which were not at risk 38.3% and the type of main water facility used for drinking purposes which was not at risk 38.7%. The results showed that there was a significant relationship between gender (PR 1.295; 95% CI 1.141-1.469) and area type (PR 0.746; 95% CI 0.650-0.855). As well as factors that are considered related to the incidence of malaria, namely sleeping using insecticide-treated nets PR 1.102; 95% CI 0.965-1.258). The gender factor is the factor that most influences the incidence of malaria which gives a risk of 1.295 for the occurrence of malaria in men compared to women after controlling for the type of area and sleeping using insecticide-treated mosquito nets. It is necessary to promotion, education, monitoring and evalution of the use of insecticide-treated nets, especially in urban communities and at risk group (men)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Distrik adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Papua dan Papua Barat, dibawah kabupaten/kota. Istilah distrik menggantikan kecamatan yang sebelumnya digunakan seperti halnya di provinsi-provinsi lain di Indonesia. Penetapan ini adalah menyusul diterapkannya UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua."
321 KYBER 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya temuan indikasi mineral radioaktif berupa anomali laju dosis radiasi bernilai relatif tinggi. Hipotesis yang mendasari keberadaan laju dosis radiasi tinggi adalah pengendapan uranium yang berasal dari batuan basal Formasi Auwea, pengkayaan uranium yang berasal dari batugamping pada tanah permukaan, dan pengendapan uranium yang berasal dari penggunaan pupuk pertanian. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan dari beberapa hipotesis tersebut. Metode penelitian yang diterapkan adalah pemetaan geologi, pengukuran radiometri, kadar uranium (U), thorium (Th), dan potassium (K) di lapangan dengan menggunakan RS 125 untuk mengetahui kadar unsur secara insitu, pengukuran radiometri pupuk tanaman, pengambilan contoh, dan analisis kadar unsur di laboratorium. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi data survei diketahui bahwa di daerah sekitar Maryendi, Darmapis, dan Denafi, terindikasi adanya zona anomali uranium (U) yang dicirikan oleh keberadaan tanah berwarna coklat tua ? coklat kemerahan, dengan nilai dosis radiasi 1,9 sampai 4.032,3 nSv/jam dan kadar uranium (U) berkisar antara 20,27 ? 325 ppm eU. Berdasarkan hasil analisis batuan sumber uranium, disimpulkan batu gamping merupakan batuan sumber uranium di lokasi penelitian. Hasil pengamatan lapangan terhadap pupuk dan batuan basal Formasi Auwea tidak ditemukan anomali yang dapat mengindikasikan material/batuan tersebut bertindak sebagai sumber uranium."
EKSPLOR 35:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sunarjanto
"ABSTRAK
Karya Tulis Ilmiah ini meneliti dampak positip ekonomi sebagai upaya melestarikan manfaat ekonomi dan lingkungan di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Menggunakan pendekatan analisis tekno-ekonomi sektor hulu dan hilir migas, serta dengan analisis dampak ekonomi periode 2017-2035. Hasil inventarisasi data menunjukkan bahwa kebutuhan gas bumi untuk industri petrokimia dari Blok Tangguh dan Blok Kasuri di Teluk Bintuni sebesar 180 MMSCFD, total investasi yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 20,5 triliun. Data rencana pengembangan (POD) Lapangan Tangguh dan Kasuri menunjukkan investasi akan berakhir pada tahun 2027. Analisis dampak positip ekonomi berdasarkan pada data pendapatan bruto, pendapatan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Papua Barat yang rata-rata mencapai puncaknya tahun 2027 dan mulai menurun pada tahun 2028. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan produksi gas menjadi faktor yang mempengaruhi pola dampak perekonomian Teluk Bintuni. Dampak positip lingkungan adalah termanfaatkannya cadangan gas bumi ramah lingkungan sebagai subtitusi minyak bumi. Sumberdaya gas bumi termasuk dalam sumberdaya tidak terbarukan, maka sebagai upaya menghindari kutukan sumberdaya (resource curse) sekaligus menjaga stabilitas ekonomi dan lingkungan, direkomendasikan agar dikembangkan sektor lainnya bersama industri migas dengan memperhatikan kearifan local Teluk Bintuni. Sektor prioritas terpilih meliputi sektor ESDM (pertambangan, kelistrikan, energi baru terbarukan), sektor pertanian, kelautan dan perikanan, pariwisata, kehutanan dan sektor perindustrian. Pengembangan sector prioritas dilakukan bertahap sejak produksi energi gas Tahun 2019. Implementasi kajian manfaat ekonomi dan lingkungan di setiap wilayah kerja migas menunjukkan salah satu solusi pengembangan berkelanjutan (sustainable development)."
Jakarta: Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS", 2017
665 LPL 51:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Kusdinar
"Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik RUPTL PT PLN Persero tahun 2017-2026 merencanakan pembangunan pembangkit listrik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat adalah sebesar 1076 MW. Sebagian besar 976 MW dari pembangkit listrik tersebut adalah berbahan bakar gas yang pada tahap pertama akan dibangun terlebih dahulu pada 5 lokasi yaitu di Sorong, Manokwari, Biak, Nabire dan Jayapura dengan total kapasitas sebesar 385 MW. Gas yang akan digunakan untuk pembangkit tersebut adalah berasal dari lapangan BP Tangguh di selat Bintuni dalam bentuk cair LNG yang akan diangkut dengan menggunakan kapal ke setiap lokasi pembangkit.Untuk memperoleh biaya transportasi yang paling efisien maka dilakukankajian dan simulasi roundtripterhadap skema transportasi secara point to point, hub and spoke dan milk run.Berdasarkan hasil simulasi dan perhitungan terhadap skema transportasi LNG pada masing-masing lokasi pembangkitberdasarkan cafacity factor sebesar 0,6 maka diperoleh hasil bahwa yang paling efisien adalah dengan skema transportasi Milk-Run yaitu dengan menggunakan kapal LNG carrier dengan ukuran 25.000 m3 dengan durasi roundtrip selama 9 hari dan biaya transportasi sebesar 1.69 USD/MMSCF. Kapasitas storage pada masing-masing lokasi pembangkit adalah 12.500 m3 untuk lokasi Sorong, 6000 m3 untuk lokasi Manokwari, 5000 m3 untuk lokasi Nabire, 3500 m3untuk lokasi Biak serta15000 m3 untuk lokasi Jayapura. Sedangakan dengan skema transportasi point to point diperoleh biaya transportasi secara kumulatif sebesar 2.37 USD/MMSCF dan dengan skema transportasi Hub and Spoke diperoleh biaya sebesar 2.57 USD/MMSCF.

General Plan of Electric Power Supply RUPTL PT PLN Persero years 2017 2026 planned to build power plant in Papua Province and West Papua Province amounted to 1076 MW. Most of the power plants 976 MW are gas fired which will be built first in 5 locations in Sorong, Manokwari, Biak, Nabire and Jayapura with total capacity of 385 MW. The gas to be used for the plant is from the BP Tangguh field in the Bintuni Strait in liquid form LNG which will be transported by ship to the location of each plant. To obtain the most efficient transportation cost, a roundtrip review and simulation of transportation scheme is done on point to point scheme, hub and spoke and milk run.Based on simulation result and calculation of LNG transport scheme at each plant location based on cafacity factor of 0.6, it is obtained that the most efficient is with Milk Run transportation scheme that is by using LNG carrier ship with size 25.000 m3 with roundtrip duration during 9 days and transportation cost of 1.69 USD MMSCF. Storage capacity at each plant site is 12,500 m3 for Sorong location, 6,000 m3 for Manokwari location, 5,000 m3 for Nabire, 3,500 m3 for Biak location and 15,000 m3 for Jayapura location. While with the point to point transportation scheme, the cumulative transportation cost of 2.37 USD MMSCF and with the Hub and Spoke transportation scheme is 2.57 USD MMSCF."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>