Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: P3DI DPR RI, 2008
327.1 HUB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: P3DI Setjen DPR RI, 2008
320.12 HUB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Informasi, Dewan Perwakilan Rakyat, Republik Indonesia, 2008
327 NAI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"East Timor's independence gave a direct impact on border management with Indonesia, which has significant political and legal political aspects, not only in term of securiy but also to interest to make the border as the front yard of the country...."
KAJ 13(3-4) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur banyak menyimpan kekayaan alam seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan pariwisata. Namun, pemanfaatan potensi daerah ini oleh masyarakat belum optimal. Hal ini disebabkan oleh masyarakat tidak memiliki keterampilan, pengalaman, pengetahuan, dan motivasi dalam menggali potensi daerah. Keadaan ini sudah lama terjadi tetapi belum ada usaha baik secara pribadi masyarakat, maupun pemerintah untuk mengubah pola perilaku tersebut. Peran serta masyarakat dalam bidang keamanan dapat digalakkan melalui babinsa dan linmas di setiap desa dan masih berjalannya sistem keamanan lingkungan (siskamling) pada tiap pemukiman di daerah perbatasan Atambua dan Timor Leste.
"
JSIO 13:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
341.42 MAS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Aesthetica
"Suatu prinsip yang dikenal oleh masyarakat internasional dalam penyelesaian sengketa adalah prinsip penyelesaian secara damai, yang dituangkan dalam Pasal 1 Konvensi Den Haag Tahun 1907. Prinsip penyelesaian sengketa secara damai kerap menemui masalah ketika akan diterapkan untuk menyelesaikan persengketaan, terutama mengenai masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang dewasa ini telah berkembang menjadi hal yang sangat penting dalam dunia internasional. Faktor tersulit dalam penegakan HAM berasal dari adanya kesulitan dalam mempersepsikan HAM itu sendiri dan terdapatnya hal-hal yang dapat menghambat penegakan HAM di dalam suatu negara, seperti adanya prinsip kedaulatan dan prinsip non-intervensi. Dewasa ini penegakan HAM sudah dianggap menjadi masalah internasional dan menjadi tanggung jawab internasional, oleh karena itu suatu negara tidak dapat lagi mengklaim bahwa masalah pelanggaran HAM di wilayahnya semata-mata merupakan yurisdiksi domestiknya. Salah satu kasus yang mencolok di Indonesia adalah rangkaian pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur pada masa sebelum dan setelah pelaksanaan Jajak Pendapat pada tahun 1999 untuk menentukan status wilayah Timor Timur. Kasus ini menjadi sorotan publik dan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan ini dilakukan. Telah dicoba penyelesaian melalui Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, akan tetapi masalah ini tak kunjung selesai. Pada tahun 2004 Indonesia dan Portugal menyetujui untuk memulai usaha bilateral dalam bentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Secara garis besar, Komisi ini berfungsi mewujudkan rekonsiliasi melalui pengungkapan fakta kebenaran mengenai pelanggaran HAM yang dilaporkan, mengeluarkan laporan yang meluruskan persepsi mengenai catatan sejarah bersama dari pelanggaran HAM yang dilaporkan terjadi pada masa itu, serta merumuskan cara-cara dan rekomendasi langkah-langkah untuk dapat menyembuhkan luka lama terkait kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut. Apabila dibandingkan dengan Komisi-komisi sebelumnya, yaitu KPP-HAM yang lebih mengutamakan penuntutan melalui persidangan dan KKR yang tidak sukses menjalankan proses rekonsiliasi setelah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR dinyatakan tidak berkekuatan hukum melalui judicial review oleh Mahkamah Konstitusi, KKP dapat dikatakan cukup berhasil menerapkan prinsip penyelesaian sengketa secara damai terkait pelanggaran HAM.

Among the common principles in settlement of international disputes known to the international public is the principle pacific settlement of disputes, which can be found in Article 1 of 1907 Hague Convention. The principle of pacific settlement of disputes often becomes troublesome in its application, particularly regarding cases of violations of human rights. The hardest factor in the enforcement of human rights comes from difficulties in recognizing the perception of human rights itself and other things that could hamper the enforcement of human rights in a country, like the principle of sovereignty and the principle of non-intervention. Lately, the enforcement of human rights has been regarded as an international importance and has become an international responsibility. Hence, countries can no longer claim that a matter of human rights violation lies solely within its domestic jurisdiction. One of the key cases in Indonesia is the series of human rights violations that happened in East Timor during and after the public consultation held in 1999 to determine the status of the region. The case came under the public spotlight and there had been many attempts to settle the dispute as soon as possible. There have been attempts of dispute settlement through an ad hoc human rights trial body and through Commission of Truth and Reconciliation, but both attempts did not succeed. In 2004, Indonesia and Timor Leste agreed upon starting a bilateral attempt in the form of the Commission Of Truth And Friendship. In a glance, the Commission strived to promote reconciliation through the establishment of a report to clear up the misperceptions concerning the history of the violations of the human rights that had happened in the past, also to formulate ways and recommend steps to be taken in order to heal the wounds of the past, regarding the said violations of human rights. In comparison to previous Commissions, namely KPP-HAM which strived for prosecution through trial and KKR which failed to carry out its mandates, after Law Number 27 of 2004 regarding KKR was deemed no longer valid after a verdict by the Constitutional Court. CTF has been thought to be quite successful in applying the principle of pacific settlement of disputes in regard of violations of human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26247
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Quamila
"Wilayah perbatasan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga strategi pembangunan juga berbeda. Banyak fakta menunjukkan bahwa daerah perbatasan cenderung tertinggal, miskin dan memiliki keterbatasan akses maupun pelayanan publik. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi permasalahan utama apa saja yang dihadapi di perbatasan darat Indonesia. Berdasarkan identifikasi tersebut dapat ditentukan prioritas strategi kebijakan pembangunan ekonomi yang mampu mengatasinya.
Penulis menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan, khususnya kemiskinan menjadi permasalahan utama perbatasan darat Indonesia. Oleh karenanya kebijakan diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan perbatasan Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa membangun pusat pertumbuhan sebagai strategi kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pemerintah pusat dianggap sebagai yang paling penting perannya dalam pembangunan kesejahteraan perbatasan darat Indonesia. Ada sedikit perbedaan persepsi antara responden pemerintah dengan non pemerintah. Responden pemerintah lebih memprioritaskan pertahanan dan keamanan karena kesejahteraan merupakan alat dalam pertahanan dan keamanan, jika masyarakat sejahtera dengan sendirinya mempunyai rasa kepedulian dan nasionalisme untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan responden non pemerintah memprioritaskan pemerataan karena berpendapat bahwa dengan didukung oleh infrastruktur yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi permasalahan kemiskinan.

The border regions have different characteristics so that development strategies are also different. Many facts show that the border regions are likely under develop, poor and have limited access to public services. This research tries to identify any major issued faced in the land border of Indonesia. Based on the identification, it can be determined the priority of economic development policy strategy that will able to overcome the issues.
The author uses AHP (Analytical Hierarchy Process) to answer question from the proposed research. The result showed that the welfare issue, particularly poverty is the main problem (issue) in the land border of Indonesia. Therefore, policies is aimed at improving that Indonesia border?s welfare. This study also shows that developing growth pole as the policies strategy to overcome the problems (issue).
The central government is considered as the most important institution in developing welfare of the land border of Indonesia. There are slight difference in perception between government and non-government respondents. Government respondents most likely have defense and security as priority because welfare is an instrument in defense and security. If the public can be prosperous by itself, have a sense of awareness and nasionalism to maintain the sovereignty of the Indonesia Republic. While non-government prioritize equalization because they found to be supported by good infrastructure can improve the well-being and reduce poverty issues."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T42796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>