Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP019
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Avi Harnowo
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T39400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bazis Provinsi DKI Jakarta, 2006
297.33 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Gerak mobilitas penduduk dari suatu daerah ke daerah lain timbul akibat
adanya perbedaan antar dua atau lebih propinsi yang terjadi secara alami
maupun karena aktivitas manusia seperti lingkungan alam, sosial, kemajuan
ekonomi, tingkat kesejahteraan, keamanan dan sebagainya. Sejak masa
Kemerdekaan hingga tahun 2005, DKI Jakarta merupakan merupakan daerah
penerima migran masuk terbesar di Indonesia. Daya tarik DKI Jakarta sebagai
tujuan migrasi tidak terlepas dari faktor sosial ekonomi Berkaitan dengan hal
tersebut, maka permasalahan yang dikemukakan adalah kecenderungan migrasi
masuk ke Provinsi DKI Jakarta dilihat dari faktor pendorong daerah asal. Metode
yang digunakan adalah analisis spasial dengan membuat peta tiap variabel
kemudian mengkorelasi informasi pada peta arus migrasi. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa presentase individu cenderung tinggi menuju Provinsi DKI
Jakarta terlihat pada daerah asal yang memiliki memiliki jarak yang semakin dekat,
kepadatan penduduk tinggi, kepadatan penduduk petani tinggi, kesempatan kerja
rendah, tingkat pengangguran rendah, tingkat industrialisasi rendah dan PDRB Per
Kapita rendah. Selain itu juga memperlihatkan lebih tingginya penduduk
perempuan yang melakukan migrasi.
Kata Kunci : migrasi, jarak, faktor pendorong.
Ix+66 halaman;3 gambar;6 grafik;8 peta;13 tabel;11 lampiran
Bibliografi :29 ( 1981-2006)"
Universitas Indonesia, 2007
S34026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Bayangkara
"Akuntabilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir selalu menjadi sorotan publik setiap tahunnya, sehubungan dengan semakin meningkatnya luas daerah yang terkena banjir, lama surutnya banjir, dan meningkatnya kerugian yang diakibatkan banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir dan menjelaskan kendala Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta, dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi dan wawancara dengan informan yang mungkin di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai dari hierarki terendah sampai dengan yang tertinggi.
Basis teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan publik. Salah satu pilihan kebijakan publik adalah kebijakan perkotaan yang terkait dengan kebijakan pelayanan lingkungan dalam hal proteksi publik dan lingkungan, seperti kebijakan pengendalian banjir. Upaya untuk pengendalian banjir telah banyak dilakukan, tetapi kejadian banjir tetap terulang dan cenderung semakin meningkat. Nampaknya masalah pengendalian banjir tidak cukup hanya diatasi dengan pendekatan teknologi, tetapi diperlukan juga pendekatan pendekatan kelembagaan.
Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang sangat terkait dengan organisasi publik di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta tanggungjawabnya atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu mengukur kinerja organisasi publik sangat diperlukan, agar dapat diketahui sampai dimana tingkat kinerjanya. Dengan demikian, mengetahui informasi mengenai kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, menjadi hal yang sangat penting untuk dilihat tingkat akuntabilitasnya.
Dalam penelitian ini, akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir yang akan diukur, adalah : 1) akuntabilitas aturan main; 2) akuntabilitas struktur dan proses; 3) akuntabilitas prasarana dan sarana; dan 4) akuntabilitas anggaran. Berdasarkan hal tersebut, akan diklasifikasikan kinerja akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, apakah termasuk dalam klasifikasi : sangat baik; baik; cukup; atau kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas melaksanakan aturan main cenderung kurang, karena 13 sungai yang melintasi dan dominan menyebabkan banjir di Jakarta, menurut Pemprov DKI Jakarta bukan merupakan tanggungjawabnya, sehingga persepsi Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir, cenderung hanya sebatas membantu Pemerintah Pusat.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas stuktur dan proses cenderung baik, karena sudah memiliki : 1) aturan dan prosedur yang jelas dalam bentuk tertulis; 2) tingkatan yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan dalam pengendalian banjir; dan 3) bagian yang secara khusus diandalkan untuk melaksanakan pengendalian dan penanggulangan banjir.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas prasarana dan sarana pengendali banjir cenderung kurang, karena prasarana dan sarana dalarn pengendalian banjir yang ada, sudah tidak sesuai lagi dengan debit banjir rencana periode ulang 25 tahunan yang ditetapkan. Sementara, bencana banjir pada tahun 2002, termasuk dalam kategori kejadian banjir yang hanya dapat diantisipasi dengan debit banjir rencana untuk periode ulang 50 tahunan. Di samping itu, prasarana dan sarana penunjang untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya juga sudah banyak yang tua/lama.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatan pengendalian banjir cenderung kurang, karena alokasi anggaran yang disediakan setiap tahunnya belum mencerminkan outcome yang dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Sementara, kejadian banjir di masa mendatang diperkirakan akan cenderung terjadi dalam waktu yang lebih rapat dan lebih besar lagi.
Dengan demikian, rekomendasi dan saran yang dapat penulis sampaikan adalah kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir perlu dipertajam lagi, mengingat akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta cenderung baik hanya dari aspek memiliki struktur dan proses untuk melaksanakan kebijakan pengendalian banjir dan penanggulangannya. Sementara di dalam pelaksanaan aturan main, penyediaan prasarana dan sarana, serta besarnya alokasi anggaran untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya, cenderung kurang. Hal itu berarti Pemprov DKI Jakarta hares : 1) memperbaiki aturan main yang ada, khususnya di dalam menegaskan batas kewenangan wilayah 13 sungai yang melintasi Jakarta; 2) meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana pengendali banjir dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu, berbagai program dan kegiatan yang selama ini cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat teknis, maka harus dikombinasikan dengan pendekatan non-teknis di dalam pengendalian banjir dan penanggulangannya; 3) memiliki alokasi anggaran yang lebih mencerminkan outcome untuk mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya, sehingga menjadi lebih proporsional, dan sesuai dengan nilai aset yang akan dilindungi dari ancaman bahaya banjir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Oberlin
"Selama periode 1988-2003 output perekonomian DKI Jakarta dihitung berdasarkan produk domestik regional bruto riil (PDRBR) tahun dasar 1993, meningkat dua kali lipat. Bahkan jika tidak terjadi krisis ekonomi yang mulai terasa sejak tahun 1998, PDRBR DKI Jakarta tahun 2003 mencapai tiga kali lipat dari tahun 1988.
Membesarnya output perekonomian, yang juga disertai perubahan struktur produksi, telah meningkatkan transaksi atau proses tukar-menukar antar para pelaku ekonomi. Secara teoritis, tujuan transaksi tersebut adalah tercapainya kondisi optimal para pelaku ekonomi. Kondisi optimal yang dimaksud adalah efisiensi Pareto dimana para pelaku ekonomi telah mencapai kondisi keseimbangan. Produsen mencapai laba maksimum dan konsumen mencapai kepuasaan maksimum. Keseimbangan ini sekaligus merupakan kondisi efisien. Namun kondisi efisien Pareto baru akan tercapai jika struktur pasar, output maupun faktor produksi adalah persaingan sempurna (perfect competition). Dalam model tersebut diasumsikan: produk dan faktor produksi adalah homogen, penjual dan pembeli begitu banyak sehingga secara individu tidak mampu mempengaruhi harga pasar, barang dan jasa yang dipertukarkan adalah barang privat yang sifat konsumsinya rival dan eksklusif. Asumsi-asumsi inilah yang memungkinkan para pelaku ekonomi mengalokasikan sumberdaya ekonomi yang dimilikinya secara efisien.
Sayangnya asumsi-asumsi pasar persaingan sempurna tersebut di atas, tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Misalnya, ternyata produk barang/jasa, maupun faktor tidak homogen, informasi tidak sempurna dan tidak semua barang/jasa yang diproduksi tidak semuanya merupakan barang privat. Ketidakidealan asumsi-asumsi tersebut menyebabkan pasar tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai alat alokasi yang efisien. Dalam arti produksi secara ekonomi terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Salah satu bukti dari kegagalan pasar dalam kehidupan sehari-hari adalah keluhan konsumen, tentang kualitas barang/jasa yang dijual dan keakuratan pengukurannya. Seringkali terjadi berat, panjang ataupun volume barang/jasa yang dibeli konsumen kurang dari yang seharusnya. Hal itu bisa saja disebabkan oleh kesengajaan penjual dan atau rendahnya kualitas alat ukur yang dipergunakan. Apapun faktor penyebabnya, ketidakakuratan alat ukur yang dipergunakan, menyebabkan kerugian bagi konsumen. Sebab dengan anggaran tertentu, tingkat kepuasan yang terjangkau akibat ketidakakuratan pengukuran, menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
Analisis dalam konteks yang lebih luas menunjukkan bahwa ketidakakuratan pengukuran, akan menghasilkan biaya ekonomi yang besar. Misalnya, dalam konteks perekonomian nasional, yang pada tahun 2003 nilai produksi barang dan jasa telah mencapai Rpl.620 triliun, setiap ketidakakuratan pengukuran 1/1000 saja akan menghasilkan kerugian uang sebesar Rpl,6 triliun. Dengan demikian kontrol yang terus menerus terhadap kualitas alat pengkuran sangat bermanfaat. Bidang teori dan praktik yang berkaitan dengan kontrol kualitas alat pengukuran yang digunakan dalam transkasi adalah metrologi. Dimana alat pengukuran tersebut, disebut sebagai alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka studi ini akan menelaah tentang pemanfaatan metrologi dalam kehidupan sehari-hari. Agar studi lebih fokus dan mendalam, maka dilakukan pembahasan studi kasus perekonomian DKI Jakarta periode 1988-2003. Pertimbangan pemilihan DKI Jakarta, adalah karena output perekonomiannya relatif besar dan menyumbangkan 16% output perekonomian nasional. Berdasarkan nilai PDRB riilnya, maka pada tahun 2003 setiap ketidakakuratan pengukuran sebesar 1/1000 saja akan menimbulkan kerugian sebesar Rp66 miliar per tahun. Dalam studi kasus ini, masalah yang dibahas adalah kelangkaan tenaga penera. Alasan pembahasannya adalah fungsi dan posisi penera sangat strategis. Merekalah yang melakukan pengujian UTTP berupa peneraan dan atau peneraan ulang. Selain itu jumlah penera yang ada terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah UTTP yang ada.
Untuk mendapatkan gambaran tentang kelangkaan tenaga penera di Jakarta, digunakan indikator rasio beban (B) yaitu perbandingan antara jumlah jam kerja yang dibutuhkan penera untuk menguji UTTP yang ada di DKI Jakarta dengan jam kerja yang dapat disediakan oleh penera. Jam kerja yang dibutuhkan penera untuk menguji UTTP yang ada disebut sebagai jam kebutuhan (D). Angka jam kebutuhan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah dan jenis UTTP yang ada dengan waktu yang dibutuhkan untuk menguji UTTP tersebut. Jam kerja yang dapat disediakan penera disebut jam kapasitas (S). Angka jam kapasitas dihitung dengan cara menghitung terlebih dahulu berapa jam kerja efektif yang dapat diberikan oleh seorang penera selama setahun kerja, dengan asumsi jam kerja sehari adalah 7 jam. Jam kerja yang dapat disediakan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam setahun adalah jam kerja setahun yang dapat disediakan oleh seorang penera dikalikan dengan jumlah penera yang ada di DKI Jakarta.
Rasio beban yang ideal (B) adalalah 1 dimana jumlah jam kebutuhan (D) sama dengan jam kapasitas (S). Hal inl bermakna seluruh UTTP yang ada dapat ditera atau ditera ulang. Tetapi jika niiai B> 1, maka jam kebutuhan lebih besar dari jam kapasitas. Dengan demikian tidak semua UTTP tidak dapat diuji. Jika nilai B makin besar maka kondisinya makin buruk, karena makin banyak UTTP yang tidak dapat ditera atau tera ulang.
Dengan menggunakan metode proyeksi sederhana, yaitu menggunakan model eksponensial maupun model ekonometrika dapat disimpulkan bahwa bila tidak dilakukan akselerasi pengadaan tenaga penera, maka sampai tahun 2010 nanti, angka rasio beban (B) masih di sekitar angka 2. Artinya jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menera dan menera ulang UTTP adalah dua kali lipat dibanding dengan jam kapasitas yang tersedia. Dengan demikian masih sangat banyak UTTP yang tidak terkontrol kualitasnya.
Berdasarkan hasil proyeksi tersebut, disimpulkan bahwa akselerasi pengadaan tenaga penera harus dilakukan. Selain itu dimasa mendatang, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian, akan makin banyak jumlah dan jenis UTTP yang harus terus ditera dan tera ulang. Lagi pula berdasarkan analisis biaya manfaatnya, ternyata pengadaan tenaga penera di provinsi DKI Jakarta, sangat layak secara ekonomis. Dengan demikian percepatan pengadaan tenaga penera, perlu segera direalisasikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T 13241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: DPRD Propinsi DKI Jakarta,
321 LEJA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Manarsar
"Di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, peran pengawasan diemban oleh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda). Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta, menyebutkan bahwa organisasi ini merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah di bidang pengawasan. Berdasarkan kedudukannnya tersebut, Bawasda memiliki tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dari tugas yang diemban inilah dapat dilihat bahwa Bawasda memiliki tugas yang strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, mengacu pada tugas yang diemban oleh Bawasda tersebut, peran organisasi yang berbentuk badan ini diharapkan dapat menjamin terwujudnya good governance pada obyek-obyek pemeriksaannya. Terkait dengan peran Bawasda Provinsi DKI Jakarta ini, diharapkan aktivitas pengawasan fungsional yang dilaksanakan organisasi ini dapat dilaksanakan secara efektif sehingga mampu memberikan kontribusi positif terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik di obyek-obyek pemeriksaannya. Namun demikian, diakui atau tidak pada kenyataannya menunjukkan bahwa kondisi fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh Bawasda Provinsi DKI Jakarta belum sepenuhnya efektif. Oleh karena itu. seirinig dengan hal tersebut penelitian ini sengaja mengangkat judul Analisis Efektivitas Pengawasan pada Badan Pengawasan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Melalui judul ini diharapkan berbagai fenomena yang terkait dengan efektivitas pemeriksaan yang terdapat di Bawasda Provinsi DKI Jakarta dapat tergambar secara komprehensif. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. yaitu untuk 1) mengetahui kondisi pelaksanaan pengawasan fungsional yang ada selama ini, 2) mendiskripsikan pola pengaruh kompetensi. motivasi pengawas dan kepemimpinan terhadap efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Bawasda Provinsi OKI Jakarta, dan 3) memformulasikan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Bawasda Provinsi DKI Jakarta di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mewujudkan beberapa tujuan ini, peneltian ini menggunakan dua teknik analisis, yaitu Teknik Rentang Kriteria dan Structural Equation Model dan dengan melibatkan 122 orang responden yang juga merupakan unsur pengawas Bawasda Provinsi DKI Jakarta. Dari hasil analisis dengan teknik analisis tersebut dapat diindikasikan bahwa kondisi efektivitas pengawasan Bawasda Provinsi DKI Jakarta belum optimal. Hal ini terjadi karena dukungan organisasi, dukungan pimpinan, pengakuan obyek pengawasan, kedudukan organisasi, kualitas pemeriksa, dan tindak lanjut hasil pengawasan belum terwujud dengan baik. Kondisi motivasi pemeriksa yang diindikasikan melalui dorongan pemeriksa untuk berprestasi, rasa tanggung jawab pemeriksa, pengakuan atasan atas hasil pemeriksaan, kondisi tempat kerja pemeriksa, dan sistem kerja menunjukkan kondisi yang masih rendah. Kondisi kompetensi pemeriksa cenderung masih belum optimal yang diindikasikan dengan rendahnya keterampilan, pengetahuan, dan perilaku pemeriksa dalam menjalankan fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawab dan tugasnya cenderung masih belum baik. Di sisi lain, aspek kepemimpinan di Bawasda Provinsi DKI Jakarta cenderung masih rendah. Rendahnya kondisi kepemimpinan ini terjadi karena pemimpin belum mampu menciptakan kondisi kerja yang kondusif, pemimpin belum mampu mempengaruhi bawahan secara optimal, adanya kecenderungan kurangnya kecakapan pemimpin di bidang tugasnya, belum terampilnya pemimpin dalam menjalankan tugas, dan kurangnya kemampuan pemimpin dalam membimbing dan memfasilitasi bawahan. Penelitian ini memberikan pola hubungan antar variabel yang dianalisis, dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung antara Kepemimpinan dan Kompetensi Pemeriksa terhadap Efektivitas Pengawasan yang dilakukan oleh Bawasda Provinsi DKI Jakarta selama Hal ini berbeda dengan dugaan awal sesuai dengan kaidah teoretis yang dibangun dalam penelitian ini. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh langsung Motivasi Pemeriksa dengan Efektivitas Pengawasan di lingkungan Bawasda Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, terdapat hubungan yang erat antara kondisi Kepemimpinan dan Kompetensi Pemeriksa dalam pelaksaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawasda Pravinsi DKI Jakarta. Selain memiliki keterkaitan, Kepemimpinan dan Kompetensi Pemeriksa ini secara signfikan memiliki pengaruh langsung terhadap kondisi Motivasi Pemeriksa dalam menjalankan fungsi pengawasan yang menjadi bidang tugasnya. Terdapat beberapa alternatif yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlunya Bawasda Provinsi DKI Jakarta untuk menstandarisasi kompetensi dan jabatan bagi para pemeriksa yang terdapat dalamnya, Selain itu, disarankan untuk membangun Sistem Operasi dan Prosedur dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dan yang terakhir adalah untuk merevitalisasi dan Reposisi Bawasda Provinsi DKI Jakarta.

In the Provincial Government of DKI Jakarta, the role of monitoring is handled by Local Surveillance Institution (Bawasda). Local Regulation of Jakarta Provincial Government number 3 year 2001 on Structural Organization and Operational Procedure of Local Service Unit and Secretariat of Local Legislative Institution explains that this unit is supporting unit of local government in monitoring. Base on its position, Bawasda has strategic function to generate good governance in the province. Relate to the role of Bawasda. it is expected that the surveillance activities can be applied effectively, hence it can give positive contribution to good governance in their monitored unit. However, the fact shows that its monitoring role is not applied effectively. For that reason, this research tries to initiate an Analysis of The Effectiveness of Local Surveillance Institution DKI Jakarta. Through this research it is expected that many practises relate to the effectiveness of auditing in Bawasda can be described comprehensively. This research has several aims, which are to 1) identify the implementation of functional monitoring of Bawasda: 2) describe pattern of the influence of competency, monitoring motivation. and leadership on the effectiveness of surveillance; 3) formulate possible efforts to increase the effectiveness of surveillance. To implement that effectiveness by analyse collected data, it uses Gap Criteria Technique and Structural Equation Model and examines 122 respondents. From the analysis it is indicated that the condition of surveillance implementation done by Bawasda have not optimized. It is caused by minimum support from the organization, the leader, the acknowledgement of monitored object, position of the organization, auditor's capacity, and the follow up of the Surveillance. In this research it is also indicated that auditor's motivation of work to perform well, his/her responsibility, appreciation, working condition, and system of work are low. Beside that the competency of the auditor has not optimized indicated by their lack of skill, knowledge, and behavior. The leadership is also not optimum and tend to be low. The low level of leadership is caused by their disability to create good and conducive working condition, direct their staff, unskilled leadership and lack of willingness to encourage staff. This research gives a pattern of relation between variables which is dynamic that shows no directive relation of leadership and auditor's competency with the effectiveness of surveillance by Bawasda. However, those two variables have significant relation with auditor's motivation of work to do their job. There are several alternatives to be suggested based on the research, which are the need of Bawasda to standardize the competency and position for auditors. Beside it is also suggested to develop procedure and operational system in the implementation of surveillance. The last is revitalization and reposition of the Bawasda itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Heryanto
Universitas Indonesia, 2008
T25266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Een Herawati
"Salah satu alternatif yang dapat dijadikan pilihan untuk pengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah. Pengelolaan aset daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dihadapkan pada dua kondisi yaitu: banyaknya aset iddle yang belum dimanfaatkan atau sudah dimanfaatkan tetapi belum berjalan dengan optimal. Aset daerah yang sudah dimanfaatkan tetapi belum berjalan secara optimal pada umumnya dikelompokkan ke dalam aset yang dipisahkan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan tujuan profit centre.
Perusahaan Daerah Pasar Jaya (PD. Pasar Jaya) merupakan salah satu BUMD yang memiliki aset besar dan memainkan peranan strategis karena terkait langsung dengan urat nadi perekonomian rakyat dan membawa dampak sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomiJakarta. PD. Pasar Jaya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinyamengemban misi komersil dalam pemupukan laba dan sosial dalam memberikanpelayanan umum kepada masyarakat.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan analisisfaktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi keadaan perusahaan,untuk mendapatkan alternatif-alternatif tindakan atau strategi dalam rangkamengoptimalkan pengelolaan aset pada Perusahaan Daerah Pasar Jaya, baik dilihat dari manfaat peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), maupun sebagaiupaya pemberdayaan pedagang yang merupakan stakeholder utama PerusahaanDaerah Pasar Jaya.

One of the alternatives that can be chosen to optimize the regional income sources is to optimize the use of regional assets. The management of regional assets in the area of DKI Jakarta?s Provincial Government is faced with two conditions, they are : many idle assets which have not been used or have been used but not yet optimized. The regional assets which have been used but not yet optimized are generally grouped into assets separated from the ones managed by the Regionally Owned Corporation (BUMD) with the objective of profit centre.
Regional Company ?Pasar Jaya? (PD. Pasar Jaya) is one of BUMD which owns large assets and plays a strategic role because it is directly connected with the people?s economic nerve and brings a very large effect towards manpower absorption also pushing the economic growth of Jakarta. PD. Pasar Jaya in implementing its main duty and function performs a commercial mission in building up profit and social in providing public service to the people. This research is an descriptive research, using the analysis factor of internal and external environment which affects the condition of the company, to achieve alternatives of action or strategies to optimize the asset management in PD Pasar Jaya, observed from the benefit of the increase in Region Actual Income (PAD) as well as an effort to endeavour the traders who are the main stakeholder of PD Pasar Jaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>