Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Syamsuddin
Jakarta: Departemen Agama RI, 2008
297.734 1 ARI j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasruddin
"ABSTRAK
Pesantren selain dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam, juga dikenal sebagai lembaga sosial keagamaan. Orientasi kemasyarakatan pesantren sudah terwujud jauh sebelum pesantren dikenal oleh banyak orang. Bentuk kegiatan kemasyarakatan tradisional yang dimaksud antara lain pelayanan pengobatan dan berbagai kegiatan berbentuk pelayanan konsultasi kerohanian yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Pelayanan kepada masyarakat tersebut pada dasarnya menunjukkan keinginan untuk mempertahankan kedudukan, tradisi, dan ciri kepribadian kyai dan Pesantren (Zeimek, 1986: 200). Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika para kyai atau pimpinan pesantren pada zaman dahulu selain menguasai ilmu-ilmu agama, juga senantiasa memperdalam pengobatan tradisional dan ilmu gaib. Latar belakang pendarong utama mengapa mereka memperdalam ilmu-ilmu tersebut didasarkan pada alasan bahwa penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut merupakan suatu kepandaian yang diperlukan untuk menjaga citra dan posisi kyai dan pesantren. Hal itu sungguh bermakna penting dalam pengembangan dakwah dan pengembangan pengikut kalangan kyai pesantren (Horikhosi, 1979.126 dalam Fakih, 1988:149). Perkembangan selanjutnya selain kegiatan yang bersifat kemasyarakatan dikembangkan, namun kerangka dasar pengembangannya tidak berubah yakni disamping untuk pengembangan dakwah Islam, juga dalam rangka memperkuat pengaruh pesantren di masyarakat (Fakih,l9BB:149).
Sejak awal berdirinya hingga kini, menurut Sartano Kartodirdjo dalam Suyoto (1978:72), pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga kependidikan saja tetapi juga merupakan lembaga yang sangat panting dalam membentuk kehidupan sosial, kultural, dan keagamaan. Oleh karena itu, pesantren dianggap sebagai alat transfer budaya yang dapat membawa santri dan masyarakat ke dalam lingkup pengaruh sumber-sumber nilai akhlak sehingga dapat dijadikan kerangka acuan bagi sikap yang ideal menurut ajaran Islam (Wirosardjono, 1988: 81).
Selain itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional masih tetap menampakkan ciri-ciri yang khas. Kekhasan tersebut terletak pada pola budaya yang dapat mempertemukan secara berdampingan antara nilai-nilai tradisional dari lingkungan masyarakatnya dengan manifestasi keislamannya, sehingga terwujudlah suatu konfigurasi khas pesantren oleh Zamakhsyari Dhofier (1982: 44-60) disebut "tradisi pesantren". Kekhasan tradisi pesantren oleh Abdurahman Wahid disebut sebagai "subkultur" yakni komunitas yang mempunyai ciri, watak dan sistem nilai tersendiri. Kekhasan tersebut terletak pada aspek-aspek cara hidup yang dianut, tata nilai dan pandangan hidup yang diikuti, serta hirarki-hirarki kekuasaan intern yang ditaati (Wahid, 1988:43).
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mattulada, H. Andi
"Elite modern itu, seperti dikatakan oleh Sartono (1947), adalah elite baru, sebagai pemimpin yang dapat diidentifikasikan sebagai organization man; elite modern yang bersikap idealistis dan yang sangat menyadari peranannya, simbolis sebagai pendukung ideologi-ideologi modern seperti anti-feodalisme, anti-kolonialisme, humanitarianisme, populisme, sosialisme, dan sebagainya. Pendek kata, elite modern itu harus dapat berfungsi sebagai akumulator ide-ide pembaruan, sedangkan tentang dari golongan mana akan munculnya dari segenap golongan bangsa Indonesia, tidaklah menjadi soal yang penting untuk diperdebatkan."
1991
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafaat Rahman Musyaqqat
"Sebagai lumbung beras nasional, Sulawesi Selatan sering kali dikaitkan dengan revolusi hijau dari rezim Orde Baru, terutama sejak Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada 1984. Selain itu, Sulawesi Selatan memiliki peran yang vital sebagai penyuplai beras di Indonesia yang tampak pada 1930-an. Kontrol negara adalah salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan Sulawesi Selatan, bersamaan dengan faktor lainnya terutama kondisi lingkungan dan pengembangan irigasi. Artikel ini mendiskusikan jaringan perdagangan beras dan hubungannya dengan dinamika pelabuhan ekspor di Sulawesi Selatan pada 1930-an. Dengan menerapkan metode sejarah, studi ini memanfaatkan sumber-sumber primer, seperti arsip, jurnal, koran, dan majalah. Temuan studi menunjukkan bahwa perdagangan beras selama 1930-an telah mengalami perkembangan yang signifikan seiring keterlibatan negara dalam perdagangan pada 1933. Peningkatan ini terlihat dalam sistem perdagangan dan jumlah beras yang diekspor. Peningkatan yang tampak dari sistem perdagangan dan jumlah beras yang diekspor menjelaskan signifikansi Sulawesi Selatan sebagai salah satu lumbung beras di Hindia Belanda. Dengan menggambarkan daerah produksi, aktor-aktor yang terlibat, pelabuhan ekspor, dan jaringan perdagangan, studi ini memperlihatkan hubungan antara perdagangan intraregional dan interregional."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2021
900 HAN 4:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafaat Rahman Musyaqqat
"Sebagai lumbung beras nasional, Sulawesi Selatan sering kali dikaitkan dengan revolusi hijau dari rezim Orde Baru, terutama sejak Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada 1984. Selain itu, Sulawesi Selatan memiliki peran yang vital sebagai penyuplai beras di Indonesia yang tampak pada 1930-an. Kontrol negara adalah salah satu faktor yang mendukung keberhasilan Sulawesi Selatan, bersamaan dengan faktor lainnya terutama kondisi lingkungan dan pengembangan irigasi. Artikel ini mendiskusikan jaringan perdagangan beras dan hubungannya dengan dinamika pelabuhan ekspor di Sulawesi Selatan pada 1930-an. Dengan menerapkan metode sejarah, studi ini memanfaatkan sumber-sumber primer, seperti arsip, jurnal, koran, dan majalah. Temuan studi menunjukkan bahwa perdagangan beras selama 1930-an telah mengalami perkembangan yang signifikan seiring keterlibatan negara dalam perdagangan pada 1933. Peningkatan ini terlihat dalam sistem perdagangan dan jumlah beras yang diekspor. Peningkatan yang tampak dari sistem perdagangan dan jumlah beras yang diekspor menjelaskan signifikansi Sulawesi Selatan sebagai salah satu lumbung beras di Hindia Belanda. Dengan menggambarkan daerah produksi, aktor-aktor yang terlibat, pelabuhan ekspor, dan jaringan perdagangan, studi ini memperlihatkan hubungan antara perdagangan intraregional dan interregional."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2021
900 HAN 4:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sjamsudin
959.84 LUB s 1
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Palingei Hasyim
"Muhammadiyah di Sulawesi Selatan yang berdiri pada tahun 1926 dengan ketua pertamanya adalah Haji Muhammad Yusuf Daeng Maittiro dibantu oleh beberapa orang pengurus antara lain K.H.Abdullah, Mansyur Al Yantani, Haji Muhammad tahir Cambang, Haji Jaka dan lain-lain sebagainya dengan daerah operasinya hampir seluruh daerah pedalaman di Sulawesi Selatan.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dan modernisasi yang dimaksudkan disini adalah timbulnya gagasan dan cita-cita baru untuk memperbaiki cara hidup dan kehidupan beragama, maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan-pengajaran dan politik memerlukan pembaharuan yang sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.
Muhammadiyah dengan motivasi dan pendekatan pendidikan-pengajaran, sosial dan dakwah, mengembang misi untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh kepercayaan tradisionil seperti tahyul, bid'ah dan khurafat yang berakar kuat di dalam masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan.
Gambaran dari pada kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan awal abad ke-20 merupakan tantangan bagi pemuka-pemuka agama dan ulama yang perlu segera di atasi. Agama Islam yang mereka anut sejak abad ke 17 telah banyak diliputi oleh berbagai tafsir yang telah banyak menyimpang dari sumbernya yang asli, begitu pula kehidupan umat Islam telah banyak bercampur baur dengan perbuatan syirik, bid'ah dan khurafat yang membahayaakan kesucian agama Islam. Karena itu umat Islam perlu diajuk untuk kembali kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam yang langsung bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits.
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan melalui pendidikan baik formal maupun non formal dapat dikatakan secara bertahap berhasil merobah pola pikir dan tindakan masyarakat muslim terutama yang menyangkut aqidah, ibadah, muamalat dan perbuatan-perbuatan yang banyak di warnai oleh tahyul, dan kemusyrikitan. Upaya tersebut dilakukan Sebagai berikut :
Pertama, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berupaya untuk mengembalikan citra umat Islam kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam dengan memerangi kepercayaan tradisionil berupa tahyul, bid'ah, khurafat dan lain-lain sebagainya.
Kedua, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berusaha merobah pandangan dan sikap hidup masyarakat yang usang, kemudian menciptakan sistem berpikir yang bebas dari ikatan-ikatan tradisionil, kolonialisme, feodalisme dan konservatisme.
Ketiga, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dan modernisasi dalam bidang dakwah, pendidikan-pengajaran dan kemasyarakatan sesuai dengan tuntutan dan kehendak zamannya.
Keempat, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang berfokus di Makassar menjadi model di daerah-daerah lain di Indonesia bagian Timur pada umumnya dan Sulawesi Selatan khususnya. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T2296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2005
306 IND t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Massiara Daeng Rapi
Jakarta: Lembaga penelitian dan pelestarian sejarah dan budaya Sulawesi Selatan, 1988
992.2 AHM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Kadir
Cibulan [T.p.] 1977
913.922 K 24 a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>