Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182062 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumarwati Kramadibrata Poli
"Penggambaran kekerasan terhadap perempuan dalam karya sastra dapat ditemukan sejak lama dalam karya sastra dunia. Sebagai suatu lembaga sosial, kesusastraan mampu mengetengahkan persoalan-persoalan kemanusiaan, khususnya kekerasan terhadap perempuan. Pengungkapan yang dilakukan oleh pengarang bisa ditangkap sebagai kritik sosial terhadap kehidupan di sekelilingnya, di samping sebagai penghayatan akan mlai-nilai yang dianggap ideal, sekaligus pencerminan akan suatu bentuk pemikiran atau ideologi, bahkan juga sebagai suatu terapi. Kekerasan itu sendiri pun bentuknya bermacam-macam, dari yang eksplisit sampai yang terselubung yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Description of violence against women in world literature has been found for long. As a social institution, it has proved itself as a significant medium to reflect problems of humanity, particularly the practice of violence against women. On the other hand, what the novelists depict can be regarded as a social critic or social control against what is happening around, besides as an imaginative insight of moral values or of ideology, even as a sort of therapeutic form. Violence itself appears in various forms, some explicitly described, others in perfect diguise."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarwati Kramadibrata Poli
"Penggambaran kekerasan terhadap perempuan dalam karya sastra dapat ditemukan sejak lama dalam karya sastra dunia.
Sebagai suatu lembaga sosial, kesusastraan mampu mengetengahkan persoalan-persoalan kemanusiaan, khususnya
kekerasan terhadap perempuan. Pengungkapan yang dilakukan oleh pengarang bisa ditangkap sebagai kritik sosial
terhadap kehidupan di sekelilingnya, di samping sebagai penghayatan akan mlai-nilai yang dianggap ideal, sekaligus
pencerminan akan suatu bentuk pemikiran atau ideologi, bahkan juga sebagai suatu terapi. Kekerasan itu sendiri pun
bentuknya bermacam-macam, dari yang eksplisit sampai yang terselubung yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Description of violence against women in world literature has been found for long. As a social institution, it has proved
itself as a significant medium to reflect problems of humanity, particularly the practice of violence against women. On
the other hand, what the novelists depict can be regarded as a social critic or social control against what is happening
around, besides as an imaginative insight of moral values or of ideology, even as a sort of therapeutic form. Violence
itself appears in various forms, some explicitly described, others in perfect diguise."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"dalam sastra sebuah novel adalah suatu ketegangan antara kenyataan dan rekaan. begitu pula novel titik balik kesunyian karya Ilham Zoebazary. peristiwa nyata yang terjadi pasca-kemerdekaan,orde lama,orde baru, meliputi periode tahun 1948-1970 an ini membentang sepanjang cerita. novel ini menarik dikaji karena novel ini mampu menukilkan refleksi sejarah di Indonesia pada tahunnya. penelitian ini mendeskripsikan sejarah di Indonesia yang terefleksikan dalam novel Titik Balik Kesunyian (TBK) berikut nilai-nilai sosial-politik yang terdapat dalam novel tersebut meliputi nilai kelaurga, masyarakat, cinta kasih, dan sosial-politik novel Titik Balik Kesunyian karya Ilham Zoebazary merupakan novel berlatar depan peristiwa G 30 September 1965. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra dan menggunakan teori mimetik."
310 Bebasan 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Herawaty Sekara
"Sebagai salah satu produk budaya populer yang paling digemari, film tidak semata-mata hanya berperan sebagai hiburan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai suatu wadah untuk menyoroti isu-isu sosial dan budaya yang telah atau sedang terjadi saat proses pembuatan film tersebut terjadi. Salah satu film Rusia yang mengangkat isu sosial adalah film Человек, который удивил всех/Pria yang Mengejutkan Semua Orang yang secara tersirat mengangkat isu keseteraan gender dalam masyarakat Rusia modern. Penelitian ini membahas isu sosial dalam film tersebut yaitu kesetaraan peran wanita dan pria dalam lingkup rumah tangga serta bagaimana hal tersebut berhubungan dengan realita sosial di masyarakat Rusia abad 21.

As one of the most favorable popular cultural products, films do not merely act only as entertainment for the public, but also as a forum to highlight social and cultural issues that have occurred, or were currently occurring during the film-making process. One of the Russian films that raises social issues is The Man Who Surprised Everyone, which implicitly raises the issue of gender equality in modern Russian society. This research discusses social issues in the film The Man Who Surprised Everyone, namely the equality of the roles of women and men in the household sphere and how it relates to social reality in Russian society in the 21st century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Indah Hapsari
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku delinkuensi remaja yang diangkat dalam sebuah drama Korea berjudul Ingansueob. Drama Korea dapat bermanfaat sebagai sebuah alat pemasaran untuk meningkatkan pengetahuan mengenai suatu isu sosial serta memengaruhi emosi dan perilaku penonton. Maraknya perilaku delinkuensi remaja membuat fenomena ini dianggap sebagai masalah yang serius dan membutuhkan penanganan yang tepat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana drama Ingansueob merepresentasikan peran faktor risiko dalam memengaruhi terjadinya perbuatan delinkuensi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan faktor risiko perilaku delinkuensi remaja yang direpresentasikan dalam drama Ingansueob. Penelitian ini menggunakan drama Korea Ingansueob sebagai sumber data primer. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari buku, jurnal, tesis, dan sumber daring yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya salah satu faktor risiko dapat memicu timbulnya faktor risiko yang lain, sehingga perilaku delinkuensi remaja dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu domain faktor risiko sekaligus. Faktor risiko memiliki sifat kumulatif, yang kemudian saling menguatkan pengaruh satu sama lain dan meningkatkan kecenderungan remaja terlibat dalam perbuatan delinkuensi.

This research discusses about juvenile delinquency behavior in a Korean drama titled Ingansueob. Korean dramas can be useful as a marketing tool to increase knowledge about social issues and influence audiences’ emotion and behavior. The rise of juvenile delinquency behavior has made this phenomenon as a serious problem that requires appropriate treatments. The formulation of this research is how Ingansueob represents the role of risk factors which influence juveniles’ delinquency behavior. This research aims to describe the occurrence cause of juvenile delinquency risk factors represented in drama Ingansueob. This study uses Korean drama Ingansueob as the primary data source. Meanwhile, secondary data sources come from books, journals, thesis, and online sources related to the research. The results showed that the emergence of one risk factor can lead to another risk factors, so that juveniles’ delinquency behavior can be influenced by more than a risk factor at once. Risk factors are cumulative, which reinforces the influence of each other and increases the tendency for juveniles to engage in delinquency behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kevy Dondy Arighy
"Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Bentuk stereotip pun bermacam-macam, ada yang positif dan juga negatif. Dalam artikel jurnal ini akan ditunjukkan stereotip beberapa negara besar seperti Perancis, Spanyol, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat yang ditampilkan pada film L 'Auberge Espagnole' karya C dric Klapisch. Penelitian ini menggunakan teori Stereotip Craig Mcgarty dan teori pengkajian film Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa stereotip yang muncul, baik positif ataupun negatif, memberikan dampak yang signifikan terhadap kelangsungan hidup manusia, karena disukai atau tidak, stereotip merupakan salah satu alat bagi manusia untuk saling mengenal satu sama lain.

Abstract Stereotyping is an assessment of a person based only on perceptions of a group where people can be categorized. There are variety of stereotypes, the positive one and the negative one. This journal article shows stereotype of some big countries such as France, Spain, Germany, Italy, and the United States that are shown in the movie L 39 Auberge Espagnole by C dric Klapisch. This study use the stereotype theory of Craig Mcgarty and film analysis theory of Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie. The results obtained in this study shows that the stereotypes that arise, either positive or negative, have a significant impact on the survival of human beings, because like it or not, the stereotype is one of the tools for people to get to know each other.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Sundari Husen
"Pada abad-abad 16, 17 dan 18, gagasan reformasi pendidikan di Prancis muncul pertama-tama dalam karya sastra. Dimulai oleh Rabelais dalam dongeng-dongengnya Pantagruel (1532) dan Gargantua (1534), tulisan tentang pendidikan dikembangkan dalam Essais (tiga jilid) karangan Montaigne (1580), dan dalam roman Jean-Jacques Rousseau, Emile (1762). Gagasan yang sama didukung pula antara lain oleh Descartes dalam Discours de la Méthode [Risalah tentang Metode] (1637) dan oleh Voltaire dalam dongengnya L?Ingénu (1767). Intinya adalah pertentangan antara sistem pendidikan lama yang mementingkan hafalan dan teori dengan sistem pendidikan baru yang mereka usulkan, yang lebih mementingkan pembinaan nalar, cara berpikir, dalam suasana belajar yang menyenangkan, yang dikaitkan dengan kehidupan nyata serta alam sekitar. Secara resmi reformasi pendidikan Prancis baru dicanangkan Menteri Pendidikan Jules Ferry pada tahun 1880 dengan pembuatan peraturan wajib belajar di sekolah dasar, biaya belajar cuma-cuma dan pemisahan pendidikan formal di sekolah dari pendidikan keagamaan.

In the 16th., 17th. and 18th. century, the first ideas of educative reform in France appeared in litterary master pieces. Rabelais wrote his critics and proposals on child education in his stories Pantagruel (1532) and Gargantua (1534), developped later in the Essays (three volumes) written by Montaigne and in Rousseau?novel, Emile. Actually the same ideas were supported also by Descartes in Discours de la Méthode (1637) and Voltaire in L?Ingénu (1767). The central issue was the opposition between the old system of education focusing on learning by heart and theories and the system they proposed which gave importance on the formation of the way of thinking, in a pleasant learning atmosphere, in relation to real life and nature. Officially French education reform was started by the Minister of Education Jules Ferry in 1880 in the decrees proclaming compulsory education in the primary school, free of charge, and the separation between secular and religious education."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Sri Prasetyo
"ABSTRAK
Dunia pendidikan tak luput dari fenomena kekerasan. Kekerasan yang terjadi di dalam sekolah bukan hanya antar peserta didik, tetapi juga antara guru dan peserta didik. Beberapa kajian terdahulu melihat fenomena kekerasan di dalam sekolah terjadi oleh karena adanya disfungsi di dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan ndash;keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Selain itu, beberapa kajian yang lain melihat bahwa alienasi dan dominasi merupakan akar dari kekerasan yang terjadi di dalam sekolah. Dalam kajian ini, penulis berargumen bahwa tindak kekerasan dalam sekolah merupakan produk dari konstruksi sosial yang terjadi di dalam sekolah. Proses konstruksi sosial kekerasan yang terus berlangsung di dalam sekolah membuat tindak kekerasan terjadi turun temurun di dalam sekolah itu sendiri. Kajian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan menggunakan teori konstruksi sosial Peter Berger dan Luckmann. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan konstruksi sosial atas kekerasan di dalam SMK Sint Joseph. Kekerasan yang terjadi di SMK Sint Joseph tak lepas dari latar belakang anak asuh dan situasi yang terjadi di dalam Panti. Kekerasan menjadi bentuk ekspresi atas situasi dan kondisi yang mereka alami, dan terbawa ke dalam sekolah. Identitas lsquo;Israel rsquo; menjadi simbol bagi sekolah mereka sekaligus memperteguh tindak kekerasan yang mereka lakukan terhadap sekolah lain. Identitas lsquo;Israel rsquo; berkembang menjadi sebuah identitas lsquo;koalisi rsquo; dari berbagai sekolah dengan latar keagamaan yang sama. Dalam hal ini, kekerasan yang mereka lakukan dipandang sebagai bentuk pembelaan terhadap agama mereka. Dengan adanya kebijakan baru yang dibuat oleh SMK Sint Joseph dan Panti Asuhan Vincentius Putra, kekerasan terhadap sekolah lain dapat diredam. Namun demikian, kekerasan justru terjadi di dalam sekolah dengan mengatasnamakan solidaritas sesama anggota lsquo;Israel rsquo;.

ABSTRACT
Educational world can not be separated from the phenomonenon of violence. School violence occurs not only among student, but also between teachers and students. A number of previous studies show that phenomenon of school violence take place due to the disfunction within social family institutions, schools and social environment. In addition, other studies find that alienation and domination constitue the roots of school violence. In this research, the writer argues that school violence is the product of social construction which occurs in schools. The process of constructing social violence that takes place continuously in schools has resulted in violent acts happening from generation to generation in the chool itself. This research employs a constructivism approach by applying the social construction theory of Peter Berger and Luckmann. This research uses a qualitative method with a phenomenological approach. The result of research shows that there is a change in social construction on violence in SMK Sint Joseph. Violence which takes place at SMK Sint Joseph can not separated from the background of the foster children and the situation of the Orphanage. In this case, violence becomes a form of expression of the situation and condition that they experience, and it is brought into the school. The identity of lsquo Israel rsquo becomes a symbol for their school which strenghtens their violence against other schools. The identity of lsquo Israel rsquo develops into an identity of lsquo coallition rsquo of a variety of schools with the same background. In this matter, their violence is deemed as a defense against their religion. With the new policy made by SMK Sint Joseph and Vincentuis Putra Orphanage, violence against other schools can be reduced. However, violence specifically occurs in schools on behalf of solidarity of the fellow members of lsquo Israel rsquo ."
2018
T51585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas , 2001
321.802 MAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Soeryadinata
"Informasi dan teknologi komunikasi seringkali dianggap sebagai faktor pendorong terjadinya globalisasi, Internet merupakan salah satu bukti kongkrit dari fenomena ini. Internet menjadi bentuk teknologi informasi yang sangat modern, pesat perkembangannya, tersebar secara luas, dan signifikan. Namun dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet, teryata internet juga membawa berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah mengganggu stabilitas sosial dan politik. Dan sebagaimana negara di belahan dunia lainnya, perkembangan internet di Cina Juga sangatlah pesat. Cina mengalami apa yang dinamakan paradoks modern. Di satu sisi pemerintah memahami bahwa teknologi informasi adalah mesin menuju ekonomi global, sehingga pertumbuhan ekonomi Cina akan sangat tergantung dengan upaya untuk mengintegrasikan Cins dengan Infrastruktur informasi global. Namun di satu sisi, berbagai peristiwa telah membuktikan bahwa internet berkembang menjadi sarana komunikasi bagi kelompok oposisi yang menentang pemerintah, salah satu contoh kongkritnya adalah Falingong Bahkan berbagai kelompok pendukung hak asasi manusia, baik dalam peristiwa Tiananmen maupun Tibet, seringkali memanfaatkan media internet ini untuk menyebarluaskan ide-ide mereka dan menjaring massa dan dukungan. Yang menarik, seolah mengesampingkan berbagai dampak negatif terhadap stabilitas sosial dan politik, pemerintah Cina pada saat bersamaan mendorong masyarakatnya untuk memanfaatkan internet dan mendorong penggunaan internet di semua sektor kehidupan, khususnya ekonomi. Pemerintah secara proaktif berinisiatif mengembangkan infrastruktur internet, meskipun dengan biaya yang tidak sedikit. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa pemerintah Cina mengambil kebijakan yang mendorong pengembangan intermet di Cina? Apakah faktor-faktor yang melatarbelakanginya? Fenomena ini tentunya sangat menarik dibahas dalam kajian hubungan internasional. Karena sebagai negara yang memiliki karakteristik yang sangat khas, fenomena internet menjadi sebuah kasus yang dapat menggambarkan reaksi pemerintah Cina terhadap sistem internasional secara keseluruhan. Alat untuk menganalisa adalah beberapa kerangka pemikiran yang diantaranya pemikiran tentang pentingnya informasi dalam kepentingan ekonomi, pemikiran Peter F Drunken dalam teori ckonomi baru, pemikiran tentang e-commerce, pemikiran dari Michael Foucault yang mengembangkan ide Jeremy Bentham tentang panoptikon, dan pemikiran fungsi kontrol yang dikemukakan olch Lawrence Lessig Adapun faktor yang meriyebabkan pemerintah Cina mendorong pengembangan internet dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, perkembangan infrastruktur teknologi informasi sebagai infrastruktur internet, akan mendorong kompetituf dan pendapatan ekonomi yang lebih baik bagi perekonomian Cina. Kedua, bahwa justru dengan mendukung penggunaan internet tersebut, pemerintah Cina dapat menerapkan kontrol yang lebih luas sesuai dengan konsep panoptikon yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Kontrol ini dapat dilihat dalam hukum dan peraturan yang dijalankan, arsitektur yang dibentuk, norma sosial yang berkembang, dan mekanisme pasar yang ada. Kedua elenmen ini saling mempengaruhi dan tarik menarik satu dengan lainnya. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi membutuhkan modemisasi teknologi Informasi. Namun disisi lain modernisasi teknologi ini berpotensi untuk mengesampingkan kontrol politik. Oleh karena itu pemerintah Cina kemudian justru menggunakan internet sebagai media dan sarana untuk mengontrol masyarakat pengguna internet di Cina.

Information and communication technology is often considered a driving factor for globalization, the Internet is one concrete proof of this phenomenon. The internet is a very modern form of information technology, rapidly developing, widely spread and significant. However, behind the various conveniences offered by the internet, it turns out that the internet also brings various negative impacts. One of them is disrupting social and political stability. And like countries in other parts of the world, internet development in China is also very rapid. China is experiencing what is called a modern paradox. On the one hand, the government understands that information technology is the engine for the global economy, so China's economic growth will depend heavily on efforts to integrate China with the global information infrastructure. However, on the one hand, various events have proven that the internet has developed into a means of communication for opposition groups opposing the government, one concrete example of which is Falingong In fact, various groups supporting human rights, both in the Tiananmen and Tibet incidents, often use this internet medium to disseminate their ideas and gain mass support. What is interesting, as if to put aside the various negative impacts on social and political stability, the Chinese government at the same time encourages its people to take advantage of the internet and encourages internet use in all sectors of life, especially the economy. The government has proactively taken the initiative to develop internet infrastructure, although at a significant cost. The question then is why did the Chinese government adopt policies that encourage internet development in China? What are the factors behind it? This phenomenon is certainly very interesting to discuss in the study of international relations. Because as a country that has very distinctive characteristics, the internet phenomenon is a case that can illustrate the Chinese government's reaction to the international system as a whole. The tools for analysis are several frameworks of thought, including thoughts about the importance of information in economic interests, Peter F Drunken's thoughts in new economic theory, thoughts about e-commerce, thoughts from Michael Foucault who developed Jeremy Bentham's idea of ​​the panopticon, and the control function thought put forward by Lawrence Lessig. The factors that cause the Chinese government to encourage internet development are influenced by various factors. First, development information technology infrastructure as internet infrastructure, will encourage better competitiveness and economic income for the Chinese economy. Second, that precisely by supporting internet use, the Chinese government can implement broader controls in accordance with the panopticon concept put forward by Jeremy Bentham. This control can be seen in the laws and regulations that are implemented, the architecture that is formed, the social norms that develop, and the existing market mechanisms. These two elements influence each other and attract each other. On the one hand, economic growth requires modernization of information technology. However, on the other hand, this technological modernization has the potential to override political control. Therefore, the Chinese government then actually used the internet as a medium and means to control the internet user community in China.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S10541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>